You are on page 1of 28

OBAT ANTI KEJANG

Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia Medisinal II


Dosen pengampu: Ismiarni Komala, Ph.D., M.Si., Apt

Disusun oleh:
Kelompok 3
1. Fenny Delfiyanti 1112102000032
2. Fika Febiati 1112102000039
3. Nursetyowati Rahayu 1112102000049
4. Nita Fitriani 1112102000078
5. Zaenab Salsabila 1112102000084
6. Ghilman Dharmawan 1112102000088
7. Ismatuz Zulfa 1112102000092

PROGRAM STUDI FARMASI


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah
2015
BAGIAN I
KEJANG

Istilah “epilepsi”, berdasarkan kata Yunani epilambanein (berarti "untuk merebut''),


pertama kali digunakan oleh Hippocrates. Dia menggambarkan epilepsi sebagai penyakit otak,
yang harus ditangani oleh diet. Ia membedakan epilepsi sejati (idiopatik) yaitu gangguan yang
penyebabnya tidak diketahui dan epilepsi simptomatik (organik) yaitu gangguan akibat kelainan
fisiologis, misalnya: cedera otak, tumor, infeksi, keracunan, atau gangguan metabolisme.
Pada Simposium Evaluasi Terapi Obat Neurologis dan Penyakit Sensory, pendapat
umum menyatakan bahwa epilepsi adalah gejala kompleks yang ditandai dengan penyimpangan
paroksismal berulang fungsi otak, biasanya singkat dan sembuh dengan sendirinya. De Robertis
et al. menyatakan ada dua kemungkinan mekanisme untuk gangguan kejang. Pertama,
hilangnya mekanisme kontrol inhibisi yang normal. Kedua, supersensitif kimia yang
meningkatkan rangsangan elemen saraf. Menurut Jackson, pelepasan intens gray matter di
berbagai daerah di otak memulai kejang.

A. KLASIFIKASI KEJANG
1. Kejang Parsial (lokal, focal)
Kejang parsial dibagi menjadi tiga kategori. Perbedaan utama antara kejang parsial
sederhana dan kompleks adalah tingkat kesadaran orang yang mengalami kejang.
Kejang parsial merespon cukup baik terhadap obat anti kejang/anti epilepsi.
a. Sederhana (consciousness not impaired)
b. Kejang parsial (kejang psikomotor)
 Beginning as simple partial seizures, progressing to complex seizures
 With impairment of consciousness at onset
c. Partial seizures evolving to secondarily generalized tonic-clonic convulsions

2. Generalized seizures (convulsive or nonconvulsive)


Gangguan ini menunjukkan keterlibatan simultan dari kedua belahan otak dan hilangnya
kesadaran. Penyebabnya jarang diketahui, tetapi biasanya akibat gangguan metabolisme
dan keracunan, atau faktor genetik konstitusional.

1
a. Absence seizures
 Absence seizure tipikal memiliki onset dan penghentian yang cepat, yang dapat
menyebabkan disalahartikan sebagai melamun.
 Absence seizure atipikal memiliki onset dan penghentian lebih lambat dan
mereka bertahan lebih lama (sampai beberapa menit). Mereka dapat mencakup
gerakan klonik, otomatisasi, atau gejala otonom.
b. Mioklonik
Kejang mioklonik terjadi tiba-tiba, sangat singkat, menyentak kontraksi yang
mungkin melibatkan seluruh tubuh atau terbatas pada daerah tertentu, seperti wajah
dan leher.
c. Klonik
Klonik hampir selalu terjadi pada bayi atau anak-anak. Penurunan kesadaran terjadi
bersamaan dengan penurunan tonus otot atau dengan tonik kontraksi umum, dan
dilanjutkan dengan periode gerakan menyentak asimetris.
d. Tonik
Kejang tonik kebanyakan terjadi pada anak-anak dan ditandai dengan peningkatan
tonus otot ekstensor dalam, sehingga bisa jatuh. Durasi agak lama dari kejang
mioklonik.
e. Tonik-klonik (grand mal)
Kejang ini ditandai dengan pengerasan tonik dari semua kelompok otot, yang
menyebabkan pasien jatuh. Kejang mungkin berhubungan dengan hilangnya kontrol
kandung kemih dan menggigit lidah atau bagian dalam mulut.
f. Atonik
Terjadi penurunan otot yang sangat tiba-tiba, yang mengarah ke penurunan kepala,
terkulainya anggota tubuh, sehingga jatuh.

2
BAGIAN II
OBAT ANTI KEJANG

A. MEKANISME KERJA OBAT ANTI KEJANG


Pada prinsipnya, obat antiepilepsi bekerja untuk menghambat proses inisiasi dan
penyebaran kejang.
1. Inhibisi kanal Na+ pada membran selakson. Contoh: fenitoin, karbamazepin, topiramat,
lamotrigin, valproat, dan zonisampid.
2. Inhibisi kanal Ca2+ tipe T pada neuron talamus (yang berperan pada peace maker untuk
membangkitkan cetusan listrik umum di korteks). Contoh: etosuksimid, trimetadon,
asam valproat.
3. Peningkatan inhibisi GABA
Mekanisme ini bisa terjadi dengan dua cara:
a. Langsung pada kompleks GABA dan kompleks Cl-. Contoh: benzodiazepin dan
barbiturat.
b. Menghambat degradasi GABA dengan mempengaruhi ambilan kembali dan
metabolisme GABA. Contoh: tiagabin, vigabatrin, asamvalproat, dan gabapentin.

