You are on page 1of 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hidrosefalus kongenital itu sendiri adalah akumulasi cairan serebro spinal


dalam ventrikel serebral, ruang subaraknoid dan ruang subdural dengan tekanan
intrakranial yang meninggi sehingga terjadinya pelebaran ventrikel. Hidrosefalus
dapat terjadi pada semua umur tetapi paling banyak pada bayi yang ditandai
dengan pembesaran kepala melebihi ukuran normal yaitu grafik bayi laki-laki
cukup bulan dimulai dengan ukuran 32-38 cm, sedangkan grafik bayi perempuan
cukup bulan dimulai dari ukuran 31-37 cm, meskipun banyak kasus ditemukan
pada bayi,sebenarnya hidrosefalus juga biasa terjadi pada orang dewasa, hanya
saja pada bayi gejala klinisnya tampak lebih jelas sehingga lebih mudah dideteksi
dan mendiagnosa. Hal ini dikarenakan pada bayi ubun-ubunnya masih terbuka,
sehingga adanya penumpukan cairan otak dapat dikompensasi dengan melebarnya
tulang-tulang tengkorak, sedangkan pada orang dewasa tulang tengkorak tidak
mampu lagi melebar (DeVito et al., 2007).

2.2 Anatomi dan fisiologi

Ruangan cairan serebrospinal (CSS) mulai terbentuk pada minggu kelima


masa embrio, terdiri dari sistem ventrikel, sisterna magna pada dasar otak dan
ruangan subaraknoid yang meliputi seluruh susunan saraf. CSS yang dibentuk di
dalam sistem ventrikel oleh pleksus koroidalis kembali ke peredaran darah
melalui kapiler dalam piameter dan araknoid yang meliputi seluruh sususan saraf
pusat. Hubungan antara sistem ventrikel dan ruang subaraknoid adalah melalui
foramen Magendie di median dan foramen Luschka di sebelah lateral ventrikel IV
(Hassan &Alatas, 2002).

5
6

Ventrikel lateral
Vilus araknoid
Foramen Monro
Plexus Koroidalis

Ventrikel III
Cerebelli Tentorium
Akuaduktus Sylvius
Ventrikel IV
Foramen Luschka
Foramen Magendi

Gambar 1. Penampang sagital otak. Tanda panah memperlihtakan aliran cairan


serebrospinal dari ventrikulus lateralis ke villi araknoidea.
Sumber : Bergman & Afifi : “Illustrated Encyclopedia of Human Anatomic
Variation”, 2005
Sebagian besar cairan serebrospinalis yang dihasilkan oleh plexus koroidalis
di dalam ventrikel otak akan mengalir ke foramen Monro ke ventrikel III,
kemudian melalui akuaduktus Sylvius ke ventrikel IV. Dari sana likuor mengalir
melalui foramen Magendi dan Luschka ke sisterna magna dan rongga subaraknoid
di bagian cranial maupun spinal. Penyerapan terjadi melalui vilus arakhnoid yang
berhubungan dengan sistem vena seperti sinus venosus serebral (Jong &
Sjamsuhidajat, 2005).

Pleksus koroidideus menghasilkan sekitar 70% cairan serebrospinal, dan


sisanya di hasilkan oleh pergerakan dari cairan transepidermal dari otak menuju
sistem ventrikel. Rata-rata volume cairan likour adalah 20-30ml pada neonatus.
Tingkat pembentukan adalah sekitar 0,35 ml/menit atau 500 ml / hari. Sekitar
14% dari total volume mengalami absorbsi setiap satu jam.Tingkat di mana cairan
serebrospinal dibentuk tetap relatif konstan dan menurun hanya sedikit saat
tekanan cairan serebrospinal meningkat, sebaliknya penyerapan meningkat secara
signifikan saat tekanan cairan serebrospinal melebihi 7 mmHg.
7

Mekanisme absorbsi cairan likuor terganggu, tingkat penyerapan tidak akan


mengalami peningkatan, ini merupakan mekanisme hidrosefalus progresif.
Papilloma pleksus khoroideus yang merupakan kondisi patologis dimana terjadi
gangguan pada proses absorbsi sehingga terjadi akumulasi cairan likour. Ketika
penyerapan terganggu, upaya untuk mengurangi pembentukan cairan
serebrospinal tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap volume (Cinalli
et al., 2004).

