You are on page 1of 22

PENDAHULUAN

Walaupun kini telah banyak kemajuan dalam berbagai bidang seperti teknologi, informasi,
tetapi pengobatan infeksi saluran napas pneumonia masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat secara umum, baik pada anak-anak, orang dewasa, maupun orang yang sudah lanjut
usia. Pneumonia pada anak-anak paling sering disebabkan oleh virus pernafasan, Pneumonia
pada orang dewasa paling sering disebabkan oleh bakteri, yang tersering yaitu bakteri
Streptococcus pneumoniae (pneumococcus). Sedangkan pada orang lanjut usia sering disebabkan
oleh Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenzae dan virus influenza B, tidak ditemukan
bakteri gram negatif. Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah kardiovaskuler dan TB.

Pada tugas refreshing ini mencoba membahas tentang jenis-jenis pneumonia, serta tahap-
tahap penyembuhan pneumonia. Baik mulai dari patofisologisnya, gejala, diagnosa serta
pengobatannya. Dan dengan lebih terfokus pada penyakit pneumonia ini, memudahkan setiap
orang mengetahui bagaimana gejala-gejala awal pneumonia serta penatalaksanaannya.

DEFINISI

Pneumonia adalah infeksi pada jaringan paru. Bila seseorang menderita pneumonia,
kantung udara di paru tidak dapat bekerja dengan baik.

Adapun cara mikroorganisme itu sampai ke paru-paru bisa melalui :

1. Inhalasi (penghirupan) mikroorgnisme dari udara yang tercemar


2. Aliran darah dari infeksi di organ tubuh yang lain
3. Migrasi (perpindahan) organisme langsung dari infeksi di dekat paru-paru.
Yang lebih jarang, bakteri dapat mencapai parenkim paru melalui aliran darah dari bagian
ekstrapulmonal (khususnya stafilokokus) ataupun dari penggunaan obat intravena.

FAKTOR RISIKO

Faktor risiko pneumonia antara lain : Usia yang ekstrem (sangat muda atau sangat tua),
infeksi virus saluran nafas atas, merokok, penyalahgunaan etanol, kanker (khususnya kanker
paru), penyakit kronis (misalnya diabetes militus, uremia), bedah abdomen atau toraks, dirawat

1
di tempat tidur terlalu lama, Pipa endotrakeal atau trakostomi, fraktur tulang iga, terapi
imunoupresif dan AIDS, malnutrisi, COPD dan aspirasi secret orofaringeal dll.

KLASIFIKASI

Pneumonia di bagi menjadi dua jenis berdasarkan asal penyakit itu didapat. Apabila
penyakit itu didapat di masyarakat, maka dikenal dengan istilah pneumonia komunitas atau
community acquired pneumonia dan pneumonia nosokomial atau hospitality acquired
pneumonia yang berarti penyakit itu didapat saat pasien berada di rumah sakit atau tempat
pelayanan kesehatan. Pneumonia yang didapat di rumah sakit cenderung bersifat lebih serius
karena pada saat menjalani perawatan di rumah sakit, sistem pertahanan tubuh penderita untuk
melawan infeksi seringkali terganggu. Selain itu, kemungkinan terjadinya infeksi oleh bakteri
yang resisten terhadap antibiotik lebih besar.

1) Community Acquired Pneumonia


Suatu infeksi akut parenkim paru yang sesuai dengan gejala infeksi akut, diikuti dengan
infltrat pada foto toraks, auskultasi sesuai dengan pneumonia. Pasien tidak pernah dirawat
atau berada di fasilitas kesehatan lebih dari 14 hari sebelum timbul gejala.

Etiologi dari CAP terlampir pada tabel berikut

2
Anamnesis

 Ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang berhubungan dengan


faktor infeksi :

 Evaluasi faktor pasien/ predisposisi : PPOK (H. Influenza) penyakit kronik, kejang atau
tidak sadar, penurunan imunitas, pneumocystic carini, CMV, legionella, jamur,
mycobacterium, kecanduan obat bius
 Usia pasien : bayi, muda, dewasa
 Awitan : cepat, akut dengan rusty coloured sputum ; perlahan dengan batuk, dahak
sedikit.