Seizure/ epilepsi berasal dari cetusan ketidaknormalan oleh pembongkaran jaringan


neuron. Meskipun mekanisme dari seizure masih sedikit dimengerti, tetapi terlihat
ketidaknormalan pada neuronal kanal ion dan ketidakseimbangan antara eksitatori dan
inhibitori fungsi sinaptik. Variasi AEDs memperlihatkan perbedaan terhadap mekanisme
kerja pada fungsi neuron. Menyebabkan mereka memiliki efikasi yang selektif terhadap
perbedaan tipe seizure.

1. Kanal Ion
Ion natrium dan klorida pada konsentrasi besar keluar dari sel, sedangkan kalium,
kation organik, dan protein lebih banyak di dalam sel. Karena membran permeabel
hanya untuk ion kecil dan tidak untuk ion besar atau protein, membran neuronal
melakukan pemisahan, menghasilkan “resting potensial” pada rentang (-50 sampai -80
mV ) yang keluar dari sel.

3
Peningkatan daerah negatif disebut hiperpolarisasi menurunkan resting potensial
(sampai -90 Mv ). Hal ini membuat permulaan jangkauan neuron lebih sulit. Reduksi
daerah negatif disebut depolarisasi, dapat disimpulkan pada aksi potensial bahwa
depolarisasi cukup untuk mencapai (kira-kira -40 mV). Neuronal terlihat menginisiasi
oleh adanya suatu influx dari ion natrium.
Setelah semua depolarisasi, voltage langsung mengambil kanal natrium inaktif
dan tetap membuka kembali kanal ion untuk jangka waktu yang lama. Sementara kanal
yang tidak dapat membuka dengan cepat, berulang, dan menyebarkan listrik dari
aktivitas kejang untuk berdekatan pada region otak. Stabilisasi dan perpanjangan dari
inaktif ini termasuk mekanisme primer dari aksi fenitoin, karbamazepin dan lamotigrin
dan mungkin berperan dalam aksi anti kejang dari fenobarbital, okskarbazepin, valproat,
topiramat, dan zonisamid.

2. Menghambat dan Meningkatkan Sinaptik


Untuk neuron, ketika aksi potensial pada keseimbangan antara peningkatan dan
penghambatan stimulasi dilakukan secara langsung. Penghambat neurotransmiter di
dalam otak adalah GABA. Sintesis dari asam amino, asam glutamat dari asam glutamat
dekarboksilasi dan inaktivasi oleh GABA transaminasi. Ikatan GABA pada reseptornya
terdapat dua tipe reseptor GABA, yaitu GABAA dan GABAB. Reseptor GABAA
membuka kanal ion klorida dan ikatan dari GABA menyebabkan influks klorida dan
neuronal bersifat hiperpolarisasi. Reseptor GABAB mengikat protein G dan memberi
sinyal kepada pemberi pesan kedua terhadap kanal ion kalium dan kalsium, dan juga
menghambat mediasi di dalam sistem saraf pusat (SSP). Reseptor GABA menghambat
mediasi atau mempengaruhi konsentrasi GABA. Bezodiazepin, barbiturat, dan obat
lainnya, seperti Topiramat yang menambah aksi dari GABA pada kanal klorida GABAA.
Tiagabin menurunkan ambilan kembali GABA. Gabapentin menurunkan
metabolismenya.
Neurotransmiter ionotropik glutamat bekerja sebagai eksitatori neurotransmisi
pada dua tipe resptor, reseptor N-metil-D-aspartat ( NMDA ) dan reseptor L-α-amino-
3-hidroksi-5-metil-4-isosazol propionat (AMPA ) dan kainat (KA).

4
Aktivasi dari ligan kanal influks natrium dan kalsium beserta effluks kalium
dengan cara depolarisasi. Blokade reseptor NMDA oleh felbamat atau reseptor AMPA/
KA oleh fenobarbital dan topiramat menghambat depolarisasi.

3. Sinyal Kalsium
Tipe T kalsium sebagai alat pacu jantung untuk aktivitas otak normal. Khususnya
laju talamus askilator dianggap terlibat dalam adanya kejang, obat-obatan seperti
etoksusimid, oxazolidindion, dan zonisamid menghambat tipe T, sehingga
menyebabkan tidak adanya kejang tetapi tidak efektif terhadap kejang partial atau tipe
kejang yang lainnya.

5
B. MACAM OBAT ANTI KEJANG
Kebanyakan obat anti kejang mengandung struktur ureida yang telah digunakan
secara klinis lebih dari 30 tahun tanpa banyak perubahan pada struktur ureidanya. Perubahan
kecil pada substituen X struktur ureida akan mengakibatkan perubahan signifikan pada tipe
kejang yang dikontrol.

Macam obat anti kejang

Sebagai hasil dari perkembangan secara cepat dalam teknik biologi molekular untuk
studi neurofisiologi epilepsi dan dalam interaksi obat antiepilepsi dengan neurotransmiter
pada kanal ion atau reseptor otak (AMPA/Kaglutamat reseptor), muncul obat anti epilepsi
generasi baru. Obat obat antiepilepsi generasi baru tersebut yaitu felbamat, gabapentin,
lamotrigin, levetiracetam, oxkarbazepin, tiagabin, topiramat, dan zonisamad.

6
Mekanisme aksi obat-obat tersebut berikatan dengan kanal ion dan reseptor otak
dengan meningkatkan aktivitas GABA otak (tiagabin) atau dengan menghambat asam
amino eksitatori (GABA: lamotrigin, felgabamat).

