You are on page 1of 25

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA SKOLIOSIS

Nama Pembimbing: Ns. Uun Nurulhuda, M.Kep., Sp. KMB

Kelompok 3/ Tingkat 2A Keperawatan

Nama Kelompok:

1. Andika Prameswari (P17120016002)


2. Dwi Putri Utami (P17120016012)
3. Ike Zulviani (P17120016018)
4. Istiqomah (P17120016019)
5. Khansa Khaerunnisa (P17120016020)
6. Muhammad Anjas (P17120016028)
7. Rahma Aziza (P17120016030)
8. Ridwan Nurhidayat (P17120016033)

Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Jakarta1


Jl. Wijaya Kusuma Raya No. 47-48 Cilandak Barat-Jakarta Selatan (12430)
Februari 2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb. Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT
yang telah memberi kami banyak nikmat, berkat, rahmat, serta taufik, dan hidayah-
Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Keperawatan Medikal Bedah II dengan judul ”MAKALAH ASUHAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA
SKOLIOSIS”. Dalam penyusunannya, kami memperoleh banyak bantuan dari
berbagai pihak, karena itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Ibu Ani Nuraeni S.Kp,M.Kes selaku Direktur Poltekkes Jakarta 1
2. Bapak Ns.Tarwoto S.Kep,M.Kep selaku Ketua Jurusan Keperawatan dan
Koordinator Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 2
3. Ibu Uun Nurulhuda S.Kp,M.Kep,Sp.KMB selaku Dosen Pembimbing
4. Kedua Orang tua kami
Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa
memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun kami berharap isi dari laporan penelitian ini bebas dari kekurangan dan
kesalahan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agar laporan penelitian ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata, kami berharap
agarlaporan penelitian ini bermanfaat bagi semua pembaca. Wassalamu’alaikum. Wr.
Wb.
Jakarta, Februarin2018

Kelompok 3

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2


DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3
BAB I ....................................................................................................................................... 5
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 5
A. Latar Belakang .............................................................................................................. 5
B. Tujuan ........................................................................................................................... 6
1. Tujuan Umum ........................................................................................................... 6
2. Tujuan Khusus .......................................................................................................... 6
BAB II....................................................................................................................................... 8
KONSEP DASAR OSTEOMYELITIS .................................................................................... 8
A. Konsep Dasar Osteomyelitis ......................................................................................... 8
1. Anatomi fisiologi. ..................................................................................................... 8
2. Definisi ...................................................................................................................... 9
3. Etiologi dan Faktor Resiko .................................................................................... 10
4. Patofisiologi ............................................................................................................ 12
5. Manifestasi Klinis ................................................................................................... 14
6. Pemeriksaan Menunjang ......................................................................................... 14
7. Penatalaksanaan Medis ........................................................................................... 14
8. Komplikasi .............................................................................................................. 15
B. Asuhan Keperawatan .................................................................................................. 16
1. Pengkajian ............................................................................................................... 16
2. Pemeriksaan Penunjang ..............................................Error! Bookmark not defined.
3. Diagosa Keperawatan ............................................................................................. 17
4. Intervensi................................................................................................................. 17
5. Evaluasi ................................................................................................................... 17
BAB III ................................................................................................................................... 24
PENUTUP .............................................................................................................................. 24
3
A. Kesimpulan ................................................................................................................. 24
B. Saran ...............................................................................Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 25

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Postur tubuh adalah suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan sehari-
hari. Postur tubuh tidak hanya berguna untuk keindahan, namun juga untuk
memenuhi aktivitas sehari-hari. Postur tubuh yang baik akan memudahkan untuk
melakukan aktivitas dengan baik. Dengan memiliki postur tubuh yang baik,
normal, dan sehat maka seseorang akan meningkatkan rasa percaya dirinya dan
bebas untuk bersosialisasi dengan siapapun. Salah satu yang membentuk postur
tubuh adalah bentuk dan sususnan tulang belakang. Tulang belakang sangat
berperan penting untuk pembentukan postur tubuh. Tulang belakang yang normal
akan membentuk postur tubuh yang normal, begitu pula sebaliknya. Namun,
dalam kenyataannya terdapat gangguan pada tulang belakang yang membuat
perubahan pada postur tubuh.Salah satu kelainan pada tulang belakang yang
sering ditemui adalah skoliosis (Corwin, 2009).

