You are on page 1of 23

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr.Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan Mini Riset yang
berjudul Kemampuan Pemecahan Masalah, Kemampuan Berfikir Kritis dan Hasil

Belajar Matematika Siswa dengan Pendekatan Matematika Realistik Kelas X


demi memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah Statistik Pendidikan Matematika. Penulis
sangat berharap Mini Riset ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan mengenai setiap pembahasan yang telah dijabarkan di dalamnya. Penulis juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun.
Semoga Mini Riset sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan tugas yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan.
Wassalamualaikum, Wr.Wb
Medan, Desember 2017

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan kebutuhan manusia sepanjang hidupnya. Tanpa pendidikan
manusia akan tertinggal oleh zaman dan bahkan akan semakin terbelakang. Majunya suatu
bangsa bergantung pada kualitas pendidikan bangsa tersebut, pendidikan yang berkualitas
merupakan pendidikan yang memiliki output ataupun keluaran yang berkualitas pula.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan
bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 1
Mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang dapat meningkatkan
kualitas sumber daya manusia yang ada di Indonesia. Umumnya matematika dikenal dengan
keabstrakannya disamping sedikit bentuk yang berangkat dari realita lingkungan manusia.
Mengingat pentingnya mata pelajaran matematika dalam kehidupan, maka memerlukan
perhatian yang sangat serius untuk meningkatkan kualitas sumbar daya manusia. Mulai dari
yang paling rendah TK, SD, SMP maupun SMA/Sederajat hingga sampai ke Perguruan
Tinggi.
Pengertian matematika tidak didefinisikan secara mudah dan tepat, mengingat ada
banyak peranan dan fungsi matematika terhadap bidang studi yang lain. Kalau ada definisi
tentang matematika maka itu bersifat tentatif, tergantung pada orang yang
mendefinisikannya. Beberapa orang mendefinisikan matematika berdasarkan struktur
matematika, pola pikir matematika, pemanfaatannya bagi bidang lain, dan sebagainya.2
Dalam belajar matematika diharapkan peserta didik dapat memperoleh manfaat
berikut:3
1. Cara berpikir matematika itu sistematis, melalui urutan-urutan yang teratur dan
tertentu. Dengan belajar matematika, otak kita terbiasa untuk memecahkan masalah

1
Muhibbin Syah, (2010), Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, hal. 10.
2
Sri Anitah W dkk,(2008), Strategi Pembelajaran Matematika, Jakarta: Universitas Terbuka,
hal. 74.
3
Permendikbud 2014 nomor 58. Lamp. 3. PMP MTK SMP, hal. 324.
secara sistematis. Sehingga bila diterapkan dalam kehidupan nyata, kita bisa
menyelesaikan setiap masalah dengan lebih mudah.
2. Cara berpikir matematika itu secara deduktif. Kesimpulan ditarik dari hal-hal yang
bersifat umum. Bukan dari hal-hal yang bersifat khusus, sehingga kita menjadi
terhindar dengan cara berpikir menarik kesimpulan secara kebetulan.
3. Belajar matematika melatih kita menjadi manusia yang lebih teliti, cermat dan tidak
ceroboh dalam bertindak .
4. Belajar matematika juga mengajarkan kita menjadi orang yang sabar dalam
menghadapi semua hal dalam hidup ini.
5. Banyak penerapan dari pelajaran matematika.
Kemampuan pemecahan masalah dalam belajar matematika sangat diperlukan, tidak
hanya digunakan dalam belajar matematika namun juga dapat digunakan untuk masalah
dalam kehidupan sehari-hari. Namun dibalik pentingnya pelajaran matematika tersebut
ternyata masih banyak siswa yang tidak memberikan perhatiannya kepada pelajaran ini..
Terkadang hal itu dipengaruhi oleh metode dan strategi yang digunakan guru, adapun guru
hanya menyampaikan materi berdasarkan rumus yang ada tanpa membahas mengenai
permasalahan-permasalah yang berhubungan dengan materi yang diajarkan. Kemampuan
berpikir kreatif seseorang akan mendatangkan ide atau gagasan baru dalam menghadapi
permasalahan, semakin banyak ide dan gagasan yang muncul semakin banyak pula jawaban
yang dapat diberikan dari permasalahan yang dihadapi.
Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) terdapat tujuan pendidikan
matematika yaitu agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:4
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, efisien, dan tepat dalam
pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang
model matematika, menyelesaikan model, menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dalam simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah.