Hubungan struktur aktivitas secara umum


1. Substitusi pada C5 dari hidantoin dan oxazolidinedion atau C2 dari suksimid menentukan
aktivitas anti kejang yang dikontrol.
2. Hidantoin dengan sedikitnya 2 gugus fenil merupakan obat pilihan pada kejang generalis
tonik-klonik. Substitusi di-fenil meningkatkan potensi anti-grand mal dibanding substitusi
fenil tunggal.
3. Oxalidinedion yang disubstitusi pada C5 dengan rantai alkil pendek (metil atau etil) lebih
efektif mengobati petit-mal, kurang efektif mengobati grand-mal.
4. Suksinimid yang merupakan anti-petit mal paling poten, memiliki gugus alkil pendek pada
C2.
5. Oxazolidindion lebih toksik, untuk itu sksinimid lebih aman sebagai alternatif untuk
absence-seizure (petit mal).

OBAT YANG EFEKTIF DALAM KEJANG PARSIAL DAN TOTAL


1. Turunan Hidantoin
Hidantoin memiliki struktur mirip dengan barbiturat, namun pada hidantoin tidak
ada bagian 6-okso. Kedua obat ini berguna untuk anti tonik-klonik generalis (grand mal)
dibanding anti-absence (petit-mal). Hidantoin memiliki 5 cabang pada struktur cincin yang
mengandung 2 nitrogen dalam konfigurasi ureida. Obat-obat antiepilepsi yang memiliki
struktur hidantoin yaitu fenitoin, HPPH (2-(1-Hexyloxyethyl)-2-devinyl pyropheophorbide-
a), fosfenitoin, ethotoin, mefenitoin.
Hubungan struktur aktivitas:
7
1. Substitusi pada C5 dari hidantoin menentukan aktivitas anti kejang yang dikontrol.
2. Hidantoin dengan sedikitnya 2 gugus fenil merupakan obat pilihan pada kejang generalis
tonik-klonik. Substitusi di-fenil meningkatkan potensi anti-grand mal dibanding
substitusi fenil tunggal.

Contoh hidantoin

a. Fenitoin
Fenitoin berikatan dengan kanal Na, menstabilkan inaktivasi
kanal Na, dan menghambat aktivitas kejang secara cepat ke area
kortikal. Efek samping yang biasa terjadi adalah nistagmus, ataksia,
disarithria, dan sedasi. Antikonvulsan aromatik seperti fenitoin
berkaitan dengan beberapa efek toksik termasuk reaksi hipersensitif
(ruam, agranulositosis, trombositopenia). Fosfofenitoin, merupakan prodrug dari
fenitoin dikembangkan untuk menghindari iritasi vena, kerusakan jaringan dan nekrosis
otot yang diakibatkan pemberian fenitoin parenteral.

b. Ethotoin
Ethotoin (peganone) berbeda dengan fenitoin
dimana satu substituen fenil pada posisi 5 diganti dengan
hidrogen dan NH pada posisi 3 diganti dengan gugus etil.
Ethotoin kurang toksik namun juga kurang efektif dan
lebih bersifat sedasi dibanding fenitoin.

c. Mefentoin
8
Mefentoin adalah n-metilasi pada posisi 3 dengan gugus etil
yang diganti salah satu substituen fenilnya pada posisi 5. Mefentoin
lebih sedasi dibanding fenitoin dan seharusnya menjadi obat paling
aman namun gagal. Hal ini disebabkan karena peningkatan insiden
toksik serius seperti rash berat, agranulositosis, dan hepatitis.
Bagian metabolit n-desmetil dan 5-fenil-5-etilhidantoin berperan dalam efek
tokisistasnya.

2. Iminostilben (Karbamazepin, oxcarbazepin)


a. Karbamazepin (CBZ, Carbamazepine)
Karbamazepin telah disetujui oleh FDA (Food and Drug Administration) pada
tahun 1968, dan saat ini diindikasikan sebagai terapi awal atau terapi parsial pada tonik
klonik dan jenis kejang. CBZ merupakan satu dari dua AED yang paling aman dan
paling efektif untuk jenis kejang ini (salah satunya fenitoin) dan dipilih untuk
monoterapi karena efektivitas yang tinggi dan efek samping yang relatif rendah. Struktur
trisiklik menyerupai psikoaktif obat imipramin, klorpromazin dan maprotilin, serta
beberapa struktural fenitoin, klonazepam dan fenobarbital. Selain itu CBZ telah
ditemukan untuk pengobatan yang efektif untuk gangguan bipolar dan trigeminal
neuralgia.

Mekanisme aksi
Pada hewan, profil sifat anti kejang untuk CBZ mirip dengan fenitoin. CBZ
efektif dalam kejut listrik (MES) tes (tes kejang diinduksi elektrik) tetapi tidak efektif
terhadap induksi kejang pentilen tetrazol. Tidak efektif juga untuk ada tidaknya kejang
mioklonik dan memang dapat memperburuk onset CBZ. Seperti fenitoin, CBZ pada
saluran natrium tergantung tegangan untuk mencegah penyebaran kejang. CBZ menekan
transmisi sinaptik di sistem retikular, talamus, dan mengaktifkan struktur limbik. Dalam
studi Crossover double-blind pada pasien yang kejang tidak terkontrol sepenuhnya
menggunakan kombinasi AED. CBZ mempunyai efek yang sama dengan fenobarbital
dan fenitoin dalam mengendalikan frekuensi kejang dan efek samping yang minimal.

