Professional Documents
Culture Documents
Para pemimpin di daerah diberi wewenang untuk mengelola sumber daya lokal yang
dimiliki untuk membuat masyarakatnya menjadi lebih sejahtera. Mereka dipilih dan
diberi kepercayaan untuk memimpin rakyat agar lebih sejahtera dan membangun
daerah menjadi lebih maju. Di tangan para pemimpin itulah ditentukan bagaimana
masa depan rakyat, dan di pundak para pemimpin itu digantungkan harapan-
harapan rakyat yang dipimpin.
Untuk itu perlu dicari suatu solusi bagaimana mengatasi krisis kepemimpinan dan suatu
tipe kepemimpinan yang cocok untuk diterapkan sesuai situasi dan kondisi setempat.
Tidak dapat disangkal bahwa peran pemimpin dan kepemimpinannya mampu
memberi pengaruh (positif atau negatif) pada kondisi gatra-gatra ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan (Ipoleksosbudhankam) yang
pada akhirnya berpengaruh pada kondisi ketahanan nasional dan ketahanan daerah.
Kepemimpinan pada hakikatnya adalah suatu seni (art) dan ilmu (science)untuk
mempengaruhi orang lain, atau orang-orang yang dipimpin sehingga dari orang-
orang yang dipimpinnya timbul suatu kemauan, respek,
kepatuhan dan kepercayaan terhadap pemimpin untuk melaksanakan apa yang
dikehendaki oleh pemimpin, atau tugas-tugas dan tujuan organisasi,
secara efektif dan efisien. Seni kepemimpinan mengandung arti suatu kecakapan,
kemahiran dan keterampilan tertentu untuk mempengaruhi orang-orang yang
dipimpin. Sedangkan ilmu kepemimpinan mengandung sejumlah ajaran atau teori
kepemimpinan yang telah dibuktikan dengan pengalaman, yang dapat dipelajari
atau diajarkan.
Fungsi pemimpin adalah untuk menggerakkan para pengikut agar mereka mau
mengikuti atau menjalankan apa yang diperintahkan atau dikehendaki pemimpin.
Hubungan antara pemimpin dengan orang-orang yang dipimpinnya bersifat
pembimbingan, pemberian arah, pemberian perintah / instruksi, pemberian motivasi
(dorongan) dan pemberian teladan untuk mempengaruhi orang-orang yang
dipimpinnya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa : pemimpin adalah pengaruh.
Ada orang-orang tertentu yang dilahirkan dengan bakat sebagai pemimpin (leaders
are born), namun sebagian besar pemimpin diciptakan (leaders are made) melalui
suatu proses, tumbuh dan berkembang dari bawah, ditempa oleh berbagai
pengalaman, ketekunan dan kerja keras serta tidak berhenti belajar sepanjang
hidupnya. Kualitas pemimpin pada umumnya dibentuk melalui suatu proses yang
memerlukan waktu dan upaya, bukan didapat secara instan dalam waktu singkat.
Kepemimpinan yang melayani (Servant Leadership) merupakan suatu tipe atau model
kepemimpinan yang dikembangkan untuk mengatasi krisis kepemimpinan yang
dialami oleh suatu masyarakat atau bangsa. Parapemimpin-pelayan (Servant
Leader) mempunyai kecenderungan lebih mengutamakan kebutuhan, kepentingan
dan aspirasi orang-orang yang dipimpinnya di atas dirinya. Orientasinya adalah untuk
melayani, cara pandangnya holistik dan beroperasi dengan standar moral spiritual.
