You are on page 1of 13

REFRESHING

Dengue Haemorhagic Fever

Pembimbing :
dr. Achmad Fahron, Sp.PD

Disusun Oleh :
Nia Nurhayati Zakiah 2012730067

KEPANITERAAN KLINIK STASE PENYAKIT DALAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

RSIJ CEMPAKA PUTIH

2017

1
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Demam dengue/DD dan Demam berdarah dengue/DBD (Dengue Haemorhagic
Fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan/atau nyeri sendi yang disertai oleh leukopenia
,ruam, limfadenopati,trombositopeni,dan diatesis hemoragic.
Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan Hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh.

B. EPIDEMIOLOGI

Demam berdarah dengue terjadi dimana banyak tipe virus dengue sacara simultan atau
berurutan ditularkan.Demam ini adalah endemic di Asia tropic, dimana suhu panas dan
praktek penyimpanan air di rumah menyebabkan populasi Aedes aegypti besar dan
permanen.Pada keadaan ini infeksi dengan virus dengue dari semua tipe sering ada, dan

2
infeksi kedua dengan tipe heterolog sering terjadi. Sesudah umur 1 tahun, hamper semua
penderita dengan sindrom syok dengue mempunyai kenaikan sekunder antibody terhadap
virus dengue, yang menunjukkan infeksi sebelumnya dengan virus yang terkait erat. Wabah
tahun 1981 di Kuba, dimana anak dan dewasa terpajan sama, telah menunjukkan bahwa
sindrom permeabilitas vaskuler akut, terjadi hampir selalu pada anak usia 14 tahun dan lebih
muda. Pada orang dewasa penyakit lebih berat sering disertai dengan fenomena pendarahan.
Demam berdarah dengue dapat terjadi selama infeksi dengue primer, paling sering pada bayi
yang ibunya kebal terhadap dengue.

Orang asing tidak kebal, orang dewasa dan anak-anak yang terpajan terhadap virus dengue
selama wabah demam berdarah menderita demam dengue klasik atau bahkan penyakit yang
lebih ringan.Perbedaan dalam manifestasi klinis infeksi dengue antara orang asli dan orang
asing di Asia tenggara lebih terkait pada status imunologis daripada keretanan ras.Namun,
pada wabah Kuba, angka serangan demam berdarah dengue dan sindrom syok dengue rendah
pada anak kulit hitam, mungkin menjelaskan seolah-olah tidak ada sindrom pada daerah
endemic Afrika.

Istilah haemorrhagic fever di Asia tenggara pertama kali digunakan di Filipina pada tahun
1953.Pada tahun 1958 meletus epidemic penyakit serupa diBangkok. Setelah tahun 1958
penyakit ini dilaporkan berjangkit dalam bentuk epidemic di beberapa Negara lain di Asia
tenggara yang disebabkan virus dengue tipe 2, dan calcuta(1963) dengan virus tipe 2 dan
chikungunya berhasil diisolasi dari beberapa kasus. Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai
di Surabaya pada tahun 1968. Pada tahun 1993 DBD telah menyebar ke seluruh propinsi
Indonesia.Pada saat ini DBD sudh endemis di banyak kota-kota besar, bahkan sejak tahun
1975 penyakit ini telah berjangkit didaerah pedesaan.Berdasarkan jumlah kasus DBD,
Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand. Morbiditas dan mortalitas DBD yang
dilaporkan beebagai Negara bervariasi disebabkan beberapa factor, antara lain status umur
penduduk, kepadatan vector, tingkat penyebab virus dengue, prevalensi serotpie virus dengue
dan kondisi meteorologist. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin,
tetapi kematian ditemukan lebh banyak terjadi pada anak perempuan daripada laki-laki. Pada
awal terjadinya wabah sebuah Negara, pola distribusi umur memperlihatkan proporsi kasus
terbanyak berasal dari golongan anak berumur <15tahun (86-95%). Namun pada wabah
selanjutnya jumlah kasus golongan usia dewasa meningkat .di Indonesia pengaruh musim
terhadap DBD tidak begitu jelas, namun secara garis besar jumlah kasus meningkat antara
September sampai februari dengan mencapai puncaknya pada bulan januari.

