You are on page 1of 9

MAKALAH

Bio Kimia
Enzim

Disusun oleh:
Nama : Ankeu Delistiani
Dinda Fazri al kautsar
Gunawan Muhammad
Lia Yuliani Wirapraja

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes)


Holistic Purwakarta
2015 – 2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Makanan yang masuk ke dalam mulut biasanya masih berbentuk potongan atau
keratan yang mempunyai ukuran relatif besar dan tidak dapat diserap langsung oleh
dinding usus. Oleh karena itu sebelum siap diserap oleh dinding usus makanan tersebut
harus melewati sistem pencernaan makanan yang terdiri atas beberapa organ tubuh, yaitu
mulut, lambung, dan usus dengan bantuan pankreas dan empedu. Dalam mulut makanan
dihancurkan secara mekanis oleh gigi dengan jalan dikunyah. Selama penghancuran secara
mekanis ini berlangsung, kelenjar yang ada di sekitar mulut mengeluarkan cairan yang
disebut saliva atau ludah. Tiga kelenjar saliva yaitu kelenjar sublingual, kelenjar
submaksilar, dan kelenjar parotid. Kelenjar sublingual adalah kelenjar saliva yang paling
kecil, terletak di bawah lidah bagian depan. Kelenjar submaksilar terletak di belakang
kelenjar sublingual dan lebih dalam. Kelenjar parotid ialah kelenjar saliva paling besar dan
terletak di bagian atau mulut di depan telinga.
Musin dalam saliva adalah suatu zat yang kental dan licin yang berfungsi
membasahi makanan dan sebagai pelumas yang memudahkan atau memperlacar proses
menelan makanan. Cairan air liur mengandung α-amilase yang menghidrolisa ikatan
α(1→4) pada cabang sebelah luar glikogen dan amilopektin menjadi glukosa, sejumlah
kecil maltosa, dan suatu inti tahan hidrolisa yang disebut dekstrin. Hanya sebagian kecil
amilum yang dapat dicema di dalam mulut, oleh karena itu sebaiknya makanan dikunyah
lebih lama untuk memberi kesempatan lebih banyak pemecahan amilum di rongga mulut.

1.2 Tujuan percobaan

a) Untuk menetapkan pH air liur


b) Membuktikan adanya musin dalam air liur
c) Untuk membuktikan adanya musin dalam air liur
d) Untuk mengetahui pengaruh suhu pada aktivitas amylase air liur
e) Kerja enzim pada air liur
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Air Liur

Enzim memegang peranan penting dalam berbagai reaksi dalam sel. Sebagai
protein, enzim diproduksi dan digunakan oleh sel hidup untuk mengkatalisis reaksi seperti
konversi energi dan metabolisme pertahanan sel. Enzim amilase memiliki kemampuan
untuk memecah molekul-molekul pati dan glikogen. Molekul pati yang merupakan
polimer dari alfa-D-glikopiranosa akan dipecah oleh enzim pada ikatan alfa-1,4- dan alfa-
1,6-glikosida (Hart 2003).

Enzim berfungsi meningkatkan laju sehingga terbentuk kesetimbangan kimia


antara produk dan pereaksi. Pada keadaaan kesetimbangan, istilah pereaksi dan produk
tidaklah pasti dan bergantung pada pandangan kita. Dalam keadaan fisiologi yang normal,
suatu enzim tidak mempengaruhi jumlah produk dan pereaksi yang sebenarnya dicapai
tanpa kehadiran enzim. Jadi, jika keadaan kesetimbangan tidak menguntungkan bagi
pembentukan senyawa, enzim tidak dapat mengubahnya (Salisbury dan Ross 1995).