Skoliosis adalah penyimpangan tulang belakang ke lateral dari garis tengah


atau terjadi lengkungan yang abnormal pada vertebra kearah lateral. Banyak
penyebab yang menyebabkan gangguan ini sangat umum ditemukan, salah
satunya adalah posisi duduk yang salah, kongenital, neuromuskuler, dan
sebagainya (Soetjaningsih, 2004).

Bentuk skoliosis yang paling sering dijumpai adalah deformitas tripanal


dengan komponen lateral, anterior posterior dan otasional. Skoliosis dapat dibagi
atas dua yaitu skoliosis structural dan non structural (postural). Pada skoliosis
postural, deformitas bersifat sekunder atau sebagai kompensasi terhadap beberapa
keadaan diluar tulang belakang, misalnya dengan kaki yang pendek, atau

5
kemiringan pelvis akibat kontraktur pinggul, bila pasien duduk atau dalam
keadaan fleksi maka kurva tersebut menghilang (Soetjaningsih, 2004).

skoliosis idiopatik adalah bentuk skoliosis yang paling lazim. Skoliosis ini
terjadi pada anak seha, secara neurologis normal, tetapi yang pasti penyebabnya
belum diketahui. Insidennya hanya sedikit lebih sedikit pada perempuan daripada
laki-laki, tetapi skoliosis lebih mungkin memburuk dan memerlukan pengobatan
pada perempuan daripada laki-laki. Ini menunjukan bahwa faktor-faktor hormonal
penting. Kecenderungan herediter juga terjadi karena sekitar 20% anak dengan
skoliosis mempunyai anggota keluarga lain dengan kondisi yang sama. Baik ciri
autosom maupun multifaktoral telah terbukti. Walaupun anak perempuan dari ibu
yang terkena lebih mungkin mengalami skoliosis daripada anak lain, besar
kurvatura dalam sanak keluarga. Anak yang terlibat juga cenderung menunjukan
sedikit perubahan pada kemampuan sensasi propriosepsi dan getaran. Ini
menunjukkan kelainan fungsi kolumna posterior medula spinalis. Disfungsi
serebelum dapat juga menyebabkan ketidakseimbangan spinal (Behrman,1996).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memehami gangguan sistem muskuloskeletal dengan
penyakit tulang belakang , gambaran penyakit dan asuhan keperawatan pada
klien dengan diagnosa medis skoliosis.

2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan anatomi fisiologi Muskuloskeletal
b. Mendeskripsikan definisi Skoliosis
c. Mendeskripsikan faktor risiko Skoliosis
d. Mendeskripsikan manifestasi klinis Skoliosis
e. Mendeskripsikan patofisiologi Skoliosis
f. Mendeskripsikan pemeriksaan diagnostik Skoliosis

6
g. Mendeskripsikan penatalaksanaan medis Skoliosis
h. Mendeskripsikan komplikasi Skoliosis
i. Mendeskripsikan asuhan keperawatan Skoliosis
1) Pengkajian keperawatan pada pasien Skoliosis
2) Diagnosa keperawatan pada pasien Skoliosis
3) Intervensi dan rasional keperawatan pada pasien Skoliosis
4) Evaluasi keperawatan pada pasien Skolios

