Professional Documents
Culture Documents
DENGAN AMPUTASI
OLEH
TINGKAT 2.2
D-III KEPERAWATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2018
LAPORAN PENDAHULUAN A
SUHAN KEPERWATAN DENGAN AMPUTASI
2. Etiologi
Menurut (Smeltzer, 2002) etiologi/penyebab dilakukannya amputasi didasari oleh
beberapa hal, antara lain:
1. Iskemia karena penyakit reskulasisasi perifer biasanya pada orang tua seperti
klien dengan artherosklerosis, diabetes mellitus.
2. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
3. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
4. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
5. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
6. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
7. Deformitas organ.
3. Jenis Amputasi
Menurut (Smeltzer & Brenda G. Bare. (2002)), amputasi dibedakan oleh beberapa hal
yakni:
1. Berdasarkan pelaksanaannya amputasi dibedakan menjadi 3, antara lain:
a. Amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan
mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus.
Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir
b. Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak
direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi
amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
c. Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan.
Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada
trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang
luas.
2. Amputasi berdasarkan level:
a. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan maupun
tangan kiri, hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan,
minum, mandi, berpakaian dan aktivitas yang lain yang melibatkan tangan.
b. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian
dari jari-jari kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.
Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas terbagi menjadi dua
letak amputasi yaitu:
Amputasi dibawah lutut dan amputasi di atas lutut. Selain itu juga terdapat
Partial Foot amputation yang meliputi:
Chopart (midtarsal amputation)
Lisfranc (tarsometatarsal amputation)
Amputasi metatarsal
Disartikulasi metatarsophalangeal
4. Teknik Amputasi
Menurut (Smeltzer & Brenda G. Bare. (2002)) proses amputasi dapat
dilakukan menjadi 2 cara yakni:
1. Metode terbuka (guillotine)
Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang. Bentuknya
benar-benar terbuka dan di pasang drainase agar lika bersih dan luka dapat ditutup
setelah tidak terinfeksi. Operasi dilakukan hanya satu kali. Penanganan post
operasi yakni pembalutan yg rigid dan pemasangan prostesis sementara.
Kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi antara lain:
a. Hematoma
b. Infeksi
c. Nekrosis
d. Kontraktur
e. Neuroma
f. Sensasi phantom
2. Metode tertutup (flap amputasi/ Definitive Amputation)
Pada metode ini kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah
yang di amputasi, tidak semua amputasi di operasi dengan terencana, klasifikasi
yang ada karena trauma amputasi. Metode tertutup dibagi menjadi 2:
a. Definitive end-bearing amputation
Digunakan pd level dimana→beban tubuh bertumpu ujung stump.
b. Definitive non-end-bearing amputation. Beban tubuh tdk bertumpu pd ujung
stump.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada teknik ini antara lain:
a. Penggunaan torniket
Sangat membantu (kecuali pd tungkai yg iskemik)
b. Level Amputasi
Berhubunan dengan prostesis yg tersedia(dulu)
c. Flap dari kulit
Penting dibanding dgn level amputasi
d. Otot
Otot2 dipotong kurang lebih 5 cm distal dari level tulang yg diamputasi.
e. Syaraf
Ahli bedah yang terbaik yang telah melakukan operasi setelah dibebaskan
dari jaringan sekitar, syaraf ditarik ke distal & dipotong.
f. Pembuluh darah
Dipisahkan kemudian diligasi dua kali.
g. Tulang
Tonjolan tulang yg tdk dapat tertutup jaringan lunak sekitar harus direseksi.
h. Penggunaan drain
5. Manifestasi Klinis
1. Kehilangan anggota gerak (ektremitas atas atau bawah).
2. Nyeri pada bagian yang diamputasi yang berasal dari neuroma ujung saraf yang
dekat dengan permukaan.
3. Edema yang apabila tidak ditangani menyebabkan hiperplasia varikosa dengan
keronitis.
4. Dermatitis pada tempat tekanan ditemukan kista (epidermal atau aterom)
5. Busitis (terbentuk bursa tekanan antara penonjolan tulang dan kulit)
6. Bila kebersihan kulit diabaikan terjadi folikulitis dan furunkulitis.
7. Sedih dan harga diri rendah (self esteem) dan diikuti proses kehilangan (grieving
process).