3
C. ETIOLOGI
a. Infeksi virus melalui nyamuk Aedes aegypti yang telah terjangkit
b. Disebabkan oleh virus dengue, genus flavivirus 4 serotipe: den 1, den 2, den 3
(dominan, berhubungan dengan kasus berat) den 4

D. GAMBARAN KLINIS
a. Undifferentiated fever (sindrom infeksi virus)
Pada undifferentiated fever, demam sederhana yang tidak dapat dibedakan dengan
penyebab virus lain. Demam disertai kemerahan berupa makulopapular, timbul saat
demam reda.Gejala dari saluran pernapasan dan saluran cerna sering dijumpai.
b. Demam dengue (DD)
1. Anamnesis : demam mendadak tinggi, disertai nyeri kepala, nyeri otot &
sendi/tulang, nyeri retroorbital, photophobia,nyeri pada punggung, facial flushed,
lesu, tidak mau makan, konstipasi, nyeri perut, nyeri tenggorok, dan depresi
umum.
2. Pemeriksaan fisik :
 Demam: 39 - 40°C, berakhir 5-7 hari

4
 Pada hari sakit ke 1-3 tampak flushing pada muka (mukakemerahan),leher,
dan dada
 Pada hari sakit ke 3-4 timbul ruam kulit makulopapular/rubeolliform
 Mendekati akhir dari fase demam dijumpai petekie pada kaki bagian dorsal,
lengan atas, dan tangan.
 Convalescent rash, berupa petekie mengelilingi daerah yang pucat pada kulit
yg normal, dapat disertai rasa gatal.
 Manifestasi perdarahan :
- Uji bendung positif dan/atau petekie
- Mimisan hebat, menstruasi yang lebih banyak, perdarahan saluran cerna
(jarang terjadi, dapat terjadi pada DD dengan trombositopenia
c. Dengue hemoragic fever (DHF)
Terjadi pada anak-anak ≤ 15 tahun didaerah hiperendemik, berkaitan dengan infeksi
dengue berulang.DBD ditandai dengan onset akut dari demam tinggi dan fase awal
gejala yang serupa dengan DF,seperti tes positif tourniquet (TT), petechiae, mudah
memar. Pada akhir fase demam, dapat menyebabkan syok hipovolemik(dengue syok
sindrom) akibat kebocoran plasma, tandatanda seperti muntah terus-menerus, sakit
perut, lesuatau kegelisahan, atau marah danoliguria.
d. Expanded dengue syndrome
Manifestasi berat yang tidak umum terjadi meliputi organ seperti hati, ginjal, otak,dan
jantung. Kelainan organ tersebut berkaitan dengan infeksi penyerta, komorbiditas,
atau komplikasi dari syok yang berkepanjangan.

E. DIAGNOSIS DBD/DSS (WHO, 2012)


a. Kriteria klinis :
1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus
selama 2-7 hari.
2. Manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie, purpura, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan/melena.
3. Pembesaran hati
4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (≤20 mmHg),
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.
b. Kriteria laboratorium :

5
1. Trombositopenia (≤100.000/mikroliter)
2. Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit 20% dari nilai dasar /
3. menurut standar umur dan jenis kelamin
c. Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan :
1. Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi/
peningkatan Hematokrit 20%
2. .Dijumpai hepatomegali sebelum terjadi perembesan plasma
3. Dijumpai tanda perembesan plasma
 Efusi pleura (foto toraks/ultrasonografi)
 Hipoalbuminemia
4. Perhatian
 Pada kasus syok, hematokrit yang tinggi dan trombositopenia yang jelas
mendukung diagnosis DSS.
 Nilai LED rendah (<10mm/jam) saat syok membedakan DSS dari syok sepsis.