7
BAB II
KONSEP DASAR SKOLIOSIS

A. Konsep Dasar Skoliosis


1. Anatomi fisiologi
Bentuk dan tiap-tiap ruas tulang belakang pada umumnya sama, hanya
ada perbedaannya sedikit tergantung pada kerja yang ditanganinya. Ruas-
ruas ini terdiri atas beberapa bagian, sebagai berikut :
a. Badan Ruas : Merupakan bagian yang terbesar, bentuknya tebal dan
kuat terletak disebelah depan.
b. Lengkung Ruas : Bagian yang melingkari dan melindungi lubang ruas
tulang belakang, terletak disebelah belakang dan pada bagian ini
terdapat beberapa tonjolan, yaitu :
1) Prosesus Spinosus / Taju Duri ; terdapat ditengah-tengah lengkung
ruas dan menonjol kebelakang.
2) Prosesus Transversum / Taju Sayap ; terdapat disamping kiri dan
kanan lengkung ruas.
3) Prosesus Artikularis / Taju Penyendi ; membentuk persendian
dengan ruas tulang belakang (Vertebralis) (Evelyn,2008).

Fungsi Ruas Tulang Belakang, adalah sebagai berikut :

a. Menahan kepala dan alat-alat tubuh yang lain.


b. Melindungi alat halus yang ada didalamnya (sum-sum belakang).
c. Tempat melekatnya tulang iga dan tulang panggul.
d. Menentukan sikap tubuh (Gibson, 2003).

Bagian-Bagian Dari Ruas Tulang Belakang, adalah sebagai berikut :

a. Vertebra Servikalis ( Tulang Leher )


8
Terdiri dari 7 ruas, mempunyai badan ruas kecil dan lubang
ruasnya yang besar. Pada taju sayapnya terdapat lubang tempat
melewatinya saraf yang disebut Foramen Tranversalis (Foramen
Tranversorium). Ruas pertama Vertebra Servikalis disebut atlas
yang memungkinkan kepala berputar kekiri dan kekanan. Ruas ke-
7 mempunyai taju yang disebut Prosesus Prominan, taju ruasnya
agak panjang.
b. Vertebra Torakalis ( Tulang Punggung )
Terdiri dari 12 ruas, badan ruasnya besar dan kuat, taju durinya
panjang dan melengkung. Pada bagian dataran sendi sebelah atas,
bawah, kiri dan kanan, membentuk persendian dengan tulang iga.
c. Vertebra Lumbalis ( Tulang Pinggang )
Terdiri dari 5 ruas, badan ruasnya besar, tebal dan kuat, taju
durinya agak picak, bagian ruas dari ke-5 ruas yang agak menonjol
disebut Promontorium.
d. Vertebra Sakralis ( Tulang Belakang )
Terdiri dari 5 ruas, ruas-ruasnya menjadi satu sehingga menyerupai
sebuah tulang. Disamping kiri dan kanannya terdapat lubang-
lubang kecil 5 buah, yang disebut Foramen Sakralis. OS Sakrum
menjadi dinding bagian belakang dari rongga panggul.
e. Vertebra Koksigialis ( Tulang Ekor )
Terdiri dari 4 ruas, ruas-ruasnya kecil dan menjadi sebuah tulang
yang disebut juga Os Koksigialis, dapat bergerak sedikit karena
membentuk persendian dengan sakrum (Gibson, 2003).

2. Definisi
Skolisis merupakan penyakit tulang belakang yang menjadi bengkok
kesamping kiri atau kanan sehingga wujudnya merupakan bengkok
benjolanyang dapat dilihat dengan jelas dari arah belakang. Penyakit ini

9
juga sulit untuk dikenali kecuali setelah penderita meningkat menjadi
dewasa (Guyton,2007).

Perubahan-perubahan pada persekutuan spina normal yang terjadi pada


bidang AP atau frontal disebut skoliosis. Sebagian besar deformitas
skoliotik adalah idiopatik (penyebab tidak diketahui namun yang lain dapat
kongenital, disertai dengan gangguan atau sindroma neuromuskuler atau
kompensatior dari ketidak cocokan panjang-kaki atau kelainan intraspinal
(Behrman,1996).