4
Depdiknas. 2006
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan uraian di atas kemampuan pemecahan masalah dalam matematika
sangatlah dibutuhkan, karena matematika adalah suatu ilmu yang sistematis. Kemampuan
pemecahan masalah dapat dijadikan sebuah tolak ukur keberhasilan sebuah pembelajaran.
Karena semua pembelajaran matematika yang dilakukan akan dihadapkan dengan
permasalahan dan soal sebagai bahan evaluasi pembelajaran.
Namun kenyataaan yang dihadapi di lapangan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa sangat rendah, sehinga mengakibatkan prestasi belajar matematikanya pun
turut rendah pula. Jika dilihat dalam Programme for International Student Assessment (PISA)
tahun 2009, level yang dicapai siswa indonesia dalam PISA Matematika maka kita akan
menemukan hasil yang mencengangkan daripada rangking indonesia. Diperoleh hasil bahwa
hampir setengah dari siswa indonesia (yaitu 43.5%) tidak mampu menyelesaikan soal PISA
Paling sederhana (the most basic PISA tasks). Sekitar sepertiga siswa indonesia (yaitu 33.1
%) hanya bisa mengerjakan soal jika pertanyaan dari soal konstektual diberikan secara
eksplisit serta semua data yang dibutuhkan untuk mengerjakan soal diberikan secara tepat.
Hanya 0.1 % siswa indonesia yang mampu mengembangkan dan mengerjakan pemodelan
matematika yang menuntut keterampikan berpikir dan penalaran.5
Sesuai hasil wawancara yang telah dilakukan dengan guru matematika kelas X IPA
Madrasah Aliyah Negeri Lima Puluh yaitu Ibu Darni Kurnia Ningsih S,Pd. Menyatakan
bahwa tingkat kemampuan pemecahan masalah siswa masih sangat rendah dilihat dari setiap
diberikan tes, siswa sebagian kecil yang mampu menjawab soal tersebut. Dimana siswa
dalam menjawab soal sering menggunakan cara dengan benar namun masih kurang lengkap
dan hasilnya masih banyak yang salah. Selanjutnya siswa dalam menjawab soal memberikan
jawaban hanya sesuai dengan contoh dengan rumus yang diberikan oleh guru.
Kemampuan pemecahan masalah perlu menjadi fokus perhatian dalam pembelajaran
matematika, karena dengan berusaha untuk mencari pemecahan masalah secara mandiri akan
memberikan suatu pengalaman kongkret, sehinga dengan pengalaman tersebut dapat
digunakan untuk memecahkan masalah-masalah serupa. Dalam situasi ini, maka memerlukan
suatu pendekatan yang dapat digunakan untuk menyeimbangkan antara konsep matematika
dengan masalah-masalah konstektual yang berhubungan. Suatu ilmu akan menjadi lebih

5
Ariyadi Wijaya, (2012), Pendidikan Matematika Realistik: Suatu Alternatif Pendekatan
Pembelajaran Matematika, Yogyakarta: Graha Ilmu, hal. 1.
bermakna apabila melibatkan masalah-masalah yang realistik, salah satu pendekatan
pembelajaran yang menekankan pada kebermaknaan ilmu pengetahuan adalah Pendidikan
Matematika Realistik (PMR).
Realistic Mathematics Education (RME) telah lama dikembangkan dibelanda. RME
mengacu pada pendapat Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan
dengan realitas dan matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti harus dekat dengan
anak dan relevan dengan situasi sehari-hari. Matematika sebagai aktivitas manusia
maksudnya manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep
matematika.6
Pendekatan matematika realistik merupakan sebuah pendekatan matematika yang
menekankan pada proses pemecahan masalah-masalah yang konstektual. Pemecahan masalah
matematika merupakan suatu kecakapan matematika yang sangat penting dimiliki oleh
seseorang, dimana kecakapan ini dapat dilatih dan dikembangkan melalui suatu pendekatan
yang mengajak siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan pemikiran-pemikiran diatas, mendorong peneliti untuk melakukan
penelitian dengan judul “Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa dengan
Pendekatan Matematika Realistik Kelas X IPA Madrasah Aliyah Negeri Lima”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian, ada beberapa masalah yang
diidentifikasi sebagai berikut:
1. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
2. Guru tidak menggunakan metode dan pendekatan yang tepat dalam proses
pembelajaran
3. Guru tidak mengaitkan materi dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan
materi ajar.
4. Rendahnya prestasi belajar matematika siswa

6
Aris Shoimin, (2014), 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013, hal. 147.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, peneliti membatasi masalah penelitian ini yaitu
mengenai pendekatan matematika realiistik dan kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa.

D. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat meningkat
melalui Pendekatan Matematika Realistik ?
2. Apakah kemampuan kemampuan berfikir kritis matematika siswa dapat
meningkat melalui Pendekatan Matematika Realistik ?
3. Apakah hasil belajar matematika siswa dapat meningkat melalui Pendekatan
Matematika Realistik ?