Pemeriksaan Fisik

 Awitan akut biasanya oleh kuman pathogen seperti Steptococcus pneumoniae,


Streptoccus spp, Staphylococcus. Pneumonia virus di tandai dengan mialgia, malaise,
batuk kering dan non productive
 Awitan lebih insidious dan ringan pada orang tua/imunitas menurun akibat kuman yang
kurang pathogen/oportunistik
 di perhatikan.
Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan Radiologis : foto toraks PA/lateral, gambaran infiltrat sampai gambaran


konsolidasi (berawan), dapat disertai air bronchogram.
 Pemeriksaan Laboratorium : terdapat peningkatan jumlah leukosit lebih dari 10.000/ul,
kadang-kadang dapat mencapai 30.000/ul.
 Untuk menentukan diagnosis etiologi dilakukan pemeriksaan biakan dahak, biakan darah
dan serologi.
 Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia pada stadium lanjut asidosis respiratorik.
 Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat
baru, atau infiltrat progresif ditambah dengan dua atau lebih gejala seperti batuk-batuk
bertambah, perubahan karakteristik dahak atau purulen, suhu tubuh lebih dari 38oC
(aksila) atau riwayat demam, pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda konsolidasi,

3
suara napas bronkhial, ronkhi, dan leukosit >10.000 atau <4500 /uL. Pada pasien usia
lanjut atau dengan respon imun rendah, gejala pneumonia tidak khas dan dapat berupa
gejala non-pernafasan seperti pusing, gagal tumbuh (failure to thrive), perburukan dari
penyakit yang sudah ada sebelumnya, dan pingsan. Biasanya ditemukan frekuensi nafas
bertambah cepat (takipnea) tetapi demam sering tidak ada. Penilaian derajat keparahan
penyakit pneumonia komunitas dapat dilakukan dengan menggunakan sistem skor
menurut hasil penelitian pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT) :

 Skor PORT > 70

 Bila skor PORT < 70  tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah satu dari kriteria
dibawah ini.

– Frekuensi napas > 30/menit

– Pa02/FiO2 < 250 mmHg

– Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral

– Foto toraks melibatkan > 2 lobus

– Tekanan sistolik < 90 mmHg

– Tekanan diastolik < 60 mmHg

4
Kriteria menurut ATS :

Mayor :

• Membutuhkan ventilasi mekanik

• Infiltrat bertambah > 50%

• Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)

• Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita riwayat penyakit
ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis

Minor :

• Frekuensi napas > 30/menit

• Hipoksemia, Pa02/FiO2 < 250 mmHg

• Hipotermia, < 36⁰C

• Disorientasi

• Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral

• Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus

• Tekanan sistolik < 90 mmHg

• Tekanan diastolik < 60 mmHg

Tanda dan gejala klinis dari CAP menyerupai gejala pada lower respiratory tract infection
pada umumnya yaitu: batuk, demam, kesulitan dalam bernafas. Gold standard untuk diagnosis
pneumonia adalah gejala tersebut dan ditemukannya infiltrat baru atau infiltrat progressif pada
pemeriksaan rontgent.

5
6
7
8
Safe Discharge from Hospital

• Do not routinely discharge patients with community acquired pneumonia in the past 24
hrs they have had 2 or more of the following findings:

– Temperature > 37.5

– RR ≥24 x/m

– HR > 100 x/m

– Systolic blood pressure ≤90 mmHg

– Oxygen saturation < 90% on room air

– Abnormal mental status

– Inability to eat without assisstant

• Consider delaying discharge for patients with CAP if their temperature higher than 37.5

9
2) Hospital Associated Pneumonia
HAP didefiniskan sebagai pneumonia yang tidak diinkubasikan pada saat masuk rumah
sakit dan terjadi 48 jam atau lebih setelah masuk.