Skoliosis kongenital juga terjadi berkaitan dengan sindorma. Sekitar


sepertiga anak dengan sindroma Klippel-Feil, kegagalan segmentasi dua
vertebra servikalis atau lebih, akan menderita anomaly ginjal, penyakit
jantung kongenital, elevasi skapula kongenital (deformitas sprengel), dan
gangguan pendengaran. Asosiasi VATER meliputi anomaly vertebra, anus
imperforate, fistula trakeoesofagus, dan radius (tangan pekuk [clubhand] )
dan kelainan renal (Behrman,1996).

Skoliosis merupakan penyakit yang dapat terjadi hanya pada daerah


tulang spinal atau termasuk rongga tulang spinal. Lengkungan dapat
berbentuk S atau C. Derajat lengkungan penting untuk diketahui karena hal
ini dapat menentukan jumalah tulang rusuk yang mengalami pengeseran.
Pada tingkat rotasi lengkungan yang cukup besar mungkin dapat menekan
dan menimbulkan keterbatasan pada organ penting; paru-paru dan jantung.
Keseimbangan lengkungan juga penting karena ini mempengaruhi stabilitas
dari tulang belakang dan pengerakan pinggul. Perubahan yang penting
dalam keseimbangan dapat mempengaruhi gaya berjalan (Long, 1996).

3. Etiologi dan Faktor Resiko


Menurut Alpers tahun 2006 dalam Buku Ajar Pediatri Rudolph Vol. 3:

10
a. Kongenital (bawaan), biasanya berhubungan dengan suatu kelainan
dalam pembentukan tulang belakang atau tulang rusuk yang menyatuh
b. Neuromuskuler, pengendalian otot yang buruk atau kelemahan otot atau
kelumpuhan akibat penyakit:
1) Cerebral palsv
2) Distrofi otot
3) Polio
4) Osteoporosis iuvenil
c. Idiopatik, jenis ini lebih umum biasanya berkembang pada remaja
d. Factor genetic
Dilaporkan bahwa factor genetic mempunyai komponen pada
perkembangan skoliosis, terjadi peningkatan insiden pada keluarga
pasien dengan skoliosis idiopatik dibandingkan dengan pasien yang tidak
mempunyai riwayat penyakit skoliosis.
e. Factor hormonal
Difisiensi melatonin diajukan sebagai penyebab skoliosis. Skresi
melatonin pada malam hari menyebabkan penurunan progesivitas
skoliosis dibandingkan pada pasien tanpa progesivitas. Hormone
pertumbuhan juga diduga mempunyai peranan pada perkembangan
skoliosis. Kecepatan progrsivitas skoliosis pada umumnya dilaporkan
pada pasien dengan growth hormone.
f. Perkembangan spinal dan teori biomekanik
Abnormalitas dari mekanisme pertumbuan spinal juga menunjukan
penyebab dari perkembangan dan progresivitas skoliosis, dimana
dihubungkan dengan waktu kecepatan pertumbuhan pada remaja.
g. Abnomalitas jaringan
Beberapa teori diajukan sebagai komponen structural pada
komponen tulang belakang (otot, tulang, ligamentum, dan atau discus)
sebagai penyebab skoliosis.Beberapa teori didasari atas observasi pada
11
kondisi seperti syndrome Martan (gangguan fibrillin), duchenne
muscular dvstrophv (gangguan otot) dan dysplasia fibrosa pada tulang.