Terdapat 3 grup untuk DBD

1.Grup A:rawat jalan

-Tidak ada gejala yang khas pada grup ini,pasien mampu:

-Minum sendiri

Bak setidaknya setiap 6 jam sekali

2.Grup B:Dirawat di rumah sakit

-Terdapat gejala yang khas untuk DBD,muntah,nyeri perut,adanya perdarahan,lemas.dan


pada temuan laboratorium HCT meningkat

3.Grup C:keadaan gawat darurat

-Pasien dengan kebocoran plasma yang besar

-perdarahan yang masif

-terdapat kerusakan organ

6
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
1. leukosit: dapat normal atau menurun
2. trombosit: umumnya terdapat trombositopenia
3. hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer
4. protein/albumin
5. ureum, Kreatinin
6. Elektrolit
7. golongan darah dan cross match
b. Radiologi
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila
terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks.

G. PASIEN BERESIKO TINGGI


Faktor yang berkontribusi terhadap penyakit yang lebih parah dankomplikasinya :
a. bayi dan orang tua,
b. Obesitas
c. wanita hamil,
d. penyakit ulkus peptikum,
e. wanita yang sedang mengalami perdarahan vagina abnormal,
f. penyakit hemolitik seperti glukosa-6-fosfatase dehidrogenase (G-6PD)
defisiensi,thalassemia dan hemoglobinopati lainnya,
g. penyakit jantung bawaan,
h. penyakit kronis seperti diabetes mellitus, hipertensi, asma, penyakit jantung
iskemik,gagal ginjal kronis, sirosis hati,
i. pasien steroid atau pengobatan NSAID

H. PENATALAKSANAAN
a. Tanda kegawatan pada setiap fase perjalanan penyakit infeksi dengue
1. Tidak ada perbaikan klinis/perburukan saat sebelum atau selama masa transisi ke
fase bebas demam / sejalan dengan proses penyakit
2. Muntah yg menetap, tidak mau minum
3. Nyeri perut hebat
4. Letargi dan/atau gelisah, perubahan tingkah laku mendadak

7
5. Perdarahan: epistaksis, buang air besar hitam, hematemesis, menstruasi yang
hebat, warna urin gelap (hemoglobinuria)/hematuria
6. Giddiness (pusing/perasaan ingin terjatuh)
7. Pucat, tangan - kaki dingin dan lembab
8. Diuresis kurang/tidak ada dalam 4-6 jam
b. Indikasi pemberian cairan intravena
1. Pasien tidak dapat asupan yang adekuat untuk cairan per oral ataumuntah
2. Hematokrit meningkat 10%-20% meskipun dengan rehidrasi oral
3. Ancaman syok atau dalam keadaan syok
c. Prinsip umum terapi cairan pada DBD
1. Kristaloid isotonik harus digunakan selama masa kritis.
2. Cairan koloid digunakan pada pasien dengan perembesan plasma hebat, dan tidak
ada respon pada minimal volume cairan kristaloid yang diberikan.
3. Volume cairan rumatan + dehidrasi 5% harus diberikan untuk menjaga volume
dan cairan intravaskular yang adekuat.
4. Pada pasien dengan obesitas, digunakan berat badan ideal sebagai acuan untuk
menghitung volume cairan.

