Professional Documents
Culture Documents
Sabrina anak yang rajin membantu orangtuanya. Pada hari minggu sabrina pergi ke sungai
Nglerep untuk mencuci pakaian. Setelah semua pakaian yang dibawanya telah bersih semua
Saat di tepi sungai tiba tiba ia terpeleset, sehingga semua pakaian yang dibawanya jatuh ke
tanah. Saat berdiri ia menemukan sebuah kristal di bawah kakinya. Tiba tiba “Tolong
keluarkan aku dari sini, siapapun di sana tolonglah aku” terdengar suara dari kristal itu.
Sabrina sangat kaget karena bagaimana bisa kristal itu mengeluarkan suara, saat Sabrina
kebingungan tanah tiba tiba bergetar karena ada buaya yang sudah mengepung Sabrina.
Saat itu pula kristal yang dipegangnya bersinar dan mengeluarkan seorang bidadari. Buaya
yang telah mengepung Sabrina pun takluk terhadap bidadari dan kembali masuk ke arah
sungai.
“Terima kasih Sabrina kau telah mengeluarkanku dari kristal itu. Sebagai imbalannya aku akan
mengabulkan 3 permintaan yang kau inginkan dan aku sekaligus akan memberikan kristal itu
“Oh aku senang dapat membantumu, tapi bukannya aku yang menyelamatkanmu tapi kau
yang menyelamatkanku. aku ingin meminta agar kau dapat kembali dengan selamat, aku
ingin hidup bahagia dengan keluargaku, dan aku ingin cita citaku dimasa depan bisa digapai.”
Ucap Sabrina.
“Baiklah kalau begitu aku akan mengabulkannya tapi baru kali ini aku melihat orang sebaik
Sabrina pun segera mencuci kembali pakaian yang dibawanya dan segera pulang ke
rumahnya.
CERPEN 2
“Sherin, ayo bersiap-siap sayang!” seru bunda sembari merapikan koper yang akan di bawa.
Memang, hari ini aku, bunda, ayah dan tari, adikku akan piknik ke sebuah vila tua di desa
ketansari. Aku memang khawatir akan vila tua itu. Banyak yang bilang vila itu angker. Tapi
karena ayah memaksa, dan bunda ingin sekali kesana, aku tidak bisa berbuat apa-apa.
“Tari, sherin, ayo masuk mobil, jangan lupa barang-barang, nak!” seru ayah mengingatkan
kami untuk cepat. “Huh, capek sekali mengkemas barang-barang ini.” celoteh ku sambil
meletakkan ransel di bawah kaki. Ayah hanya membalas ku dengan senyuman nya.
Perjalanan kami tempuh selama tiga jam. “Lelah sekali rasanya.” ucapku dengan lesu
sesampainya di sana. Ketika aku membuka pintu mobil dan melihat ke arah vila tua itu, aku
kaget. “apa ini yang dibilang vila angker ya, bun?” pertanyaan ku tertuju pada bunda dengan
wajah kaget. Bunda menjawab “iya sherin. Tapi ini bukan vila angker sayang.” ucap bunda
meyakinkan ku bahwa ini memang bukan vila angker yang dipikir orang-orang. “Sudah,
Saat aku memasuki vila itu, entahlah aku merasa sedikit aneh. Aku bertanya-tanya sendiri,
mengapa vila ini dinamakan vila tua kalau tempat nya saja bagus seperti ini. Sesampainya di
kamar pilihan ayah, aku langsung meletakkan ransel-ransel di samping ranjang tempat tidur.
“sherin, tiara, ayo tidur.” ucap bunda sambil mematikan lampu. Aku tidak bisa tidur. Jam
menunjukkan pukul 10.15. Rasa penasaranku semakin memuncak dengan vila tua ini. Aku pun
Aku melihat ada yang jalan mengikuti ku saat aku menuju ke lantai bawah. Bulu kuduk ku
merinding. Tiba-tiba kepalaku kunang-kunang. Pantang menyerah aku tetap turun ke bawah.
Aneh saja ketika aku sampai di bawah, tidak ada siapapun. Hanya ada petugas malam yang
sedang berjaga-jaga. Ku hampiri dia. Lalu aku bertanya “pak, apa disini vila angker ya?”
tanyaku dengan nada penasaran. Lalu ia berbalik badan, kemudian menjawab, “tidak, nak.
Hanya saja vila ini lama tak terpakai.” ujar bapak penjaga itu. “Lalu, kalau saja tidak terpakai
sudah lama, mengapa vila ini dinamakan vila tua dan disebut-sebut sebagai vila angker?”
tanyaku dengan bingung. Bapak itu menjawab “karena sudah lama dibangun, nak. Bapak juga
tidak tahu mengapa mereka menyebut ini vila angker.” ujar bapak itu begitu heran. Karena
aku sudah lelah, aku kembali ke kamar. Ternyata itu hanya khayalan orang-orang saja yang
mengatakan bahwa vila itu angker. Buktinya saja tidak ada apa-apa dengan vila itu. Keesokan
paginya kami pulang ke rumah karena ayah dan bunda harus kembali bekerja.