Beberapa ciri dan keutamaan kepemimpinan yang melayani yang harus melekat
pada diri seorang pemimpin-pelayan adalah sebagai berikut :
1. Memiliki Visi Pemimpin. Visi adalah arah ke mana organisasi dan orang-orang
yang dipimpin akan dibawa oleh seorang pemimpin. Pemimpin ibarat seorang
nakhoda yang harus menentukan ke arah mana kapal dengan penumpangnya akan
diarahkan. Visi sama pentingnya dengan navigasi dalam pelayaran. Semua awak
kapal menjalankan tugasnya masing-masing, tetapi hanya nakhoda yang
menentukan arah kapal untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Visi pemimpin akan
menginspirasi tindakan dan membantu membentuk masa depan, pengaruhnya lebih
kuat terhadap orang-orang yang bekerja untuk kepentingan organisasi. Visi adalah
masa depan yang realistis, dapat dipercaya dan menjembatani masa kini dengan
masa depan yang lebih baik sesuai kondisi (sosial politik, ekonomi dan budaya) yang
diharapkan. Visi juga mengandung harapan-harapan (atau bahkan mimpi) yang
memberi semangat bagi orang-orang yang dipimpin. Ada ungkapan bahwa
pemimpin adalah “pemimpi” (tanpa n) yang sanggup mewujudkan mimpinya menjadi
kenyataan. Visi pemimpin-pelayan adalah memberi arah ke mana orang-orang yang
dipimpin dan dilayani akan dibawa menuju keadaan yang lebih baik misalnya
menyangkut : penanggulangan kemiskinan, pengangguran, perbaikan pendidikan
dan rasa keadilan masyarakat. Burt Nanus dalam bukunya Kepemimpinan
Visioner mengatakan : Tak ada mesin penggerak organisasi yang lebih bertenaga
dalam meraih keunggulan dan keberhasilan masa depan, kecuali visi yang menarik,
berpengaruh, dan dapat diwujudkan, serta mendapat dukungan luas.
5. Setia pada Misi. Kalau visi adalah arah ke depan ke mana bahtera organisasi
akan dibawa, maka misi adalah bagaimana menjalankan tugas-tugas untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pemimpin membuat rencana-rencana yang
dikaitkan dengan jangka waktu tertentu, program-program kerja serta perangkat lain
yang membantunya dalam menjalankan misi. Misi pemimpin-pelayan adalah
melayani mereka yang membutuhkan. Ia harus selalu setia pada misi pelayanan
dalam kondisi apa pun, kondisi baik atau buruk, karena dengan demikian tujuan
organisasi dapat dicapai. Kesetiaan pada misi, juga diterapkan secara konsisten dan
konsekuen pada penggunaan anggaran negara/Daerah untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat, karena dana/anggaran itu berasal dari rakyat. Rambu-rambu
peringatan untuk tetap setia pada misi sebenarnya telah diucapkan seorang
pemimpin pada waktu melafalkan Sumpah Jabatan. Namun, dalam kenyataannya
sumpah jabatan yang diucapkan “demi Allah” seringkali dilanggar karena kelemahan
sang pemimpin. Materialisme, hedonisme dan konsumerisme sedang mengepung
kehidupan umat manusia, termasuk para pemimpin. Orang cenderung tergoda ingin
memiliki materi lebih (having) ketimbang menjadi manusia yang lebih
bermartabat (being).
A leader is best when people barely know he exists, not so good when people obey
and acclaim him, worse when they despise him. But of a good leader who talks little
when his work is done, his aim fulfilled, they will say: We did it ourselves – Lao-Tzu
Model kepemimpinan yang bersifat otokratis dan hierarkis yang sangat tradisional
sudah mulai ditinggalkan. Model-model baru kepemimpinan bermunculan. Model
kepemimpinan yang yang berusaha secara simultan meningkatkan pertumbuhan
pekerja dan memperbaiki mutu serta kepedulian banyak lembaga melalui perpaduan
kerjasama tim dan masyarakat, keterlibatan individu-individu dalam pembuatan
keputusan serta perilaku etis dan kepedulian. Kepemimpinan yang menempatkan
pelayanan sebagai hal yang utama. Cara pendekatan kepada kepemimpinan dan
pelayanan yang baru timbul ini disebut kepemimpinan pelayan (Servant leadership).
Kata pemimpin dan pelayan biasanya sering dipandang sebagai sesuatu yang
berlawanan. Akan tetapi jika sesuatu yang berlawanan disatukan dengan cara kreatif
dan bermakna, maka timbullah satu paradoks. Dalam hal ini kata pelayan dan
pemimpin disatukan untuk menciptakan gagasan paradoksal kepemimpinan pelayan.
Kepemimpinan pelayan berusaha meningkatkan kompetensi anggotanya dengan
sepenuh hati dan penuh perhatian.