9
Farmakokinetik:
Pemberian dosis oral, CBZ perlahan-lahan diabsorbsi, dengan pencapaian
konsentrasi puncak dari tablet pelepasan dipercepat terjadi pada 4 sampai 5 jam dan dari
tablet lepas diperpanjang dalam 3 sampai 12 jam. Rata-rata waktu paruh normal antara
12 dan 17 jam, namun karena induksi yang otomatis, waktu paruh dapat berkisar 8-29
jam. Waktu paruh untuk CBZ-10, 11-epoksida adalah 5 sampai 8 jam. konsentrasi terapi
plasma berkisar 4-2 mikrogram/ mL (pada orang dewasa) dan mungkin memerlukan satu
bulan untuk mencapai konsentrasi terapeutik yang stabil untuk efek yang diinginkan
seperti anti kejang karena induksi enzim metabolisme hepatik.
CBZ pada prinsipnya dimetabolisme oleh CYP3A4  10,11-epoksida, dengan
CYP2C8 dan CYP1A2 memiliki peran kecil. CBZ epoksida dihidrolisis untuk tidak
aktif, CBZ-10,11-dihidroksi oleh epoksida hidrolase  CBZ epoksida aktif dan
tampaknya lebih beracun dari CBZ. Namun, CBZ tidak hanya menginduksi aktivitas
CYP3A4 tetapi juga metabolisme sendiri (suatu autoinducer) serta UGT dan
peningkatan pembentukan metabolit glukoronida. Seperti fenitoin, CBZ telah dikaitkan
dengan sejumlah efek beracun, termasuk sindrom hipersensitivitas akibat obat. Reaksi
hipersensitivitas yang diinduksi fenitoin yang relatif terjadi pada beberapa peristiwa
berpotensi mengancam jiwa. Meskipun mekanisme CBZ itu menginduksi reaksi
hipersensitivitas belum ditandai dengan baik, studi terbaru menunjukkan bahwa reaksi
imun mungkin disebabkan oleh metabolisme menjadi metabolit kimia reaktif, yang
mungkin merupakan langkah penting dalam pembentukan adduct protein dan respon
imun berikutnya.

10
Meskipun oksida aren awalnya sebagai bagian yang reaktif dan metabolit
iminoquinon berasal dari metabolit CBZ (CBZ-iq) atau stilbene 2-hydroxyimino (2-
ohis) yang merupakan senyawa potensial untuk metabolit reaktif, karena kuinon dan
iminoquinone jenis metabolit memiliki efek obat penginduksi hepatotoksik. CYP3A4-
katalis metabolisme sekunder dari 2 hidroksikarbamazepin untuk 2-OHIS atau CBZ-iq
diikuti dengan pengurangan nonenzimatik untuk iminostilben 2-hidroksi, perkembangan
obat selanjutnya juga yaitu obat penginduksi hipersensitif terhadap CBZ.

Berdasarkan pembentukan glutation dan konjugat N-asetilsistein, telah diketahui


bahwa 2-OHIS adalah target untuk pembentukan adduct protein, yang dapat
menyebabkan toksisitas lokal. Seperti fenitoin, CBZ sangat terikat dengan protein.
Sekitar 72% dari dosis, dikeluarkan oleh urin sebagai metabolit dan 3% sebagai obat
tidak berubah. 28% ditemukan dalam tinja, hasil dari absorbsi dan siklus enterohepatik.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, variabilitas antarindividu dalam plasma darah,

waktu paruh dan clearance berhubungan


dengan autoinduction.

Efek samping
CBZ mempunyai efek samping yaitu penglihatan kabur, pusing, mengantuk,
ataksia, tremor, depresi, hiponatremia dan gangguan jantung. Kedua CBZ dan
oxcarbazepine dapat mengurangi plasma 25-hydroxy dan level vitamin D. CBZ
meningkatkan level dari fenitoin dan menurunkan level felbamate, lamotrigin,
kontrasepsi oral, teofilin, valproate dan zonisamide.

11
Antibiotik makrolida menghambat metabolisme CBZ, dengan demikian terjadi
peningkatan plasma level dan menurunkan clearance dengan potensi efek toksik.

b. Oxcarbazepine
Oxcarbazepine (Trileptal) Merupakan keto analog dari carbamazepine. Di
indikasi untuk monoterapi atau terapi tambahan pada pasien partial seizure dengan
epilepsi (dewasa), untuk monoterapi perawatan partial kejang pada anak umur 4 tahun
atau lebih tua, dan sebagai terapi tambahan pada anak umur 2-4 tahun.