4. Patofisiologi
Skoliosis merupakan masalah ortopedik yang sering terjadi, berupa
pelengkungan lateral tulang belakang dengan suatu sudut Cobb lebih dari
10 derajat disertai dengan rotasi vertebra. Skoliosis terjadi di sepanjang
tulang belakang. Pelengkungan pada area toraks merupakan scoliosis yang
paling sering terjadi meskipun pelengkungan pada area servikal dan area
lumbal adalah scoliosis yang paling parah. Dua bentuk dasar scoliosis yaitu
fungsional dan structural (Betz C, 2009).
Skoliosis fungsional terjadi akibat masalah yang sudah ada
sebelumnya, seperti postur yang buruk atau panjang kedua tungkai yang
tidak sama. Bentuk scoliosis dapat dikoreksi dengan latihan atau
penggunaan shoe lifts. Skoliosis structural terjadi akibat deformitas
kongenital pada kolumna spinalis. Kondisi ini sering terjadi pada anak-
anak dengan mielomeningokel dan distrofi otot. Skoliosis terlihat pada
anak yang mengalami paralisis serebral dan osteogenesis imperfekta.
Bentuk structural scoliosis dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis dasar,
yaitu :
a. Infantil: yang terjadi pada tahun pertama kehidupan (lebih dari 20% anak
yang terkena jenis ini mengalami penyembuhan spontan).
b.Juvenil: yang terjadi antara usia 5 dan 6 tahun.
c. Remaja: yang tidak terlihat sampai usia 11 tahun (ketika maturasi skeletal
terjadi) (Betz C, 2009).

12
Gambar 2.1 Patofisiologi Skoliosis

13
5. Manifestasi Klinis
Lodosis yang terlokalisasi, rotasi aksial, dan pelengkungan lateral pada
tulang belakang adalah manifestasi klinis mayor dari skoliosis:
1. Pinggul asimetris
2. Bahu asimetris
3. Badan memendek
4. Perubahan kulit dan jaringan lunak yang berhubungan
5. Adanya rambut yang menempel pada area sacrum
6. Tungkai yang tidak sama panjang
7. Skapula asimetris
8. Ketidaksejajaran badan dan pelvis
9. Panggul asimetris
10. Payudara asimetris (Betz, 2009).

6. Pemeriksaan Menunjang
a. Uji membungkuk ke depan- untuk mengkaji ketidakseimbangan panggul
dan tulang rusuk (uji tapis)
b.Metode diagnostik Cobb- untuk mengkaji sudut lengkungan pada
pemeriksaan radiografi
c. Studi radiografis terhadap tulang belakang dari anteroposterior dan lateral
untuk-mengevaluasi lengkungan spinal.
d.CT tiga dimensi
e. MRI (Betz, 2009).

7. Penatalaksanaan Medis dan Bedah


a. Medis:
1) Kelengkungan yang kurang dari 20 derajat membutuhkan
evaluasi setiap 3 sampai 12 bulan.
2) Brace Milwaukee digunakan untuk penanganan lengkung
lateral 20 sampai 40 derajat; brace tersebut terdiri atas cincin
14
leher dan lengkung pelvis, dan harus dipakai 23 jam sampai 1
hari sampai lengkung tersebut terkoreksi.
3) Jaket Orthoplast adalah jaket plastik cetakan yang digunakan
untuk tujuan yang sama dengan Brace Milwaukee.
4) Brace lentur Charleston digunakan pada malam hari (Betz,
2009).
b. Bedah:
Fusi spinal posterior adalah penanganan pilihan untuk lengkungan
spinal yang lebih besar dari 40 derajat atau perburukan lengkung yang
progresif meskipun penanganan ini bersifat nonbedah. Fusi spinal
merupakan metode permanen untuk menghentikan perburukan
lengkung spinal yang progresif. Beberapa jenis instrumentasi yang
berbeda digunakan untuk mestabilkan spinal secara internal, termasuk
balok Harrington, balok Luqie (instrumentasi spina segmental), dan
kabel Dwyer. Penggunaan instrumentasi balok Luque merupakan
teknik terbaru dan terpilih untuk koreksi bedah skoliosis. Selama
pembedahan, kepingan tulang dari Kristal iliaka posterioe diposisikan
di atas spina. Imobilisasi eksternal dengan penggunaan gips tubuh tidak
lagi diperlukan karena imobilisasi internal sudah dapat dicapai dengan
teknik tersebut (Betz, 2009).
Prosedur disektomi torasika anterior dengan ablasi endplate dan
fusi spina prosterior direkomendasikan untuk individu yang mengalami
skoliosis berat. Pembedahan trakoskopik dibantu video digunakan
dibeberapa institusi untuk melepaskan spina anterior individu ini (Betz,
2009).