5. Kecepatan cairan intravena harus disesuaikan dengan keadaan klinis

8
6. .Transfusi suspensi trombosit pada trombositopenia untuk profilaksis tidak
dianjurkan
7. Pemeriksaan laboratorium baik pada kasus syok maupun non syok saat tidak ada
perbaikan klinis walaupun penggantian volume sudah cukup, maka perhatikan
ABCS yang terdiri dari, A –Acidosis: gas darah, B –Bleeding: hematokrit, C –
Calsium: elektrolit, Ca++ dan S –Sugar: gula darah (dekstrostik
d. Bukan DBD atau tanpa tanda yang jelas
-Bedrest
-terapi cairan banyak minum air putih
-PCT bila demam
e. Terapi DBD (Grup B,tanpa syok)
Secara umum, pemberian cairan (oral + IV) (untuk satu hari) + 5% defisit, yang akan
diberikan selama 48 jam. NS 0.9%,Ringer laktat muali dengan 5-7 ml/kg bb 1-2 jam,
kemudian kurangi 3-5 ml/kgbb selama 2-4 jam kemudian kurangi lagi2-3 ml/kgbb
sampai respon perbaikan klinis.
f. DBD dengan syok berkepanjangan (Grup C) :
1. Cairan kristaloid: 5-10 ml/kg cairan bolus dalam 10-15 menit,
2. Bila syok belum teratasi: setelah 10ml/kg pertama diulang 10 ml/kg, dapat
diberikan koloid bersama koloid 10-30ml/kgBB secepatnya dalam 1 jam dan
koreksi hasil laboratorium yang tidak normal
3. Transfusi darah segera dipertimbangkan sebagai langkah selanjutnya (setelah
review hematokrit sebelum resusitasi)
4. Monitor ketat (pemasangan katerisasi urin, katerisasi pembuluh darah vena pusat /
jalur arteri)
5. Inotropik dapat digunakan untuk mendukung tekanan darah
g. Perdarahan hebat :
1. Apabila sumber perdarahan dapat diidentifikasi, segera hentikan. Transfusi darah
segera adalah darurat tidak dapat ditunda sampai hematokrit turun terlalu rendah.
Bila darah yang hilang dapat dihitung, harus diganti. Apabila tidak dapat diukur,
10 ml/kg darah segar atau 5 ml/kg PRC harus diberikan dan dievaluasi.
2. Pada perdarahan saluran cerna, H2 antagonis dan penghambat pompa proton dapat
digunakan.

9
3. Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan komponen darah seperti suspense
trombosit, plasma darah segar/cryoprecipitate. Penggunaan larutan tersebut ini
dapat menyebabkan kelebihan cairan
h. DBD enselopati dapat terjadi bersamaan dengan syok atau tidak :
1. Ensefalopati yang terjadi bersamaan dengan syok hipovolemik, maka penilaian
ensefalopati harus diulang setelah syok teratasi.
2. Apabila kesadaran membaik setelah syok teratasi, maka kesadaran menurun atau
kejang disebabkan karena hipoksia yang terjadi pada syok
3. Pertahankan oksigenasi jalan napas yg adekuat dengan terapi oksigen.
4. Jika ensefalopati terjadi pada DBD tanpa syok dan masa krisis sudah dilewati
maka,
 Cegah / turunkan peningkatan tekanan intrakranial dengan,
- Memberikan cairan intravena minimal untuk mempertahankan volume
intravaskular, total cairan intravena tidak boleh >80% cairan rumatan
- Ganti ke cairan kristaloid dengan koloid segera apabila hematokrit terus
meningkat dan volume cairan intravena dibutuhkan pada kasus dengan
perembesan plasma yang hebat.
- Diuretik diberikan apabila ada indikasi tanda dan gejala kelebihan cairan
- Posisikan pasien dengan kepala lebih tinggi 30 derajat.
- Intubasi segera untuk mencegah hiperkarbia dan melindungi jalan napas.
- Dipertimbangkan steroid untuk menurunkan tekanan intrakranial, dengan
pemberian deksametasone
 Menurunkan produksi amonia
- Berikan laktulosa 5-10 ml setiap 6 jam untuk menginduksi diare osmotik.
- Antibiotik lokal akan mengganggu flora usus maka tidak diperlukan
pemberian
- Pertahankan gula darah 80-100 mg/dl, kecepatan infus glukosa yang
dianjurkan 4-6 mg/kg/jam.
- Perbaiki asam basa dan ketidakseimbangan elektrolit
- Vitamin K1 IV dengan dosis : umur < 1tahun : 3mg, <5 tahun : 5mg, >5
tahun:10mg
- Anti kejang phenobarbital, dilantin, atau diazepam IV sesuai indikasi.

10
- Transfusi darah, lebih baik PRC segar sesuai indikasi. Komponen darah
lain seperti suspense trombosit dan plasma segar beku tidak diberikan
karena kelebihan cairan dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
- Terapi antibiotik empirik apabila disertai infeksi bakterial.
- Pemberian H2 antagonis dan penghambat pompa proton untuk mencegah
perdarahan saluran cerna.
- Hindari obat yang tidak diperlukan karena sebagai besar obat
dimetabolisme di hati.

