Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
5
6
Ventrikel lateral
Vilus araknoid
Foramen Monro
Plexus Koroidalis
Ventrikel III
Cerebelli Tentorium
Akuaduktus Sylvius
Ventrikel IV
Foramen Luschka
Foramen Magendi
2.3 Etiologi
2.3.2 Infeksi
Infeksi dapat menimbulkan perlekatan meningen sehingga terjadi
obliterasi ruang subaraknoid.Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis
purulenta terjadi apabila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik
eksudat purulen di akuaduktus Sylvius atau sisterna basalis. Pembesaran
kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah
sembuh dari meningitisnya. Secara patologis terlihat penebalan jaringan
piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Pada
meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di
daerah basal sekitar sisterna kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan
pada meningitis purulenta lokasinya tersebar. Toxoplasmosis, rubella dan
Cytomegalovirus (CMV) bisa menyebabkan terganggunya aliran CSS
dalam ruang subaraknoid (Ciurea et al., 2004).
2.3.3 Neoplasma
Neoplasma adalah salah satu faktor terjadinya hidrosefalus. Kira-
kira 60% tumor otak pada bayi terletak di bagian infratentorial atau di
fossa posterior yaitu bisa terjadinya di serebellum, ventrikel IV atau
batang otak. Pada bayi, kasus terbanyak yang menyebabkan penyumbatan
pada ventrikel IV dan akuaduktus Sylvius biasanya suatu glioma yang
berasal dari serebelum, sedangkan penyumbatan bagian ventrikel III
biasanya disebabkan oleh suatu kraniofaringioma (Sainte, 2004)
2.3.4 Pendarahan
Telah banyak dibuktikan bahwa perdarahan sebelum lahir dalam
otak jika terdapat pendarahan subaraknoid atau hemorrhage
intraventrikular boleh menyebabkan hidrosefalus. Pendarahan ini bisa
menyebabkan penurunan keupayaan villi arachnoid untuk mengabsorpsi
CSS (DeVito et al., 2007).
9
2.4 Epidemiologi
Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran pada tahun 2008.
Insidensi hidrosefalus kongenital adalah sekitar 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran
dan 11%-43% disebabkan oleh stenosis aquaduktus serebri pada tahun 2008.
Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin. Hidrosefalus
dapat terjadi pada semua umur. Hidrosefalus infantile adalah 46% akibat
abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan
meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior (Darsono, 2008)
2.5 Patofisiologi
a. Bayi yang lahir prematur memiliki risiko yang lebih tinggi perdarahan
intraventrikular yang dapat menyebabkan hidrosefalus.
c. Lesi dan tumor sumsum tulang belakang atau otak. Pada neonatus yang
memperoleh penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvius bagian
terakhir biasanya terjadi karena suatu glioma yang berasal dari cerebellum
dan penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
e. Perdarahan sebelum dan atau sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan
fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain
penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.
Kulit kepala yang tampak tipis dan dijumpai adanya pelebaran vena-vena
subkutan. Kapan perkusi dilakukan pada kepala neonatus akan terdengar suara
“cracked pot”, berupa seperti suara kaca retak. Selain itu juga dijumpai gejala-
gejala lain seperti gangguan kesadaran, muntah-muntah, retardasi mental,
penghambatan untuk tumbuh secara optimal (Price & Wilson, 1994).
2.9 Diagnosis
b. Transimulasi
c. Lingkaran kepala
Jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka penutupan
sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.
e. Ultrasonografi (USG)
2.10 Penatalaksanaan
Pada dasarnya alat shunt terdiri dari tiga komponen yaitu kateter
proksimal, katub, dan kateter distal. Komponen bahan dasarnya adalah
elastomer silikon. Pemilihan pemakaian shunt didasarkan atas usia penderita,
berat badan, ketebalan kulit dan ukuran kepala (Espay et al,2010).
mungkin terjadi. Terdapat dua hal yang perlu diorbservasi pasca operasi, yaitu
pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan
kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang (Woodworth et al., 2009)
2.11 Pencegahan
a. Perubahan Visual
b. Oklusi dari arteri cerebral posterior akibat proses skunder dari
transtentorial herniasi
c. Kronik papil edema akibat kerusakan nervus optikus.
d. Dilatasi dari ventrikel ke tiga dengan kompresi area kiasma optikum.
e. Disfungsi kognitive dan inkontunensia
a. Asidosis metabolik
b. Ketidakseimbangan elektrolit