2.3 Etiologi

Hidrosefalus terjadi karena gangguan sirkulasi likuor di dalam sistem


ventrikel atau dengan produksi likuor yang berlebihan. Hidrosefalus terjadi
apabila terdapat penyumbatan aliran likuor pada salah satu tempat, antara tempat
pembentukan likuor dalam sistem ventrikel atau tempat absorpsi likuor di ruang
subaraknoid. Penyumbatan terjadi dilatasi ruang CSS di bagian proksimal
sumbatan. Tempat yang sering mengalami penyumbatan adalah foramen Luschka,
foramen Monro dan Magendi, sistem basalis dan sistem magna. Penyebab
penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi akibat kelainan
bawaan, infeksi, neoplasma dan perdarahan (Hassan & Alatas, 2002).

2.3.1 Kelainan bawaan


a. Spina bifida biasanya berhubungan dengan sindroma Arnold-Chiari
akibat tertariknya medulla spinalis, dengan medulla oblongata sehingga
serebelum terletak lebih rendah dan menutupi foramen Magnum sehingga
terjadi penyumbatan sebagian atau total (Wang & Avellino, 2005).
b. Sindrom Dandy-Walker, merupakan atresiakongenital foramen
Luschka dan Magendi akibat hidrosefalus obstruktif dengan pelebaran
sistem ventrikel, terutama pada ventrikel IV yang dapat menjadi suatu
kista yang besar di daerah fossa posterior (Cinalli et al., 2004).
8

2.3.2 Infeksi
Infeksi dapat menimbulkan perlekatan meningen sehingga terjadi
obliterasi ruang subaraknoid.Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis
purulenta terjadi apabila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik
eksudat purulen di akuaduktus Sylvius atau sisterna basalis. Pembesaran
kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah
sembuh dari meningitisnya. Secara patologis terlihat penebalan jaringan
piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Pada
meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di
daerah basal sekitar sisterna kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan
pada meningitis purulenta lokasinya tersebar. Toxoplasmosis, rubella dan
Cytomegalovirus (CMV) bisa menyebabkan terganggunya aliran CSS
dalam ruang subaraknoid (Ciurea et al., 2004).

2.3.3 Neoplasma
Neoplasma adalah salah satu faktor terjadinya hidrosefalus. Kira-
kira 60% tumor otak pada bayi terletak di bagian infratentorial atau di
fossa posterior yaitu bisa terjadinya di serebellum, ventrikel IV atau
batang otak. Pada bayi, kasus terbanyak yang menyebabkan penyumbatan
pada ventrikel IV dan akuaduktus Sylvius biasanya suatu glioma yang
berasal dari serebelum, sedangkan penyumbatan bagian ventrikel III
biasanya disebabkan oleh suatu kraniofaringioma (Sainte, 2004)
2.3.4 Pendarahan
Telah banyak dibuktikan bahwa perdarahan sebelum lahir dalam
otak jika terdapat pendarahan subaraknoid atau hemorrhage
intraventrikular boleh menyebabkan hidrosefalus. Pendarahan ini bisa
menyebabkan penurunan keupayaan villi arachnoid untuk mengabsorpsi
CSS (DeVito et al., 2007).
9

2.4 Epidemiologi
Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran pada tahun 2008.
Insidensi hidrosefalus kongenital adalah sekitar 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran
dan 11%-43% disebabkan oleh stenosis aquaduktus serebri pada tahun 2008.
Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin. Hidrosefalus
dapat terjadi pada semua umur. Hidrosefalus infantile adalah 46% akibat
abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan
meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior (Darsono, 2008)