Istilah kepemimpinan pelayan muncul berdasarkan suatu buku yang ditulis oleh Robert
K. Greenleaf (1904-1990) pada tahun 1970 dengan bukunya yang berjudul The Servant
as Leader . Greenleaf adalah Vice President American Telephone and Telegraph
Company (AT&T) . Tujuan utama penelitian dan pengamatan Greenleaf akan
kepemimpinan pelayan adalah untuk mebangun suatu kondisi masyarakat yang lebih
baik dan lebih peduli. Greenleaf berpandangan bahwa yang dilakukan pertama kali
oleh seorang pemimpin besar adalah melayani orang lain. Kepemimpinan yang sejati
timbul dari mereka yang motivasi utamanya adalah keinginan menolong orang lain.
Dari semua hasil karyanya, Greenleaf membicarakan keperluan akan jenis baru model
kepemimpinan, suatu model kepemimpinan yang menempatkan pelayanan kepada
orang lain, termasuk karyawan, pelanggan dan masyarakat sebagai prioritas nomor
satu. Kepemimpinan pelayan menekankan makin meningkatnya pelayanan kepada
orang lain, sebuah cara pendekatan holistik kepada pekerjaan, rasa kemasyarakatan
dan kekuasaan pembuatan keputusan yang dibagi bersama.
Sementara Max Depree, dalam bukunya The Art of Leadership mengatakan bahwa
kepemimpinan pelayan adalah “Respek terhadap orang lain. Hal ini diawali dengan
mengerti bahwa setiap manusia memiliki kemampuan yang berbeda. Perbedaan ini
menuntut kita untuk dapat menumbuhkan rasa saling percaya.Perbedaan telah
menuntut kita untuk lebih mengetahui kekuatan orang lain. Setiap orang dating
dengan bakat yang kuhusus, tetapi bukan bakat yang sama.”. Hidup bukan sekedar
mencapai tujuan. Sebagai individu dan bagian suatu kelompok kita membutuhkan
pencapaian potensi maksimal yang dimiliki. Seni dari kepemimpinan bersandar pada
kemampuan memfasilitasi, memberi kesempatan dan memaksimalkan setiap bakat
yang berbeda dari setiap individu. Kepemimpinan menuntut kedewasaan yang khusus.
Kedewasaan tersebut diekspresikan dengan menghargai diri sendiri, perasaan memiliki,
perasaan yang penuh pengharapan, perasaan tanggung jawab, persamaan
tanggung jawab dan perasaan yang meyakini bahwa pada dasarnya manusia itu
sama.
Tentunya yang paling segar dalam ingatan kita adalah bagaimana preside RI yang
Ke-4 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menyatakan bahwa semua unsur
pemerintahan di bawah pimpinannya harus menjadi tulang punggung pelayanan
kepada masyarakat. Seorang Gus Dur menyadari bahwa pada saat ini Bangsa
Indonesia telah kehilangan perekat sosial, isu sentral masyarakat Indonesia saat ini
adalah membangun kembali kepercayaan, kepercayaan kepada pimpinan, kepada
perusahaan, kepada sekolah, kepada para ulama, kepada pemerintah serta saling
percaya antara satu dengan yang lainnya. Saat ini ketiadaan rasa saling percaya
telah menumbuhkan kebencian dan kemarahan pada sebagian besar masyarakat
Indonesia. Kita telah menjadi saling merasa takut antara satu dengan yang lainnya.
Gus Dur telah mengingatkan bahwa yang memegang kekuasaan tertinggi adalah
rakyat oleh karena itu rakyatlah yang harus dilayani. Gus Dur seolah-olah menekankan
bahwa kalau kita ingin membangun masyarakat yang lebih baik, masyarakat yang
lebih adil dan lebih penuh kasih sayang, masyarakat yang penuh kreatifitas, maka cara
yang paling terbuka adalah meningkatkan kemampuan untuk melayani maupun unjuk
kerja sebagai pelayan.
Pemimpin yang paling besar mula-mula dipandang sebagai pelayan, karena memang
itulah yang ada jauh di dalam dirinya. Kepemimpinan adalah sesuatu yang diberikan
kepada seseorang, yang sesuai dengan sifatnya adalah seorang pelayan sejati.
Kepemimpinan adalah sesuatu yang diberikan atau diambil, yang bisa dirampas.