Enzim amilase dapat diperoleh dari sekresi air liur atau saliva. Saliva adalah suatu
cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas campuran sekresi dari
kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva dapat disebut juga
kelenjar ludah atau kelenjar air liur. Semua kelenjar ludah mempunyai fungsi untuk
membantu mencerna makanan dengan mengeluarkan suatu sekret yang disebut “saliva”
(ludah atau air liur). Pembentukan kelenjar ludah dimulai pada awal kehidupan fetus (4 -
12 minggu) sebagai invaginasi epitel mulut yang akan berdiferensiasi ke dalam duktus dan
jaringan asinar. Enzim amilase di dalam tubuh manusia sangat penting. Enzim amilase ikut
bertanggung jawab menjaga kesehatan dan proses metabolisme di dalam tubuh.
Kekurangan enzim amilase dapat menyebabkan tubuh mengalami gangguan pencernaan
(maladigesti), yang selanjutnya menyebabkan gangguan penyerapan (malabsorpsi).

Saliva merupakan cairan mulut yang kompleks terdiri dari campuran sekresi
kelenjar saliva mayor dan minor yang ada dalam rongga mulut. Saliva sebagian besar yaitu
sekitar 90 persennya dihasilkan saat makan yang merupakan reaksi atas rangsangan yang
berupa pengecapan dan pengunyahan makanan (Kidd 1992).
Saliva terdapat sebagai lapisan setebal 0,1-0,01 mm yang melapisi seluruh jaringan
rongga mulut. Pengeluaran air ludah pada orang dewasa berkisar antara 0,3-0,4 ml/menit
sedangkan apabila distimulasi, banyaknya air ludah normal adalah 1-2 ml/menit.
Menurunnya pH air ludah (kapasitas dapar / asam) dan jumlah air ludah yang kurang
menunjukkan adanya resiko terjadinya karies yang tinggi. Meningkatnya pH air ludah
(basa) akan mengakibatkan pembentukan karang gigi. Saliva memiliki beberapa fungsi,
yaitu melicinkan dan membasahi rongga mulut sehingga membantu proses mengunyah dan
menelan makanan, membasahi dan melembutkan makanan menjadi bahan setengah cair
ataupun cair sehingga mudah ditelan dan dirasakan, membersihkan rongga mulut dari sisa-
sisa makanan dan kuman, mempunyai aktivitas antibacterial dan sistem buffer, membantu
proses pencernaan makanan melalui aktivitas enzim ptyalin (amilase ludah) dan lipase
ludah, perpartisipasi dalam proses pembekuan dan penyembuhan luka karena terdapat
faktor pembekuan darah dan epidermal growth factor pada saliva, jumlah sekresi air ludah
dapat dipakai sebagai ukuran tentang keseimbangan air dalam tubuh dan membantu dalam
berbicara (pelumasan pada pipi dan lidah) (Suharsono 1986).

Setiap hari sekitar 1-1.5 liter saliva dikeluarkan oleh kelenjar saliva. Saliva terdiri
atas 99.24% air dan 0.58% terdiri atas ion-ion Ca2+, Mg2+, Na+, K+, PO43-, Cl-, HCO3-,
SO42-, dan zat-zat organik seperti musin dan enzim amilase (ptialin). Saliva bersifat agak
sedikit asam. Saliva mempunyai pH antara 5.75 sampai 7.05. Pada umumnya pH saliva
adalah sedikit dibawah 7 (Aisjah 1986)

Sebagian orang tidak menyadari betapa pentingnya fungsi air liur, yaitu:
1. Memecah makanan dalam mulut, sehingga dapat dirasakan oleh lidah dan lebih
mudah dicerna oleh perut.

2. Membersihkan makanan dan sel-sel mati dari lapisan mulut

3. Mengikat makanan menjadi bola sehingga dapat ditelan

4. Membersihkan makanan dan bakteri dari gigi

5. Mencegah lapisan mulut kering

6. Menghancurkan atau mencegah pertumbuhan jamur tertentu

7. Menetralisir asam dari makanan dan minuman

8. Membantu menumbuhkan enamel gigi yang rusak, karena kalsium dan kadar fosfor
Goodson memperkirakan rata-rata seseorang memproduksi kurang lebih setengah
liter air liur dalam satu hari. Tapi tentu saja jumlah ini juga dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain:
1. Gen

2. Waktu (produksi air liur melambat secara drastis di malam hari)

3. Banyak air yang diminum

4. Sedang mengunyah permen karet atau menghisap permen keras (keduanya meningkatkan
produksi air liur)

5. Mencium sesuatu yang menarik (juga meningkatkan produksi air liur, itu sebabnya ada
istilah ‘lezat’)

6. Lebih dari 400 obat menyebabkan penurunan produksi air liur

7. Umur produksi (air liur menurun seiring dengan usia)

8. Memiliki kondisi atau penyakit yang mempengaruhi produksi air liur, seperti sindrom
Sjorgen, atau sedang menjalani terapi radiasi.

Selain dalam pencernaan air liur juga berperan dalam kebersihan mulut. Sekresi
saliva terutama tipe mucus penting dalam mempertahankan kesehatan jaringan rongga
mulut. Rongga mulut berisi bakteri atau kuman patogen (merugikan) yang dengan mudah
merusak jaringan dan menimbulkan karies gigi (gigi berlubang). Air liur juga mencegah
kerusakan dengan beberapa cara. Pertama, aliran air liur itu sendiri membantu membuang
bakteri atau kuman patogen juga pertikel makanan yang memberi dukungan nutrisi
metabolik bagi bakteri itu sendiri. Kedua, air liur mengandung beberapa faktor yang
menghancurkan bakteri salah satunya adalah ion tiosianat dan beberapa cairan proteolitik
terutama lisosim yang menghancurkan bakteri,membantu ion tiosianat membunuh
bakteri,mencerna partikel makanan dan air liur mengandung antibody protein yang
menghancurkan bakteri.
BAB III
HASIL PERCOBAAN
I . Hasil Pengamatan
No Bahan/sampel Suhu (oC) Perubahan warna
1 Air liur + amilum + HCl 37 Coklat
2 Air liur + amilum + NaOH 37 Ungu
3 Air liur + amilum 80 Hijau kekuningan
4 Air liur + amilum 40 Hijau kekuningan
5 Air liur + amilum 37 Hijau
BAB IV
PEMBAHASAN

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim antara lain suhu , pH,
konsentrasi substrat, konsentrasi enzim dan zat-zat penghambat. Suhu berpengaruh
terhadap fungsi enzim karena reaksi kimia menggunakan katalis enzim yang dapat
dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein, maka kenaikan
suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktif enzim akan terganggu, sehingga
konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang. Kemudian pH berpengaruh terhadap fungsi
enzim karena pada umumnya efektifitas maksimum suatu enzim pada pH optimum, yang
lazimnya berkisar antara pH 4,5 – 8,0. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah
umumnya enzim menjadi non aktif secara irreversibel karena menjadi denaturasi protein.

Kondisi pH dapat mempengaruhi aktivitas enzim melalui pengubahan struktur atau


pengubahan muatan pada residu yang berfungsi dalam pengikatan substrat atau katalis.
Sebagai contoh, enzim bermuatan negatif (Enz-) bereaksi dengan substrat bermuatan
EnzSH. Pada pH yang rendah, Enz- mengalamipositif (SH+) : Enz- + SH+ protonasi
dan kehilangan muatan negatifnya (enzim dinetralisir) : Enz- + EnzH. Sedangkan pada pH
yang tinggi, SH+ mengalami ionisasi danH+ S + H+.kehilangan muatan positifnya
(substrat dinetralisir) : SH+ Karena (berdasarkan definisi) satu-satunya bentuk yang
mengadakan interaksi adalah SH+ dan Enz-, nilai pH yang ekstrim (tinggi ataupun rendah)
akan menurunkan kecepatan reaksi (Peodjiadi 2006).

Enzim amilase saliva memiliki pH optimal pada pH 7, karena pada pH ini


diperoleh aktivitas enzim yang tinggi (kecepatan reaksi enzimatik tinggi). Umumnya,
kecepatan reaksi enzimatik meningkat hingga mencapai pH optimal dan menurun setelah
pH lebih besar dari pH optimal. Hasil percobaan, pada pH 1 (uji Iod) dan pH 5 (uji
benedict) aktivitas enzim masih ada, tetapi kecil (ditunjukkan oleh kecepatan reaksi
enzimatik yang kecil pula). Hal ini disebabkan pada pH kurang dari 4, enzim amilase
saliva menjadi tidak aktif. Menurut Amerongen (1991) amilase yang terdapat dalam saliva
adalah α-amilase liur yang mampu membuat polisakarida (pati) dan glikogen dihidrolisis
menjadi maltosa dan oligosakarida lain dengan menyerang ikatan glikosodat α(1 4).
Amilase liur akan segera terinaktivasi pada pH 4,0 atau kurang sehingga kerja pencernaan
makanan dalam mulut akan terhenti apabila lingkungan lambung yang asam menembus
partikel makanan. Pada pH 1 diperoleh hasil positif pada uji iod dan hasil negatif pada uji
benedict. Seharusnya hasil yang diperoleh uji iod dan uji benedict adalah negatif, sebab
pada pH tersebut enzim amilase tidak aktif dan karbohidrat pun seharusnya terhidrolisis
karena pemanasan dan pH yang sangat asam.

Uji iod terhadap campuran saliva dan pati yang memiliki pH 5 menunjukkan warna
kuning pudar yang menunjukkan hasil yang negatif. Hal tersebut dikarenakan pH yang
digunakan terlalu rendah untuk kerja optimum enzim amilase pada saliva yang digunakan.
Sementara pada pH 7 dan 9, uji ini memberikan reaksi yang positif. Hasil uji Benedict
menunjukkan reaksi negatif pada pH 1 dan menunjukkan reaksi positif pada pH 5, 7, dan
9. Hal ini menunjukkan bahwa enzim amilase tidak bekerja pada pH yang terlalu rendah
maupun terlalu tinggi. Dari hasil uji Benedict ini warna kuning pekat dimiliki oleh tabung
yang ber-pH 5. Oleh karena itu berdasarkan hasil percobaan pH optimum untuk aktivitas
enzim amilase adalah pada pH 5. Padahal pada umumnya pH optimum saliva adalah
mendekati 7. Hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan-kesalahan pada saat praktikum
seperti faktor pemanasan yang tidak berjalan stabil pada suhu 37oC karena terputusnya
aliran listrik. Faktor pengocokan yang kurang sempurna juga dapat mempengaruhi hasil
ini. Selain itu, larutan dengan variasi pH yang dibuat pun tidak cukup akurat untuk
dijadikan indikasi pengukuran laju reaksi optimum enzinm dengan variabel pH, karena
pembuatan larutan pun masih dalam skala kualitatif bukan kuantitatif.

Dalam saliva yang tidak dipanaskan, dihasilkan warna ungu yang makin lama
makin jernih. Hal ini menunjukkan bahwa pada suhu optimum, enzim amilase dapat
menjalankan fungsinya, mengubah amilum menjadi maltosa. Amilum dan dekstrin yang
molekulnya masih besar dengan iodium memberi warna biru, dekstrin-dekstrin antaranya
(eritrodekstrin) memberi warna coklat kemerah-merahan. Sedangkan dekstrin-dekstrin
yang molekulnya sudah kecil lagi (akhrodekstrin) dan maltosa tidak memberi warna
dengan iodium. Titik saat campuran tidak memberi warna lagi (jernih) disebut titik
akromatik.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Enzim amilase dapat bekerja optimal pada pH optimumnya, yaitu sekitar pada pH 7
dan sekitarnya. Enzim akan berkurang laju reaksinya atau akan rusak pada pH yang
ekstrim, yang di bawah pH 4,0 dan di atas pH 10. Aktivitas enzim amilase dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya adalah perubahan pH, suhu, pelarut organik, dan yang
menyebabkan denaturasi protein. Pengujian pengaruh suhu terhadap air liur digunakan dua
pereaksi yang berbeda. Uji Yodium terhadap hasil percobaan pengaruh suhu aktivitas
amilase air liur yang dipanaskan pada suhu 80oC dan 37oC memberikan hasil yang positif,
yaitu larutan menjadi berwarna kuning dan kecokelatan. Hal tersebut
B. Saran

You might also like