I. KOMPLIKASI
a. Demam Dengue
Perdarahan dapat terjadi pada pasien dengan ulkus peptik, trombositopenia hebat, dan
trauma.
b. Demam Berdarah Dengue
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.
2. Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal ginjal
akut.
3. Edema paru dan/ atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading
pemberian cairan pada masa perembesan plasma
4. Syok yang berkepanjangan mengakibatkan asidosis metabolik & perdarahan hebat
(DIC, kegagalan organ multipel)
5. Hipoglikemia / hiperglikemia, hiponatremia, hipokalsemia akibat syok
berkepanjangan dan terapi cairan yang tidak sesuai

J. INDIKASI PULANG
Pasien dapat dipulangkan apabila telah terjadi perbaikan klinis sebagai berikut :
a. Bebas demam minimal 24 jam tanpa menggunakan antipiretik
b. Nafsu makan telah kembali
c. Perbaikan klinis, tidak ada demam, tidak ada distres pernafasan, dan nadi teratur
d. Diuresis baik
e. Minimum 2-3 hari setelah sembuh dari syok
f. Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura, tidak ada asites

11
g. Trombosit >50.000 /mm3. Pada kasus DBD tanpa komplikasi, pada umumnya jumlah
trombosit akan meningkat ke nilai normal dalam 3 - 5 hari.

K. PENCEGAHAN
a. Pembersihan jentik :
1. Program pemberantasan sarang nyamuk
2. Menggunakan ikan (cupang)
b. Pencegahan gigitan nyamuk :
1. Menggunakan kelambu
2. Menggunakan obat nyamuk

L. PROGNOSIS
a. Infeksi dengue pada umumnya mempunyai prognosis yang baik.
b. Prognosis buruk jika sudah terjadi perdarahan berat dan komplikasi, dapat
menyebabkan kematian jika syok tidak teratasi.

12
DAFTAR PUSTAKA

 Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta.
 Bapenas. 2006. Laporan Kajian Kebijaksanaan Penanggulangan (wabah) Penyakit
Menular (Studi Kasus DBD). Jakarta: Direktorat Kesehatan&Gizi Masyarakat.
 Budiarto, E. 2001. Biostatistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
 Depkes RI. 2004. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Depkes RI. Depkes RI. 2004.
Juru Pemantau Jentik (Jumantik) Salah Satu Peran Serta Masyarakat Dalam
Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD).
 Depkes RI. 2004. Perilaku dan Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti sangat Penting
Diketahui dalam Melakukan Kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk Termasuk
Pemantauan Jentik Berkala. Jakarta: Depkes RI.
 Depkes RI. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD (PSN-
DBD) oleh Juru Pemantau Jentik (Jumantik). Jakarta: Ditjen PPMPLP.
 Depkes RI. 2004. Perilaku Hidup Nyamuk Aedes aegypti Sangat Penting Diketahui
Dalam Melakukan Kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk Termasuk Pemantauan
Jentik Berkala. Jakarta.
 Depkes RI. Depkes RI. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah
Dengue di Indonesia. Jakarta: Dirjen PP& PL.
 Depkes RI. 2007. Demam berdarah. Jakarta: Depkes RI. Depkes RI. 2007. Ayo
Lakukan Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah. Jakarta: Pusat
Promosi Kesehatan.
 Kristina, Isminah, Wulandari L. 2004. Demam Berdarah Dengue. Diunduh: 8 juni
2011.Http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/demamberdarah.h tml.
 Malasari, Sukma N.N. 2010. Perbedaan Faktor Perilaku Pemberantasan Sarang
Nyamuk dan Lingkungan di Desa Endemis dan Non Endemis DBD (Studi di
Puskesmas Ngadiluwih, Kab. Kediri (Skripsi). Surabaya: Fakultas Kesehatan
Masyarakat UNAIR.

13

You might also like