Mekanisme aksi
Oxcarbazepin mempunyai efek yang lebih rendah dibandingkan dengan CBZ,
mekanisme aksi untuk oxcarbazepin serupa dengan CBZ. sebagian besar aktivitas
farmakologi untuk oxcarbazepine dikaitkan dengan metabolit primer, 10-mono
hydroxycarbazepine (MHD), tingkat plasma sembilan kali lipat lebih tinggi daripada
CBZ. Oxcarbazepine dan MHD memblok kanal sodium voltage-dependent, dengan
demikian terjadi penurunan yang berulang. Aktivitas lain pada kanal kalsium dan
kalium, berkontribusi sebagai efek terapetik. Seperti carbamazepine oxcarbazepine
dapat memperburuk mioklonik atau tidak adanya kejang.
Oxcarbazepine benar-benar diserap, dan makanan tidak berpengaruh pada
penyerapan. tidak seperti CBZ, tidak menyebabkan metabolisme autoinduction.
metabolisme Oxcarbazepine berbeda dari CBZ. Oxcarbazepine direduksi dengan enzim
sitosol ke MHD, sebelum O-glucuronidation. lebih dari 95% dari dosis oral yang
diekskresikan sebagai metabolit terkonjugasi, dengan sekitar 4% dari obat dikonversi
untuk tidak aktif. 10,11-dihidroksi CBZ, tidak seperti CBZ, ada epoksida atau
hidroksilasi aromatik metabolit yang terbentuk. Waktu paruh 2 jam untuk
Oxcarbazepine dan 9 jam untuk metabolit 10-monohidroksi. pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal, waktu paruh untuk MHD berkepanjangan sampai 19 jam,
dengan dua kali lipat di daerah di bawah kurva konsentrasi plasma puncak.
Oxcarbazepine menginduksi CYP3A4/ 5 dan UTP dan juga menghambat
CYP2C19, menghasilkan efek yang signifikan pada konsentrasi plasma obat lain. Oleh
karena itu, Oxcarbazepine menurunkan bioavailabilitas felodipin dan menurunkan

12
tingkat plasma untuk lamotrigin, CBZ, CBZ epoksida calcium channel blockers dan
kontrasepsi oral.

Oxcarbazepine meningkatkan plasma level dari fenobarbital dan fenitoin. tidak


seperti CBZ, oxcarbazepine tidak memiliki efek dalam plasma level risperidone atau
olanzepine. Plasma level dari oxcarbazepine atau MHD dapat menurunkan CBZ,
fenobarbital, fenitoin, valproate, dan verapamil. Serum MHD dapat menurunkan
kehamilan tapi dapat meningkatkan pengiriman. Clearance Oxcarbazepine dapat
menurunkan gangguan renal. pada anak-anak, dosis oxcarbazepine lebih tinggi
dibandingkan pada orang dewasa, diperlukan untuk memperoleh konsentrasi plasma
yang efektif.
Oxcarbazepine berbeda dari carbamazepine, merupakan drug inhibits several
types of voltage-gated calcium channels (Ahmad et al. 2005). Oxcarbazepine merupakan
turunan non-toksik dari carbamazepine dengan mengurangi interaksi obat yang potensial
(Bialer et al 2004.; Schmidt dan Elger, 2004). Tujuan untuk mengembangkan turunan
dari carbamazepine untuk menghindari berpotensi beracun pada metabolit-epoksida,
yaitu ruam kulit dan kurang kerentanan interaksi farmakokinetik, karena tidak dimediasi
oleh sitokrom CYP3A4 untuk di metabolisme oksidatif di hati (Bialer, 2006).

Efek samping
Pasien dengan reaksi hipersensitif terhadap penggunaan CBZ diharapkan dapat
menunjukkan sensitivitas silang (seperti: rash) atau masalah yang berkaitan dengan
Oxicarbazepine. Efek samping yang umum seperti sakit kepala, pusing, nystagmus,
penglihatan buram, somnolen, mual, ataksia dan kelelahan.

3. Barbiturat (fenobarbital, mephobarbital, primidone)

13
Merupakan subsitusi dari derivat pirimidine dengan konfigurasi ureide. Merupakan
asam lemah lipofilik (pK 7-8) dan terdistribusi dengan baik ke otak. Meskipun banyak
barbiturat menunjukkan aktivitas hipnotik sedatif, hanya beberapa yang punya efek
antiseizure. Banyak barbiturat dapat menyebabkan kejang. Barbiturat yang berguna secara
klinis untuk AEDs adalah phenobarbital, mephobarbital dan primidone.
Mekanisme dari kerja antiseizure pada barbiturate belum diketahui namun
diperkirakan untuk meningkatkan blockade dari sodium channel dan meningkatkan
transmisi GABA-mediated inhibitory.

a. Fenobarbital
Digunakan untuk konvulsif disorder dan menjadi drug of choice pada bayi
berumur 2 bulan. Diindikasikan untuk pengobatan pada parsial atau kejang tonik klonik
di semua usia, meskipun kurang efektif dari phenitoin atau CBZ pada dewasa (40).
Meskipun digunakan secara monoterapi, biasanya dikombinasi dengan AED lain.
Fenobarbital dapat digunakan dengan rute parenteral, seperti garam sodium
untuk keadaan daruratdan untuk keadaan acute convulsive disorder dengan eclampsia,
meningitis, tetanus, dan untuk anestesi lokal. Karena onset nya lambat maka diberikan
setelah benzodiazepin untuk pengobatan status epileptikus.

Farmakokinetik
Fenobarbital adalah asam lemah (PKA 7,4 log P = 1,53 pada pH 7,4) 50%
terionisasi pada pH fisiologis dan didistribusikan dengan baik ke dalam SSP. Absorbsi
secara oral lambat, dengan bioavailabilitas oral 80% -100% dan menunjukkan kinetika
linear. 40-60% protein plasma fenobarbital terikat dan mempunyai waktu paruh yang
panjang yaitu 2-6 hari, yang menghasilkan konsentrasi plasma sangat stabil sekitar 25-
50% dari dosis.
Fenobarbital diekskresikan dalam urin, tidak berubah. Sisanya dimetabolisme
terutama oleh hidroksilasi untuk metabolit tidak aktif, asam 5-p-hidroksifenil-5-etil
barbiturat, yang kemudian terkonjugasi sebagai glukuronida atau sulfat dan
diekskresikan dalam urin. Beberapa metabolit terkonjugasi mungkin muncul dalam tinja
dari siklus enterohepatic. Zat basa urin atau meningkatkan laju urin secara substansial