E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat
meningkat melalui Pendekatan Matematika Realistik.
2. Mengetahui apakah kemampuan berfikir kritis matematika siswa dapat meningkat
melalui Pendekatan Matematika Realistik
3. Mengetahui apakah hasil belajar matematika siswa dapat meningkat melalui
Pendekatan Matematika Realistik
BAB II
LANDASAN TEORITIS

A. Pendekatan Matematika Realistik


a. Pengertian Pendekatan Matematika Realistik
Pendekatan matematika realistik telah lama dikembangkan di Belanda. RME
mengacu pada pendapat Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika harus
dikaitkan dengan realitas dan matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti
harus dekat dengan anak dan relevan dengan situasi sehari-hari. Matematika sebagai
aktivitas manusia maksudnya manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan
kembali ide dan konsep matematika.7
Pernyataan “Matematika merupakan suatu bentuk aktivitas manusia”
menunjukkan bahwa Freudenthal tidak menempatkan matematika sebagai sebagai
produk jadi, melainkan sebagai suatu bentuk aktivitas atau proses. Menurut
Freudenthhal dalam Riyadi Wijaya matematika sebaiknya tidak diberikan kepada siswa
sebagai suatu produk jadi yang siap pakai, melainkan sebagai suatu bentuk kegiatan
dalam mengkonstruksi konsep mateatika.8
Pendidikan Matematika Realistik (Realistic Mathematics Education) merupakan
suatu pendekatan dalam pembelajaran matematika di Belanda. Penggunaan kata
“realistik” sebenarnya berasal dari bahasa belanda “Zich Realiseren” yang berarti
“untuk di bayangkan”. Menurut Van dan Heuvel Panhuzen (dalam Ariyadi Wijaya)
penggunaan kata realistik tersebut tidak sekedar menunjukkan adanya suatu koneksi
dengan dunia nyata tetapi lebih mengacu pada fokus Pendidikan Matematika Realistik
dalam menempatkan penekatan penggunaan suatu situasi yang bisa dibayangkan oleh
siswa.9
Kebermaknaan konsep matematika merupakan konsep utama dari Pendidikan
Matematia Realistik. Proses belajar siswa hanya akan terjadi jika pengetahuan yang
dipelajari bermakna bagi siswa (Freudenthal,1991).10 Suatu pengetahuan akan jadi

7
Aris Shoimin, (2014), 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013, Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, hal. 147.
8
Ariyadi Wijaya, (2012), Pendidikan Matematika Realistik: Suatu Alternatif Pendekatan
Pembelajaran Matematika, Yogyakarta: Graha Ilmu, hal. 20.
9
Ariyadi Wijaya, (2012), Pendidikan Matematika Realistik: Suatu Alternatif Pendekatan
Pembelajaran Matematika, hal 20.
10
Ibid.
bermakna bagi siswa jika proses pembelajaran dilaksanakan dalam suatu konteks atau
pembelajaran menggunakan permasalahan realistik.
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Pendekatan
Matematika Realistik (PMR) merupakan suatu pendekatan dimana siswa tidak hanya
sebagai pendengar yang pasif melainkan siswa akan menemukan ide dan konsep
matematika melalui eksplorasi melalui masalah-masalah di kehidupan sehari-hari
siswa. Dan pendekatan matematika realistik akan menjadikan matematika lebih
bermakna karena proses pembelajaran akan mengaitkan siswa dengan masalah realistik
di kehidupannya.
Menurut Streefland (1991) dalam Aris Shohimin prinsip utama dalam belajar
mengajar berdasarkan pada pengajaran realistik adalah:11
1) Constructing and Concretizing
Pada prinsip ini dikatakan bahwa belajar matematika adalah aktivitas konstruksi.
Karakteristik konstruksi ini tampak jelas dalam pembelajaran, yaitu siswa
menemukan sendiri prosedur untuk dirinya sendiri.
2) Levels and Models
Belajar konsep matematika atau keterampilan adalah proses yang merentang
panjang dan bergerak pada level abstraksi yang bervariasi. Untuk dapat menerima
kenaikan dalam level ini dari batas konteks aritmatika informal sampai aritmatika
formal dalam pembelajaran digunakan model supaya dapat menjembatani antara
konkret dan abstrak.
3) Reflection and Special Assigment
Belajar matematika dan kenaikan level khusus dari proses belajar ditingkatkan
melalui refleksi. Penilaian terhadap tidak hanya berdasarkan pada hasil saja, tetapi
juga memahami bagaimana proses berpikir seseorang.
4) Social context and Interaction
Belajar bukan hanya merupakan aktivitas individu, tetapi sesuatu yang terjadi
dalam masyarakat dan langsung berhubungan dengan konteks sosiokultural. Maka
dari itu di dalam belajar, siswa harus diberi kesempatan bertukar pikiran, adu
argumen, dan sebagainya.