6. Komplikasi Amputasi
Komplikasi yang dapat terjadi menurut (Smeltzer, 2002) antara lain:
1. Masalah Kulit
Perawatan kulit merupakan hal yang penting karena adanya beberapa
lapisan jaringan yang berdekatan di ujung akhir tulang seperti jaringan parut,
termasuk kulit dan lapisan subkutan, yang mudah melekat pada tulang. Sehingga
perlu diperhatikan adanya mobilisasi jaringan parut.
Sebelum luka insisi sembuh sempurna, sebuah whirlpool sering
membantu pada penyembuhan luka yang lambat atau pada luka yang sedang
didraining. Hidroterapi dapat dilakukan selama 20-30 menit satu atau dua kali
sehari.
Setelah insisi sembuh, lunakkan kulit dengan sebuah krim yang larut air
atau preparat lanolin tiga kali sehari. Massage secara lembut pada jaringan lunak
bagian distal akan membantu mempertahankan mobilitasnya di atas permukaan
atau ujung tulang. Tapping jaringan parut dan bagian distal jaringan lunak
sebanyak 4 kali sehari sering membantu untuk mendesensitasi area tersebut
sebelum penggunaan prosthesis. Tapping dilakukan dengan ujung jari, dimulai
dengan sentuhan ringan dan kemudian tekanan ditingkatkan sekitar 5 menit
hingga timbul rasa tidak nyaman yang ringan.
Cara membersihkan kulit yang baik juga harus diajarkan, misalnya
dengan mempergunakan sabun yang bersifat ringan, cuci kulit hingga berbusa
lalu basuh dengan air hangat. Kulit dikeringkan dengan cara ditekan dengan
lembut, tidak digosok. Pembersihan ini dilakukan setiap hari terutama pada sore
hari.
2. Infeksi
Jika terjadi infeksi pada puntung, jika sifatnya terbuka, memerlukan terapi
antibiotik. Jika sifatnya tertutup, harus dilakukan insisi serta terapi antibiotik.
3. Masalah tulang
a. Osteoporosis.
Bisa disebabkan karena penggunaan prostetik tidak memberikan
pembebanan pada sistem skeletal (by passing weight bearing).
b. Bone spurs (pertumbuhan tulang yang berlebihan yang dapat menimbulkan
tekanan pada kulit).
c. Skoliosis
Timbul biasanya pada pasien dengan panjang kaki yang tidak sama. Diterapi
dengan mengkoreksi panjang prosthesis.
4. Perubahan berat badan
Pasien dengan amputasi sering mengalami penurunan berat badan sebelum dan
atau setelah menjalani amputasi. Karena bentuk socket prostetik tetap konstan
sementara alat gerak yang tersisa dapat berfluktuasi, maka perubahan berat badan
5 lb saja dapat menyebabkan perubahan dari fitting yang tepat untuk sebuah
prostetik dan akan menyebabkan timbulnya masalah kulit.
5. Kontraktur sendi/deformitas
Pada alat gerak bawah, adanya kontraktur panggul sangat mengganggu
karena membuat pasien kesulitan untuk mengekstensikan panggulnya dan
mempertahankan pusat gravitasi di lokasi normalnya. Sementara itu jika pusat
gravitasi mengalami perubahan, maka akan semakin banyak energi yang
diperlukan untuk melakukan ambulasi.
Adanya tendensi kontraktur fleksi lutut terdapat pada amputasi bawah
lutut yang dapat membatasi keberhasilan fitting sebuah prostetik. Deformitas ini
dapat timbul karena nyeri, kerja otot dan pasien yang duduk untuk jangka waktu
lama dalam kursi roda. Hal tersebut diatas dapat dicegah dengan cara:
a. Positioning
Di tempat tidur puntung diletakkan paralel terhadap alat gerak bawah
yang tidak diamputasi tanpa bersandar pada bantal. Pasien berbaring selurus
mungkin untuk jangka waktu yang singkat selama satu hari dan mulai secara
bertahap berbaring telungkup saat drain telah diangkat bila kondisinya
memungkinkan. Posisi ini mula-mula dipertahankan selama 10 menit yang
kemudian ditingkatkan menjadi 30 menit selama 3 kali per hari. Jika pasien
mempunyai masalah jantung dan pernafasan atau jika posisi telungkup terasa
tidak nyaman, pertahankan posisi telentang selama mungkin.