8. Komplikasi
a. Masalah perkemihan (paling sering terjadi)
b.Masalah neurologis

15
c. Gangguan kardiopulmonal (Betz, 2009).

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Fungsi motoric kasar
1) Ukuran otot: adanya atrofi atau hipertrofi otot; kesimetrisan massa
otot.
2) Tonus otot: spastisitas, kelemahan, rentang gerak terbatas.
3) Kekuatan
4) Gerakan abnormal
b. Fungsi motoric halus
1) Manipulasi mainan
2) Menggambar
c. Gaya berjalan: ayunan lengan dan kaki, gaya tumit-jari.
d. Pengendalian postur
1) Mempertahankan posisi tegak
2) Adanya ataksia
3) Bergoyang-goyang
e. Persendian
1) Rentang gerak
2) Kemerahan, edema, nyeri
3) Tonjolan abnormal
4) Fraktur
5) Lokasi fraktur
f. Tulang belakang
1) Lengkung tulang belakang kelainan struktur tulang belakang:
scoliosis ( ), kifosis ( ) , lordosis ( )
2) Adanya lesung pilonidal (Betz, 2009).

16
2. Diagosa Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neuromuskuler
ditandai dengan dispnea, penggunaan otot bantu napas, fase ekspirasi
memanjang dan pola napas yang abnormal (takipnea, bardipnea,
hiperventilasi)
b. Risiko ketidakseimbangan cairan ditandai dengan prosedur pembedahan
mayor
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
ditandai dengan kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM) menurun,
nyeri saat bergerak, gerakan terbatas dan fisik lemah
d. nyeri kronis berhubungan dengan kondisi mukuloskeletal kronis ditandai
dengan mengeluh nyeri, tampat meringis, gelisah, tidak mampu
menuntaskan aktifitas
e. Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan perubahan struktur tubuh
ditandai dengan mengungkapkan kecatatan, struktur tubuh berubah,
mengungkapkan perasaan negatif tentang perubahan tubuh
f. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
ditandai dengan menanyakan masalah yang dihadapi, menunjukkan
perilaku tidak sesuai anjuran, menunjukkan persepsi yang keliru terhadap
masalah (SDKI, 2016).

3. Intervensi Keperawatan
No Dignosa Rencana Tindakan Keperawatan
Keperawatan Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
Hasil
1 Pola napas tidak setelah dilakukan 1. Ukur TTV klien R/ Mengetahui
adanya
efektif berhubungan proses tindakan setiap 4jam
perubahan
dengan gangguan keperawatan 3 x 24 sekali pada tanda
vital klien
neuromuskuler jam diharapkan pola 2. Pantau adanya
R/ Mengetahui
17
ditandai dengan napas yang efektif. pucat dan adanya sianosis
pada pasien
dispnea, penggunaan sianosis
R/ Mengetahui
otot bantu napas, Kriteria hasil: 3. Pantau kecepatan,
irama,
fase ekspirasi 1. TTV klien dalam kecepatan,
kedalaman dan
memanjang dan pola rentan normal irama, upaya
pernafasan
napas yang abnormal 2. tidak tampak kedalaman dan
R/ Retraksi
(takipnea, bardipnea, adanya alat bantu upaya dada
mengindikasik
hiperventilasi) napas pernafasan
an kelainan
3. irama dan 4. Perhatikan pada paru-paru
lobus tertentu
kecepatan napas pergerakan
R/ Mengetahui
dalam batas normal dada, amati hambatan jalan
napas.
4. ekspansi paru dalam kesimetrisan,
R/ Mengetahui
batas normal penggunaan pola nafas
pasien
5. tidak ada sianosis otot-otot bantu
R/ mengetahui
6. tidak terdengar 5. Pantau adanya
kelaianan pada
suara napas tambahan pernafasan yang
suara napas
7. pasien tidak berbunyi seperti klien
R/
mengeluh sesak napas mendengkur
Meringankan
6. Pantau pola rasa nyeri yang
timbul akibat
pernafasan
sesak
7. Auskultasi suara R/Duduk tinggi
memungkinkan
nafas
ekspansi paru
8. Ajarkan klien
melakukan
teknik relaksasi
napas dalam
9. Atur posisi tidur
semi fowler