11
Aris Shoimin, (2014), 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013, hal. 148.
5) Structuring and interwining
Belajar matematika tidak hanya terdiri dari penyerepan kumpulan pengetahuan dan
unsur-unsur keterampilan yang tidak berhubungan, tetapi merupakan kesatuan
yang terstruktur.
Berdasarkan pada uraian di atas, pada dasarnya prinsip atau ide yang mendasari
Realistic Mathematics Education (RME) adalah situasi ketika siswa diberi kesempatan
untuk menemukan kembali ide-ide matematika. Berdasarkan situasi realistik, siswa
didorong untuk mengonstruksi sendiri masalah realistik, karena masalah yang
dikonstruksi oleh siswa akan menarik siswa lain untuk memecahkannya.
Pengetahuan pada pengetahuan informal dan pengetahuan awal yang dimiliki
siswa menjadi hal yang sangat mendasar dalam mengembangkan permasalahan yang
realistik. Treffers (dalam Ariyadi Wijaya) merumuskan lima kakteristik Pendidikan
Matematika Realistik, yaitu:
1) Penggunaan Konteks
Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran
matematika. Konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata namun bisa dalam
bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi lain selama hal tersebut
bermakna dan bisa dibayangkan dalam pikiran siswa.
2) Penggunaan model untuk matematisasi progresif
Dalam Pendidikan Matematika Realistik, model digunakan dalam melakukan
matematisasi secara progresif. Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan dari
pengetahuan dan matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika
tingkat formal.
3) Pemanfaatan hasil konstruksi siswa
Pada karakteristik yang ketiga ini, bermanfaat dalam membantu siswa memahami
konsep matematika. Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi
pemecahan masalah sehingga diharapkan akan diperoleh strategi yang bervariasi.
4) Interaktivitas
Pemanfaatan interaksi dalam pembelajaran matematika bermanfaat dalam
mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif siswa secara simultan.
5) Keterkaitan
Pendidikan Matematika Realistik menempatkan keterkaitan antar konsep
matematika sebagai hal yang harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran.
Melalui keterkaitan ini, satu pembelajaran matematika diharapkan bisa mengenal
dan membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan (walau ada
konsep yang dominan.12
Dalam Pendidikan Matematika Realistik siswa idak diajarkan matematika
secara formal mengenai suatu konsep matematika. Melainkan melalui pendekatan
dengan masalah-masalah kehidupan sehari-hari siswa.
b. Langkah-langkah Pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik
Adapun langkah-langkah pembelajaran menggunakan pendekatan matematika
realistik:
1) Memahami masalah konstektual
Guru memberikan masalah konstektual dan siswa diminta untuk memahami
masalah tersebut. Guru menjelaskan soal atau masalah dengan memberikan
petunjuk/saran seperlunya terhadap bagian-bagian tertentu yang dipahami siswa.
2) Menyelesaikan masalah konstektual
Siswa secara individu disuruh menyelesaikan masalah konstektual dengan
caranya sendiri. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah tersebut
dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan penuntun untuk mengarahkan siswa
memperoleh penyelesaian soal.
3) Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Siswa diminta untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban mereka dalam
kelompok kecil. Setelah itu hasil dari diskusi itu dibandingkan pada diskusi kelas
yang dipimpin oleh guru.
4) Menarik kesimpulan
Berdasarkan hasil diskusi kelompok dan diskusi kelas yang dilakukan, guru
mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan tentang konsep, definisi, teorema,
prinsip atau prosedur matematika yang terakait dengan masalah konstektual yang
baru diselesaikan.13
Turmuzi menjelaskan secara rinci langkah-langkah dalam kegiatan inti proses
pembelajaran matematika realistik adalah:
1) Memahami masalah/soal konstektual
Guru memberikan masalah konstektual dan meminta siswa untuk memahami
masalah tersebut.

12
Ariyadi Wijaya, Pendidikan Matematika Realistik: Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran
Matematika, hal. 21
13
Aris Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013, hal.150
2) Menjelaskan masalah konstektual
Guru menjelaskan situasi dari kondisi soal dengan memberikan petunjuk/saran
seperlunya terhadap bagian tertentu yang belum dipahami siswa, penjelasan
hanya sampai siswa mengerti maksud soal.
3) Menyelesaikan masalah konstektual
Siswa secara individu atau kelompok menyelesaikan soal. Guru memotivasi siswa
dengan memberikan arahan berupa pertanyaan-pertanyaan.
4) Membandingkan dan
Guru memfasilitasi diskusi dan menyediakan waktu untuk membandingkan dan
mendiskusikan jawaban dari soal secara kelompok, dan secara diskusi di kelas.
5) Menyimpulkan
Dari hail diskusi, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu
konsep atau prosedur.14
c. Kelebihan Pendekatan Matematika Realistik
Adapun kelebihan dari pendekatan matematika realistik yaitu:
1) Pembelajran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada
siswa tentang kehidupan sehari-hari dan kegunaan pada umumnya bagi manusia.
2) Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada
siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan
dikembangkan sendiri oleh siswa, tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar
dalam bidang tersebut.
3) Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada
siswa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak
harus sama antara yang satu dengan yang lain.
4) Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada
siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan
suatu yang utama dan orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk
menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan bantuan pihak lain yang
lebi mengetahui.15