14
meningkatkan laju ekskresi berubah fenobarbital dan metabolitnya. Fenobarbital sangat
potent untuk hati yang menginduksi enzim CYP3A4 dan meningkatkan kemampuan hati
untuk dimetabolisme oleh CYP3A4, menginduksi UGTs dan meningkatkan
pembentukan glucuronidation. Fenobarbital juga merupakan autoinducer seperti halnya
CBZ.

b. Mefobarbital (Mebaral)
Merupakan derivat barbiturat AED dengan pKa 7,7 (log P=1,84 pada pH 7,4).
50% dari dosis oral mephobarbital diabsorpsi di jalur gastrointestinal. Konsentrasi
plasma yang digunakan untuk efek terapetik tidak diketahui. Akar utama metabolisme
mephobarbital adalah N-demetilasi oleh hati untuk membentuk fenobarbital, yang dapat
diekskresikan dalam urin tidak berubah dan sebagai yang p-hidroksi metabolit dan
glukuronida atau sulfat konjugat.

c. Primidon (Mysoline)
Primidon adalah turunan 2-deoksi fenobarbital dan disetujui oleh US FDA untuk
pengobatan awal atau penunjang kejang parsial sederhana, parsial kompleks, dan tonik-
klonik. Kurang efektif terhadap jenis kejang dibandingkan fenitoin atau CBZ. Meskipun
tidak disetujui untuk tujuan tersebut, sering digunakan untuk mengobati tremor familial
jinak (tremor esensial).

4. Benzodiazepin
Turunan benzodiazepin adalah obat pilihan yang banyak digunakan sebagai
hipnotik-sedatif, mempunyai efikasi dan batas keamanan yang lebih besar dibanding turunan
hipnotik-sedatif lain. Selain itu turunan benzodiazepin mempunyai efek menghilangkan
ketegangan (anxiolitik, transquilizer minor), relaksasi otot, dan anti kejang.

15
Mekanisme kerja
 Permeabilitas membrane sel (diturunkan)  transmisi sinaptik pada sistem pengaktifan
retikula di otak (ditekan)  rangsangan sel post-sinaptik (dikurangi)  konteks serebral
(deaktivasi)
 Aliran klorida pada membrane postsinaptik (meningkat)  transmisi GABA-ergik
(gaba-aminobutiric acid) (meningkat)  ikatan reseptor GABA dengan turunan
benzodiazepine (meningkat)

Hubungan Struktur dan Aktivitas


1. Modifikasi pada cincin A
 Penambahan substituent penarik electron (ex. Cl, Br, F, CF3, dan NO2) pada posisi
7  meningkatkan aktivitas. Hal ini dikarenakan jika penambahan subtituen penarik
electron akan meningkatkan sifat elektronik dari benzodiazepin.
 Penambahan substituent penambah electron (CH2, NH2, OH, dll)  menurunkan
aktivitas.
 Penambahan substituent apapun pada posisi 8 dan 9  menurunkan aktivitas

16
2. Modifikasi pada cincin B
 Penambahan gugus metil pada posisi 1  meningkatkan aktivitas, namun ketika
BM substituennya lebih besar dari metil  menurunkan aktivitas
 Penggantian atom O gugus karbonil pada posisi 3 dengan dua gugus hidrogen 
menurunkan aktivitas
 Penggantian satu atom hidrogen pada posisi 3 dengan gugus hidroksil 
menurunkan aktivtas  mengurangi efek samping karena gugus hidroksil
mempercepat eliminasi
 Penggantian satu atom hidrogen pada posisi 3 dengan gugus karboksil 
meningkatkan durasi kerja karena memerlukan waktu untuk menjadi metabolit aktif
 Penggantian gugus finil pada posisi 5 dengan gugus sikloalkil atau heteroaromatik
 menurunkan aktivitas
 Penggantian gugus fenil pada posisi 5 dengan gugus piridil  aktivitas bromazepam
= diazepam
 Penggabungan cincin pada posisi 1 dan 2 inti diazepam  meningkatkan aktivitas

5. Bis Karbamat
a. Felbamat (Fluorofelbamat, Carisfelbamat)
Felbamate dianggap sebagai AED spektrum luas dengan beberapa mekanisme
kerja yang ditimbulkan, termasuk antagonisme di glutamat-ergic reseptor NMDA
disubunit NR2, dalam konsentrasi klinis yang relevan (Kuo et al. 2004). Mekanisme lain
tindakan termasuk penghambatan kanal sodium dan kalsium (Rogawski dan Löscher,
2004b).
Sebuah analog yang non-toxic, fluorofelbamate, 2-fenil-2-fluoro-1,3-
propanadiol dicarbamate, dikembangkan karena efek samping serius dari felbamate.
Mekanisme kerjanya tidak bisa sepenuhnya menjelaskan dengan baik interaksi di
reseptor glutamat atau saluran natrium (Wallis et al. 2000).