18
untuk
meningkatkan
ekspansi paru

2. Risiko Setelah dilakukan 1. Ukur TTV klien R/ Memantau


ketidakseimbangan proses tindakan setiap 4jam sekali perubahan
cairan ditandai keperawatan selama 3 2. Kaji risiko TTV karena
dengan prosedur x 24jam diharapkan ketidakseimbangan perubahan
pembedahan mayor balance cairan dalam cairan jumlah cairan
batas normal 3. Monitor intake R/ Menentukan
dan output cairan, intervensi
Kriteria Hasil: catat cairan masuk berikutnya
1. TTV dalam batas dan cairan keluar R/ Mengetahui
normal 4. Monitor turgor jumlah cairan
2. tidak ada tanda- kulit, membran yang masuk
tanda dehidrasi mukosa dan keluar,
3. turgor kulit baik 5. Timbang berat sehingga dapat
4. membran mukosa badan pasien 7 x menghitung
lembab 24jam dan catat jika jumlah
5. intake – output ditemukan berat kebutuhan
klien dalam batas badan yang cairan
normal berkurang terpenuhi
6. hematokrit dalam 6. Monitor hasil lab R/ Perubahan
rentan normal yang berkaitan jumlah cairan
dengan retensi cairan akan
mengubah
tekanan
hemodinamik
R/ Untuk

19
mengidentifika
si adanya
penysutan
berat badan
berlebihan
karena
kehilangan
cairan
R/ Agar bisa
mempersiapka
n resusitasi
sesuai dengan
hasil lab yang
abnormal

3. Gangguan mobilitas setelah dilakukan 1. Kaji tingkat R/


fisik berhubungan proses tindakan mobilitas fisik Mempengaruhi
dengan gangguan keperawatan selama ... 2. Ajarkan dan pilihan /
muskuloskeletal x... jam diharapkan berikan dorongan pengawasan
ditandai dengan klien mampu pada klien untuk keefektifan
kekuatan otot melakukan aktifitas melakukan program intervensi
menurun, rentang seperti biasa, terhindar latihan secara rutin R/ latihan
gerak (ROM) dari kecacatan 3. Ajarkan teknik secara rutin
menurun, nyeri saat Ambulasi & untuk
bergerak, gerakan kriteria hasil: perpindahan yang membiasakan
terbatas dan fisik 1. klien mampu aman kepada klien dalam
lemah melakukan aktifitas dan keluarga. melakukan
sehari-hari 4. Sediakan alat pergerakan

20
2. mampu melakukan bantu untuk klien sehingga
perpindahan seperti penyangga mencegah
tulang
1. vertebra agar atrrofi pada
tidak terjadi otot
kerusakan yang lebih R/ melakukan
parah perpindahan
5. Ajarkan pada dengan aman
klien/ keluarga untuk tanpa
memperhatikan menimbulkan
postur tubuh yang cedera yang
benar untuk berkelanjutan
menghindari R/ Penggunaan
kelelahan, keram & alat bantu yang
cedera. benar sesuai
dengan
kebutuhan
dapat
meningkatkan
aktivitas dan
mengurangi
bahaya jatuh.