14
Muhammad Turmuzi, Pembelajaran Matematika Realistik pada Pokok Bahasan
Perbandingan di Kelas II SLTP, dalam Jurna Kependidikan, No. 2 Volume 3. November, hal.
184.
15
Aris Shoimin, 68 Model .......hal.152.
d. Kekurangan Pendekatan Matematika Realistik
Adapun kekurangan dari pendekatan matematika realistik yaitu:
1) Tidak mudah untuk mengubah pandangan yang mendasar tentang berbagai hal,
misalnya mengenai siswa, guru, dan peranan sosial atau masalah konstektual.
2) Pencarian soal-soal kosntektual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut dalam
pembelajaran matematika realistik tidak selalu mudah untuk setiap pokok
bahasan matematika yang dipelajari siswa.
3) Tidak mudah bagi guru untuk mendorong siswa agar biisa menemukan berbagai
cara dalam menyelesaikan soal attau memecahkan masalah.
4) Tidak mudah bagi guru untuk memberi bantuan kepada siswa agar dapat
melakukan penemuan kembali konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika
yang dipelajari.16
B. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Memecahkan suatu masalah merupakan suatu aktivitas dasar bagi manusia.
Kenyataanya menunjukkan, sebagian besar dalam kehidupan kita merupakan suatu masalah
yang harus kita hadapi. Dimana kita perlu mencari penyelesaiaanya, namun bila gagal maka
kita harus mencoba dengan cara yang lain.
Kesulitan-kesulitan yang datang akan disertai dengan kemudahan; dalam susah ada
mudahnya, dalam sempit ada lapangnya. Bahaya yang mengancam adalah sebab akal
berjalan, fikiran mencari jalan keluar. Oleh sebab itu dapatlah diyakinkan bahwa kesukaran,
kesulitan, kesempitan, marabahaya yang mengancam dan berbagai ragam pengalaman hidup
yang pahit, dapat menyebabkan manusia bertambah cerdas menghadapi semua itu, yang
dengan sendirinya menjadikan manusia itu orang yang dinamis.17 Sesuai dengan pendidikan,
pada dasarnaya tujuan akhir pembelajaran adalah menghasilkan siswa yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan dalam memecahkan masalah yang dihadapi kelak di
masyarakat.
a. Pengertian Masalah
Sebagian besar ahli pendidikan matematika menyatakan masalah merupakan
pertanyaan atau soal yang harus dijawab atau direspon. Namun mereka mengatakan
juga bahwa tidak semua pertanyaan dapat dikatakan sebagai suatu masalah.18

16
Ibid.
17
Hamka, (1985), Tafsir Al-Azhar, Jakarta: Puataka Panjimas, hal.199.
18
Fajar Shadiq, (2014), Pembelajaran Matematika; Cara Meningkatkan Kemampuan Berpikir
Siswa, Yogyakarta; Graha Ilmu, cet. 1, hal.
Suatu pertanyaan akan merupakan suatu masalahanya jika seseorang tidak
mempunyai aturan/hukum tertentu yang segera dapat dipergunakan untuk menemukan
jawaban pertanyaan tersebut. Suatu pertanyaan merupakan suatu masalah bagi siswa,
tetapi mungkin bukan suatu masalah bagi siswa yang lain.19
Berbicara mengenai masalah dalam matematika, Lencher (dalam Wardhani dkk)
mendeskripsikannya sebagai soal matematika yang strategi penyelesiannya tiidak
langsung terlihat, sehingga dalam menyelesaikannya memerlukan pengetahuan,
keterampilan dan pemahaman yang telah dipelajari sebelumnya.20
Lebih lanjut Polya (dalam Hudojo) mengemukakan dua mengemukakan dua
macam masalah dalam matematika yaitu:21
1) Masalah untuk menemukan (Problem to Find) dimana kita mencoba untuk
mengkonstruksi semua jenis objek atau informasi yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah tersebut.
2) Masalah untuk membuktikan (Problem to prove) dimana kita akan menunjukkan
salah satu kebenaran pernyataan, yakni pernyataan itu benar atau salah. Masalah
jenis ini mengutamakan hipotesis ataupun konklusi dari suatu teorema yang
kebenarannya harus dibuktikan.
Dari beberapa pengertian mengenai masalah diatas, dapat disimpulkan bahwa
masalah merupakan suatu pertanyaan ataupun soal yang harus dijawab, adapun masalah
bagi seseorang namun belum tentu suatu masalah bagi orang lain. Sebenarnya
seseorang yang hidup akan selalu menjumpai masalah dalam kehidupannya, baik yang
bersumber dari dalam diri maupun dari lingkungan sekitar. Hampir setiap hari manusia
selalu dijumpai dengan berbagai macam masalah yang harus diselesaikan dengan
mencari jalan keluarnya.
Kemampuan adalah suatu potensi yang dimiliki seseorang dalam melakukan
suatu kegiatan, kemampuan dapat diperoleh melalui latihan maupun bawaan dari lahir.
Berpikir adalah proses mental yang memerlukan kemampuan mengingat dan
memahami suatu persoalan.
Pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses untuk menemukan
kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi

19
Herman Hudojo, (2005), Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika, Malang;
Universitas Negeri Malang, hal. 127.
20
Yusuf Hartono, (2014), Matematika; Strategi Pemecahan Masalah, Yogyakarta: Graha Ilmu,
hal.2.
21
Herman Hudojo, (2005), Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika, hal. 128.
yang baru. Pemecahan masalah tidak sekedar sebagai bentuk kemampuan menerapkan
aturan-aturan yang dikuasai melalui kegiatan-kegiatan belajar terdahulu, melainkan
lebih dari itu, merupakan proses untuk mendapatkan seperangkat aturan pada tingkat
yang lebih tinggi.22
Kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan suatu keahlian yang
dimiliki seseorang dalam menemukan kombinasi aturan untuk menyelesaikan suatu
permasalahan dalam situasi yang baru dalam bidang matematika untuk melatih berpikir
logis, kritis dan sistematis. Kemampuan pemecahan masalah sangat penting bagi siswa
dan masa depannya, karena tidak hanya digunakan dalam lingkup pendidikan namun
dalam kehidupan sehari-harinya.
Para ahli pembelajaran sependapat bahwa kemampuan pemecahan masalah
dalam batas-batas tertentu, dapat dibentuk melalui bidang studi dan disiplin ilmu yang
diajarkan. Persoalan tentang bagaimana mengajarkan pemecahan masalah tidak akan
pernah terselesaikan tanpa memerhatikan jenis masalah yang ingin dipecahkan, saran
dan bentuk program yang disiapkan untuk mengajarkannya, serta variabel-variabel
pembawaan siswa.23
Seorang pemecah masalah terampil tidak dapat terlepas dari kemampuan
berpikir sistematis, logis dan kritis serta kegigihan dalam memecahkan masalah yang
dihadapinya. Kemampuan serta kegigihan tersebut tidak serta merta dimiliki sesorang,
melainkan dapat dipelajari dan dilatih salah satunya melalui matematika.
Pembicaraan mengenai pemecahan masalah matematika tidak terlepas dari
tokoh utamanya, yakni George Poyla. Menurut Poyla (dalam siswono) terdapat empat
tahapan penting yang harus ditempuh siswa dalam memecahkan masalah, yakni
memahami masalah, menyusun rencana penyelesaian, melaksanakan rencana
penyelsaian masalah, dan memeriksa kembali. Melalui tahapan yang terorganisir
tersebut, siswa dapat memperoleh hasil dan manfaat yang optimal dari pemecahan
masalah.24

22
Made Wena, (2011), Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer; suatu tinjauan konseptual
operasional, Jakarta: Bumi Aksara, hal. 52.
23
Ibid, hal. 53.
24
Yusuf Hartono, (2014), Matematika; Strategi Pemecahan Masalah, hal. 3.
b. Proses Pemecahan Masalah
Untuk menyelesaikan masalah di atas, ada empat langkah penting yang harus
dilakukan yaitu:25
1) Memahami Masalahnya
Pada langkah ini para pemecah masalah (siswa) harus dapat menentukan
dengan jeli apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Namun yang perlu
diingat, kemampuan otak manusia sangatlah terbatas sehingga hal-hal penting
hendaknya dicatat, dibuat tabelnya, ataupun dibuat sket atau grafiknya.
Disamping mengetahui memahami yang diketahui, para pemecah masalah
dituntut juga untuk mengetahui yang ditanyakan, yang akan menjadi arah
pemecahan masalah, arah yang akan dituju tidak atau belum teridentifikasi
secara jelas.
2) Merencanakan Cara Penyelesaian
Setelah mengetahui apa masalahnya, maka harus merencanakan terlebih
dahulu cara menyelesaikan masalahnya.
3) Melaksanakan rencana
Meskipun batas antara merencanakan dan melaksanakan sangatlah sulit
ditentukan, namun pengisisan kotak selanjutnya dapat dilanjutkan berdasarkan
pemikiran.
4) Menafsirkan dan mengecek hasilnya
Pada kegiatan terakhir ini, kita tidak perlu menafsirkan hasilnya namun dapat
mengecek kebenaran hasil yang didapat.
c. Taksonomi Pemecahan Masalah
Wankat dan Oreovocs (1995) dalam Made Wena mengklasifikasikan lima
tingkat taksonomi pemecahan masalah, yaitu sebagai berikut:26

1) Rutin : tindakan rutin atau bersifat alogaritmik yang dilakukan tanpa


membuat suatu keputusan. Beberapa operasi matematika seperti persamaan
kuadrat, operasi integral, analisis varian, termasuk masalah rutin.
2) Diagnostik : pemilihan suatu prosedur atau cara yang tepat secara rutin.
Beberapa rumus yang digunakan dalam menentukan tegangan suatu balok, dan

25
Fajar Shadiq, (2014), Pembelajaran Matematika; Cara Meningkatkan Kemampuan Berpikir
Siswa, hal. 105
26
Made Wena, (2011), Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer; suatu tinjauan konseptual
operasiona, hal. 53
diagnosis adalah memilih prosedur yang tepat untuk memecahkan masalah
tersebut.
3) Strategi : pemilihan prosedur secara rutin untuk memecahkan suatu
masalah. Strategi merupakan bagian dari tahap analisis dan evaluasi dari dalam
takonomi Bloom.
4) Interpretasi : kegiatan pemecahan masalah yang sesunguhnya, karena
melibatkan kegiatan mereduksi masalah yang nyata, sehingga dapat
dipecahkan.
5) Generalisasi : pengembangan prosedur yang bersifat rutin untuk
memecahkan masalah-masalah yang baru.

Gambar 2.1 Taksonomi Pemecahan Masalah


Rutin

Diagnostik

TAKSONOMI
PEMECAHAN Strategi
MASALAH

InterPretasi

Generalisasi

Keterampilan serta kemampuan berpikir yang didapat ketika seseorang memecahkan


masalah diyakini dapat di transfer atau digunakan orang tersebut ketika menghadapai
masalah di dalam kehidupannya sehari-hari. Karena setiap orang siapapun orangnya akan
selalu dihadapi dengan masalah.

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka hipotesis statistik dalam
penelitian ini adalah pendekatan matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah, kemampuan berfikir kritis dan hmeningkatkan hasil belajar matematika
siswa di kelas X.
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan apakah ada peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa setelah diajarkan dengan menggunakan
pendekatan matematika realistik.
1. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 (tiga) tahap, yaitu dimulai dari pelaksanaan
pretest, pelaksanaan pembelajaran, dan pelaksanaan posttest. Pelaksanaan penelitian ini
dilakukan pada semester ganjil di kelas X IPA 1 Madrasah Aliyah Negeri Lima Puluh
2. Pelaksanaan Pretest
Pada pelaksanaan pretest di kelas X IPA 1, pretest dilaksanakan dengan
memberikan soal yaitu soal kemampuan pemecahan masalah matematika, waktu yang
diberikan 45 menit untuk menyelesaikan soal. Adapun hasil pretest untuk
kemampuan pemecahan masalah matematika yang dikerjakan oleh siswa tersebut,
terlampir pada Lampiran 3.
3. Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran matematika dengan kemampuan pemecahan masalah
melalui pendekatan matematika realistik dilaksanakan di kelas X IPA 1 dengan jumlah
subyek penelitian sebanyak 20 orang. Sebelum pembelajaran, terlebih dahulu dimulai
dengan mengulang kembali materi sebelumnya, menyampaikan informasi mengenai
kegunaan materi yang akan digunakan dalam kehidupan sehari-hari, memberi motivasi
melalui tanya jawab yang berkaitan dengan masalah dalam kehidupan sehari-hari, dan
pembentukan kelompok. Dari 20 orang terbagi menjadi 4 kelompok, yang mana 1
kelompok terdiri 5orang.
1. Pembahasan Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: Kem_Pem_masalah

Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.


Squares

Corrected Model 492.567a 5 98.513 1.991 .116


Intercept 159140.833 1 159140.833 3216.049 .000
KAM 353.267 2 176.633 3.570 .044
MODEL 100.833 1 100.833 2.038 .166
KAM * MODEL 38.467 2 19.233 .389 .682
Error 1187.600 24 49.483
Total 160821.000 30
Corrected Total 1680.167 29

a. R Squared = .293 (Adjusted R Squared = .146)

Dari data diatas diperoleh beberapa hal sebagai berikut :


 Tingkat signifikansi Corrected Model adalah 0.001 < 0.05, artinya bahwa Model
persamaan ini diterima.
 Kemampuan Awal Matematika (KAM) mempengaruhi kemampuan pemecahan
masalah. Ini ditunjukkan dari tingkat signifikansi yaitu 0.000 yang lebih kecil dari
0.05. Artinya H0 ditolak dan Ha diterima.
 Model pembelajaran (Model) pembelajaran matematika realistik juga berperan besar
dalam mempengaruhi peningkatan kemampuan pemecahan masalah. Nilai
signifikansi nya 0.044 lebih kecil dari 0.05, sehingga H0 juga ditolak.
 Untuk interaksi antara KAM*Model pada kemampuan pemecahan masalah siswa,
ternyata tidak memiliki interaksi. Dibuktikan dengan tingkat signifikansi 0.682 yang
lebih besar dari 0.05. Ketiadaan interaksi juga bisa dilihat dalam plot berikut :
Dari grafik diatas, jelas tidak ada interaksi Model pembelajaran dan Kemampuan
Awal Matematis siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.

2. Pembahasan Hasil Tes Kemampuan Berfikir Kritis


3. Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: berfikir_kritis

Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.


Squares

Corrected Model 381.867a 5 76.373 1.626 .191


Intercept 171158.533 1 171158.533 3642.963 .000
KAM 234.867 2 117.433 2.499 .103
MODEL 38.533 1 38.533 .820 .374
KAM * MODEL 108.467 2 54.233 1.154 .332
Error 1127.600 24 46.983
Total 172668.000 30
Corrected Total 1509.467 29

a. R Squared = .253 (Adjusted R Squared = .097)


Dari data diatas diperoleh beberapa hal sebagai berikut :
 Tingkat signifikansi Corrected Model adalah 0.001 < 0.05, artinya bahwa Model
persamaan ini diterima.
 Kemampuan Awal Matematika (KAM) mempengaruhi kemampuan pemecahan
berpikir kritis. Ini ditunjukkan dari tingkat signifikansi yaitu 0.000 yang lebih kecil
dari 0.05. Artinya H0 ditolak dan Ha diterima.
 Model pembelajaran (Model) pembelajaran matematika realistik juga berperan besar
dalam mempengaruhi peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa. Nilai signifikansi
nya 0.0103 lebih kecil dari 0.05, sehingga H0 juga ditolak.
 Untuk interaksi antara KAM*Model pada kemampuan berpikir kritis siswa, ternyata
tidak memiliki interaksi. Dibuktikan dengan tingkat signifikansi 0.332 yang lebih
besar dari 0.05. Ketiadaan interaksi juga bisa dilihat dalam plot berikut :

Dari grafik diatas, jelas tidak ada interaksi Model pembelajaran dan Kemampuan
Awal Matematis siswa terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.
3.Pembahasan Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable: hasil_belajar

Source Type III Sum of df Mean Square F Sig.


Squares

Corrected Model 562.967a 5 112.593 4.373 .006


Intercept 180808.033 1 180808.033 7021.671 .000
KAM 328.067 2 164.033 6.370 .006
MODEL 14.700 1 14.700 .571 .457
KAM * MODEL 220.200 2 110.100 4.276 .026
Error 618.000 24 25.750
Total 181989.000 30
Corrected Total 1180.967 29

a. R Squared = .477 (Adjusted R Squared = .368)

Dari grafik diatas, jelas ada interaksi Model pembelajaran dan Kemampuan Awal
Matematis siswa terhadap hasil belajar siswa.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan

Berdasarkan hasil data, pembelajaran berbasis matematika realistik dengan menekankan


kemampuan pemecahan masalah, berpikir kritis siswa, dan hasil belajar siswa, maka
diperoleh beberapa kesimpulan yang merupakan jawaban atau pertanyaan-pertanyaan dari
rumusan masalah. Kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Dari hasil output yang pertama dapat diperoleh bahwa :


 Tidak ada pengaruh interaksi antara model pembelajaran berbasis matematika
realistik dan KAM terhadap kemampuan pemecahan masalah.
 Ada pengaruh antara KAM terhadap kemampuan pemecahan masalah.
 Ada pengaruh antara model pembelajaran berbasis matematika realistik erhadap
kemampuan pemecahan masalah.
2. Pada hasil output yang kedua diperoleh bahwa :
 Tidak ada pengaruh interaksi antara model pembelajaran berbasis matematika
realistik dan KAM terhadap kemampuan berfikir kritis siswa
 Ada pengaruh antara KAM terhadap kemampuan berfikir kritis siswa
 Ada pengaruh antara model pembelajaran berbasis matematika realistik terhadap
kemampuan berfikir kritis siswa
3. Pada hasil output yang ketiga diperoleh bahwa :
 Ada pengaruh interaksi antara model pembelajaran berbasis matematika realistik
dan KAM terhadap hasil belajar siswa
 Ada pengaruh antara KAM terhadap hasil belajar siswa
 Ada pengaruh antara model pembelajaran berbasis matematika realistik terhadap
hasil belajar
DAFTAR PUSTAKA

Arikounto, Suharsimi. 2007. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Hamzah, Ali dan Muhlisrarini. 2014. Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Hamka. 1985. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas.

Hajar, Ibnu. 1996. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif dalam pendidikan. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada

Hudojo, Herman. 2001. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang:


UM Press.

Hudojo, Herman. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang;


Universitas Negeri Malang.

Hartono, Yusuf. 2014. Matematika; Strategi Pemecahan Masalah. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Jaya, Indra dan Ardat. 2013. Penerapan Statistik Untuk Pendidikan, Bandung: Citapustaka
Media Perintis.

Muhsin bin Ali At Tanukhi. 2013. Setelah Kesulitan Ada Kemudahan. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Noormandiri B.K. 2004. Matematika untuk Kelas X, Jakarta: Erlangga.

Shoimin, Aris, 2014, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013, Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.

Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.

Syahrum dan Salim. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Citapustaka Media.

Suryani dan Hendryadi. 2015. Metode Riset Kuantitatif: Teori dan Aplikasi pada Penelitian
Bidang Manajemen dan Ekonomi Islam. Jakarta: Prenadamedia Grup.

Turmuzi, Muhammad, Pembelajaran Matematika Realistik pada Pokok Bahasan Perbandingan di


Kelas II SLTP, dalam Jurnal Kependidikan, No.2 Volume 3, November.

W Sri, Anitah dkk. 2008. Strategi Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.

Wena, Made. 2011. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer; suatu tinjauan konseptual
operasional. Jakarta: Bumi Aksara.

Wijaya, Ariyadi, 2012, Pendidikan Matematika Realisti: Suatu Alternatif Pendekatan


Pembelajaran Matematika, Yogyakarta: Graha Ilmu.

You might also like