2.5 Patofisiologi

Pembentukan cairan serebrospinal terutama dibentuk di dalam sistem


ventrikel. Kebanyakan cairan tersebut dibentuk oleh pleksus koroidalis di
ventrikel lateral, yaitu kurang lebih sebanyak 80% dari total cairan
serebrospinalis. Kecepatan pembentukan cairan serebrospinalis lebih kurang
0,35-0,40 ml/menit atau 500 ml/hari, kecepatan pembentukan cairan tersebut sama
pada orang dewasa maupun anak. Jalur aliran yang dimulai dari ventrikel lateral
menuju ke foramen Monro kemudian ke ventrikel III, selanjutnya mengalir ke
akuaduktus Sylvii, lalu ke ventrikel IV dan menuju ke foramen Luska dan
Magendi, hingga akhirnya ke ruang subarakhnoid dan kanalis spinalis (Ibrahim et
al., 2012).

Secara teoritis, terdapat tiga penyebab terjadinya hidrosefalus, yaitu:

1. Produksi likuor yang berlebihan. Kondisi ini merupakan penyebab paling


jarang dari kasus hidrosefalus, hampir semua keadaan ini disebabkan oleh
adanya tumor pleksus koroid seperti papiloma atau karsinoma, namun ada
pula yang terjadi akibat dari hipervitaminosis vitamin A (Satyanegara, 2010)
2. Gangguan aliran likuor yang merupakan gejala awal kebanyakan kasus
hidrosefalus. Kondisi ini merupakan akibat dari obstruksi atau tersumbatnya
sirkulasi cairan serebrospinalis yang dapat terjadi di ventrikel maupun vili
10

arakhnoid. Secara umum terdapat tiga penyebab terjadinya keadaan patologis


ini, yaitu: (Rizvi & Anjum, 2005)
a. Malformasi yang menyebabkan penyempitan saluran likuor, misalnya
stenosis akuaduktus Sylvii dan malformasi Arnold Chiari.
b. Lesi massa yang menyebabkan kompresi intrnsik maupun ekstrinsik
saluran likuor, misalnya tumor intraventrikel, tumor para ventrikel, kista
arakhnoid, dan hematom.
c. Proses inflamasi dan gangguan lainnya seperti mukopolisakaridosis,
termasuk reaksi ependimal, fibrosis leptomeningeal, dan obliterasi vili
arakhnoid.
3. Gangguan penyerapan cairan serebrospinal. Suatu kondisi seperti sindrom
vena kava dan trombosis sinus dapat mempengaruhi penyerapan cairan
serebrospinal. Kondisi jenis ini termasuk hidrosefalus tekanan normal atau
pseudotumor serebri (Haberland, 2007).

2.6 Klasifikasi menurut Schwartz, 2005


a. Hidrosefalus komunikan

Apabila terdapat obstruksi pada rongga subaraknoid, sehingga terdapat


aliran bebas CSS dalam sistem ventrikel sehingga ke tempat sumbatan.
Hidrosefalus komunikan tidak ada obstruksi pada aliran CSS tetapi villus araknoid
untuk mengabsorbsi CSS yang terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau
malfungsional. Biasanya disebabkan karena villus araknoid penuh dengan darah
sehingga terjadinya pendarahan.Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS
tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang
sangat sedikit atau malfungsional.

b. Hidrosefalus non komunikan

Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga


menghambat aliran bebas dari CSS. Biasanya gangguan yang terjadi pada
11

hidrosefalus kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk


hidrosefalus non komunikan.Biasanya diakibatkan oleh obstruksi dalam sistem
ventrikuler yang mencegah CSS bersikulasinya. Kondisi tersebut sering dijumpai
pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan malformasi kongenital pada
sistem saraf pusat atau diperoleh dari lesi ataupun bekas luka. Pada anak dibawah
usia 12 bulan tekanan intrakranialnya tinggi mencapai ekstrim, tanda–tanda dan
gejala–gejala peningkatan tekanan intrakranial dapat dideteksi. Pada bayi yang
garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan atau separasi garis sutura dan
pembesaran kepala.