21
4. nyeri kronis Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat, R/ Untuk
. berhubungan dengan proses keperawatan frekuensi, dan reaksi mengetahui
kondisi selama ... x... jam nyeri yang dialami berapa berat
mukuloskeletal diharapnya nyeri pasien. nyeri yang
kronis ditandai berkuran 2. kaji tentang dialami pasien.
dengan mengeluh sebab-sebab R/ Pemahaman
nyeri, tampat Kriteria hasil: timbulnya nyeri. pasien tentang
meringis, gelisah, 1. TTV dalam rentan 3. Ciptakan penyebab nyeri
tidak mampu normal lingkungan yang yang terjadi
menuntaskan 2. klien secara verbal nyaman dan aman akan
aktifitas mengatakan nyeri bagi klien mengurangi
berkurang 4. ajarkan klien ketegangan
3. tidak meringis, teknik relaksasi pasien dan
tidak keringat dingin napas dalam memudahkan
5. bantu atur posisi pasien untuk
klien dalam diajak
memberikan posisi bekerjasama
senyaman mungkin dalam
melakukan
tindakan.
R/ Rangsangan
yang
berlebihan dari
lingkungan
akan
memperberat
rasa nyeri
R/ teknik

22
relaksasi dapat
membantu
klien dalam
mengurangi
rasa nyeri yang
dirasakan.
R/ Posisi yang
nyaman akan
membantu
memberikan
kesempatan
pada otot untuk
relaksasi
seoptimal
mungkin.

4. Evaluasi Keperawatan
1. DX 1: Masalah Pola napas tidak efektif teratasi dengan hasil sesuai
kriteria yang diharapkan
2. DX 2: Masalah resiko ketidakseimbangan cairan dapat teratasi dengan
hasil sesuai kriteria
3. DX 3: Masalah gangguan mobilitas fisik dapat teratasi dengan hasil
sesuai kriteria
4. DX 4: Masalah nyeri kronis dapat teratasi dengan hasil sesuai kriteria

23
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Skoliosis adalah penyimpangan tulang belakang ke lateral dari garis tengah atau
terjadi lengkungan yang abnormal pada vertebra kearah lateral. Banyak
penyebab yang menyebabkan gangguan ini sangat umum ditemukan, salah
satunya adalah posisi duduk yang salah, kongenital, neuromuskuler, dan
sebagainya.

Skoliosis merupakan penyakit yang dapat terjadi hanya pada daerah tulang
spinal atau termasuk rongga tulang spinal. Lengkungan dapat berbentuk S atau
C. Derajat lengkungan penting untuk diketahui karena hal ini dapat menentukan
jumalah tulang rusuk yang mengalami pengeseran. Pada tingkat rotasi
lengkungan yang cukup besar mungkin dapat menekan dan menimbulkan
keterbatasan pada organ penting; paru-paru dan jantung. Keseimbangan
lengkungan juga penting karena ini mempengaruhi stabilitas dari tulang
belakang dan pengerakan pinggul serta dapat mempengaruhi gaya berjalan.

Penangan yang tepat dan sesuai untuk menangani skoliosis adalah pembedahan
pada tulang belakang. Pembedahan dilakukan apabila lengkungan skoliosis
telah mencapai >40%. Masalah keperawatan yang muncul karena skoliosis
praoperatif diantaranya adalah: pola napas tidak efektif, nyeri kronis, serta
gangguan mobilitas fisik, cemas, dan gangguan citra tubuh, sedangkan masalah
keperawatan yang akan muncul pasca operatif diantaranya; nyeri akut, resiko
kekurangan cairan, dan intoleransi aktifitas.

24
DAFTAR PUSTAKA

Alpers, Ann. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph Vol. 3. Jakarta: EGC.

Behrman, Kliegman & Arvin. 1996., Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15, Vol 3.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Betz C. Lynn, Sowden A. Linda. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta:
EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Doengoes, M.E. 2002. Nursing Care Planning: Guidelines for Individualizing Client
Care Across The Life Span. Philadelphia: Davis Pub.
Evelyn, C. Pearce. 2008. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT
Gramedia.
Gibson, J. 2003. Fisiologi & Anatomi Modern untuk Perawat, Edisi 2, Penerbit buku
kedokteran EGC, Jakarta.
Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Long, BC. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: yayasan IAPK Pajajaran
Bandung.
Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahanya. Jakarta :
Sagung Seto
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia;
Defenisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI

25

You might also like