Dalam persfektif Jawa kepemimpinan pelayan telah dikenal sejak dulu. Konsep
kepemimpinan ini telah lama dikenal dalam tradisi luhur masyarakat kita, seperti yang
tertuang dalam kumpulan seloka “Astra Brata” yang berisikan ajaran-ajaran
bagaimana seharusnya menjadi pemimpin yang baik. Prinsip-prinsip kepemimpinan
juga tercermin dalam semboyan ing ngarso song tulodo (memberi teladan dari
depan), ing madyo mangun karso (membangun semangat bila berada di tengah)
dan tut wuri handayani (memberi dorongan bila berada di belakang).
Menerima orang lain dan Empati (Acceptance of others and having empathy for
them). Pemimpin pelayan berusaha keras memahami dan memberikan empati
kepada orang lain. Orang perlu diterima dan diakui sebagai suatu individu yang
istimewa dan unik. Setiap individu tidak ingin kehadirannya dalam suatu
organisasi/perusahaan ditolak oleh orang lain yang berada di sekitar dirinya. Pemimpin
pelayan yang paling sukses adalah mereka yang mampu menjadi seorang pendengar
yang penuh dengan empati.
Kesadaran (Awareness and perception). Kesadaran akan diri sendiri dan keberadaan
orang lain dapat turut memperkuat pemimpin pelayan. Kesadaran juga membantu
dalam memahami persoalan yang melibatkan etika dan nilai-nilai. Hal ini
memungkinkan orang dapat memandang sebagian besar situasi dari posisi yang lebih
terintegrasi.
Ciri khas kepemimpinan pelayan seperti yang telah disebutkan di atas bukanlah suatu
harga mati, masih banyak ciri lain yang dimiliki oleh seorang pemimpin pelayan. Salah
satu yang penting disini adalah bahwa kepemimpinan pelayan itu dimulai dari diri
sendiri, artinya seorang pemimpin dapat melaksanakan kepemimpinan pelayan jika
ada semangat yang tulus dalam dirinya untuk menjadi yang terdepan dalam
pelayanan. Dengan kata lain keteladanan juga menjadi faktor kunci bagi keberhasilan
model kepemimpinan pelayan. Keinginan akan falsafah manajemen yang
merangsang unjuk kerja yang baik oleh semua karyawan dengan meningkatkan
keadaan yang menguntungkan bagi tanggung jawab, peran serta dan rasa ikut
memiliki semua individu menjadai salah satu ciri pelaksanaan kepemimpinan pelayan.
Harus disadari pula bahwa membina kekuatan dalam sebuah bisnis datang secara
alami kalau pemimpin puncak menerima kenyataan bahwa proses paling baik dimulai
dalam diri sendiri. Organisasi yang paling produktif adalah organisasi di tempat
“terdapat sejumlah tindakan sukarela; orang melakukan hal-hal yang tepat, hal-hal
yang mengoptimalkan efektivitas total, pada waktu yang tepat-sebab mereka
mengerti apa yang harus dilakukan, mereka percaya bahwa ada hal yang tepat
untuk dilakukan dan mereka mengambil tindakan yang dianggap perlu tanpa diberi
perintah “.
Hal yang paling penting bagi seorang pemimpin untuk membangun organisasi yang
kuat dan sukses adalah memasukkan keyakinan ke dalam hati bahwa “manusia
adalah yang pertama”. Kalau pemimpin mendahulukan manusia dan organisasi
dapat bekerja secara produktif, dia harus bersedia menerima perubahan dalam
peranan dari seorang pemimpin menjadi primus inter pares, yang pertama di antara
yang sederajat. Seorang pemimpin harus memenuhi peranan memudahkan dan
mendukung kemampuan kepemimpinan orang lain, bukannya merasa terancam oleh
kemungkinan perkembangan orang lain.
Keterlibatan unsur agama dan spiritual dalam konsep kepemimpinan pelayan dapat
menjadi alasan yang paling tepat dalam menerapkan model kepemimpinan ini dalam
organisasi atau perusahaan di Indonesia. Masyarakat Indonesia yang religius
diharapkan akan kembali kepada kereligiusannya, sehingga dalam melaksanakan
tingkah laku bisnisnya dapat lebih beretika dan bermoral. Mengutip ucapan Prof. Dr.
Ing. BJ Habibie bahwa selain mengusai ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek)
manusia Indonesia juga harus memiliki iman dan takwa (Imtak). Akan tetapi tentunya
kata-kata Iptek dan Imtak bukan hanya slogan-slogan belaka. Perlu realisasi yang
dilandasi ketulusan dan kesungguhan.