2.7 Faktor risiko hidrosefalus kongenital (Alexie,2008)

Berikut ini adalah hal- hal yang mempengaruhi terjadinya hidrosefalus:

a. Bayi yang lahir prematur memiliki risiko yang lebih tinggi perdarahan
intraventrikular yang dapat menyebabkan hidrosefalus.

b. Infeksi semasa kehamilan dapat meningkatkan risiko hidrosefalus pada


janin berkembang. Infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara
patologis terlihat penebalan jaringan piameter dan araknoid sekitar sisterna
basalis dan daerah lain, penyebab infeksi antaranya adalah meningitis dan
toksoplasmosis.\

c. Lesi dan tumor sumsum tulang belakang atau otak. Pada neonatus yang
memperoleh penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvius bagian
terakhir biasanya terjadi karena suatu glioma yang berasal dari cerebellum
dan penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.

d. Masalah dengan perkembangan janin seperti penutupan yang tidak lengkap


dari kolom tulang belakang. Beberapa kelainan bawaan mungkin tidak
terdeteksi saat lahir, tetapi meningkatkan risiko hidrosefalus kongenital
akan tampak saat usia bayi lebih tua.
12

e. Perdarahan sebelum dan atau sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan
fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain
penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.

2.8 Gambaran klinis

Gejala yang menonjol pada hidrosefalus kongenital adalah peningkatan


ukuran lingkar kepala bayi dibandingkan ukuran normal. Di mana ukuran lingkar
kepala terus bertambah besar, sutura-sutura sagitalis melebar demikian juga
fontanela mayor dan minor melebar dan menonjol atau tegang. Beberapa
penderita hidrosefalus kongenital dengan ukuran kepala yang besar saat dilahirkan
sehingga sering mempersulit proses persalinan,beberapa kasus memerlukan
operasi seksio sesaria. Baru pada saat perkembangan secara cepat terjadi
perubahan proporsi ukuran kepalanya. Akibat penonjolan lobus frontalis, bentuk
kepala cenderung menjadi brakhisefalik, kecuali pada sindrom Dandy-Walker di
mana kepala cenderung berbentuk dolikhosefalik, karena desakan dari lobus
oksipitalis akibat pembesaran fossa posterior. Sering dijumpai adanya “Setting
Sun Appearance / Sign”, yaitu adanya retraksi dari kelopak mata dan sklera
menonjol keluar karena adanya penekanan pada depan bawah dari isi ruang orbita,
serta gangguan gerak bola mata ke atas, sehingga bola mata tampak seperti
matahari terbenam (Sri & Sunaka, 2006).

Kulit kepala yang tampak tipis dan dijumpai adanya pelebaran vena-vena
subkutan. Kapan perkusi dilakukan pada kepala neonatus akan terdengar suara
“cracked pot”, berupa seperti suara kaca retak. Selain itu juga dijumpai gejala-
gejala lain seperti gangguan kesadaran, muntah-muntah, retardasi mental,
penghambatan untuk tumbuh secara optimal (Price & Wilson, 1994).

2.9 Diagnosis

a. Rontgen foto kepala


13

Ukuran kepala dengan adanya pelebaran sutura sagitalis dengan tanda-tanda


peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio digitate dan erosi
prosessus klionidalis posterior (Stranding, 2005). Pada gambar terlihat kepala
membesar kesemua arah.

