You are on page 1of 3

A.

Pengertian Aksiologi

Menurut bahasa Yunani, aksiologi berasal dari kata axios artinya nilai dan logos artinya teori atau ilmu.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (1995:19) aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi
kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Dalam Encyclopedia of Philosophy(dalam
Amsal:164) dijelaskan aksiologi disamakan dengan value and valuation :

1. Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, Dalam pengertian yang lebih sempit seperti baik,
menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala
bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian.

2. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai. Ia
sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya atau nilai dia.

3. Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai atau dinilai.

Dari definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama adalah mengenai nilai.
Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan
tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada masalah etika dan
estetika.

Aksiologi ilmu terdiri dari nilai-nilai yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran
atau kenyataan sebagaimana dijumpai dalam kehidupan, yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti
kawasan sosial, kawasan simbolik atau pun fisik material (Koento, 2003: 13).

Jadi, aksiologi adalah teori tentang nilai. Berikut ini dijelaskan beberapa definisi aksiologi :

a. Menurut Suriasumantri (1990:234) aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan
dari pengetahuan yang di peroleh.

b. Menurut Wibisono (dalam Surajiyo, 2009:152) aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur
kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.

c. Scheleer dan Langeveld (Wiramihardja, 2006: 155-157) memberikan definisi tentang aksiologi
sebagai berikut. Scheleer mengontraskan aksiologi dengan praxeology, yaitu suatu teori dasar tentang
tindakan tetapi lebih sering dikontraskan dengan deontology, yaitu suatu teori mengenai tindakan baik
secara moral.

d. Langeveld memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal utama, yaitu etika dan
estetika. Etika merupakan bagian filsafat nilai dan penilaian yang membicarakan perilaku orang,
sedangkan estetika adalah bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia
dari sudut indah dan jelek.

e. Kattsoff (2004: 319) mendefinisikan aksiologi sebagai ilmu pengetahuan yang menyelediki hakekat
nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.
f. Menurut Bramel (dalam Amsal 2009: 163). Aksiologi terbagi tiga bagian :

1. Moral Conduct, yaitu tindakan moral, Bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika.

2. Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan keindahan.

3. Socio-political life, yaitu kehidupan social politik, yang akan melahirkan filsafat social politik.

B. Aksiologi: Nilai Kegunaan Ilmu

Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika dimana makna etika
memiliki dua arti yaitu merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap
perbuatan manusia dan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan perbuatan, tingkah laku, atau
yang lainnya.

Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak
tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya,
bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada
pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek
berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian. Dengan demikian
nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti
perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.

Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu dan
teknologi, sains dan teknologi dikembangkan untuk memudahkan hidup manusia agar lebih mudah dan
nyaman. Peradaban manusia berkembang sejalan dengan perkembangan sains dan teknologi karena itu
kita tidak bisa dipungkiri peradaban manusia berhutang budi pada sains dan teknologi. Berkat sain dan
teknologi pemenuhan kebutuhan manusia bisa dilakukan dengan lebih cepat dan mudah.
Perkembangan ini baik dibidang kesehatan, pengangkutan, pemukiman, pendidikan dan komunikasi
telah mempermudah kehidupan manusia.

Sejak dalam tahap- tahap pertama ilmu sudah dikaitkan dengan tujuan perang, disamping lain ilmu
sering dikaitkan dengan faktor kemanusiaan, dimana bukan lagi teknologi yang berkembang seiring
dengan perkembangan dan kebutuhan manusia, namun sebaliknya manusialah yang akhirnya yang
harus menyesuaikan diri dengan teknologi. Menghadapi kenyataan ini ilmu yang pada hakikatnya
mempelajari alam sebagai mana adanya mulai mempertanyakan hal yang bersifat seharusnya, untuk
apa sebenarnya ilmu itu harus digunakan? Dimana batasnya? Kearah mana ilmu akan berkembang?

Kemudian bagaimana dengan nilai dalam ilmu pengetahuan. Perkembangan dan kemajuan ilmu
pengetahuan telah menciptakan berbagai bentuk kemudahan bagi manusia. Namun apakah hal itu
selalu demikian? Bahwa ilmu pengetahuan dan teknologinya merupakan berkah dan penyelamat baagi
manusia, terbebas dari kutuk yang membawa malapetaka dan kesengsaraan? Memang mempelajari
teknologi seperti bom atom, manusia bisa memanfaatkan wujudnya sebagai sumber energi bagi
keselamatan umat manusia, tetapi dipihak lain hal ini bisa juga berakibat sebaliknya, yakni membawa
mausia pada penciptaan bom atom yang menimbulkan malapetaka. Menghadapi hal yang demikian,
ilmu pengetahuan yang pada esensinya mempelajari alam sebagaimana adanya, mulai dipertanyakan
untuk apa sebenarnya ilmu itu harus dipergunakan?

Dihadapkan dengan masalah moral dalam menghadapi ekses ilmu dan teknologi yang bersifat merusak
ini para ilmuan terbagi kedalam golongan pendapat yaitu golongan pertama yang menginginkan bahwa
ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik itu secara ontologis maupun aksiologi. Sebaliknya
golongan kedua bahwa netralisasi terhadap nilai- nilai hanyalah terbatas pada metavisis keilmuan
sedangkan dalam penggunaanya ilmu berlandaskan pada moral.golongan kedua mendasarkan
pendapatnya pada beberapa hal yakni:

· Ilmu secara factual telah dipergunakan secara destruktif oleh manusia yang telah dibuktikan
dengan adanya dua perang dunia yang mempergunakan teknologi- teknologi keilmuan.

· Ilmu telah berkembang pesat dan makin eksetoris sehingga ilmuan telah mengetahui apa yang
mungkin terjadi apabila adanya penyalahgunaan.

· Ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada kasus revolusi
genetika dan tehnik perubahan sosial.

Berkenaan dengan nilai guna ilmu, tak dapat dibantah lagi bahwa ilmu itu sangat bermanfaat bagi
seluruh umat manusia, dengan ilmu sesorang dapat mengubah wajah dunia. Berkaitan dengan hal ini,
menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh Jujun S. Suriasumatri yaitu bahwa “pengetahuan adalah
kekuasaan” apakah kekuasaan itu merupakan berkat atau justru malapetaka bagi umat manusia.
Memang kalaupun terjadi malapetaka yang disebabkan oleh ilmu, bahwa kita tidak bisa mengatakan
bahwa itu merupakan kesalahan ilmu, karena ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk
mencapai kebahagiaan hidupnya, lagi pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal baik ataupun
buruk melainkan tergantung pada pemilik dalam menggunakannya.

http://windyntumuwe.blogspot.co.id/2011/10/makalah-aksiologi-filsafat-ilmu.html?m=1

You might also like