17
Felbamate adalah molekul simetris dengan struktur cincin benzena yang melekat pada
karbon pusat atom dengan dieter mengikat dua kelompok amida. Dalam fluorofelbamate
satu atom fluor adalah terikat pada atom karbon pusat untuk mencegah pembentukan
metabolit beracun reaktif dari fel-bamamate, ATPAL (Bialer, 2006). dicarisbamate atom
klorida melekat ke cincin aromatik, dan amida chainhas sisi yang mengandung
dimasukkan, sehingga membentuk pusat kiral.

b. Lamotigrin
Mekanisme utama aksi lamotrigin tampaknya melibatkan aktivasi penghambatan
saluran natrium (Xie et al 1995;. Kuo,1998). Mekanisme kerja lain dari lamotrigin yang
selektif mengurangi potensial aksi penembakan oleh meningkat dalam aktivasi
hiperpolarisasi arus kation dendritik, karena dendrit memiliki sifat listrik yang berbeda
dari soma di sel piramidal (Poolos et al. 2002). Target ini akan menjadi sangat penting
di epileptogenesis (Poolos et al. 2002).
JZP-4, 3- (2,5-trikloro-fenil) -pyrazine-2,6-diamin, merupakan turunan dari
lamotrigin. Senyawa ini merupakan penghambat kanal natrium dan kalsium yang poten,
yang menampilkan spektrum luas aktivitas antikonvulsan (Bialer et al. 2007). Zat ini
memiliki menunjukkan profil yang menguntungkan dalam toksikologi dan studi
farmakokinetik (Bialer et al. 2007).

18
Lamotrigin adalah 1,2,4-triazina, dengan dua atom klorida terpasang. Dalam JZP-4, satu
atom nitrogen telah dihapus dari struktur siklik, dan klorida melekat pada cincin
aromatik. dua obat yang berbeda dalam struktur karena struktur siklik dengan dua atom
nitrogen biasanya terjadi dalam molekul biologis, sementara tiga nitrogen tidak umum.
Kedua molekul netral dalam fisiologis pH. Modifikasi di JZP-4 dapat mempengaruhi
rute eliminasi untuk lamotrigin.

c. Gabapentin
Struktur gabapentin dan pregabalin disintesis dari GABA, tetapi mereka
mempunyai satu atom lebih panjang, dengan enam bukannya lima karbon atau nitrogen
atom dalam berturut-turut. Kedua obat tidak aktif pada reseptor GABA (Taylor et al.
2006). Tidak seperti GABA kedua obat memiliki substitusi kimia alifatik besar di posisi
3 GABA, yang mengubah sifat farmakologi mereka secara signifikan di dibandingkan
dengan GABA (Taylor et al. 2006).
Dalam gaba-pentin, ada struktur asam amino seperti dengan ending asam
karboksilat dan satu kelompok amino akhir, melekat pada sikloheksana. Di pregabalin,
ada atom kiral sentral dalam posisi 4, dan struktur asam amino. Struktur siklik heksana
telah digantikan dengan alifatik rantai samping. Turunan gabapentin yaitu XP13512
telah mendapat tambahan dari kelompok di-esther untuk akhir amino dari molekul.

19
d. Asam Valproat dan Turunannya
Turunan Asam valproate yang digunakan untuk anti kejang antara lain adalah
asam valproat, Na divalproex dan valpromid. Mekanisme aksi dari valproat yaitu
meningkatkan efek inhibitori GABA. Valproat diindikasikan untuk terapi awal atau
tambahan untuk absence seizure. Untuk sekarang ini pasien dengan absence seizure lebih
menyukai ethosuximide dibandingkan valproate karena berisiko hepatotoksisitas.
Metabolit yang lebih aktif yaitu (E)-2-ene valproate (trans 2-en valproate).
Metabolit 4-ene diindikasikan menjadi metabolit reaktif yang bertanggung jawab
terhadap efek hepatotoksik. Metabolit lain yang ditemukan di urin adalah 3-oxo-and 4-
hydroxyvalproate. Aktivitas antiseizure meningkat dengan peningkatan panjang rantai,
sedangkan adanya ikatan rangkap menurunkan aktivitas antiseizure
Efek samping valproate umumnya adalah gangguan saluran cerna (anorexia,
nausea dan indigestion). Namun efek ini bias diminimalkan dengan pemilihan
divalproex Na dengan salut enteric atau dosis terapi yang rendah.

20
e. Zonisamid (Zonegran)
Zonisamid merupakan turunan sulfonamide yang diindikasikan untuk terapi
tambahan pada pasien seizure parsial yang lebih dari 16 tahun dengan seizure yang tidak
terkontrol oleh obat first-line. Di jepang digunakan untuk myoclonic seizure. Zonisamie
memiliki lebih dari 1 mekanisme aksi, namun semuanya belum teridentifikasi.
Zonisamide dapat memblok sodium dan T-type calcium channel, sehingga dapat
berefek dopaminergic transmission, bipolar atau schizoaffective disorder.
Absorpsinya melalui rute oral lambat, namun hamper sempurna. Pada proses
metabolismenya, zonisamide mengalami asetilasi membentuk N-acetyl metabolite,
kemudian direduksi oleh CYP3A4/CYP2D6 dan membentuk cincin terbuka, 2-
sulfamoylacetyl phenol.

f. Topiramat (Topamax)
Topiramat adalah turunan monosakarida tersubstitusi sulfamat dari fruktosa
dengan aktivitas AED spectrum luas. Digunakan untuk monotherapy atau tambahan

21
untuk parsial atau primer generalis tonic-clonic seizure pada pasien dengan umur lebih
dari 10 tahun.
Mekanisme aksi untuk topiramate tidak diketahui, namun umumnya memiliki
aktivitas AED dengan memblok pencopotan secara beulang yang dilakukan pada sodium
chanel, yang mungkin meningkatkan flux klorida termediasi GABAa.
Struktur topiramat relatif berbeda dengan obat antikejang lain, merupakan
monosakarida yang tersubstitusi dengan gugus sulfamat. Digunakan sebagai obat
penunjang pada pengobatan parsial seizure. Dosis: 100-200 mg 2 dd.

OBAT YANG EFEKTIF UNTUK ABSENCE SEIZURES


Obat yang efektif sebagai antikejang meliputi turunan yang mirip struktur ureida,
oksazolidindion, suksinimida, klonazepam, dan lamotrigin. Perbedaan kecil substruktural antara
cincin N (hidantoin), cincin O (oksazolidindion) dan cincin CH2 (methylene dan suksinimida)
menghasilkan pergantian dari efek AEDs untuk melawan parsial dan generalis tonik-klonik
menjadi absence seizures.

22
1. Oksazolidindion
Oksazolidindion merupakan AEDs tertua yang digunakan untuk terapi
antiseizure antara 1946-1948. Pada saat itu tidak ada obat yang efektif untuk mengontrol
absence seizure. Oleh karena itu penerimaan trimetadion dan parametadion untuk
absence seizure sangat cepat. Saat ini trimetadion hanya diindikasikan untuk control
absence seizurerefractory dengan AEDs lainnya. Trimetadion merupakan prodrug yang
dimetabolisme oleh N-demetilasi menjadi dimetadion. Waktu paruh trimetadion 16-24
jam, sedangkan dimetadion lebih panjang yaitu 6-13 hari. Dimetadion terkonsentrasi
lebih tinggi disbanding obat induknya. Karena itu berpotensi efek samping yang fatal
seperti aplastic anemia, nephrosis, idiosyncratic rashes, dan lain-lain.

23
2. Suksinimida
Karena oksazolidindion bersifat toksik, dicari pengganti yang memiliki efek
toksik lebih rendah. Penggantian cincin O pada oksazolidindion dengan gugus metil
memberikan antiseizure suksinimida. Secara klinis suksinimida yang digunakan
termasuk etosuksimid, metsuksimid, dan fensuksimid. Suksinimida diindikasikan untuk
monotetapi pada absence seizure atau terapi kombinasi ketika kejang tipe lain terjadi
bersamaan dengan absence seizure. Aktivitas suksinimida relatif sama dengan turunan
oksazolidindion tetapi efek sampingnya lebih rendah.

a. Etosuksimid
Merupakan obat pilihan untuk pengobatan typical absence seizure
(toksisitasnya lebih rendah dibanding trimetadion), tapi tidak efektif melawan parsial
kompleks atau kejang tonik-klonik. Etosuksimid merupakan substrat CYP3A4 dan
CYP2E1. Metabolit utama pada suksinimida yaitu 3-(1-hydroxyethyl) suksinimida,
yang tidak aktif dan terekskresi dalam betuk tidak terkonjugasi dalam urin.

b. Metsuksimid
Metsuksimid tidak umum digunakan, diindikasikan untuk absence seizure
refractory dengan obat lain. Biasanya dikombinasikan dengan fenitoin atau
fenobarbital ketika absence seizure terjadi bersama dengan gejala tonik klonik.

24
Banyak efikasi dari metsuksimid dikaitkan dengan desmethyl metabolitnya. Pada
metsuksimid waktu paruhnya antara 2,6-4 jam, namun waktu paruh untuk N-
desmethylsuximide adalah 25 jam, yang menyebabkan substansi terakumulasi.

c. Fensuksimid
Fensuksimid jarang digunkan untuk pengobatan absence seizure refractory,
karena diperkirakan tidak lebih efektif dibanding etosuksimid. Fensuksimid
diekskresi melaului urin dan empedu

DRUG EFFECTIVE AGAINST MYOCLONIC SEIZURES


Klonazepam dan valproat umumnya digunakan untuk mengontrol myoclonic seizure.

OBAT UNTUK STATUS EPILEPTIK


Diazepam melalui rute i.m atau i.v merupakan obat pilihan untuk mengontrol secara cepat status
epilepticus. Diazepam yang melalui rute i.v dapat masuk ke dalam sistem saraf pusat dengan
cepat. Awalnya terkonsentrasi tinggi di otak namun segera tereduksi karena terjadi redistribusi
sehingga meningkatkan kesempatan berulang status epileptikus.

OBAT ANTIEPILEPSI PADA FASE III


PERCOBAAN KLINIS
Obat antiepilepsi fase 3 ditunjukan pada gambar. Talampanel merupakan 2,4-benzodiazepin
yang merupakan antagonis reseptor AMPA/KA. RWJ-333369 merupakan antagonis reseptor
monokarbamat di KA. Rufinamid merupakan 1,2,3-triazol karboksamid yang memblok chanel
Na. Soretilide memiliki mekanisme yang mirip dengan CBZ, bivaracetam, dan seletracetam
yang merupakan turunan S-(-)-levetiracetam untuk pengobatan myoclonic seizure.

25
26
DAFTAR PUSTAKA

Landmark, Cecilie Johannessen dan Johannessen, Svein L. “Modification of Antiepileptic


Drugs for Improved Tolerability and Efficacy”. Perspectives in Medicine Chemistry,
2008. 14, 2: 21-29.

Lemke, Thomas L., ed. Foye’s Principles of Medicinal Chemistry Sixth Edition. USA: Williams
& Wilkins. 2008.

Siswandono dan Soekarjo, Bambang, ed. Kimia Medisinal Jilid 2. Surabaya: Airlangga
University Press. 2008.

27

You might also like