You are on page 1of 4

Atas perbuatan tersebut, Direktur PT Eka Prima Ekspor Indonesia, Ramapanicker Rajamohanan

Nair didakwa melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-undang (UU) No. 31/1999 sebagaimana
diperbaharui dalam UU No. 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 5 [2]
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun
dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak
berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya

PASAL 5
NO UNSUR TINDAK FAKTA PERBUATAN YANG ALAT BUKTI YANG
PIDANA DILAKUKAN DAN MENDUKUNG
KEJADIAN
1 Setiap orang; - R adalah seorang - Keterangan dari
Director PT Eka Prima terdakwa
Ekspor Indonesia - KTP terdakwa
- SK pengangkatan
terdakwa sebagai
direktur PT Eka
Prims Ekspor
Indonesia
2 Memberi sesuatu atau - Keterangan dari
menjanjikan sesuatu - Pada 20 Oktober 2016 Terdakwa, R
malam, terdakwa
bertemu HS di Nippon
Khan Hotel Sultan
Jakarta. Dalam
pertemuan itu terdakwa
menjanjikan uang 10
persen dari total nilai
STP PPN senilai Rp
52,3 miliar. Setelah
negosiasi, akhirnya
disepakati uang yang
akan diberikan Rp 6
miliar.

3 Kepada pegawai - R didakwa menyuap - KTP terdakwa


negeri atau Kepala Sub Direktorat - Keterangan saksi,
Bukti Permulaan Pajak HM
penyelenggara Direktorat Penegakan - SK pengangkatan
negara. Hukum Direktorat terdakwa sebagai
Jenderal Pajak PNS
Kementerian Keuangan,
HS.
4 Dengan maksud - suap tersebut diberikan - Keterangan dari
supaya berbuat atau agar HS mempercepat terdakwa
tidak berbuat sesuatu penyelesaian - Bukti terbitan surat
dalam jabatannya permasalahan pajak pembatalan pajak
sehingga yang dihadapi PT EKP. atas PT Eka Prima
bertentangan dengan Ekspor Indonesia
kewajibannya. - Beberapa hari setelah
pertemuan, H
menerbitkan
pembatalan Surat
Tagihan Pajak PT EKP
untuk masa pajak 2014
dan 2015.

KESIMPULAN :

Dari unsur unsur tindak pidana diatas pada Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 terpenuhi. Keseluruh
rangkaian perbuatan yang dilakukan oleh R adalah sebuah tindak pidana korupsi berdasar
melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah
dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 sehingga Ramapanicker Rajamohanan Nair dituntut untuk
dipidana penjara.
URAIAN KASUS :

Direktur Utama PT EK Prima Ekspor Indonesia (PT EKP), Ramapanicker Rajamohanan Nair
alias Rajesh didakwa menyuap Kepala Sub Direktorat Bukti Permulaan Pajak Direktorat
Penegakan Hukum Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Handang Soekarno,
sebesar US$ 148.500 atau bila dirupiahkan bernilai Rp 1,9 miliar dan menjalani sidang perdana
di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta pada Senin, 13 Februari 2017. Jaksa penuntut
umum pada KPK menyebut suap tersebut diberikan agar Handang mempercepat penyelesaian
permasalahan pajak yang dihadapi PT EKP.

PT EKP terdaftar sebagai wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing
Kalibata (KPP PMA Enam) tercatat memiliki sejumlah permasalahan pajak sejak 2015 sampai
2016, diantaranya adalah :

1. pengajuan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi),

2. surat tagihan pajak pajak pertambahan nilai,

3. penolakan pengampunan pajak,

4. pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak, dan

5. pemeriksaan bukti permulaan.

Karena permasalahan pajak yang rumit, Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus,
Muhammad Haniv menyarankan terdakwa menemui Handang Soekarno untuk meminta bantuan.
Selanjutnya, terdakwa meminta bantuan Arif Budi Sulystio dengan mengirimkan dokumen-
dokumen pajaknya melalui pesan Whats App.

Pada 4 Oktober 2016, atas arahan Dirjen Pajak Ken Dwijugeasteadi, Muhammad Haniv
memerintahkan Johnny Sirait agar membatalkan surat pencabutan pengukuhan PKP PT EKP.
Keesokan harinya KPP PMA Enam pun menindaklanjuti permintaan itu dengan mengeluarkan
surat pembatalan pencabutan pengukuhan PKP PT EKP.

Sehari setelah surat pembatalan keluar, terdakwa bersama Siswanto bertemu dengan
Handang di lantai 13 Gedung Utama Kantor Pusat Dirjen Pajak. Pada pertemuan itu, terdakwa
meminta Handang membantu menyelesaikan masalah pajak PT EKP lainnya. Atas permintaan
itu, Handang menyarankan agar terdakwa menyelesaikan surat tagihan pajak lebih dulu.

Besoknya, Handang mengabarkan bahwa permintaan pembatalan surat tagihan pajak


yang diajukan terdakwa pada 21 September 2016 akan diproses. Handang pun berjanji untuk
membantu dan akan menemui pihak-pihak terkait di Kanwil DJP Jakarta Khusus.

Pada 20 Oktober 2016 malam, terdakwa bersama Siswanto bertemu Handang di Nippon
Khan Hotel Sultan Jakarta. Dalam pertemuan itu terdakwa menjanjikan uang 10 persen dari total
nilai STP PPN senilai Rp 52,3 miliar. Setelah negosiasi, akhirnya disepakati uang yang akan
diberikan Rp 6 miliar. Uang tersebut sudah termasuk upah untuk Haniv.

"Malam harinya saya konfirmasi hasil diskusi dengan mengirimkan pesan melalui
whatsapp kepada Handang. Pesan tersebut saya maksudkan bahwa dana Rp. 6 miliar yang saya
siapkan sesuai permintaan Handang sudah termasuk untuk Handang dan anggota tim Haniv sesuai
pembicaraan saudara Handang," ungkap Rajamohanan.

Beberapa hari setelah pertemuan, Haniv menerbitkan pembatalan Surat Tagihan Pajak
PT EKP untuk masa pajak 2014 dan 2015. Handang kemudian menagih uang yang dijanjikan
terdakwa..

Malam harinya, Handang mendatangi rumah terdakwa di Springhill Golf Residence D7


Blok BVH B3 Kemayoran untuk mengambil uang. Sesaat setelah uang berpindah tangan,
keduanya dicokok penyidik KPK.

Atas perbuatannya, Rajamohan didakwa melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau b atau
Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman
maksimal 5 tahun penjara.

Pada pembacaan sidang putusan, Rajamohanan terbukti secara sah dan meyakinkan
melanggar pasal Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20
tahun 2001.

Hasil putusan sidng Rajamohanan divonis 3 tahun dan denda Rp 200 juga subsidair lima
bulan kurungan.

You might also like