Pada pasien dengan amputasi di bawah lutut yang mempergunakan
kursi roda maka puntung harus disandarkan pada sebuah stump board saat
pasien duduk. Fleksi lutut yang lama harus dihindari.
b. Latihan
Latihan luas gerak sendi dilakukan sedini mungkin pada sendi di bagian
proksimal alat gerak yang diamputasi. Latihan isometrik pada bagian otot
quadriceps dapat dilakukan untuk mencegah deformitas pada amputasi di
bawah lutut. Latihan ini dimulai saat drain telah dilepas dalam 2-3 hari paska
operasi. Tingkatkan latihan mejadi aktif secara bertahap, dari latihan tanpa
tekanan kemudian menjadi latihan dengan tahanan pada puntung. Pada
awalnya puntung sangat sensitif dan pasien didorong untuk berusaha
mengurangi sensitifitasnya. Hal ini juga akan membantu pasien untuk mulai
mengatasi keterkejutan menghadapi kenyataan bahwa alat geraknya sudah
tidak ada.
6. Neuroma
Setiap syaraf yang terpotong akan membentuk distal neuroma bila
menyembuh. Pada beberapa kasus, nodular bundles dari akson ini di jaringan ikat
akan menyebabkan nyeri saat prostetik memberikan tekanan. Pada awalnya, nyeri
dapat dihilangkan dengan memodifikasi socket. Neuroma dapat pula diinjeksi
secara lokal dengan 50 mg lidocaine hydrochloride (xylocaine) dan 40 mg
triamcinolone actonide (Kenalog). Injeksi ini dapat dikombinasikan dengan terapi
ultrasound. Phenolisasi neuroma dapat menghilangkan nyeri untuk jangka waktu
yang lama. Desensitasi neuroma dapat dilakukan juga dengan melakukan tapping
dan vibrasi. Eksisi dengan phenolisasi dan silicone capping telah disarankan
untuk beberapa kasus.
7. Phantom Sensation
Normal terjadi setelah amputasi alat gerak. Didefinisikan sebagai suatu
sensasi yang timbul tentang keberadaan bagian yang diamputasi. Pasien
mengalami sensasi seperti dari alat gerak yang intak, yang saat ini telah hilang.
Kondisi ini dapat disertai dengan perasaan tingling atau rasa baal yang tidak
menyenangkan.
Phantom sensation dapat juga terasa sangat nyata sehingga pasien dapat
mencoba untuk berjalan dengan kaki yang telah diamputasi. Dengan berlalunya
waktu, phantom sensation cenderung menghilang tetapi juga terkadang akan
menetap untuk beberapa dekade. Biasanya sensasi terakhir yang hilang adalah
yang berasal dari jari, jari telunjuk atau ibu jari, yang terasa seolah-olah masih
menempel pada puntung.
Sejumlah teori telah diajukan untuk menjelaskan fenomena ini. Salah
satunya adalah teori yang menyatakan bahwa karena alat gerak merupakan bagian
integral dari tubuh, maka akan secara berkelanjutan memberikan sensory cortex
rasa taktil, propriosepsi, dan terkadang stimuli nyeri yang diingat sebagian besar
di bawah sadar sebagai bagian dari body image. Setelah amputasi, persepsi yang
diingat tersebut akan menimbulkan phantom sensation.
8. Phantom Pain
Dapat timbul lebih lambat dibandingkan dengan phantom sensation.
Sebagian besar phantom pain bersifat temporer dan akan berkurang intensitasnya
secara bertahap serta menghilang dalam beberapa minggu hingga kurang lebih
satu tahun. Bagaimanapun juga sejumlah ketidamampuan dapat timbul menyertai
rasa nyeri pada beberapa pasien amputasi.
Rasa nyeri yang timbul merupakan akibat memori bagian yang
diamputasidalam korteks dan impuls syaraf yang tetap menyebar karena
hilangnya pengaruh inhibisi yang secara normal diinisiasi melalui impuls afferent
dari alat gerak ke pusat. Sering dihubungkan dengan gangguan emosional, tetapi
sulit menentukan apakan gangguan emosional mendahului atau merupakan akibat
darinya.
Phantom pain dapat dipresipitasi atau ditingkatkan oleh setiap kontak,
tidak perlu dengan rasa nyeri saja, tetapi dapat juga dalam bentuk kontak dengan
punting atau dengan suatu “trigger area” pada batang tubuh, kontak dengan alat
gerak kontralateral, atau kepala. Selain itu juga dapat dipicu oleh suatu fungsi
otonomik seperti miksi, defekasi, ejakulasi, angina pectoris, atau merokok sigaret.