Diagnosis pneumonia nosokomial dari CDC :

1. Ronkhi atau Dullness pada perkusi torak. Ditambah salah satu


a. Onset baru sputum purulen atau perubahan krakteristiknya
b. Isolasi kuman dari darah
c. Isolasi dari bahan aspirasi transtrakheal,au sapuan bronkhus.
2. Gambaran radiologik berupa infiltrat baru atau yang pogresif, kosolidasi, kavitasi, atau
efusi pleura :
a. Isolasi virus atau deteksi antigen virus dari sekret respirasi
b. Titer antibodi tunggal yang diagnostik (IgM) atau peningkatan 4 kali titer IgG dari
kuman
c. Bukti histopatologik dari pnumonia.

10
3. Pasien 12 tahun dengan 2 dari gejala-gejala berikut : apnea, tachypnea, bradycardia,
wheezing, ronkhi atau batuk. Dan di sertai salah satu dari peningkatan produksi sekresi
respirasi atau salah satu kriteria no 2 di atas.
4. Pasien 12 tahun yang menunjukkan infiltrat baru atau progresif, kavitasi, konsolidasi, efusi
pleura pada foto torak.

Menurut ATS

1. Dirawat di ruang rawat intensif


2. Gagal napas yang memerlukan alat bantu napas atau membutuhkan O2 > 35 % untuk
mempertahankan saturasi O2 > 90%
3. Perubahan radiologik secara progresif berupa pneumonia multilobar atau kaviti dari
infiltrat paru
4. Terdapat bukti-bukti ada sepsis berat yang ditandai dengan hipotensi dan atau disfungsi
organ yaitu :
5. Syok (tekanan sistolik < 90 mmHg atau diastolik < 60 mmHg)
6. Memerlukan vasopresor > 4 jam
7. Jumlah urin < 20 ml/jam atau total jumlah urin 80 ml/4 jam
8. Gagal ginjal akut yang membutuhkan dialysis.

11
 Diagnosis HAP dicurigai jika pasien memiliki infiltrasi radiografi yang baru atau
progresif, bersamaan dengan temuan klinis yang menunjukkan adanya infeksi, yang
meliputi onset baru demam, sputum yang purulen, leukositosis, dan penurunan
oksigenasi.
 Metode mikrobiologi untuk mendiagnosis VAP dan HAP dengan pemeriksaan kultur
(sampel invasif yaitu Bronchoscopy, Blind Bronchial sampling; sampling non invasif,
aspirasi endotrakeal)

12
13
Lamanya Terapi

 Untuk pasien dengan VAP, direkomendasikan dengan pemberian terapi antimikroba


selama 7 hari ataupun dengan durasi yang lebih lama (tergantung pada parameter tingkat
perbaikan klinis, radiologis dan laboratorium)
 Untuk pasien dengan HAP, direkomedasikan terapi antimikroba selama 7 hari

PREVENTIF

Pneumonia Komunitas (community acquired pneumonia)

Diluar negeri dianjurkan pemberian vaksinasi influenza dan pneumokokus terhadap


orang dengan resiko tinggi, misalnya pasien dengan gangguan imunologis, penyakit berat

14
termasuk penyakit paru kronik, hati, ginjal dan jantung. Disamping itu vaksinasi juga diberikan
untuk penghuni rumah jompo atau rumah penampungan penyakit kronik, dan usia diatas 65
tahun.

Pneumonia Nosokomial (hospitality acquired pneumonia)

Pencegahan PN berkaitan erat dengan prinsip umum pencegahan infeksi dengan cara
penggunaan peralatan invasif yang tepat. Cara mencegahnya yaitu antara lain dengan
pembatasan pemakaian selang nasogastrik atau endotrakeal atau pemakaian obat sitoprotektif
sebagai pengganti antagonis H2 dan antasid.

15
SEPSIS

DEFINISI

Sepsis adalah infeksi yang ada bersamaan dengan manifestasi infeksi sistemik. (Sepsis
Guidelines, 2012)

Disfungsi organ yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh respons host yang tidak
teratur terhadap infeksi. Definisi baru ini menyoroti tiga komponen penting sepsis, yaitu adanya
infeksi, regulasi abnormal respon host terhadap infeksi dan disfungsi sistem organ yang
dihasilkan sebagai akibat respon host. (Sepsis Guidelines, 2016)

Syok septik adalah sepsis akibat hipotensi yang menetap meski resusitasi cairannya
cukup. (Sepsis Guidelines, 2012)

Syok septik adalah sepsis dengan hipotensi terus-menerus yang membutuhkan


vasopressor untuk mempertahankan MAP ≥65 mmHg dan memiliki serum laktat> 2 mmol / L
(18 mg / dL) meskipun resusitasi volume cukup. (Sepsis Guidelines, 2016)

Manifestasi Klinik

Salah satu perubahan paling signifikan dalam definisi baru adalah penghapusan kondisi
sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS).