Gambar 2. Foto rontgen posisi lateral. Menunjukkan tulang tengorak membesar


akibat dari penumpukan cairan
Sumber :Dikutip dari jurnal Jair Z FKUI, 2015: Penanganan Terkini Hidrosefalus
Pada Anak

b. Transimulasi

Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini


dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3
menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor.
Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm

c. Lingkaran kepala

Diagnosis hidrosefalus pada neonatus dapat dicurigai, jika penambahan lingkar


kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart yaitu jarak antara dua
garis kisi 1 cm dalam kurun waktu 2-4 minggu.
14

Jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka penutupan
sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.

d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Menggunakan MRI pada pasien hidrosefalus, ditemukan adanya dilatasi ventrikel


dan juga dapat menentukan penyebab dari hidrosefalus tersebut. Jika terdapat
tumor atau obstruksi, maka dapat ditentukan lokasi dan ukuran dari tumor
tersebut, selain itu pada MRI potongan sagital akan terlihat penipisan dari korpus
kalosum (Langingham et all, 2009).

Gambar 3. MRI potongan sagital pada hidrosefalus nonkomunikans akibat


obstruksi pada foramen Luschka dan Magendie.(Tampak dilatasi
dari ventrikel lateralis dan quartus serta peregangan korpus
kalosum).
Sumber : Dikutip dari jurnal Jair Z FKUI, 2015 : Penanganan Terkini
Hidrosefalus Pada Anak
15

Gambar 4. MRI potongan axial pada hidrosefalus nonkomunikans akibat


obstruksi pada foramen Luschka dan Magendie. Tampak dilatasi
dari ventrikel lateralis dan ventrikel quartus.
Sumber : Dikutip dari jurnal Jair Z FKUI, 2015 : Penanganan Terkini
Hidrosefalus Pada Anak

Gambar 5. MRI pada Neoplasma di vermis cerebellum dengan hidrosefalus


obstruktif (non komunikans).Tampak massa menekan ventikulus
quartus dan menyebabkan hidrosefalus obstruktif.
Sumber : Dikutip dari jurnal Jair Z FKUI, 2015 : Penanganan Terkini
Hidrosefalus Pada Anak

e. Ultrasonografi (USG)

Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG


diharapkan dapat menunjukkan sistem ventrikel yang melebar. Pendapat lain
mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak
mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini
disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem
ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan (Golden &
Bonnemann, 2004).
16

Gambar 6. Foto USG kepala fetus pada trimester 3. Menunjukkan pembesaran


di lateral ventrikel ke-4

Sumber : Dikutip dari jurnal Jair Z FKUI, 2015 : Penanganan Terkini


Hidrosefalus Pada Anak

f. Computed Topography (CT) Scan kepala

Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari


ventrikel lateralis dan ventrikel III. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan
adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari
CSS.

Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan


dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah
sumbatan (Haberland, 2007).
17

Gambar 7. CT Scan kepala potongan axial pada pasien hifrosefalus (Tampak


dilatasi kedua ventrikel lateralis).
Sumber : Dikutip dari jurnal Jair Z FKUI, 2015 : Penanganan Terkini
Hidrosefalus Pada Anak

2.10 Penatalaksanaan

Pada sebagian penderita, pembesaran kepala berhenti sendiri dikenali


sebagai arrested hydrocephalus mungkin oleh rekanalisasi ruang subaraknoid
atau kompensasi pembentukan CSS yang berkurang. Ada dua prinsip
pengobatan hidrosefalus, yaitu;

a. Mengurangi produksi CSS dengan merusak sebagian pleksus koroidalis,


dengan tindakan reseksi atau koagulasi, akan tetapi hasilnya tidak
memuaskan
b. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat
absorpsi akan menghubungkan ventrikel dengan ruang subaraknoid.
Misalnya, ventrikulo-sisternostomi Torkildsen pada stenosis akuaduktus.
Pada bayi hasilnya kurang memuaskan, karena sudah ada insufisiensi
fungsi absorpsi (Hassan & Alatas, 2002).
18

2.10.1 Penanganan sementara

Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk mebatasi evolusi


hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dan pleksus koroid
dengan Asetazolamit 100 mg/kgBB/hari atau Furosemid 1,2 mg/kgBB/hari atau
upaya meningkatkan resorpsinya dengan menggunakan Isorbid. Terapi ini hanya
bersifat sementara sebelum dilakukan terapi definitif. Terapi obat ini tidak
efektif untuk pengobatan jangka panjang karena boleh mengakibatkan gangguan
metabolic (Espay AJ et al., 2010).