Phantom pain secara bervariasi digambarkan sebagai nyeri yang
berbentuk seperti cramping, electric shock like discomfort, crushing, burning,
atau shooting dan dapat bersifat intermitten, berkelanjutan, hilang timbul dalam
suatu siklus yang berdurasi beberapa menit. Sering pula digambarkan sebagai
rasa nyeri seperti diputar atau distorsi dari bagian tubuh, contohnya seperti
menggenggam tangan dengan kuku menekan ke dalam telapak tangan.
Phantom pain berat yang menetap dapat dikurangi dengan terapi non
invasif. Pasien sebaiknya diberikan analgesik yang adekuat preoperatif dan
didorong untuk merawat puntungnya paska operasi untuk mengurangi
sensitivitasnya. Sejumlah modalitas dan cara telah dicoba untuk mengurangi
nyerinya seperti penggunaan prostetik, injeksi lokal pada trigger points,
penggunaan transcutaneous nerve stimulation (TNS), interferential, akupunktur,
ultrasound, perkusi secara manual ataupun elektris, operasi dan penggunaan
bahan kimia untuk simpatektomi, modifikasi tingkah laku serta konseling
psikososial.
9. Edema
Edema pada puntung akan menyebabkan proses penyembuhan yang
lambat dan akan membuat fitting prostetik menjadi sulit. Edema dapat dicegah
dengan berbagai macam cara seperti mempergunakan total-contact sockets,
terutama jika sifatnya inelastik, dengan penggunaan elastic bandaging, plaster
cast, air bags atau Unna dressing (dibuat seperti cast dengan mempergunakan
impregnated gauzed yang tersedia secara komersial) atau dapat pula dengan cara
immediate fit rigid dressing. Latihan pada daerah puntung, penggunaan stump
board serta peninggian ujung tempat tidur hingga bersudut kurang lebih 300 juga
akan membantu mengontrol edema. Dibawah ini beberapa cara untuk mengontrol
edema pada punting
a. Bandaging
Bandaging merupakan suatu cara yang kontroversial terutama pada pasien
dengan penyakit vaskuler, karena bandaging yang buruk akan
menyebabkan kerusakan pada puntung.
b. Massage puntung
Centripetal massage membantu mengurangi edema, memperbaiki sirkulasi
dan mencegah adhesi serta mengurangi ketakutan pasien untuk melatih
puntungnya.
10. Komplikasi Respirasi dan Sirkulasi
Latihan pernafasan dan kaki (brisk foot exercise) untuk bagian yang tidak
diamputasi dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi pada fungsi respirasi dan
sirkulasinya. Diberikan pada hari-hari pertama paska operasi dan dilanjutkan
sampai tidak terdapat dahak dan pasien dapat berambulasi.
7. PATHWAY
Nefrosis
Tumor ganas di
ekstremitas
Terbentuknya gangren (atas/bawah)
ambulamsi
Kehilangan salah satu
anggota tubuh/ekstremitas
Kehilangan anggota
tubuh
Kehilangan salah satu Kurangnya perawatan diri
anggota tubuh/ekstremitas (mandi, sikat gigi, kecacatan
berpakaian)
A. Pengkajian
1. Biodata
2. Keluhan Utama: Keterbatasan aktivitas, gangguan sirkulasi, rasa nyeri dan gangguan
neurosensori
3. Riwayat kesehatan Masa Lalu: kelainan muskuloskeletal (jatuh, infeksi, trauma dan
fraktur), cara penanggulangan dan penyakit (diabetes melitus)
4. Riwayat kesehatan sekarang: kapan timbul masalah, riwayat trauma, penyebab, gejala
(tiba tiba/perlahan), lokasi, obat yang diminum, dan cara penanggulangan.
5. Pemeriksaan Fisik: keadaan umum dan kesadaran, keadaan integumen (kulit dan kuku),
kardiovaskuler (hipertensi dan takikardia), neurologis (spasme otot dan kebas atau
kesemutan), keadaan ekstremitas, keadaan rentang gerak dan adanya kontraktur, dan sisa
tungkai (kondisi dan fungsi).
6. Riwayat Psikososial: reaksi emosional, citra tubuh, dan sistem pendukung
7. Pemeriksaan diagnostik: rontgen (lokasi/luas), Ct scan, MRI, arteriogram, darah lengkap
dan kreatinin.