16
Kriteria SIRS termasuk suhu> 38 ° C atau <36 ° C, detak jantung lebih dari 90 denyut per
menit, laju pernafasan lebih dari 20 napas per menit dan jumlah sel darah putih > 12.000 / μL
atau <4000 / Μl.

Skor dasar SOFA harus diasumsikan nol kecuali pasien diketahui memiliki disfungsi
organ yang belum ada sebelumnya (akut atau kronis) sebelum onset infeksi. Pasien dengan skor
SOFA 2 atau lebih memiliki keseluruhan risiko kematian sekitar 10% pada populasi rumah sakit
umum dengan dugaan infeksi. Ini lebih besar dari angka kematian keseluruhan tingkat 8,1%
untuk infark miokard ST-segmen elevasi, sebuah kondisi yang secara luas dianggap mengancam
kehidupan masyarakat dan oleh dokter. Bergantung pada tingkat risiko awal pasien, Skor SOFA
2 atau lebih besar mengidentifikasi 2 sampai 25 kali lipat peningkatan risiko kematian
dibandingkan dengan pasien dengan skor SOFA kurang dari 2.

Pasien yang Dicurigai Infeksi yang Mengalami Perpanjangan Waktu di ICU atau Meninggal
di Rumah Sakit Dapat Segera Diidentifikasi di samping dengan qSOFA

17
Tatalaksana

Terapi cairan intravena

 Kristaloid tetap merupakan strategi cairan awal yang disarankan

 Resusitasi cairan lebih lanjut harus dihentikan bila tidak ada lagi respons fisiologis.
Manajemen cairan penting untuk menghindari komplikasi edema paru dan kelebihan
volume.

18
Vasopressor

 Norepinephrine terus menjadi agen lini pertama untuk mendapatkan dukungan tekanan
darah.

 Vasopresin dengan dosis 0,03 unit / menit harus dipertimbangkan untuk menurunkan
dosis norepinephrine atau menambah MAP dengan target MAP ≥65 mmHg.

 Epinephrine dianggap sebagai agen lini kedua.

 Dopamin harus dipertimbangkan bukan norepinephrine hanya pada pasien dengan


bradikardia relatif atau absolut yang memiliki risiko rendah takikrimemia.

 Dobutamin masih direkomendasikan untuk pasien dengan hipoperfusi persisten meskipun


memiliki volume intravaskular dan administrasi vasopressor yang adekuat. Namun, dosis
dobutamin awal tidak lagi ditentukan dalam pedoman 2016.

 Pada update 2016, phenylephrine tidak lagi direkomendasikan untuk pengobatan syok
septik di luar protokol penelitian.

Antibiotic Treatment for Suspected Sepsis

19
Kontrol Sumber Infeksi

Identifikasi segera dari sumber infeksi sangat penting dan, bila kontrol sumber
dimungkinkan.

Kortikosteroid

Harus diberikan secara empiris (hidrokortison 200 mg intravena setiap hari dalam dosis
bolus terbagi) pada pasien yang mengalami syok septik hanya jika terapi vasopressor dan
resusitasi cairan gagal mencapai stabilitas hemodinamik.

Produk Darah

Transfusi sel darah merah harus terjadi hanya jika hemoglobin <7 g / dL kecuali dalam
situasi hipoksemia berat yang terus-menerus, iskemia miokard, perdarahan akut atau penyakit
jantung iskemik aktif.

Sebuah analisis terbaru dari TRISS (Persyaratan Transfusi dalam Septic Shock) menyelidiki
lebih lanjut peran tujuan transfusi yang ketat dari 7 g / dL pada orang dengan komorbiditas
signifikan termasuk penyakit paru kronis dan keganasan hematologis.