Drainase likuor eksternal dilakukan dengan memasang kateter


ventrikuler yang kemudian dihubungkan dengan suatu kantong drainase
eksternal. Keadaan ini dilakukan untuk penderita yang berpotensi menjadi
hidrosefalus transisi atau yang sedang mengalami infeksi. Keterbatasan
tindakan ini adalah karena adanya ancaman kontaminasi likuor dan
penderita harus selalu dipantau secara ketat. Selain itu metode punksi ventrikel
bisa dilakukan berulang kali untuk mengatasi pembesaran ventrikel yang terjadi
(Woodworth et al., 2009).

GambGambar 8. Teknik lumbal punksi yang dilakukan pada L3,L4 dan L5


Sumber : Dikutip dari jurnal Jair Z FKUI, 2015 : Penanganan Terkini
Hidrosefalus Pada Anak
19

2.10.2 Penanganan Alternatif

Penetrasi membrane pada dasar ventrikel III merupakan suatu tindakan


membuat jalan alternatif melalui rongga subaraknoid bagi kasus-kasus stenosis
akuaduktus gangguan aliran pada fossa posterior. Selain memulihkan fungsi
sirkulasi likuor secara pseudofisiologi, ventrukulostomi III dapat menciptakan
tekanan hidrostatik yang uniform pada seluruh sistem saraf pusat sehingga
mencegah terjadinya perbedaan tekanan pada struktur struktuk garis tengah yang
rentan. Saat ini metode yang terbaik untuk melakukan tindakan tersebut adalah
dengan teknik bedah endoskopik, dimana suatu neuroendoskop dimasukkan
melalui burrhole coronal yaitu 2-3 cm dari garis tengah kedalam ventrikel
lateral, kemudian melalui foramen Monro yang dapat diidentifikasi berdasarkan
pleksus khoroid dan vena septalis serta dan vena thalamus triata masuk kedalam
ventrikel III. Lubang di buat didepan percabangan arteri basilaris sehingga
terbentuk saluran antara ventrikel III dengan sisterna interpedinkularis. Lubang
ini dapat dibuat dengan memakai laser, monopolar kuagulator, radiofrekuensi,
dan kateter balon (Rekate, 2009).

2.10.3 Operasi pemasangan shunt

Sebagian besar pasien hidrosefalus memerlukan shunting, bertujuan


membuat aliran likuor baru dengan kavitas drainase. Pada neonatus lokasi
kavitas yang terpilih adalah rongga peritoneum. Biasanya cairan CSS
didrainasi dari ventrikel, namun pada hidrosefalus kommunikan ada yang
didrainasi ke rongga subaraknoid lumbar (Espay e t a l . , 2010).

Pada dasarnya alat shunt terdiri dari tiga komponen yaitu kateter
proksimal, katub, dan kateter distal. Komponen bahan dasarnya adalah
elastomer silikon. Pemilihan pemakaian shunt didasarkan atas usia penderita,
berat badan, ketebalan kulit dan ukuran kepala (Espay et al,2010).