8. Pola kebiasaan sehari-hari: nutrisi, eliminasi, dan asupan cairan.
9. Aktifitas / Istirahat
Gejala : keterbatasan actual / antisipasi yang dimungkinkan oleh kondisi / amputasi
10. Integritas Ego
Gejala : masalah tentang antisipasi perubahan pola hidup, situsi financial, reaksi orang
lain, perasaan putus asa, tidak berdaya
Tanda : ansietas, ketakutan, peka, marah, menarik diri, keceriaan semu
11. Seksualitas
Gejala : masalah tentang keintiman hubungan
12. Interaksi Sosial
Gejala : masalah sehubungan dengan kondisi tentang peran fungsi, reaksi orang lain
B. DIAGNOSA KEPERWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan otot
2. Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, kulit yang terluka
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan anggota ekstremitas
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
kulit
b. Infection Control
Guyton, Arthur C, and john E. Hall 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-9 jakarta
: EGC
Huda Amin & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic-Noc. Ed.Revisi jilid 1. Jogjakarta: Mediaction.
Sudayo, Aru W. dkk. 2006 buku ajar ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas
Indonesia.
1. Rencana Asuhan Keperawatan
No. Rencana Keperawatan Rasional
Diagnosa Keperawatan
Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Hipertermia berhubungan NOC : NIC :
dengan proses infeksi virus Termoregulasi Pengaturan suhu
Salmonella Typhi Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi keadaan umum pasien 1. Mengetahui
keperawatan selama .....x...jam perkembangan kondisi
diharapkan hipertermia berkurang pasien
dengan kriteria hasil : 2. Monitor TTV 2. Tanda vital merupakan
1. Suhu tubuh dalam rentang acuan untuk mengetahui
normal keadaan umum pasien.
(36-37,5°C). 3. Monitor warna kulit 3. Perubahan warna kulit
2. Nadi dan RR dalam rentang menjadi salah satu
normal (N: 60-100 x/menit, R: indikator tanda
16-20 x/menit). hipertemia
3. Tidak ada perubahan warna 4. Monitor tanda – tanda 4. Mengetahui intervensi
kulit hipertermia yang tepat
4. Tidak ada pusing 5. Berikan obat antipiretik 5. Membantu dalam
(Paracetamol 5ml setiap 8 jam) penurunan panas
6. Tingkatkan intake cairan dan 6. Peningkatan suhu tubuh
nutrisi mengakibatkan
penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu
diimbangi dengan asupan
cairan yang
banyak/adekuat.
7. Memenuhi kebutuhan
7. Kolaborasi pemberian cairan cairan elektrolit tubuh
intravena 8. pemindahan panas secara
8. Kompres hangat pada lipatan konduksi.
paha dan aksila 9. Meminimalisir produksi
9. Anjurkan beristirahat panas yang diproduksi
oleh tubuh
10. Meningkatkan
10. Beri Health Education ke pasien pengetahuan dan
dan keluarganya mengenai pemahaman dari pasien
hipertermia dan keluarganya
3 Defisit nutrisi berhubungan NOC: NIC:
dengan ketidakmampuan Status menelan Bantuan perawatan diri :
menelan makanan Setelah dilakukan asuhan pemberian makan
keperawatan … x 24 jam 1. Monitor kemampuan pasien 1. Mengetahui
diharapkan masalah untuk menelan perkembangan
keperawatan defisit nutrisi dapat kemampuan menelan
teratasi dengan kriteria hasil: pasien
2. Berikan penurun nyeri yang 2. Meningkatkan
1. Adanya peningkatan usaha
cukup sebelum makan dengan kemampuan menelan
menelan
tepat pasien
2. Mampu meningkatkan
3. Monitor berat badan pasien 3. Mengetahui apakah ada
kemampuan mengunyah
dengan tepat peningkatan berat badan
3. Menunjukkan kenyamanan
pada pasein
saat menelan
4. Kolaborasi dengan tim tenaga 4. Melakukan kolaborasi
kesehatan lainnya mengenai untuk mendapatkan
asupan makanan yang tepat penangangan yang tepat
diberikan kepada pasien untuk pasien
Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics
Update. Cetakan pertama. 2003. Jakarta ;Ikatan Dokter Anak Indonesia
Donna l.wong, dkk. 2002 .buku ajar leperawatan pediatrik ed 6. Jakarta : egc
Hidayat AA, (2006), Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, (Edisi 2), Jakarta, Salemba
Medika.
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika (diakses pada tanggal 24
April 2018)
Widodo Darmowandoyo. Demam Tifoid. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak
Infeksi dan Penyakit Tropis.Edisi pertama. 2002. Jakarta ;Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI