You are on page 1of 15

Kepemimpinan Yang Melayani (Servant Leadership)

suatu refleksi dalam pelaksanaan tugas

Pemimpin dengan kepemimpinannya memegang peran yang strategis dan


menentukan dalam menjalankan roda organisasi, menentukan kinerja suatu lembaga
dan bahkan menentukan mati hidup atau pasang surutnya kehidupan suatu bangsa
dan negara. Ia merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat dibuang atau
diabaikan (sine qua non) dalam kehidupan suatu organisasi atau suatu bangsa dalam
mencapai tujuan yang telah ditentukan. Baik atau buruknya kondisi suatu organisasi,
bangsa dan negara, banyak ditentukan oleh kualitas pemimpinnya dan
kepemimpinan yang dijalankannya.

Para pemimpin di daerah diberi wewenang untuk mengelola sumber daya lokal yang
dimiliki untuk membuat masyarakatnya menjadi lebih sejahtera. Mereka dipilih dan
diberi kepercayaan untuk memimpin rakyat agar lebih sejahtera dan membangun
daerah menjadi lebih maju. Di tangan para pemimpin itulah ditentukan bagaimana
masa depan rakyat, dan di pundak para pemimpin itu digantungkan harapan-
harapan rakyat yang dipimpin.

Namun, akhir-akhir ini ada kecenderungan menurunnya kepercayaan masyarakat


kepada para pemimpin. Menurunnya kepercayaan ini dapat menjurus pada krisis
kepercayaan kepada para pemimpin dan mempengaruhi gerak pembangunan.
Beberapa indikator menurunnya kepercayaan masyarakat kepada pemimpin antara
lain berupa kondisi kesejahteraan masyarakat yang masih memprihatinkan, pelayanan
publik yang belum memenuhi harapan, kasus-kasus penyalahgunaan kekuasaan oleh
sebagian pemimpin sampai tindak pidana korupsi, kasus-kasus pelanggaran “tiga ta”
(skandal harta, tahta dan wanita) yang melibatkan sebagian pemimpin, serta
kemampuan sebagian pemimpin yang kurang memadai dihadapkan pada situsasi
krisis multidimensi yang melanda masyarakat bangsa dewasa ini. Padahal, proses
demokratisasi di Era Reformasi telah berkembang lebih maju dibandingkan dengan
era-era sebelumnya. Pemilihan umum telah dilakukan secara langsung, baik pemilihan
calon legislatif (caleg), pemilihan presiden (pilpres) maupun pemilihan kepala daerah
(pilkada).

Untuk itu perlu dicari suatu solusi bagaimana mengatasi krisis kepemimpinan dan suatu
tipe kepemimpinan yang cocok untuk diterapkan sesuai situasi dan kondisi setempat.
Tidak dapat disangkal bahwa peran pemimpin dan kepemimpinannya mampu
memberi pengaruh (positif atau negatif) pada kondisi gatra-gatra ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan (Ipoleksosbudhankam) yang
pada akhirnya berpengaruh pada kondisi ketahanan nasional dan ketahanan daerah.

Hakikat Kepemimpinan dan Tipe Kepemimpinan

Kepemimpinan pada hakikatnya adalah suatu seni (art) dan ilmu (science)untuk
mempengaruhi orang lain, atau orang-orang yang dipimpin sehingga dari orang-
orang yang dipimpinnya timbul suatu kemauan, respek,
kepatuhan dan kepercayaan terhadap pemimpin untuk melaksanakan apa yang
dikehendaki oleh pemimpin, atau tugas-tugas dan tujuan organisasi,
secara efektif dan efisien. Seni kepemimpinan mengandung arti suatu kecakapan,
kemahiran dan keterampilan tertentu untuk mempengaruhi orang-orang yang
dipimpin. Sedangkan ilmu kepemimpinan mengandung sejumlah ajaran atau teori
kepemimpinan yang telah dibuktikan dengan pengalaman, yang dapat dipelajari
atau diajarkan.

Fungsi pemimpin adalah untuk menggerakkan para pengikut agar mereka mau
mengikuti atau menjalankan apa yang diperintahkan atau dikehendaki pemimpin.
Hubungan antara pemimpin dengan orang-orang yang dipimpinnya bersifat
pembimbingan, pemberian arah, pemberian perintah / instruksi, pemberian motivasi
(dorongan) dan pemberian teladan untuk mempengaruhi orang-orang yang
dipimpinnya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa : pemimpin adalah pengaruh.
Ada orang-orang tertentu yang dilahirkan dengan bakat sebagai pemimpin (leaders
are born), namun sebagian besar pemimpin diciptakan (leaders are made) melalui
suatu proses, tumbuh dan berkembang dari bawah, ditempa oleh berbagai
pengalaman, ketekunan dan kerja keras serta tidak berhenti belajar sepanjang
hidupnya. Kualitas pemimpin pada umumnya dibentuk melalui suatu proses yang
memerlukan waktu dan upaya, bukan didapat secara instan dalam waktu singkat.