Mechanical ventilation
Pasien yang menderita sepsis akibat ARDS masih harus ditangani menurut protokol
ARDSnet, termasuk ventilasi tidal volume 6mL / kg. The initial plateau pressure target harus ≤30
cm H20. Tekanan ekspirasi positif (PEEP) harus digunakan untuk mencegah keruntuhan alveoli
dan barotrauma yang dihasilkan dari siklus inflasi / kolaps berulang. Untuk tujuan ini, tingkat
PEEP yang lebih tinggi disarankan untuk pasien dengan ARDS moderat-sampai-berat.
Dengan tidak adanya hipoperfusi jaringan, SSC terus berlanjut merekomendasikan
strategi infus cairan konservatif pada pasien dengan sepsis ARDS. Mereka juga
merekomendasikan secara spontan uji coba pernapasan dan penggunaan protokol mechanical
ventilation.

20
Panduan 2016 masih merekomendasikan penggunaan agen penghambat neuromuskular
selama ≤48 jam pada pasien dengan rasio ARDS dan PaO2 / FIO2 sepsis yang diinduksi ≤ 150
mmHg.
Sedasi, kontrol glukosa, terapi penggantian ginjal dan terapi bikarbonat
2016 rekomendasi untuk sedasi, kontrol glukosa, ginjal terapi penggantian (RRT) dan
terapi bikarbonat tetap ada pada dasarnya tidak berubah dari tahun 2012. Untuk meringkas, terus
menerus atau Sedasi intermiten di ventilasi mekanis harus diminimalkan bila memungkinkan
Salah satu potensi terapi terapeutik untuk mencapainya Sedasi ringan, dexmedetomidine, baru-
baru ini diselidiki di uji coba terkontrol secara acak yang dilaporkan pada bulan April 2017 di
JAMA.Dexmedetomidine adalah obat penenang agonis alfa 2 yang sangat selektif yang memiliki
potensi sifat anti-inflamasi. Meskipun itu tidak memperbaiki angka kematian atau hari bebas
ventilator dibandingkan dengan regimen sedasi standar termasuk propofol dan midazolam, tapi
memang berhasil mengendalikan sedasi ringan dan lebih baik akan masuk akal untuk
mempertimbangkan strategi sedasi yang disukai dexmedetomidine.
Tingkat glukosa di atas 180mg / dL harus diobati, dengan glukosa target <180mg / dL.
Tingkat glukosa seharusnya diukur setiap 1-2 jam sampai regimen insulin stabil mencapai dan
setiap 4hours sesudahnya.
Sodium bikarbonat harus dicadangkan untuk memperbaiki hemodinamik atau menurunkan
vasopressor kebutuhan pasien dengan pH <7.15.
RRT terus menerus atau intermiten diindikasikan pada pasien dengan sepsis dan gagal
ginjal akut,dengan terapi terus menerus yang lebih disukai secara hemodinamik pasien yang
tidak stabil untuk meminimalkan hipotensi lebih lanjut.
Panduan 2016 merrekomendasi untuk menghindari penggunaan RRT pada pasien
dengan sepsis dan ginjal akut semata-mata untuk peningkatan dalam creatine atau oliguria tanpa
adanya indikasi lain hemodialisis.
Stress Ulcer Prophylaxis
Bahwa profilaksis stres ulkus menggunakan H2 blocker atau pump proton inhibitor
diberikan kepada pasien dengan sepsis berat / syok septik yang memiliki faktor risiko
pendarahan. Saat profilaksis digunakan, kami menyarankan penggunaan pump proton inhibitor
bukan H2 antagonis reseptor (H2RA) .
Kami menyarankan agar pasien tanpa faktor risiko tidak seharusnya menerima profilaksis

21
DAFTAR PUSTAKA

Pneumonia in adults: diagnosis and management. National Institue for Health and Care
Excellence; Management of Adults with Hospital-acquired and-ventilator-associated pneumonia:
2016 Clinical Practice Guidelines by the Infectious Diseases Society of America and the
American Thoracic Society.

The Third International Consensus Definitions for Sepsis and Septic Shock; 2016 American
Medical Association.

22

You might also like