Penempatan reservoir shunt umunya dipasang di frontal atau temporo-


oksipital yang kemudian disalurkan di bawah kulit. Teknik operasi penempatan
shunt didasarkan pada pertimbangan anatomis dan potensi kontaminasi yang
20

mungkin terjadi. Terdapat dua hal yang perlu diorbservasi pasca operasi, yaitu
pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan
kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang (Woodworth et al., 2009)

Gambar 9. Teknik Ventriculoperitoneal Shunting


Sumber : Dikutip dari jurnal Jair Z FKUI, 2015: Penanganan Terkini Hidrosefalus
Pada Anak

2.11 Pencegahan

Pencegahan adalah upaya memodifikasi faktor risiko atau mencegah


berkembangnya faktor risiko, sebelum dimulainya perubahan patologis, dilakukan
pada tahap suseptibel dan induksi penyakit, dengan tujuan mencegah atau
21

menunda terjadinya kasus baru penyakit. Pada kasus hidrosefalus kongenital


pencegahan dapat dilakukan dengan: (Johnson et al.,2008)

a. Kehamilan perawatan prenatal yang teratur secara signifikan dapat


mengurangi risiko memiliki bayi prematur, yang mengurangi risikonya
mengalami hidrosefalus
b. Infeksi adalah salah satu daripada terjadinya hidrosefalus kongenital. Oleh
itu ibu harus diberi penyuluhan tentang pentingnya vaksin
c. Mencegah cedera kepala

2.12 Komplikasi menurut Mc Closkey et al., 2008

2.12.1 Berhubungan dengan progresifitas hidrosefalus

a. Perubahan Visual
b. Oklusi dari arteri cerebral posterior akibat proses skunder dari
transtentorial herniasi
c. Kronik papil edema akibat kerusakan nervus optikus.
d. Dilatasi dari ventrikel ke tiga dengan kompresi area kiasma optikum.
e. Disfungsi kognitive dan inkontunensia

2.12.2 Berhubungan dengan pengobatan

a. Asidosis metabolik
b. Ketidakseimbangan elektrolit

2.12.3 Berhungan dengan terapi bedah

a. Tanda dan gejala dari peningkatan tekanan intrakranial dapat disebabkan


oleh gangguan pada shunt.
b. Subdural hematoma atau subdural hygroma akibat dari overshunting.
Nyeri kepala dan tanda neurologis fokal dapat dijumpai.
22

c. Infeksi pada shunt dapat terjadi pada neonatus yang bermanifestasi


sebagai perubahan pola makan, irritabilitas, muntah, febris, letargi,
somnolen, dan ubun ubun menonjol.
d. Shunts dapat bertindak sebagai saluran untuk metastasis extraneural tumor
tertentu seperti medulloblastoma.
e. Komplikasi shunt dikategorikan menjadi tiga komplikasi yaitu infeksi,
kegagalan mekanis, dan kegagalan fungsional, yang disebabkan jumlah
aliran yang tidak adekuat. Infeksi meningkatkan resiko akan kerusakan
intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian. Kegagalan mekanis
mencakup komplikasi-komplikasi seperti oklusi aliran di dalam shunt,
diskoneksi atau putusnya shunt, migrasi dari tempat semula, tempat
pemasangan yang tidak tepat. Kegagalan fungsional dapat berupa drainase
yang berlebihan atau malah kurang lancarnya drainase. Drainase yang
terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi lanjutan seperti terjadinya
efusi subdural, kraniosinostosis, lokulasi ventrikel dan hipotensi ortostatik

2.13 Prognosis menurut Varma, 2000

Prognosis atau keberlangsungan penyakit sangat ditentukan oleh adanya


kelaian neural dan ekstraneural yang menetap. Pada sebagaian besar kasus, 50%
janin meninggal saat masih dalam uterus atau dilakukan terminasi pada kehamilan
karena adanya ketidaknormalan yang terdeteksi dan 50% sisanya berkembang
menjadi ventricolomegaly yang progresif. Pada bayi seperti ini, segera dilakukan
shunt dan memberikan hasil yang baik.
Pada bayi dengan hidrosefalus terjadi peningkatan ketidakmampuan mental
dan kognitif. Kemampuan atau pengetahuan umum sangat berkurang bila
dibandingkan dengan populasi anak-anak pada umumnya, kebanyakan anak
mengalami keterbelakangan dalam mental, verbal dan ingatan. Selain itu juga
menyebabkan kelainan pada mata.

You might also like