Untuk memimpin atau mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya, seorang


pemimpin dapat menggunakan tipe dan gaya kepemimpinan
yangdemokratis (mengutamakan partisipasi dari yang
dipimpin), paternalistik(kebapak-bapakan), birokratis (berdasarkan
aturan), bebas (laissez-faire),autokratis / otoriter (menggunakan kekuasaan mutlak),
atau gabungan dari beberapa tipe kepemimpinan tersebut. Kadang-kadang tipe
kepemimpinan tersebut digunakan secara situasional untuk mencapai suatu tujuan
dalam jangka waktu tertentu. Seorang komandan pasukan militer menggunakan
kepemimpinan otoriter terhadap prajuritnya untuk memenangkan suatu pertempuran
atau menghadapi ancaman musuh. Kepemimpinan otoriter efektif digunakan untuk
mengatasi situasi darurat yang memerlukan penanganan segera. Seorang kepala
desa cenderung memakai kepemimpinan demokratis dengan cara
musyawarah (rembug desa)terhadap rakyatnya untuk membangun desa secara
gotong royong. Seorang pemimpin agama menggunakan kepemimpinan paternalistik
dalam membimbing umatnya. Seorang kepala kantor menggunakan kepemimpinan
birokratis terhadap pada karyawannya. Apa pun tipe dan gaya kepemimpinan yang
digunakan, semuanya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditentukan secara
efektif dan efisien.

Kepemimpinan yang melayani (Servant Leadership) merupakan suatu tipe atau model
kepemimpinan yang dikembangkan untuk mengatasi krisis kepemimpinan yang
dialami oleh suatu masyarakat atau bangsa. Parapemimpin-pelayan (Servant
Leader) mempunyai kecenderungan lebih mengutamakan kebutuhan, kepentingan
dan aspirasi orang-orang yang dipimpinnya di atas dirinya. Orientasinya adalah untuk
melayani, cara pandangnya holistik dan beroperasi dengan standar moral spiritual.

Keutamaan Kepemimpinan yang Melayani


Kepemimpinan yang melayani memiliki kelebihan karena hubungan antara
pemimpin (leader) dengan pengikut (followers) berorientasi pada sifat melayani
dengan standar moral spiritual. Pemimpin-pelayan mempunyai tanggung jawab untuk
melayani kepentingan pengikut agar mereka menjadi lebih sejahtera, sebaliknya para
pengikut memiliki komitmen penuh dalam bekerja untuk mencapai tujuan organisasi
dan keberhasilan pemimpin.Kepemimpinan yang melayani dapat diterapkan pada
semua bidang profesi, organisasi, lembaga, perusahaan (bisnis) dan pemerintahan
karena kepelayanan bersifat universal.

Beberapa ciri dan keutamaan kepemimpinan yang melayani yang harus melekat
pada diri seorang pemimpin-pelayan adalah sebagai berikut :

1. Memiliki Visi Pemimpin. Visi adalah arah ke mana organisasi dan orang-orang
yang dipimpin akan dibawa oleh seorang pemimpin. Pemimpin ibarat seorang
nakhoda yang harus menentukan ke arah mana kapal dengan penumpangnya akan
diarahkan. Visi sama pentingnya dengan navigasi dalam pelayaran. Semua awak
kapal menjalankan tugasnya masing-masing, tetapi hanya nakhoda yang
menentukan arah kapal untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Visi pemimpin akan
menginspirasi tindakan dan membantu membentuk masa depan, pengaruhnya lebih
kuat terhadap orang-orang yang bekerja untuk kepentingan organisasi. Visi adalah
masa depan yang realistis, dapat dipercaya dan menjembatani masa kini dengan
masa depan yang lebih baik sesuai kondisi (sosial politik, ekonomi dan budaya) yang
diharapkan. Visi juga mengandung harapan-harapan (atau bahkan mimpi) yang
memberi semangat bagi orang-orang yang dipimpin. Ada ungkapan bahwa
pemimpin adalah “pemimpi” (tanpa n) yang sanggup mewujudkan mimpinya menjadi
kenyataan. Visi pemimpin-pelayan adalah memberi arah ke mana orang-orang yang
dipimpin dan dilayani akan dibawa menuju keadaan yang lebih baik misalnya
menyangkut : penanggulangan kemiskinan, pengangguran, perbaikan pendidikan
dan rasa keadilan masyarakat. Burt Nanus dalam bukunya Kepemimpinan
Visioner mengatakan : Tak ada mesin penggerak organisasi yang lebih bertenaga
dalam meraih keunggulan dan keberhasilan masa depan, kecuali visi yang menarik,
berpengaruh, dan dapat diwujudkan, serta mendapat dukungan luas.

2. Orientasi pada Pelayanan. Pemimpin-pelayan berorientasi pada pelayanan,


bukan untuk mencari pujian atau penghormatan diri. Sikap melayani terutama
ditujukan untuk mereka yang paling membutuhkan pelayanan. Ia harus berpihak
kepada mereka yang secara sosial ekonomi, pendidikan dan sosial budaya
membutuhkan pelayanan lebih besar. Pelayanan sejati didorong oleh rasa cinta kasih,
bukan untuk mencari popularitas atau mendapatkan pamrih tertentu. Pelayanan
sejati adalah buah dari cinta kasih. Pada era otonomi daerah, setiap daerah
berusaha memperjuangkan kenaikan anggaran belanja daerahnya. Namun sering
timbul pertanyaan di kalangan masyarakat : Apakah dengan kenaikan anggaran
belanja negara/ daerah terjadi juga perbaikan pada pelayanan masyarakat ?
Pemimpin-pelayan berorientasi pada pelayanan masyarakat yang paling bawah
karena ia memegang mandat mayoritas rakyat yang memerlukan pelayanan.
Peningkatan pada anggaran belanja harus disertai dengan perbaikan pada
pelayanan masyarakat, bukan sebaliknya memberi peluang pada penyalahgunaan
keuangan negara/Daerah.

3. Membangun Kepengikutan (Followership). Pemimpin-pelayan mengutamakan


terciptanya kepengikutan (followership) karena dalam kenyataannya keberhasilan
organisasi lebih banyak ditentukan oleh para pengikut atau para pemimpin di
bawahnya. Penelitian yang dilakukanProfesor Robert E. Kelley, pelopor
pengajaran Followership and Leadership dari Carnegie-Mellon Unversity, menunjukkan
bahwa keberhasilan organisasi 80 persen ditentukan oleh para pengikut(followers) dan
20 persen merupakan kontrubusi pemimpin (leader).Pengikut yang bekerja dengan
semangat dan memiliki komitmen penuh akan menentukan keberhasilan pemimpin.
Pemimpin yang bekerja sendiri (single player/ single fighter) dan tidak menciptakan
pengikut tidak akan mencapai hasil yang diharapkan. Pengalaman menunjukkan ada
pemimpin yang secara pribadi memiliki kemampuan dan pandai, tetapi kurang
berhasil dalam memimpin karena tidak menciptakan pengikut yang solid. Pemimpin-
pelayan mengatakan setiap keberhasilan sebagai keberhasilan “kita” dari pada
keberhasilan “saya” atau “kami”.Sebaliknya apabila terjadi kegagalan, merupakan
kegagalan “saya” dan pemimpin bersedia memikul tanggungjawab.

4. Membentuk Tim dan Bekerja dengan Tim. Pemimpin-pelayan harus membentuk


tim (team work) dan bekerja dengan tim tersebut. Ia meminta tim untuk mengikutinya,
menjelaskan visi dan misi, serta mempercayakan timnya untuk bekerja. Pemilihan
anggota tim atau staf/pembantu sangat penting agar ia dapat berhasil mencapai
tujuan dengan efektif dan efisien. Ia harus pandai-pandai memilih orang-orang kaya
arti yang mau bekerja keras untuk organisasi, bukan orang yangmiskin arti yang tidak
berbuat apa-apa, atau orang berlawanan arti yang cenderung menimbulkan
masalah bagi organisasi. Diilustrasikan seperti sekelompok orang yang memikul beban
(beban tugas organisasi), ada yang benar-benar memikul beban, ada yang pura-pura
memikul dan ada yang bergelantungan pada beban yang dipikul. Pemimpin harus
memiliki kejelian memilih anggota tim, antara lain melalui rekam jejak (track
record), bakat (talenta), pekerja keras, kapabiltas, mentalitas dan moralitas anggota
tim.

5. Setia pada Misi. Kalau visi adalah arah ke depan ke mana bahtera organisasi
akan dibawa, maka misi adalah bagaimana menjalankan tugas-tugas untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pemimpin membuat rencana-rencana yang
dikaitkan dengan jangka waktu tertentu, program-program kerja serta perangkat lain
yang membantunya dalam menjalankan misi. Misi pemimpin-pelayan adalah
melayani mereka yang membutuhkan. Ia harus selalu setia pada misi pelayanan
dalam kondisi apa pun, kondisi baik atau buruk, karena dengan demikian tujuan
organisasi dapat dicapai. Kesetiaan pada misi, juga diterapkan secara konsisten dan
konsekuen pada penggunaan anggaran negara/Daerah untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat, karena dana/anggaran itu berasal dari rakyat. Rambu-rambu
peringatan untuk tetap setia pada misi sebenarnya telah diucapkan seorang
pemimpin pada waktu melafalkan Sumpah Jabatan. Namun, dalam kenyataannya
sumpah jabatan yang diucapkan “demi Allah” seringkali dilanggar karena kelemahan
sang pemimpin. Materialisme, hedonisme dan konsumerisme sedang mengepung
kehidupan umat manusia, termasuk para pemimpin. Orang cenderung tergoda ingin
memiliki materi lebih (having) ketimbang menjadi manusia yang lebih
bermartabat (being).

6. Menjaga Kepercayaan. Menjadi pemimpin adalah menerima kepercayaan dari


Tuhan Yang Maha Kuasa melalui organisasi atau pemerintah untuk memimpin rakyat.
Pemimpin adalah orang-orang pilihan di antara sejumlah orang-orang lain dan pilihan
itu didasarkan pada beberapa kelebihan tertentu yang menyebabkan ia dipercaya
untuk menjadi pemimpin. Maka kepercayaan yang diterimanya harus dijaga dan
dipelihara dengan membuktikan melalui tindakan-tindakan nyata melayani rakyat dan
menghindari hal-hal yang membuat orang kehilangan kepercayaan kepadanya. Bila
seorang pemimpin mengkhianati dan kehilangan kepercayaan dari organisasi dan
rakyat yang dipimpinnya maka sebenarnya ia sudah kehilangan roh
kepemimpinannya, walaupun jabatan formal sebagai pemimpin masih melekat
padanya.

7. Mengambil Keputusan. Keputusan pemimpin adalah kekuatan dalam memimpin


dan mengelola organisasi. The power to manage is the power to make
decision. Seorang pemimpin-pelayan harus berani mengambil keputusan yang
membuktikan keberpihakannya pada rakyat kecil. Salah satu contoh : rakyat di desa
memiliki keterampilan untuk membuat aneka kerajinan tangan yang khas tetapi tidak
memiliki akses ke pasar. Mereka memiliki keterampilan memproduksi aneka kerajinan
tangan tetapi mengalami keterbatasan modal kerja dan pemasaran produk-produk
lokal yang dihasilkan. Pemimpin-pelayan dapat mengambil keputusan untuk
mewajibkan masyarakat menggunakan produk lokal untuk membantu industri kecil /
industri rumah tangga di desa-desa. Keputusan yang berpihak pada rakyat kecil akan
didukung oleh masyarakat luas, apalagi bila dipelopori oleh para pemimpin / pejabat
dengan menggunakan produk lokal.

8. Melatih dan Mendidik Pengganti. Melatih dan mendidik pengganti (membentuk


kader ) merupakan kewajiban seorang pemimpin. Seharusnya ada beberapa lapisan
kader pengganti apabila pemimpin berhalangan atau memasuki masa purnatugas.
Bertambahnya usia seorang pemimpin mengakibatkan kemampuan fisik dan daya
pikirnya berkurang dan proses regenerasi tidak dapat dihindari. Namun dalam
kenyataannya, sifat legawa makin sulit ditemukan pada diri para pemimpin. Pemimpin
cenderung berkeinginan selama mungkin berkuasa, sementara kader-kader potensial
tersingkir karena faktor usia atau faktor-faktor lain (politik, ekonomi, egosime kelompok
dll). Pemimpin-pelayan mendidik dan melatih pengganti karena ia tidak berorientasi
pada kekuasaan tetapi pada pelayanan. Baginya purnatugas identik dengan alih
tugas karena masih banyak tugas-tugas pelayanan lain yang bisa dilakukannya di
tengah masyarakat.

9. Memberdayakan kaum Perempuan. Pemimpin-pelayan


menggunakanmanajemen “Omega” yaitu gaya kepemimpinan Alpha yang maskulin
dan Beta yang feminin, sebab dengan mengendalikan energi spiritual, baik laki-laki
maupun perempuan bisa diberdayakan menjadi pemimpin-pemimpin yang
dibutuhkan pada masa mendatang. SDM kaum perempuan memiliki kemampuan-
kemampuan tertentu yang tidak dimiliki kaum laki-laki. Pemimpin harus pandai-pandai
menggunakan kemampuan kaum perempuan untuk keberhasilan tugas organisasinya.

10. Memberi Tanggung Jawab. Memberi tanggungjawab kepada bawahan adalah


memberi kesempatan kepadanya untuk berkembang dan tentu saja mengawasi serta
kemudian meminta pertanggungjawaban. Membuat orang bertanggungjawab
adalah memberi mereka kesempatan menggapai keberhasilan, dan hal itu dimulai
dari hal-hal yang kecil.
11. Memberi Teladan. Ada pendapat bahwa anak-anak lebih banyak belajar dari apa
yang mereka lihat, ketimbang apa yang mereka dengar. Buku-buku panduan dan
buku instruksi tidak dapat secara langsung membangun kultur organisasi pada
anggota. Pemimpin memberi teladan dengan apa yang mereka lakukan. Sesudah itu
ia menganjurkan pengikutnya untuk melakukan apa yang diteladaninya, dan
kemudian mengharuskan mereka mengikuti teladan itu. Salah satu contoh sederhana
adalah soal menepati waktu untuk mengikuti suatu acara atau undangan. Kebiasaan
menggunakan “jam karet” dapat diatasi apabila pemimpin datang tepat waktu dan
acara segera dimulai, walaupun belum semua undangan hadir. Sebaliknya bila semua
orang berpikir belum banyak orang datang pada waktu yang ditentukan maka
kebiasaan “jam karet” akan terus berlanjut seperti lingkaran setan yang tidak berujung.

12. Menyadari Pentingnya Hubungan / Komunikasi. Begitu pentingnya komunikasi


antara pemimpin dan yang dipimpin sehingga dapat dikatakan bahwa komunikasi
adalah urat nadinya kepemimpinan. Komunikasi sangat menentukan tingkat
keefektifan kepemimpinan seorang pemimpin. Kegagalan dalam berkomunikasi atau
miskomunikasi dalam kepemimpinan ibarat urat nadi darah yang tersumbat sehingga
orang menjadi sakit. Lembaga atau organisasi bisa mengalami stagnasi bila kontak
atau komunikasi pemimpin dan bawahan macet. Pemimpin menginginkan A tetapi
pengikut mengerjakan B, pengikut tidak pernah melaporkan pelaksanaan tugasnya
dan pemimpin tidak tahu apa yang dikerjakan pengikutnya. Miskomunikasi bisa
membuat misi organisasi gagal. Hubungan antara pemimpin dan pengikut dapat
dilakukan melalui berbagai cara, misalnya melalui apel bekerja, briefing, rapat kerja,
jam pimpinan, kontak pribadi melalui alat komunikasi (tilpon, SMS) dan sebagainya.
Pemimpin bisa memberi arahan, mendengarkan laporan, mengevaluasi tugas,
sebaliknya bawahan bisa menanyakan hal-hal yang belum jelas, meminta arahan dan
memperbaiki hal-hal yang dianggap salah. Para pemimpin-pelayan harus menyadari
pentingnya komunikasi secara vertikal dengan atasan dan Tuhan, ke bawah dengan
tim dan para pengikut, serta secara horisontal dengan sesama mitra kerjanya, tokoh
masyarakat dan agama. Yang lebih penting, pemimpin-pelayan bisa menciptakan
komunikasi dengan orang-orang yang dipimpinnya sehingga dapat menyerap aspirasi
rakyat untuk bahan penentu kebijaksanaannya. Dalam arti yang lebih luas, hubungan
pemimpin dan yang dipimpin tidak sekedar sebagai atasan dan bawahan, tetapi ia
juga dapat berperan sebagai seorang bapak (mengayomi), teman (menjadi mitra
kerja), guru (teladan, tempat bertanya) dan pembina (memperbaiki yang salah).
Servant Leadership – Memimpin dengan Hati untuk Melayani

April 17, 2010 by Dudi Arisandi

A leader is best when people barely know he exists, not so good when people obey
and acclaim him, worse when they despise him. But of a good leader who talks little
when his work is done, his aim fulfilled, they will say: We did it ourselves – Lao-Tzu

Model kepemimpinan yang bersifat otokratis dan hierarkis yang sangat tradisional
sudah mulai ditinggalkan. Model-model baru kepemimpinan bermunculan. Model
kepemimpinan yang yang berusaha secara simultan meningkatkan pertumbuhan
pekerja dan memperbaiki mutu serta kepedulian banyak lembaga melalui perpaduan
kerjasama tim dan masyarakat, keterlibatan individu-individu dalam pembuatan
keputusan serta perilaku etis dan kepedulian. Kepemimpinan yang menempatkan
pelayanan sebagai hal yang utama. Cara pendekatan kepada kepemimpinan dan
pelayanan yang baru timbul ini disebut kepemimpinan pelayan (Servant leadership).

Kata pemimpin dan pelayan biasanya sering dipandang sebagai sesuatu yang
berlawanan. Akan tetapi jika sesuatu yang berlawanan disatukan dengan cara kreatif
dan bermakna, maka timbullah satu paradoks. Dalam hal ini kata pelayan dan
pemimpin disatukan untuk menciptakan gagasan paradoksal kepemimpinan pelayan.
Kepemimpinan pelayan berusaha meningkatkan kompetensi anggotanya dengan
sepenuh hati dan penuh perhatian.

Istilah kepemimpinan pelayan muncul berdasarkan suatu buku yang ditulis oleh Robert
K. Greenleaf (1904-1990) pada tahun 1970 dengan bukunya yang berjudul The Servant
as Leader . Greenleaf adalah Vice President American Telephone and Telegraph
Company (AT&T) . Tujuan utama penelitian dan pengamatan Greenleaf akan
kepemimpinan pelayan adalah untuk mebangun suatu kondisi masyarakat yang lebih
baik dan lebih peduli. Greenleaf berpandangan bahwa yang dilakukan pertama kali
oleh seorang pemimpin besar adalah melayani orang lain. Kepemimpinan yang sejati
timbul dari mereka yang motivasi utamanya adalah keinginan menolong orang lain.

Apakah Kepemimpinan Pelayan Itu ?

Dari semua hasil karyanya, Greenleaf membicarakan keperluan akan jenis baru model
kepemimpinan, suatu model kepemimpinan yang menempatkan pelayanan kepada
orang lain, termasuk karyawan, pelanggan dan masyarakat sebagai prioritas nomor
satu. Kepemimpinan pelayan menekankan makin meningkatnya pelayanan kepada
orang lain, sebuah cara pendekatan holistik kepada pekerjaan, rasa kemasyarakatan
dan kekuasaan pembuatan keputusan yang dibagi bersama.

Greenleaf menyatakan bahwa pemimpin pelayan adalah orang yang mula-mula


menjadi pelayan. Dalam buku The Servant as Leader dia menulis : “ Ini dimulai dengan
perasaan alami bahwa orang ingin melayani, melayani lebih dulu. Kemudian pilihan
sadar membawa orang untuk berkeinginan memimpin. Perbedaan ini
memanifestasikan diri dalam kepedulian yang dimiliki oleh pelayan yang
menempatkan kebutuhan prioritas tertinggi orang lain adalah dilayani. Orang ini jauh
berbeda dengan orang yang menjadi pemimpin lebih dulu, mungkin karena keperluan
untuk membantu dorongan kekukasaan yang tidak biasa atau untuk memperoleh hak
milik duniawi. Pemimpin dulu dan pelayan dulu adalah tipe yang berbeda.
Perbedaannya dilukiskan dalam kepedulian yang diambil oleh pelayan lebih dulu
untuk memastikan bahwa kebutuhan prioritas tertinggi orang lain adalah dilayani. Ujian
yang terbaik dan sulit untuk melaksanakannya adalah apakah mereka yang dilayani
tumbuh sebagai pribadi , atau apakah mereka ketika dilayani menjadi lebih sehat
(lebih baik), lebih bijaksana, lebih bebas, lebih mandiri, dan lebih memungkinkan diri
mereka menjadi pelayan ? Dan apakah pengaruhnya terhadap tanggung jawab
dalam lingkungan social; akankah menguntungkan atau merugikan ?

Sementara Max Depree, dalam bukunya The Art of Leadership mengatakan bahwa
kepemimpinan pelayan adalah “Respek terhadap orang lain. Hal ini diawali dengan
mengerti bahwa setiap manusia memiliki kemampuan yang berbeda. Perbedaan ini
menuntut kita untuk dapat menumbuhkan rasa saling percaya.Perbedaan telah
menuntut kita untuk lebih mengetahui kekuatan orang lain. Setiap orang dating
dengan bakat yang kuhusus, tetapi bukan bakat yang sama.”. Hidup bukan sekedar
mencapai tujuan. Sebagai individu dan bagian suatu kelompok kita membutuhkan
pencapaian potensi maksimal yang dimiliki. Seni dari kepemimpinan bersandar pada
kemampuan memfasilitasi, memberi kesempatan dan memaksimalkan setiap bakat
yang berbeda dari setiap individu. Kepemimpinan menuntut kedewasaan yang khusus.
Kedewasaan tersebut diekspresikan dengan menghargai diri sendiri, perasaan memiliki,
perasaan yang penuh pengharapan, perasaan tanggung jawab, persamaan
tanggung jawab dan perasaan yang meyakini bahwa pada dasarnya manusia itu
sama.

Kepemimpinan pelayan memandang masalah apa saja di dunia debagai masalah di


sini, di dalam diri sendiri, bukan di luar sana. Dan kalau kita ingin mengobati satu cacat,
bagi pelayan proses perubahan dimulai di sini, dalam diri pelayan, bukan di luar
sana. Pada intinya kepemimpinan pelayan adalah pendekatan jangka panjang
yang memberikan perubahan kepada kehidupan dan kerja, pada pokoknya suatu
cara memiliki keberadaan yang mempunyai peluang untuk menciptakan perubahan
positif di seluruh kehidupan masyarakat.

Banyak sekali individu dan perusahaan-perusahaan besar dunia telah menjadikan


kepemimpinan pelayan sebagai falsafah hidupnya. Banyak tokoh dunia yang
menerapkan kepemimpinan pelayan ini, dan mereka dianggap menjadi pemimpin
yang besar contohnya Nabi Muhammad, Yesus, Kong Hu Cu, Gandhi, Abraham
Lincoln, Ki Hajar Dewantoro dan masih banyak pemimpin besar lainnya. Para penulis,
pemikir dan pemimpin yang terkemuka pun memberikan respon yang positif bagi
kemunculan kepemimpinan pelayan. Max DePree dalam bukunya Leadership is An
Art dan Leadership Jazz mengatakan “Fungsi kepemimpinan pelayan perlu dirasakan,
dipahami, diyakini dan dipraktekkan”. Dan Peter Senge, pengarang buku The Fifth
Discipline, mengatakan ide Greenleaf tentang kepemimpinan pelayan adalah suatu
pernyataan yang unik dan berguna tentang kepemimpinan yang pernah dia
temukan.

Tentunya yang paling segar dalam ingatan kita adalah bagaimana preside RI yang
Ke-4 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menyatakan bahwa semua unsur
pemerintahan di bawah pimpinannya harus menjadi tulang punggung pelayanan
kepada masyarakat. Seorang Gus Dur menyadari bahwa pada saat ini Bangsa
Indonesia telah kehilangan perekat sosial, isu sentral masyarakat Indonesia saat ini
adalah membangun kembali kepercayaan, kepercayaan kepada pimpinan, kepada
perusahaan, kepada sekolah, kepada para ulama, kepada pemerintah serta saling
percaya antara satu dengan yang lainnya. Saat ini ketiadaan rasa saling percaya
telah menumbuhkan kebencian dan kemarahan pada sebagian besar masyarakat
Indonesia. Kita telah menjadi saling merasa takut antara satu dengan yang lainnya.

Gus Dur telah mengingatkan bahwa yang memegang kekuasaan tertinggi adalah
rakyat oleh karena itu rakyatlah yang harus dilayani. Gus Dur seolah-olah menekankan
bahwa kalau kita ingin membangun masyarakat yang lebih baik, masyarakat yang
lebih adil dan lebih penuh kasih sayang, masyarakat yang penuh kreatifitas, maka cara
yang paling terbuka adalah meningkatkan kemampuan untuk melayani maupun unjuk
kerja sebagai pelayan.

Pemimpin yang paling besar mula-mula dipandang sebagai pelayan, karena memang
itulah yang ada jauh di dalam dirinya. Kepemimpinan adalah sesuatu yang diberikan
kepada seseorang, yang sesuai dengan sifatnya adalah seorang pelayan sejati.
Kepemimpinan adalah sesuatu yang diberikan atau diambil, yang bisa dirampas.

Dalam persfektif Jawa kepemimpinan pelayan telah dikenal sejak dulu. Konsep
kepemimpinan ini telah lama dikenal dalam tradisi luhur masyarakat kita, seperti yang
tertuang dalam kumpulan seloka “Astra Brata” yang berisikan ajaran-ajaran
bagaimana seharusnya menjadi pemimpin yang baik. Prinsip-prinsip kepemimpinan
juga tercermin dalam semboyan ing ngarso song tulodo (memberi teladan dari
depan), ing madyo mangun karso (membangun semangat bila berada di tengah)
dan tut wuri handayani (memberi dorongan bila berada di belakang).

Konsep kepemimpinan pelayanan yang menonjolkan pelayanan ke pada orang lain,


termasuk pada bawahan akan semakin menumbuhkan keterikatan yang kuat antara
pimpinan dan bawahan. Tanggung jawab ke bawah (downward accountability) akan
menjadikan kepemimpinan itu berakar dan diterima dengan tulus oleh bawahan.
Dalam persfektif Jawa pun dikenal istilah sifat temungkul(tanggung jawab ke bawah)
yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin

Jadi jelaslah bahwa kepemimpinan bukanlah suatu popularitas, bukan kekuasaan,


bukan keahlian melakukan pertunjukkan, dan bukan kebijaksanaan dalam
perencanaan jangka panjang. Dalam bentuk yang paling sederhana kepemimpinan
adalah menyelesaikan sesuatu bersama orang lain dan membantu orang lain dalam
mencapai suatu tujuan bersama.

Sepuluh Ciri Khas Kepemimpinan Pelayan

Dari beberapa tulisan Greenleaf, Spears (1996) menyimpulkan bahwa sedikitnya


terdapat sepuluh cirri khas kepemimpinan pelayan yang paling dominan, yaitu :

Mendengarkan (Listening receptively to what others have to say). Secara tradisional,


pemimpin dihargai karena keahlian komunikasi dan kemampuan mereka dalam
pembuatan keputusan. Pemimpin pelayan harus memperkuat keahlian yang penting
ini dengan menunjukkan komitmen yang mendalam dalam mendengarkan secara
intensif ide-ide atau kata-kata orang lain. Pemimpin pelayan berusaha mengenali dan
memahami dengan jelas kehendak kelompok. Mereka berusaha mendengarkan
secara tanggap apa yang dikatakan (dan tidak dikatakan). Mendengarkan dan
memahami apa yang dikomunikasikan oleh tubuh, jiwa dan pikiran.

Menerima orang lain dan Empati (Acceptance of others and having empathy for
them). Pemimpin pelayan berusaha keras memahami dan memberikan empati
kepada orang lain. Orang perlu diterima dan diakui sebagai suatu individu yang
istimewa dan unik. Setiap individu tidak ingin kehadirannya dalam suatu
organisasi/perusahaan ditolak oleh orang lain yang berada di sekitar dirinya. Pemimpin
pelayan yang paling sukses adalah mereka yang mampu menjadi seorang pendengar
yang penuh dengan empati.

Kemampuan meramalkan (foresight and intuition). Kemampuan untuk


memperhitungkan kondisi yang sudah terjadi atau meramalkan kemungkinan hasil
suatu situasi sulit didefinisikan, tetapi mudah dikenali. Orang mengetahui kalau
melihatnya. Kemampuan meramalkan adalah cirri khas yang memungkinkan
pemimpin pelayan bisa memahami pelajaran dari masa lalu, realita masa sekarang
dan kemungkinan konsekuensi sebuah keputusan untuk masa depan. Hal ini
menanamkan inti permasalahan sampai jauh ke dalam pikiran intuitif. Jadi
kemampuan meramalkan adalah salah satu cirri khas pemimpin pelayan yang dibawa
sejak lahir. Semua ciri khas lainnya bisa dikembangkan secara sadar.

Kesadaran (Awareness and perception). Kesadaran akan diri sendiri dan keberadaan
orang lain dapat turut memperkuat pemimpin pelayan. Kesadaran juga membantu
dalam memahami persoalan yang melibatkan etika dan nilai-nilai. Hal ini
memungkinkan orang dapat memandang sebagian besar situasi dari posisi yang lebih
terintegrasi.

Membangun kekuatan Persuasif (Having highly develoved power of persuasion). Ciri


khas kepemimpinan pelayan lainnya adalah mengandalkan kemampuan meyakinkan
orang lain, bukannya wewenang karena kedudukan, dalam membuat keputusan di
dalam organisasi. Pemimpin pelayan berusaha meyakinkan orang lain, bukannya
memaksakan kepatuhan. Elemen ini memberikan perbedaan yang paling jelas antara
model wewenang tradisional dan model kepemimpinan pelayan. Pemimpin pelayan
efektif dalam membangun konsensus dalam kelompok.

Konseptualisasi (An ability to conceptualize and to communicate concepts). Pemimpin


pelayan berusaha memlihara kemampuan mereka untuk “memiliki impian besar”.
Kemampuan untuk melihat kepada suatu masalah (atau sebuah organisasi) dari
persfektif konseptualisasi berarti bahwa orang harus berpikir melampaui realita dari hari
ke hari. Manajer tradisional disibukkan oleh kebutuhan untuk mencapai tujuan
operasional jangka pendek. Seorang manajer yang ingin menjadi pemimpin pelayan
harus mampu mengoptimalkan pemikirannya sampai mencakup pemikiran konseptual
yang mempunyai landasan lebih luas (visioner). Pemimpin pelayan harus
mengusahakan keseimbangan yang rumit antara konseptualisasi dan fokus sehari-hari.

Kemampuan Menyembuhkan (ability to exert a healing influence upon individual and


institutions). Belajar menyembuhkan merupakan daya yang kuat untuk perubahan dan
integrasi. Salah satu kekuatan besar kepemimpinan pelayan adalah kemampuan
untuk menyembuhkan diri sendiri dan orang lain. Banyak orang yang patah semangat
dan menderita karena berbagai masalah emosional. Walaupun hal tersebut
merupakan sesuatu yang alami dalam kehidupan manusia, akan tetapi seorang
pemimpin pelayan harus mampu dan mempunyai kesempatan menggerakkan hati
dan memberi semangat kepada orang-orang yang berhubungan dengan mereka.

Kemampuan Melayani. Peter Block (pengarang buku Stewardship dan Empowered


Manager) mendefinisikan kemapuan melayani (stewardship) dengan pengertian
“memegang sesuatu dengan kepercayaan orang lain”. Dalam suatu organisasi, setiap
level manajemen, dari top management sampai shoop floor semuanya mempunyai
peranan penting dalam memegang organisasi mereka dengan kepercayaan kepada
kebaikan masyarakat yang lebih besar. Kepemimpinan pelayan, seperti kemampuan
melayani, yang pertama dan terutama adalah memiliki komitmen untuk melayani
kebutuhan orang lain. Hal ini tentunya menekankan adanya keterbukaan dan
kejujuran, bukan pengendalian atau pengawasan.

Memiliki Komitmen pada Pertumbuhan Manusia. Pemimpin pelayan berkeyakinan


bahwa manusia mempunyai nilai intrinsik yang melampaui sumbangan nyata yang
telah mereka berikan selama ini. Dalam sifatnya yang seperti ini, pemimpin pelayan
sangat berkomitmen terhadap pertumbuhan pribadi, profesional dan spiritual setiap
individu di dalam organisasi. Dalam prakteknya hal ini bisa dikembangkan dengan
cara melakukan pengembangan pribadi dan profesional, menaruh perhatian pribadi
pada gagasan dan saran karyawan atau anggota, memberikan dorongan kepada
keterlibatan pekerja dalam pengambilan keputusan, toleran terhadap kesalahan dan
sebagainya.

Membangun komunitas/masyarakat di tempat kerja (Building community in the


workplace). Membangun komunitas ini mencakup membangun komunitas yang baik
antar karyawan, antar pimpinan dan bawahan dan membangun komunitas
masyarakat dan pelanggan. Pemimpin pelayan menyadari bahwa pergeseran
komitmen lokal ke suatu lingkungan yang lebih besar merupakan pembentuk utama
kehidupan manusia. Lingkungan kerja yang kondusif secara internal dan eksternal
diharapkan akan meningkatkan performansi organisasi secara maksimal. Kemampuan
pemimpin pelayan dalam menciptakan suasana rasa saling percaya akan
membentuk kerjasama yang cerdas dalam suatu tim kerja. Dengan ketulusan dan
keteladan yang dimiliki oleh pemimpin pelayan, rasa saling percaya dapat
ditumbuhkan.

Ciri khas kepemimpinan pelayan seperti yang telah disebutkan di atas bukanlah suatu
harga mati, masih banyak ciri lain yang dimiliki oleh seorang pemimpin pelayan. Salah
satu yang penting disini adalah bahwa kepemimpinan pelayan itu dimulai dari diri
sendiri, artinya seorang pemimpin dapat melaksanakan kepemimpinan pelayan jika
ada semangat yang tulus dalam dirinya untuk menjadi yang terdepan dalam
pelayanan. Dengan kata lain keteladanan juga menjadi faktor kunci bagi keberhasilan
model kepemimpinan pelayan. Keinginan akan falsafah manajemen yang
merangsang unjuk kerja yang baik oleh semua karyawan dengan meningkatkan
keadaan yang menguntungkan bagi tanggung jawab, peran serta dan rasa ikut
memiliki semua individu menjadai salah satu ciri pelaksanaan kepemimpinan pelayan.

Harus disadari pula bahwa membina kekuatan dalam sebuah bisnis datang secara
alami kalau pemimpin puncak menerima kenyataan bahwa proses paling baik dimulai
dalam diri sendiri. Organisasi yang paling produktif adalah organisasi di tempat
“terdapat sejumlah tindakan sukarela; orang melakukan hal-hal yang tepat, hal-hal
yang mengoptimalkan efektivitas total, pada waktu yang tepat-sebab mereka
mengerti apa yang harus dilakukan, mereka percaya bahwa ada hal yang tepat
untuk dilakukan dan mereka mengambil tindakan yang dianggap perlu tanpa diberi
perintah “.

Hal yang paling penting bagi seorang pemimpin untuk membangun organisasi yang
kuat dan sukses adalah memasukkan keyakinan ke dalam hati bahwa “manusia
adalah yang pertama”. Kalau pemimpin mendahulukan manusia dan organisasi
dapat bekerja secara produktif, dia harus bersedia menerima perubahan dalam
peranan dari seorang pemimpin menjadi primus inter pares, yang pertama di antara
yang sederajat. Seorang pemimpin harus memenuhi peranan memudahkan dan
mendukung kemampuan kepemimpinan orang lain, bukannya merasa terancam oleh
kemungkinan perkembangan orang lain.

Keterlibatan unsur agama dan spiritual dalam konsep kepemimpinan pelayan dapat
menjadi alasan yang paling tepat dalam menerapkan model kepemimpinan ini dalam
organisasi atau perusahaan di Indonesia. Masyarakat Indonesia yang religius
diharapkan akan kembali kepada kereligiusannya, sehingga dalam melaksanakan
tingkah laku bisnisnya dapat lebih beretika dan bermoral. Mengutip ucapan Prof. Dr.
Ing. BJ Habibie bahwa selain mengusai ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek)
manusia Indonesia juga harus memiliki iman dan takwa (Imtak). Akan tetapi tentunya
kata-kata Iptek dan Imtak bukan hanya slogan-slogan belaka. Perlu realisasi yang
dilandasi ketulusan dan kesungguhan.

Pelaksanaan konsep kepemimpinan pelayan dengan dilandasi prinsip keagamaan,


etika dan norma diharapkan mampu mengembalikan kondisi organisasi, perusahaan
bahkan Bangsa Indonesia dari keterpurukkannya selama ini. Dengan lebih
melaksanakan bisnis yang dilandasi etika dan norma.

You might also like