You are on page 1of 68

cREATED : Drs. Abd.

Rohim
School : PAsca STAIN Cirebon
Editor : anakciremai.blogspot.com

AKIDAH SEBAGAI DASAR PENDIDIKAN AKHLAK

Dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim adalah akidah yang benar terhadap alam dan
kehidupan, karena akhlak tersarikan dari akidah dan pancaran dirinya. Oleh karena itu, jika
seseorang berakidah dengan benar, niscaya akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu
pula sebaliknya, jika akidah salah dan melenceng maka akhlaknya pun akan tidak benar.
Akidah seseorang akan benar dan lurus jika kepercayaan dan keyakinannya terhadap Allah juga
lurus dan benar. Karena barang siapa mengetahui Sang Penciptanya dengan benar, niscaya ia
akan dengan mudah berperilaku baik sebagaimana perintah Allah. Sehingga ia tidak mungkin
menjauh atau bahkan meninggalkan perilaku-perilaku yang telah ditetapkan-Nya.
Adapun yang dapat menyempurnakan akidah yang benar terhadap Allah adalah berakidah
dengan benar terhadap malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya yang diturunkan kepada para
Rasul dan percaya kepada Rasul-rasul utusan-Nya yang mempunyai sifat jujur dan amanah
dalam menyampaikan risalah Tuhan Mereka.
Keyakinan terhadap Allah, Malaikat, Kitab, dan para Rasul-rasul-Nya berserta syariat yang
mereka bawa tidak akan dapat mencapai kesempurnaan kecuali jika disertai dengan keyakinan
akan adanya hari Ahkir dan kejadian-kejadian yang menggiringnya seperti hari kebangkitan,
pengmpulan, perhitungan amal dan pembalasan bagi yang taat serta yang durhak dengan masuk
surga atau masuk neraka.
Di samping itu, akidah yang benar kepada Allah harus diikuti pula dengan akidah atau
kepercayaan yang benar terhadap kekuatan jahat dan setan. Merekalah yang mendorong manusia
untuk durhaka kepada Tuhannya. Mereka menghiasi manusia dengan kebatilan dan syahwat.
Merekalah yang merusak hubungan baik yang telah terjalin di antara sesamanya. Demikianlah
tugas –tugas setan sesuai dengan yang telah digariskan Allah dalam penciptaannya, agar dia
dapat memberikan pahala kepada orang-orang yang tidak mengikuti setan dan menyiksa orang
yang menaatinya. Dan semua ini berlaku setelah Allah memerpingatkan

umat manusia dan mengancam siapa saja yang mematuhinya setan tersebut.
Pendidikan akhlak yang bersumber dari kaidah yang benar merupakan contoh perilaku yang
harus diikuti oleh manusia. Mereka harus mempraktikannya dalam kehidupan mereka, karena
hanya inilah yang akan mengantarkan mereka mendapatkan ridha Allah dan akan membawa
mereka mendapatkan balasan kebaikan dari Allah.
Ketidakberesan dan adanya keresahan yang selalu menghiasi kehidupan manusia timbul sebagai
akibat dari penyelewengan terhadap akhlak –akhlak yang telah diperintahkan oleh Allah dan
Rasul-Nya. Penyelewengan ini tidak akan mungkin terjadi jika tidak ada kesalahan dalam
berakidah, baik kepada Allah. Malikat, rasul, kitab-kitab-Nya maupun hari Akhir.
Untuk menjaga kebenaran pendidikan akhlak dan agar seseorang selalu dijalan Allah yang lurus,
yaitu jalan yang sesuai dengan apa yang telah digariskan-Nya, maka akidah harus dijadikan dasar
pendidikan akhlak manusia.

DEFINISI AKHLAK
1.Menurut Imam Abu Hamid Al-Gazali
Kata al-khalq ‘Fisik’ dan al-khuluq ‘akhlak’ adalah dua kata yang sering dipakai bersaman.
Seperti redaksi bahasa arab ini, fulaan husnu al-khalq wa al-khuluq yang artinya “si fulan baik
lahirnya juga batinnya”. Sehingga yang dimaksud dengan kata “al-khalaq” adalah bentuk
lahirnya. Sedangkan al-khuluq adalah bentuk batinnya.
Hal ini karena manusia tersusun dari fisik yang dapat dilihat dengan mata kepala, dan dari ruh
yang dapat ditangkap dengan batin. Masing-masing dari keduanya memiliki bentuk dan
gambaran, ada yang buruk ada pula yang baik. Dan ruh yang ditangkap oleh mata batin itu lebih
tinggi nilainya dari fisik yang ditangkap dengan penglihatan mata. Yang dimaksud dengan ruh
dan jiwa di sini adalah sama.
Kata al-khuluq merupakan suatu sifat yang terpatri dalam jiwa, yang darinya terlahir perubahan-
perubahan dengan mudah tanbpa memikirkan dan merenung terlebih dahulu.
Jika sifat yang tertanam itu darinya terlahir perbuatan-perbuatan baik dan terpuji menurut rasio
dan syariat, maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang baik. Sedangkan jika yang terlahir adalah
perbuatan-perbuatan buruk, maka sifat tersebut dinamakan dengan akhlak yang buruk.
Al-khuluq adalah suatu sifat jiwa dan gambaran batinnya. Dan sebagaimana halnya keindahan
bentuk lahir manusia secara mutlak tak dapat terwujud hanya dengan keindahan dua mata,
dengan tanpa hidung, mulut dan pipi. Sebaliknya, semua unsur tadi harus indah sehingga
terwujudlah keindahan lahir manusia itu. Demikian juga, dalam batin manusia ada empat rukun
yang harus terpenuhi seluruhnya sehingga terwujudlah keindahan khuluq “akhlak”. Jika keempat
rukun itu terpenuhi, indah dan saling bersesuaian, maka terwujudlah keindahan akhlak itu.
Keempat rukun itu antara lain:
1)Kekuatan ilmu
2)Kekuatan marah
3)Kekuatan syahwat
4)Kekuatan mewujudkan keadilan di antara tiga kekuatan tadi

1)Kekuatan Ilmu
Keindahan dan kebaikannya adalah dengan membentuknya hingga menjadi mudah mengetahui
perbedaan antara juur dan dusta dalam ucapan, antara kebenaran dan kebatilan dalam beraqidah,
dan antara keindahan dan keburukan dalam perbuatan.
Jika kekuatan ini telah baik, maka lahirlah buak hikmah, dan hikmah itu sendiri adalah puncak
akhlak yang baik. Seperti difirmankan Allah SWT.,
“…..Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang
banyak ….” (Al-Baqarah: 269).
2)Kekuatan marah
Keindahannya adalah jika mengeluarkan marah itu dan penahannya sesuai tuntutan hikmah.
3)Kekuatan syahwat
Keindahan dan kebaikannya adalah jika ia berada di bawah perintah hikmah. Maksudnya
perintah akal dan syariat.

4)Kekuatan mewujudkan keadilan di antara tiga kekuatan tadi


Adalah kekuatan dalam mengendalikan syahwat dan kemarahan di bawah perintah akal dan
syariat.
Perumpamaan akal adalah seperti seorang pemberi nasihat dan pemberi petunjuk
Kekuatan keadilan adalah kemampuan, dan perumpamaannya adalah seperti pihak yang menjadi
pelaksana dan pelaku bagi perintah akal.
Dan kemarahan adalah tempat yang padanya dilaksanakan perintah tadi itu. Perumpamaannya
adalah seperti anjing pemburu, yang perlu dilatih, sehingga gerak-geriknya sesuai dengan
perintah, bukan sesuai dengan dorongan syahwat dirinya.
Sementara perumpamaan syahwat adalah seperti kuda yang ditunggangi untuk mencari hewan
buruan, yang terkadang jinak dan menuruti perintah, dan terkadang pula binal.
Siapa yang dapat mewujudkan kesimbangan unsur-unsur tadi, ia pun menjadi sosok yang
berakhlak baiks secara mutlak. Sementara orang yang hanya dapat mewujudkan keseimbangan
sebagian unsur itu saja, maka ia menjadi orang yang berakhlak baik jika dilihat pada segi yang
baik itu saja, seperti orang yang sebagian wajahnya indah, sementara sebagian lainnya buruk.
Keindahan kekuatan kemarahan dan keseimbangannya digambarkan dengan keberanian
Keindahan kekuatan syahwat dan keseimbangannya digambarkan dengan sifat iffah menjaga
kesucian diri
Jika kekuatan marah seseorang cenderung ke arah bertambah maka ia dinamakan dengan
tahwwur ‘sembrono’. Sedangkan, jika cenderung melemah dan berkurang maka dinamakan
pengecut. Jika kekuatan syahwat cenderung bertambah maka ia dinamakan serakah, sedangkan
jika cenderung melemah dan berkurang dinamakan statis.
Yang terpuji adalah sikap seimbang yang merupakan keutamaan, sedangkan dua sikap yang
cenderung bertambah dan melemah adalah dua hal yang tercela. Sedangkan keadilan, jika ia
terluput maka ia tak mempunyai dua sisi ekstrem, berlebihan atau kurang, tapi ia mempunyai
satu lawan dan antonimnya, yaitu kezaliman.
Sementara hikmah, tindakan menguranginya ketika menggunakannya dalam perkara-perkara
yang tidak baik dinamakan kebusukan dan kerendahan. Sementara tindakan berlebihan padanya
dinamakan kedunguan. Maka sikap pertengahannyalah yang dinamakan dengan hikmah. Dengan
demikian, pokok-pokok utama akhlak ada empat, yaitu: Hikmah, keberanian, iffah, menjaga
kesucian diri, dan keadilan.
Hikmah adalah kondisi kekuatan kemarahan yang tunduk kepada akal, dalam maju dan
mundurnya.
Kesucian diri adalah melatih kekuatan syahwat dengan kendali akal dan syariat.
Keadilan adalah kondisi jiwa dan kekuatannya memimpin kemarahan dan syahwat, dan
membimbingnya untuk berjalan sesuai dengan tuntutan hikmah, juga memegang kendalinya
dalam melepas dan menahannya, sesuai dengan tuntutan kebaikan. Dari keseimbangan pokok-
pokok tersebut, terwujudlah seluruh akhlak yang mulia.

2.Menurut Muhammad bin Ali Asy-Syariif al-Jurjani


Al-Jurjani mendefinisikan akhlak dalam bukunya, at-Ta’rifat sebagai berikut:
“Khlak adalah istilah bagi sesuatu sifat yang tertanam kuat dalam diri, yang darinya terlahir
perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa perlu berfikir dan merennung. Jika sifat
tersebut terlahir perbuatan-perbuatan yang indah menurut akal dan syariat, dengan mudah, maka
sifat tersebut dinamakan dengan akhlak baik. Sedangkan jika darinya terlahir pebuatan-perbuatan
buruk, maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang buruk”
kemudian Al-Jurjani kembali berkata “Kami katakan akhlak itu sebagai suatu sifat yang tertanam
kuat dalam diri, karena orang yang mengeluarkan derma jarang-jarang dan kadang-kadang saja,
maka akhlaknya tidak dinamakan sebagai seorang dermawan, selama sifat tersebut tak tertanam
kuat dalam dirinya.
Demikian juga orang yang berusaha diam ketika marah, dengan sulit orang yang akhlaknya
dermawan, tapi ia tidak mengeluarkan derma. Dan hal itu terjadi kemungkinan karena ia tidak
punya uang atau karena ada halangan.
Sementara bisa saja ada orang yang akhlaknya bakhil, tapi ia mengeluarkan derma, karena ada
suatu motif tertentu yang mendorongnya atau karena ingin pamer
Dari pemaparan tadi tampak bahwa ketika mendefinisikan akhlak, al-Jurjani tidak berbeda
dengan definisi Al-Ghazali. Hal itu menunjukan bahwa kedua orang ini mengambil ilmu dari
sumber yang sama, dan keduanya juga tidak melupakan Hadits yang menyifati akhlak yang baik
atau indah bahwa akhlak adalah apa yang dinilai oleh akal dan syariat.

3.Menurut Ahmad bin Musthafa (Thasy Kubra Zaadah)


Ia seorang ulama ensiklopedia – mendefinisikan akhlah sebgai berikut; “Akhlak adalah ilmu
yang darinya dapat diketahui jenis-jenis keutamaan. Dan keutamaan itu adalah terwujudnya
keseimbangan antara tiga kekuatan, yaitu; kekuatan berfikir, kekuatan marah, kekuatan syahwat.
Dan masing-masing kekuatan itu mempunyai posisi pertengahan di antara dua keburukan, yakni
sebagai berikut:
Hikmah, merupakan kesempurnaan kekuatan berfikir, dan posisi pertengahan antara dua
keburukan, yaitu: kebodohan dan berlaku salah. Yang pertama adalah kurangnya Hikmah, dan
yang kedua adalah berlebihan.
Keberanian. Adalah kesempurnaan kekuatan amarah dan posisi pertengahan antara dua
keburukan, yaitu kebodohan dan berlaku salah. Yang pertama adalah kurangnya keberanian dan
yang kedua adalah berlebihan keberanian.
Iffah adalah kesempurnaan kekuatan sahwat dan posisi pertengahan antara dua keburukan, yaitu
kestatisan dan berbuat hina. Yang pertama, adalah kurangnya sifat tersebut, sedangkan yang
kedua adalah berlebihnya sifat tersebut.
Ketiga sifat ini, yaitu Hikmah, keberanian dan iffah, masing-masing mempunyai cabang, dan
masing-masing cabang tersebut merupakan tersebut merupakan posisi pertengahan anatara dua
keburukan. Sedangkan sebaik perkara adalah pertengahnnya. Dan dalam ilmu akhlak disebutkan
penjelasan detail tentang hal-hal ini.
Kemudian cara pengobatannya adalah dengan menjaga diri untuk tidak keluar posisi dari posisi
pertengahan, dan terus berada di posisi pertengahan itu
Topik ilmu ini adalah insting – insting diri, yang membuatnya berada di posisi petengahan antara
sikap mengurangi dan berlebihan
Para ahli Hikmah berkata kepada Iskandar, “Tuan raja, hendaknya anda bersikap pertengahan
dalam segala perkara. Karena berlebihan adalah keburukan sedangkan mengurangi adalah
kelemahan”
Manfaat ilmu ini adalah agar manusia sedapat mungkin menjadi sosok yang sempurna dalam
perbuatan-perbuatannya, sehingga di dunia ia berbahagia dan di akherat menjadi sosok yang
terpuji

4.Menurut Muhammad bin Ali al-Faaruqi at-Tahanawi


Ia berkata, “Akhlak adalah keseluruhannya kebiasaan, sifat alami, agama, dan harga diri
Menurut definisi para ulama, akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam diri dengan kuat
yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa diawalai berfikir panjang, merenung
dan memaksakan diri. Sedangkan sifat-sifat yang tak tertanam kuat dalam diri, seperti kemarahan
seorang yang asalnya pemaaf, maka ia bukan akhlak. Demikian juga, sifat kuat yang justru
melahirkan perbuatan-perbuatan kejiwaan dengan sulit dan berfikir panjang, seperti orang bakhil.
Ia berusaha menjadi dermawan ketika ingin di pandang orang. Jika demikian maka tidaklah
dapat dinamakan akhlak.
Segala tindakan mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu seperti Qudrat ‘kemampuan’
berbeda dengan dudrat, yaitu ia tidak wajib ada bersama makhluk ketika ia mengerjakan sesuatu
seperti wajibnya hal itu menurut para ulama Asy’ari dalam masalah Qudrat
Kemudian at-Tahanawi berkata,
“Akhlah terbagi atas hal sebagai berikut
Keutamaan, yang merupakan dasar bagi apa yang sempurna
Kehinaan, yang merupakan dasar bagi apa yang kurang
Dan selain keduanya yang menjadi dasar bagi selain kedua hal itu”
Penjelasannya adalah bahwa jiwa yang mampu berbicara, ketika berkaitan enggan fisik dan
Pengendalian atas fisik, serta memerlukan tiga kekuatan
Pertama, kekuatan yang mampu memikirkan apa yang dibutuhkan dalam membuat perencanaan
dan aturan. Yang dinamakan dengan kekuatan akal, kekuatan berbicara, insting, dan jiwa yang
tenang dan dikatakan pula sebagai kekuatan yang menjadi dasar untuk memahami hakikat-
hakikat, keinginan untuk memperhatikan akibat-akibat setiap perbuatan, dan membedakan antara
yang mendatangkan manfaat dan mengasilkan kerusakan.
Kedua, kekuatan yang mendorong seseorang untuk mendapatkan apa yang memberi manfaat
bagi fisiknya dan cocok dengannya, seprti makanan, minuman dan lainnya, dan hal itu
dinamakan dengan kekuatan syahwat, unsur hewani dan nafsu amarah
Ketiga, kekuatan yang dapat menghindari seseorang dari sesuatu yang dapat merusak dan
membuat pedih tubuhnya, dan hal itu dikatakan pula sebagai dasar untuk maju dalam keadaan
sulit, dan pendorong untuk berkuasa dan meningkatkan derajat diri. Kekuatan ini dinamakan
dengan kekuatan amarah dan ganas, serta nafsu lawwanah.
Kemudian ia berkata bahwa dari keseimbangan kondisi kekuatan instingtif lahirlah Hikmah,
Hikmah itu adalah suatu keadaan kekuatan akal praktis yang berada pada posisi pertengahan
antara berfikir terlalu mengkhayal kondisi berlebih dari kekuatan ini, yaitu ketika seseorang
menggunakan kekuatan pemikiran untuk memikirkan apa yang tak seharusnya dipikirkan, seperti
perkara-perkara yang mustasyaabihat ‘samat’ dan bentuk yang tak seharusnya sperti menyalahi
syariat. Dan antara kebodohan dan kedunguan yang merupakan kondisi kekurangan Hikmah,
yaitu ketika seseorang mematikan kekuatan berfikirnya secara sengaja. Dan berhenti dari
mendapatkan ilmu-ilmu yang bermanfaat.
Keseimbangan kekuatan syahwat melahirkan sifat iffah menjaga kesucian diri iffah itu sendiri
adalah kekuatan syahwat yang moderat antara bertindak berlebihan dan melanggar etika sifat
kurangnya berarti jatuh dalam terus mengikuti dorongan merasakan kelezatan apa yang ia
senangi, dengan kesatisan sifat lebihnya iffah yang merupakan kondisi vakum dari usaha
mendapatkan kelezatan sesuai dengan kadara yang diperbolehkan akal dan syariat. Dalam sifat
iffah tersebut nafsu syahwat tunduk terhadap kekuatan Pikiran
Kesimbangan kekuatan marah melahirkan keberanian. Keberanian itu adalah suatu kondisi
kekuatan marah, yang bersifat moderat antara tindakan sembrono yang merupakan kondisi berani
yang berlebihan yaitu maju untuk melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan dengan sifat
pengecut, sikap khawatir atas apa yang tak seharusnya dikhawatirkan, dan ia adalah kondisi
kurang berani.
Dalam kekuatan keberanian ini, sifat buas menjadi tunduk kepada kekuatan berfikir, sehingga
maju dan mundurnya kekuatan ini sesuai dengan pertimbangan pemikiran, tanpa mengalami
kebingungan ketika menghadapi masalah-masalah besar, dan karena itu perbuatannya menjadi
indah dan kesabarannya menjadi terpuji.
Jika keutamaan yang tiga itu bercampur, maka terjadilah dari percampuran itu kondisi yang
sama, yaitu keadilan. Karena hal ini, maka keadilan digambarakan sebagai sikap tengah atau
moderat, dan itulah yang dimaksud dengan Sabda Rasulullah sawa ini
“Paling baik perkara adalah yang pertengahan”
Kemudian at-Tahanawi meneruskan perkataannya, dan ia pun berbicara tentang akhlah yang
agung, ia berkata bahwa akhlak agung bagi para shalihin adalah berpaling daru dua semesta, dan
menghadap hanya kepada Allah semata secara total.
Al-Wasithi berkata bahwa akhlak yang agung adalah tidak memusuhi dan tidak dimusuhi
Athaa berkata bahwa akhlak yang agung adalah melepaskan pilihan dan penolakannya atas
segala kesulitan dan cobaan yang diturunkan Allah SWT.
Akhlak yang agung bagi Nabi SAW adalah yang disinyalir dalam firman Allah SWT
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar-benar berbudi pekerti yang agung” (al-Qalam:4) dans
sesuai yang dikatakan oleh Aisyah r.a bahwa akhlak Rasulullah SAW adalah Al-Qur’an, yang
bertindak sesuai dengan Al-Qur’an dan telah tertanam kuat dalam diri, sehingga beliau
menjalaninya tanpa kesulitan.

5.Kesimpulan
Para ulama Islam yang menulis tentang akhlak itu menjelaskan bahkan menkankan pa yang
diperhatikan oleh para penulis barat, yaitu bahwa akhlak yang baik adalah apa yang dinilai baik
oleh akal dan syariat. Sedangkan akal saja tak cukup untuk menilai baik dan buruknya suatu
perbuatan. Oleh karena itu, Allah mengutus para Rasul dan menurunkan pertimbangan (Kitab
Suci) bersama mereka yang memperlakukan manusia dengan penuh keadilan
Demikianlah, ukuran akhlak yang baik jika sesuai dengan syariat Allah. Berhak mendapatkan
ridha-Nya dan dalam memegang akhlak yang baik ini sambil memperhatikan pribadi, keluarga,
dan masyarakat, sehingga di dalamnya terdapat kebaikan dunia dan akherat
Sub judul ini berbicara tentang segi etimologi pendidikan akhlak, maka kami masih perlu
penjelasan dimensi-dimensi maknawi bagi pendidikan bagi pendidikan akhlak ini.
Aqidah
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Artikel ini adalah bagian dari seri
Islam

Rasul

Nabi Muhammad SAW


.
Kitab Suci

Al-Qur'an
.
Rukun Islam
1. Syahadat · 2. Salat · 3. Zakat
4. Puasa · 5. Haji
Rukun Iman
Iman kepada: 1. Allah
2. Malaikat · 3. Kitab Allah ·4. Rasul
5. Hari Akhir · 6. Qada & Qadar
Tokoh Islam
Muhammad SAW
Nabi & Rasul · Sahabat
Ahlul Bait
Kota Suci
Mekkah · & · Madinah
Kota suci lainnya
Yerusalem · Najaf · Karbala
Kufah · Kazimain
Mashhad ·Istanbul · Ghadir Khum
Hari Raya
Idul Fitri · & · Idul Adha
Hari besar lainnya
Isra dan Mi'raj · Maulid Nabi
Arsitektur
Masjid ·Menara ·Mihrab
Ka'bah · Arsitektur Islam
Jabatan Fungsional
Khalifah ·Ulama ·Muadzin
Imam·Mullah·Mufti
Hukum Islam
Al-Qur'an ·Hadist
Sunnah · Fiqih · Fatwa
Syariat · Ijtihad
Manhaj
Salafush Shalih
Mazhab
1. Sunni:
Hanafi ·Hambali
Maliki ·Syafi'i
2. Lain-lain:
Ibadi · Khawarij
Murji'ah·Mu'taziliyah
Lihat Pula
Portal Islam
Indeks mengenai Islam
lihat • bicara • sunting

َ ‫ ;ا َ ْل‬transliterasi: Aqidah) dalam istilah Islam yang berarti iman.


Akidah (Bahasa Arab: ‫ع ِق ْيدَة‬
Semua sistem kepercayaan atau keyakinan bisa dianggap sebagai salah satu akidah.

Daftar isi
 1 Etimologi
 2 Pembagian akidah tauhid
 3 Catatan kaki
 4 Referensi
 5 Pranala luar

Etimologi
Dalam bahasa Arab akidah berasal dari kata al-'aqdu (‫)العَ ْقد‬ ْ yang berarti ikatan, at-tautsiiqu
(‫ )التَّ ْوثِيْق‬yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (‫ )اْ ِإلحْ كَام‬yang artinya
mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (‫)الربْط بِق َّوة‬ َّ yang berarti mengikat dengan
kuat.

Sedangkan menurut istilah (terminologi): 'akidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak
ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.[1]

Jadi, Akidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan
segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid[2] dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-
malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan
mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin),
perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma' (konsensus) dari Salafush
Shalih, serta seluruh berita-berita qath'i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang
telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma' Salaf as-Shalih.[3]

Pembagian akidah tauhid


Walaupun masalah qadha' dan qadar menjadi ajang perselisihan di kalangan umat Islam, tetapi
Allah telah membukakan hati para hambaNya yang beriman, yaitu para Salaf Shalih yang
mereka itu senantiasa menempuh jalan kebenaran dalam pemahaman dan pendapat. Menurut
mereka qadha' dan qadar adalah termasuk rububiyah Allah atas makhlukNya. Maka masalah ini
termasuk ke dalam salah satu di antara tiga macam tauhid menurut pembagian ulama:

 Tauhid Al-Uluhiyyah,
mengesakan Allah dalam ibadah, yakni beribadah hanya kepada Allah dan karenaNya
semata.
 Tauhid Ar-Rububiyyah,
mengesakan Allah dalam perbuatan-Nya, yakni mengimani dan meyakini bahwa hanya
Allah yang mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta ini.
 Tauhid Al-Asma' was-Sifat,
mengesakan Allah dalam asma dan sifat-Nya, artinya mengimani bahwa tidak ada
makhluk yang serupa dengan Allah, dalam dzat, asma maupun sifat.

Iman kepada qadar adalah termasuk tauhid ar-rububiyah. Oleh karena itu Imam Ahmad berkata:
"Qadar adalah kekuasaan Allah". Karena, tak syak lagi, qadar (takdir) termasuk qudrat dan
kekuasaanNya yang menyeluruh. Di samping itu, qadar adalah rahasia Allah yang- tersembunyi,
tak ada seorangpun yang dapat mengetahui kecuali Dia, tertulis pada Lauh Mahfuzh dan tak ada
seorangpun yang dapat melihatnya. Kita tidak tahu takdir baik atau buruk yang telah ditentukan
untuk kita maupun untuk makhluk lainnya, kecuali setelah terjadi atau berdasarkan nash yang
benar.[4]

Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah Tauhid Mulkiyah
ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang baru. Apabila yang dimaksud
dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan
Tauhid Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah di
muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah
dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah semata. Lihatlah firman Allah
pada surat Yusuf ayat 40.[5]

Catatan kaki
1. ^ Lisaanul 'Arab (IX/311:‫ )عقد‬karya Ibnu Manzhur (wafat th. 711 H) t dan Mu'jamul
Wasiith (II/614:‫)عقد‬.
2. ^ Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Asma' wa Shifat Allah.
3. ^ Lihat Buhuuts fii 'Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa'ah (hal. 11-12) oleh Dr. Nashir bin
'Abdul Karim al-'Aql, cet. II/ Daarul 'Ashimah/ th. 1419 H, 'Aqiidah Ahlis Sunnah wal
Jamaa'ah (hal. 13-14) karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd dan Mujmal
Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa'ah fil 'Aqiidah oleh Dr. Nashir bin 'Abdul Karim al-'Aql.
4. ^ Disalin dari kitab Al-Qadha wal Qadar, edisi Indonesia Qadha & Qadhar, Penyusun
Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin, Penerjemah A.Masykur Mz, Penerbit Darul
Haq, Cetakan Rabi'ul Awwal 1420H/Juni 1999M
5. ^ Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul
Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama
Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M.

Referensi
 Kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas.
 Kitab Buhuuts fii 'Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa'ah (hal. 11-12) oleh Dr. Nashir
bin 'Abdul Karim al-'Aql, 'Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa'ah (hal. 13-14) karya
Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd dan Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal
Jamaa'ah fil 'Aqiidah oleh Dr. Nashir bin 'Abdul Karim al-'Aql.
 Kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas.

II

K1AN PUSTAKA

A. Pengertian Aqidah

`Aqidah ( ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al`aqdu – tautsiiqu( ) yang
berarti ikatan, at-tautsiiqu( ) yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu { )
yang artinya mengokahkan {menetapkan}, dan ar-rabthu biquw-wah ( `) yang berarti mengikat
dengan kuat.

[1] Sedangkan menurut istiiah (terminalogi}: `aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang
tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.

Jadi, `Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah
dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid [2] dan taat kepada-Nya, beriman kepada
Malaikat-malaikat-Nya. Rasul–rasulnya kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan
mengimanai seluruh apa apa yang telah shahih tentang Prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin),
perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi Ijman' (konsensus) dari Salafush
Shalih, serta seturuh berita-berita qath'i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang
telah datetapkan menurut A!-Qur'an dan AsSunnah yang shahih serta ijma' Salafush Shalih.

"Dan hararngralapa yang menta ’ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-
sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nab, para shiddiqin,
orang-orang yang mati syahrd dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang
sebaik-barknya” (QS. An-Nisa':69

B. Pembagian Aqidah

Wafaupun masalah qadha' dan qadar menjadi ajang persetisihan di kalangan umat Islam,
tetapi Allah telah membukakan hati para hambaNya yang beriman, yaitu para Salaf Shalih yang
mereka itu senantiasa rnenempuh jaian kebenaran dafam pemaharnan dan pendapat. Menurut
mereka qadha' dan qadar adaiah termasuk rububiyah Allah atas makhlukNya. Maka masalah ini
termasuk ke dalam salah satu di antara tiga maoam tauhid menurut pembagian ulama:

Pertama: Tauhid AI-Ufuhiyyah, ialah mengesakan Allah dalam ibadah, yakni beribadah
hanya kepada Allah dan karenaNya semata.

Kedua: Tauhid Ar-Rububiyyah, ialah rneng esakan Allah dalam perbuatanNya, yakni
mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang Mencipta, menguasai dan mengatur alam
semesta ini.

Ketiga: Tauhid Al-Asma' was-Sifat, ialah mengesakan Allah dalam asma dan sifatNya.
Artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah Subhanahu wa Ta'a(a.
dafam dzat, asma maupun sifat.

Iman kepada qadar adaiah termasuk tauhid ar-rububiyah. oleh karena itu Imam Ahmad
berkata: "Qadar adafah kekuasaan Allah". Karena, tak syak lagi, qadar (takdir) termasuk qudrat
dan kekuasaanNya yang menyeluruh. Di samping itu, qadar adalah rahasia Allah yang
tersembunyi, tak ada seorangpun yang dapat mengetahui kecuali Dia, tertulis pada Lauh
Mahfuzh dan tak ada seorarangpun yang dapat melihatnya. Kita tidak tahu takdir baik atau buruk
yang telah ditentukan untuk kita maupun untuk makhluk lainnya, kecua!i setelah terjadi atau
berdasarkan nash yang benar

Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istitah Tauhid
Mulkiyah ataupure Tauhid Hakimiyah karera istilah ini adalah istilah yang baru. Apabiia
yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah Azza wa Jalla, maka hal ini sudah
masuk ke dalam kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah
pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid Uluhiyah,
karena hukum itu milik Allah Subhanahu wa Ta'ata dan tidak boleh kita beribadah melainkan
hanya kepada Allah semata. Lihatlah firman Allah pada surat Yusuf ayat 40. [Al-Ustadz Yazid
Bin Abdu! Qadir Jawas]

C. Perkembangan Aqidah

Pada masa Rasulullah SAW, aqidah bukan merupakan disiplin ilmu tersendiri karena
masalahnya sangat jelas dan tidak terjadi perbedaanperbedaan faham, kaiaupun terjadi langsung
diterangkan oleh beliau. Makanya kita dapatkan keterangan para sahabat yang artinya berbunyi :
"Kita diberikan keimanan sebelum AI-Qur'an"

Nah, pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thaiib timbul pemahaman -pemahaman
baru seperti kelompok Khawarij yang mengkafirkan Ati dan Muawiyah karena melakukan
tahkim lewat utusan masing-masing yaitu Abu Musa Al-Asy'ari dan Amru bin Ash. Timbul pula
kelompok Syiah yang menuhankan Ali bin Abi Thalib dan timbul pula kelompok dari Irak yang
menoiak takdir dipelopori oleh Ma'bad A!-Juhani (Riwayat ini dibawakan ofeh Imam Muslim,
lihat Syarh Shohih Muslim oleh Imam Nawawi, jilid 1 hal. 126) dan dibantah oleh Ibnu Umar
karena terjadinya penyimpangan-penyimpangan. Para ulama menulis bantahan-bantahan dalam
karya mereka. Terkadang aqidah juga digunakan dengan istilah Tauhid, ushuluddin (pokok-
pokok agama), As-Sunnah (jalan yang dicontohkan Nabi Muhammad), A!-Fiqhul Akbar (fiqih
terbesar), Ahlus Sunnah waf Jamaah (mereka yang menetapi sunnah Nabi dan berjamaah) atau
terkadang menggunakan istilah ahlul hadits atau salaf yaitu mereka yang berpegang atas jaian
Rasulullah SAW dari generasi abad pertama sampai generasi abad ketiga yang mendapat pujian
dari Nabi SAW.

Ringkasnya : Aqidah lslamiyah yang shahih bisa disebut Tauhid, fiqih akbar, dan ushuiuddin.
Sedangkan manhaj (metode) dan contohnya adalah ahlul hadits, ahlul sunnah dan salaf.

D. Bahaya Penyimpangan Aqidah

Penyimpangan pada aqidah yang dialami oleh seseorang berakibat fatal dafam seluruh
kehidupannya, bukan saja di dunia tetapi berlanjut sebagai kesengsaraan yang tidak
berkesudahan di akherat kefak. Dia akan berjafan tanpa arah yang jelas dan penuh dengan
keraguan dan menjadi pribadi yang sakit personatiti. Biasanya penyimpangan itu disebabkan
oleh sejumlah faktor diantaranya :

1. Tidak menguasainya pemahaman aqidah yang benar karena kurangnya pengertian dan
perhatian. Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi bahkan menentang aqidah
yang benar.

2. Fanatik kepada peninggalan adat dan keturunan. lCarena itu dia menolak aqidah yang
benar. Seperti firman Allah SWT tentang ummat terdahulu yang keberatan menerima
aqidah yang dibawa oleh para Nabi dalar~ Surat AI-Baqarah 170 yang artinya : "Dan
apabila dikatakan kepada mereka, "lkutlah apa yang telah diturunkan Allah," mereka
menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang tetah kami dapati dari
(perbuatan) nenek moyang kami. " (Apabila mereka akan mengikuti juga), walaupun
nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat
petunjuk”

3. Taklid buta kepada perkataan tokoh-tokoh yang dihormati tanpa melalui seleksi yang
tepat sesuai dengan argumen A!-Qur'an dan Sunnah. Sehingga apabila tokoh
panutannya sesat, maka ia ikut tersesat.

4. Berlebihan (ekstrim) dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang shofeh
yang sudah meningga! dunia, sehingga menempatkan mereka setara dengan Tuhan,
atau dapat berbuat seperti perbuatan Tuhan. Ha! itu karena menganggap mereka
sebagai penengahlarbiter antara dia dengan Allah. Kuburan-kuburan mereka dijadikan
tempat meminta, bernadzar dan berbagai ibadah yang seharusnya hanya ditujukan
kepada Allah. Demikian itu pernah dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh AS ketika
mereka mengagungkan kuburan para sholihin. Lihat Surah Nuh 23 yang artinya :
"Dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan) toUadd, dan jangan
pula Suwa ; Yaghuts, Ya'uq dan IVasr. "

5. Lengah dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajara Islam disebabkan silau terhadap
peradaban Barat yang materialistik itu. Tak jarang mengagungkan para pemikir dan
ilmuwan Barat serta hasil teknologi yang telah dicapainya sekaligus menerima
tingkah laku dan kebudayaan mereka.

6. Pendidikan di dalam rumah tangga, banyak yang tidak berdasar ajaran Islam, sehingga
anak tumbuh tidak mengenal aqidah Islam. Pada ha! Nabi !!!luhammad SAW telah
memperingatkan yang artinya : "Setiap anak terlahirkan berdasarkan hthrahnya, maka
kedua orang tuanya yang meyahudikannya, menashranikannya, atau
memajusikannya" (HR: Bukhari).

Apabita anak tertepas dari bimbingan orang tua, maka anak akan dipengaruhi oleh acara l
program televisi yang menyimpang, lingkungannya, dan lain sebagainya.

7. Peranan pendidikan resmi tidak memberikan porsi yang cukup dalam pembinaan
keagamaan seseorang. Bayangkan, apa yang bisa diperoleh dari 2 jam seminggu
dalam pelajaran agama, itupun dengan informasi yang kering. Ditambah lagi mass
media baik cetak maupun elektronik banyak tidak mendidik kearah aqidah bahkan
mendistorsinya secara besar-besaran.

Tidak ada jalan lain untuk menghindar bahkan menyingkirkan pengaruh negatif dari ha!-ha!
yang disebut diatas adalah mendalami, memahami dan mengaplikasikan Aqidah Islamiyah yang
shahih agar hidup kita yang sekali dapat berjalan sesuai kehendak Sang Khalik demi
kebahagiaan clunia dan akherat kita, Allah SVVT berfirman dalam Surah An-Nisa' 69 yang
artinya : "Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasu!-Nya, mereka itu akan bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang
yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. "

Dan juga dalam Surah An-Nahl 97 yang artinya : "Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh
baik laki-Jaki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan karrri beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. "

BAB III

PENUTUP

Akidah Islam adalah prinsip utama dalam pemikiran Isiami yang dapat membina setiap
individu muslim sehingga memandang alam sernesta dan kehidupan dengan kaca mata tauhid
dan melahirkan konotasi-konotasi valid baginya yang merefleksikan persfektif Islam mengenai
berbagai dimensi kehidupan serta menumbuhkan perasaan-perasaan yang murni dalam dirinya.

Atas dasar ini, akidah merzcerminkan sebuah unsur kekuatan yang mampu menciptakan
mu'jizat dan merealisasikan kemenangan-kemenangan besar di zaman permulaan Islam.

Demi membina setiap individu muslim, perlu kiranya kita mengingatkannya tentang
sumbangsih-sumbangsih akidah yang telah dimiliki o6eh orang-orang sebelumnya dan
rneyakinkannya akan validitas akidah itu dalam setiap zaman dan keselarasannya dengan segala
era.

Kita bisa menyimpulkan peranan penting akidah dalam membina manusia di berbagai sisi
dan dimensi kehidupan dalam poin-poin berikut :

1. Dalam Sisi Pemikiran.

Akidah menganggap manusia sebagai makhluk yang terhormat. Adapun kesalahan yang
terkadang menimpa manusia, adafah satu ha! yang biasa dan bisa diantisipasi dengan taubat.
Atas dasar ini, akidah meyakinkannya bahwa ia mampu untuk meningkatkan diri dan ticlak
membuatnya putus asa dari rahmat Allah dan ampunan-Nya
Akidah tetah berhasi! memerdekakan manusia dari penindasan politik para penguasa zalim
dan membebaskannya dari tradisi menuhankan manusia lain.

Akidah juga memberikan kebebasan penuh kepadanya. Namun ia membatasi kebebasan itu
dengan hukum-hukum syariat, pengharnbaan kepada Allah supaya hal itu ticlak menimbulkan
kekacauan.

Begitu juga, akidah telah berhasil membebaskannya dari jeratan hawa nafsu, menyernbah
fenomena-fenomena alarn di sekitarnya dan clongengandongengan yang ticlak benar.

Melalui proses pernbebasn pemikiran ini, akidah melakukan proses pembinaan manusia. la
memberikan keduclukan yang layak kepada akal, mengakui peranannya dan membuka cakrawala
pernikiran yang luas baginya. Di samping itu, akidah juga membuka jendela keghaiban baginya,
membebaskannya dari jeratan ruang lingkup indra yang sempit dan mengarahkan daya ciptanya
yang luar biasa untuk merenungkan tanda-tanda kekuasaan Allah di segenap cakrawala raya dan
diri mereka, serta menjaclikan renungan (tafakkur) ini sebagai ibadah yang paling utarna.

Tidak sampai di situ saja, akidah juga mengarahkan daya akal untuk menyingkap
rahasia4ahasia sejarath yang pernah terjadi pada umat dan bangsa-bangsa terdahulu, dan
merenungkan hikmah yang tersernbunyi di batik syariat guna mengokohkan keyakinan muslim
terhadap syariat dan valiclitasnya untuk setiap masa dan tempat.

Dari sisi lain, akidah menclorong manusia untuk menuntut ilmu pengehhuan dan mengikat
ilmu pengetahuan itu dengan iman. Karena mernisahkan ilmu pengetahuan dan iman akan
menimbulkan akibat jelek.

Akidah juga memerintahkan akal untuk meneliti dan merenungkan dengan teliti untuk
menyimpulkan sebuah Ushuluddin dan melarangnya untuk bertaklid dalarn hat itu.

2. Daiam Sisi Sosiai

.
Akidah telah berhasit melakukan perombakan besar datam sisi ini. Di saat masyarakat
Jahiliah hanya mementingkan diri mereka dan kemaslahatannya, dengan mengenal akidah,
mereka relah mengorbankan segala yang mereka miliki demi agama dan kepentingan sosial.

Akidah telah berhasil menghancurkan tembok pemisah yang memisahkan antara ketamakan
manusia akan kemasiahatan-kemaslahatan pribadinya dan jiwa berkorban demi kemaslahatan
umum dengan cara menumbuhkan rasa peduli sosial dalam diri setiap individu.

Akidah telah berhasil menumbuhkan rasa peduli sosial ini dalam diri setiap individu
dengan cara-cara berikut: menumbuhkan rasa ikut bertanggung jawab terhadap kepentingan
orang lain, menanamkan jiwa berkorban dan mengutamakan orang lain dan mendorong setiap
individu mushn untuk hidup bersama.

Dari sisi lain, akidah telah berhasil merubah tolok ukur hubungan sosial antar anggota
masyarakat, dari tolok ukur hubungan sosil yang berlandaskan fanatisme, suku, warna kulit,
harta dan jenis kelamin menjadi hubungan yang berdasarkan asas-asas spritual. Yaitu takwa,
fadhillah dan persaudaraan antar manusia.

Akidah telah berhasif merubah kondisi pertentangan dan pergolakan yang pernah
melanda masyarakat insani menjadi kondisi salang mengenal dan tolong menolong. Dengan ini,
mereka menjadi sebuah umat bersatu yang disegani oleh bangsa lain.

Di samping itu, akidah Islam juga telah berhasil merubah tradisi-tradisi Jahiliah yang
menodai kehomiatan manusia dan menimbulkan kesuSitan.

3. Dalam Sisi Kejiwaan

Akidah dapat mewujudkan ketenangan dan ketentraman bagi manusia meskipun bencana
sedang menimpa_ ,
Dalam hal ini akidah telah menggunakan berbagai cara dan metode untuk meringankan
bencana-bencana itu di mata manusia. Di antara caracara tersebut adalah menjelaskan kriteria
dunia;bahwa dunia ini adalah tempat derita dan ujian yang penuh dengan bencana dan derita
yang acap kali menimpa manusia. Oleh karena itu, tidak mungkin bagi manusia untuk rnencari
kesenangan dan ketentraman di dunia ini.

Atas dasar ini, hendaknya ia berusaha sekuat tenaga demi meraih kesuksesan daEam
ujian Allah di dunia.

Dan di antara cara-cara tersebut adalah akidah menegaskan bahwa setiap musibah pasti
membuahkan pahala, dan menyadarkan manusia bahwa musibah terbesar yang adalah musibah
yang menimpa agama.

Dari sisi lain, akidah juga membebaskan jiwa manusia dari segala ketakutan yang dapat
melumpuhkan aktifitas, membinasakan kemampuan dan menjadikannya cemas dan bingung.

Begitu juga akidah memotivasi manusia untuk mengena! dirinya. Karena tanpa tanpa itu, sulit
baginya untuk dapat menguasai jiwa dan mengekangnya, dan tidak mungkin baginya dapat
mengenal Allah secara sempurna.

Dari pembahasan-pembahasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa penyakit-penyakit


jiwa yang berbahaya seperti fanatisme, rakus dan egoisme jika tidak diobati, akan menimbulkan
akibat-akibat sosiai dan potitik yang berbahaya, seperti fitnah yang pernah menimpa muslimin di
Saqifah, sebagaimana telah dijelaskan oieh Imam Ali a.s.

4. Daiam Sirs. Akhlak.

Akidah memiliki peranan yang besar dalam membina akhlak setiap individu muslim sesuai
dengan prinsip-prinsip agama yang pahala dan siksa disesuaikan dengannya, dan bukan hanya
sekedar wejangan yang tidak menuntut tanggung-jawab. Lain halnya dengan aliran-aliran
pernikiran hasil rekayasa manusia biasa yang memusnahkan perasaan diawasi oleh Allah dalam
setiap gerak dan rasa tanggung jawab di hadapan-Nya. Dengan demikian, musnahlah tuntunan-
tuntunan akhhk dad kehiclupan manusia. Karena akhlak tanpa iman tidak akan pernah
teraktualkan dalam kehidupan seharhhari.

Demi menclorong masyarakat berakhlak terpuji dan meninggalkan akhlak yang ticlak mulia,
akidah mengikuti bermacam-macam metode dalam hat ini: pertama, menjelaskan efek-efek
uhkrawi dan duniawi dari akhlak yang terpuji dan tidak terpuji.

Kedua, memperlihatkan sud tekdan yang baik kepada mereka dengan tujuan agar mereka
terpengaruh oleh akhlaknya yang mulia dan mengikuti langkahnya

DAFTAR PUSTAKA

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdu! Qadir
Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir
1425HIAgustus 2004M]

[1]. Lisaanul `Arab (IX/31 1:tj-~) karya tbnu Nlanzhur (wafat th. 711 H) t dan Mu'jamu! Wasiith
(tl/614:tL.3-~).

[2]. Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Asma' wa Shifat Allah.

[3]. Lihat Buhuuts fii `Aqiidah Ahtis Sunnah wat Jamaa'ah (hal. 11-12) oleh Dr. Nashir bin
`Abdul Karim at `Aql, cet. !II Daarul `Ashimah/ th. 1419 H, `Aqiidah Ahiis Sunnah wal
Jamaa'ah (hal. 13-14) karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim alHamd dan Mujmal Ushuul Ahlis
Sunnah wal Jamaa'ah fil `Aqiidah oleh Dr. Nashir bin `Abdul Karim al-`Aql.

[Disalin dari kitab AI-Qadha wal Qadar, edisi Indonesia Qadha & Qadhar, Penyusun Syaikh
Muhammad Shalih AI-Utsaimin, Penerjemah A.Masykur Mz, Penerbit Daru( Haq, Cetakan
Rabi'ul Awwa( 1420HIJuni 1999M]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wai Jama'ah Oleh Yazid bin Abdui Qadir
Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir
1425H/Agustus 2004M]
makalah dasar dan tujuan akidah islam
BAB I
DASAR DAN TUJUAN AKIDAH ISLAM

A. Dasar aqidah islam


Akidah menurut bahasa adalah berasal dari kata Al-’aqdu yang berarti ikatan, At-Tausiku yang berarti
kepercayaan atau keyakinan yang kuat, Al-Ihkamu artinya mengukuhkan/ menetapkan, dan Ar-Robtu
biquwwah yang berarti meningkat yang kuat.
Menurut istilah, akidah islam adalah ajaran tentang kepercayaan yang teguh terhadap ajaran yang
meliputi kemaha Esaan Allah SWT (tauhid) dan segala ajaranya, yang tercakup kedalam rukun iman yang
enam, yaitu iman kepada Allah SWT, iman kepada malaikat,iman kepada kitab, iman kepada rasul, iman
kepeda hari kiamat, dan iman kepada qohdo dan qodhar.
Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa dasar akidah islam adalah rukun iman yang enam. Yaitu: iman
kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada rasul, iman kepada kitab, iman kepada hari kiamat,
iman kepada Qodho (takdir baik) dan Qodhar (takdir buruk)

1. Beriman kepada Allah SWT


Akidah yang mendasar adalah beriman kepada Allah, beriman kepada Allah berarti keyakinan teguh
akan wujud Allah, bahwasanya dia adalah Rabb dan pemilik segala sesuatu, hanya Dia sang pencipta dan
hanya dia yang berhak disembah (diibadahi) tidak ada sekutu baginya.ungkapan pada kata tauhi,
(laailaahaillallah), pada kata ilah, tidak hanya mengandung kataTuhan, akan tetapi juga mengandung
makna”yang ditaati”. Oleh karenanya berakidah tauhid tidak hanya mengakui adanya Allah yang Esa,
yang menciptakan segala sesuatu, akan tetapi harus juga taat kepada apa yang diperintahkan dan apa
yang dilarangnya.
Tauhid adalah ajaran yang dibawak oleh para Nabi mulai Nabi Adam As sampai pada nabi Muhammad
Saw. Ajaran yang dibawa nabi semuanya adalah ajaran tauhid, yaitu agar semua manusia agar
menyembah kepada Allah dengan tidak mempersekutukanya.Dialam ini tidak ada yang panatas
dijadikan sebagai tuhan selain Allah. alQur’an menegaskan bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa
orang yang mempersekutukanNya;

Artinya; Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni dosa selain dari
syirik itu, bagi siapa yang dikehendakinya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah maka
sesungguhnya ia telah berbuat dosa yang besar.(Q.S An-Nisa; 48)
Allah adalah tuhan sekalian alam hanya Allahlah yang Esa, tidak pernah mempunyai anak dan tidak
pernah beranak, serta tidak ada sesuatu apapun yang sama dengan dia, sebagaimana ditegaskan dala
Qur’an Surat Al-Iklhas;
Artinya; Katakanlah Dialah Allah yang maha Esa. Allah SWT tuhan yang bergantung pada tiap-tiap
sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatupun yang setara dengan
dia (Q.S al-Ikhlass; 1-4).
Jika diantara langiot dan bumi ini ada tuhan selain Allah maka keduanya antara langit dan bumi ini akan
hancur binasa.
2. Beriman kepada para malaikat

Malaikat adalah mahluk ghoib ciptaan Allah yang di ciptakan dari cahaya, mereka dianugrahkan sifat
kepatuhan, dan selalu taat kepada Allah atas apa yang telah Allah perintahkan kepadanya, oleh karena
itu malaikat tidak pernah durhaka atas apa yang telah aAllah perintahkan kepadanya.
Allah berfirman;

Artinya; ”malaikat itu tidak mendurhakai Allahterhadap apa yang diperintahkan kepadanya dan mereka
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(Q.S; At-tahrim: 6)

Beriman kepada malaikat cukup dnagan hal-hal sebagai berikut;


a) Beriman dan mempercayai akan wujudya(keberadaan) mereka.
b) Beriman dan mempercayai para malaikat yang telah diajarkan namanya kepada kita, yaitu 10
malaikat. Sedangkan para malaikat yang kita tidak mengetahui namanya, maka kita hanya mengimani
secara menyeluruh.
c) Beriman kepada sifat-sifat malaikat, misalnya ketika malaikat jibril menyampaikan wahyu kepada
Nabi, malaikat itu dengan izin Allah bisa berubah-rubah.
d) Beriman dan mempercayai tugas-tugas yang nereka lakukan. Seperti menyampaikan wahyu,
mencatat amal baik dan buruk manusia, menanyai mayat dalam kubur, menjaga pintu neraka, menjaga
pintu surga, menyabut nyawa dan meniup terompet sangkakala, dan lain sebagainya.

3. Beriman kepada kitab-kitab Allah

Beriman kitab kepada kitab-kitab Allah SWT adalah meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa Allah
SWT memiliki kitab-kitab yang diturunkan-Nya kepada para nabi dan rasul-Nya; yang benar-benar
merupakan kalam (firman,ucapan)-Nya.Kitab-kitab itu adlah cahaya dan petunjuk dari Allah SWT.Hal ini
ditegaskan dalam firman Allah SWT:

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman,tetaplah beriman kepada Allah SWT, rasul-Nya dan kitab-Nya
yang diturunkan kepada rasul-Nya,serta kitab-kitab yang diturunkan kepada nabi sebelumnya.barang
siapa yang ingkar terhadap Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabny, rasul-rasulNya, dan hari akhir,
maka sesungguhnya orang itu telah tersesat sangat jauh. (Q.S An-nisa;136)

Alqur’an merupakan kitab penyempurna dari kitab sebelumnya, seluruh kitab yang dahulu semuanya
tergabung dalam kitab alqur’an. Alqur’an adalah kalam Allah yang diturunkan, bukan makhluk, akan
tetapi berasal dari Allah dan akan kembali kepadanya.
Beriman kepada kitab Allah SWT mengandung empat unsur, yaitu:
a) mengimani kepada kitab-kitab itu benar-benar diturunkan dari Allah.
b) Mengimani kitab-kitab yang sudah kita kenali, seperti Al-Qur’an, taurad, injil, dan zabur.
c) Membenarkan berita yang ada didalam alqur’an dan kitab-kitab yang terdahulu yang tidak
bertentangan dengan Alqur’an.
d) Tunduk dan mengerjakan apa yang diperintahgkan didalam alquran dan apa yang dilarang oleh
alqur’an, karena perintah bdan larangan yang ada didalam alqur’an itu adalah perintah dan larangan
Allah SWT.

4. Beriman kepadapara nabi dan Rasul


Rasul adalahsetiap orang yang mendapat wahyu agama dan mendapat perintah untuk
menyampaikanya. Nabi yang pertama adalah Adam As, dan yang terahir adalah nabi Muhammad Saw.
Allah SWT beer firman;

Artinya; hatakanlah hai orang-orang mukmin. Kami beriman kepada Allah SWT dan apa yang diturunkan
kepada kami dan apayang ditrurunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, yaqub, dan anak cucunya, dan apa
yang diberikan kepada Musa dab Isa serta apa yng diberikan kepada nabi-nabi dari tuhannya. Kami yidak
membedakan seorangpun diantara merekadan kami hanya tunduk dan patuh kepada-Nya.(QS. Al-
Baqarah; 136)

Allah SWT selalu mengutus nabi dan rasuluntuk membimbing mereka pada jalanyaatau yang
meneruskan ajaran nabi dan rasul yang diturunkan sebelumya.para rasul Allah SWT adalah manusia
biasa, akan tetapi dia adalah manusia terbaik dan pilihan Allah. Para nabi dan rasul mendapat derajat
nabi dan rasul bukan dengan usaha mereka akan tetapi Allahlah yang mengangkat derajat mereka.
Beriman kepada nabi dan rasul meliputi hal-hal sebagai berikut;
a) mempercayai bahwa kerasulan mereka adalah benar, dan barang siapa yang menginkari salah satu
dari mereka berarti orang tersebut mengingkari seluruh nabi dan rasul.
b) Membenarkan berita-berita yang sahih tentang mereka
c) Mengamalkan ajaran (syariat) rasul yang terahir dari mereka, yaitu rasul yang diutus kepada setiap
umat manusia, yaitu nabi Muhammad Saw.

5. Beriman Kepada Hari Kiamat

Hari kiamat adalah hari dimana Allah SWT menghancurkan manusia danseluruh ciptaanya dan
membangkitkan manusia kembali untuk dihisab dan diberi balasan. Sesudah terjadinya hari kiamat,
maka ditetapkan golongan ahli surga dan ahli neraka. Allah SWT berfirman;

Artinya; maka apabila sekali sangkakala ditiup, dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu keduanya
dibenturkan keduanya sekali bentur. Maka pada hari itu terjadilah kiamat, dan terbelahlah langit, karena
pada hari itu langit menjadi lemah. (QS. Al-Haqqah; 13-16)

Makna beriman kepada hari kiamat adalah percaya dan membenarkan dengan keyakinan yang pasti
akan datangnya dan beramal salah untuk menghadapinya.
Beriman kepada hari kiamat meliputi empat hal yaitu;
a) Beriman dan mempercayai akah adanya kebangkitan sesudah kematian.
b) Percaya akan adanya balasan atas semua perbuatan, sebagaimana Allah jelaskan dalam Qur’an surat
Al-Zalzalah ayat 7-8;
c) Beriman dan mempercayai akan adanya surga dan neraka.
d) Beriman kepada sesudah terjadsinya kematian, yaitupertanyaan malaikat sesudah sesorang dikubur
dan azab kubur.

6. Beriman Kepada Takdir (Qada Dan Qadar)


Takdir adalah ketetapan Allah terhadap alam semesta, pencatatan dan kehendaknya, dan penciptaan
dari segala sesuatu tersebut. Allah SWT berfirman;

Artinya; tiada bencanapun yang menimpa bumi dan (tidak pula) dirimu sendiri melainkan sudah tertulis
dalam (lauhul mahfuz) sebelum kami ciptakanya. Sesungguhnya yang demikian itu sangat mudah bagi
Allah SWT. (QS. Al-Hadid; 22)
Beriman kepada takdir adalah percaya dan menyakini seyakin-yakinyabahwa Allah SWt telah mengetahu
apa yang sedang dan akan terjadi. Setiap apa yang terjadi di langit dan bumi ini semuanya tidak pernah
terlepas dari catatanya, termasuk segala perbuatan baik dan buruk manusia.
Oleh karena itu orang-orang yang beriman kepada qada dan qadar mereka merasakan ketentraman dan
kedamaian jiwa.

B. Tujuan akidah islam


Dengan adanya pondasi akidah islam seperti yang telah dipaparkan diatas,tujuan yang dicapai adalah;
1. Melluruskan dan mengikhglaskan niat dan ibadah kepada Allah SWT. Karena dia adalah pencipta yang
tidak ada sekutu baginya, tujuan dari ibadah hanya diperuntukan kepada Nya.
2. Membebaskan akal dan pikiran dari kosongnya hati.
3. Ketenangan jiwa dan pikiran.
4. Meluruskan tujuan dan perbuatan dari penyelewengan dalam beribadah kepada Allah SWT. Dasar
dari ibadah ini dalah adalah mengimani para rasul mengikuti jalan merekan yang lurus.
5. Bersungguh-sungguh dalam beramal baik dengan mengharapbalasan dari Allah SWT, serta menjauhi
perbuatan dosa karena takut akan balasanya.
6. Mencintai umat yang kuat serta menjalin rasa kesatuan yang kuat sesama umat, dan berjuang
menegkkan agama Allah.
7. Meraih kebahagiaan dunia dan akherat dengan beramal sholeh demi meraih pahala dan kemuliaan.

C. Hubugan Iman, Islam Dan Ikhsan


Iman, islam, dan ikhsan merupakan suatu bagian yang tidak bisa di pisahkan antara satu dengan lainya.
Hal ini dijelaskan dalam hadis Nabi yang diriwayatkan ole imam muslim yaitu;

Ringkasan Materi Kuliah Mengenai "Aqidah"

Written By Yoga Putra Prathama on November 05, 2011 |


5:43 PM
A. PENGERTIAN AQIDAH

Kata "‘aqidah" diambil dari kata dasar "al-‘aqdu" yaitu ar-rabth(ikatan), al-
Ibraam (pengesahan), al-ihkam(penguatan), at-tawatstsuq(menjadi kokoh, kuat), asy-syaddu
biquwwah(pengikatan dengan kuat),at-tamaasuk(pengokohan) dan al-itsbaatu(penetapan). Di
antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin(keyakinan) dan al-jazmu(penetapan).

"Al-‘Aqdu" (ikatan) lawan kata dari al-hallu(penguraian, pelepasan). Dan kata tersebut diambil dari
kata kerja: " ‘Aqadahu" "Ya'qiduhu" (mengikatnya), " ‘Aqdan" (ikatan sumpah), dan " ‘Uqdatun
Nikah" (ikatan menikah). Allah Ta'ala berfirman, "Allah tidak menghukum kamu disebabkan
sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu
disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja ..." (Al-Maa-idah : 89).
Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan. Sedang
pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan bukan
perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul. Bentuk jamak dari
aqidah adalah aqa-id. (Lihat kamus bahasa: Lisaanul ‘Arab, al-Qaamuusul Muhiith dan al-
Mu'jamul Wasiith: (bab: ‘Aqada).

Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi ketetapan hati seorang secara pasti adalah aqidah; baik
itu benar ataupun salah.

Kata "‘aqidah" diambil dari kata dasar "al-‘aqdu" yaitu ar-


rabth(ikatan), al-Ibraam (pengesahan), al-ihkam(penguatan), at-tawatstsuq(menjadi kokoh,
kuat), asy-syaddu biquwwah(pengikatan dengan kuat),at-tamaasuk(pengokohan) dan al-
itsbaatu(penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin(keyakinan) dan al-
jazmu(penetapan).

"Al-‘Aqdu" (ikatan) lawan kata dari al-hallu(penguraian, pelepasan). Dan kata tersebut diambil dari
kata kerja: " ‘Aqadahu" "Ya'qiduhu" (mengikatnya), " ‘Aqdan" (ikatan sumpah), dan " ‘Uqdatun
Nikah" (ikatan menikah). Allah Ta'ala berfirman, "Allah tidak menghukum kamu disebabkan
sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu
disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja ..." (Al-Maa-idah : 89).

Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan. Sedang
pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan bukan
perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul. Bentuk jamak dari
aqidah adalah aqa-id. (Lihat kamus bahasa: Lisaanul ‘Arab, al-Qaamuusul Muhiith dan al-
Mu'jamul Wasiith: (bab: ‘Aqada).
Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi ketetapan hati seorang secara pasti adalah aqidah; baik
itu benar ataupun salah.

B. MATERI AJARAN AKIDAH DALAM ISLAM

1. Aqidah Ilahiyah (Bersifat Ketuhanan)

Maksudnya seseorang yang dalam keadaan sadar meyakini, memahami, menjiwai dan
mengamalkan segala sesuatu yang berhubungan dengan kapasitas Alloh sebagai Tuhan. Ia
meliputi Syariah Allah (ketetapan atau aturan yang berupa perintah, larangan, anjuran, janji,
ancaman, dan kehendak), Sifat-sifat Allah,Nama-nama Allah dan Otorisasi Allah.

2. Aqidah Nubuwah

Meyakini, memahami, menjiwai dan mengamalkan yang berhubungan dengan nabi. Ia meliputi
segala ketetapan (perintah, anjuran, ancaman, larangan, janji, prediksi), Sifat (Sidiq, amanah,
tablig, fathonah), Keistimewaan, kemuliaan, akhlaqnya serta ucapan, sikap, dan perbuatannya.

3. Aqidah Ruhaniyah (Metafisis)

Meyakini, menjiwai, memahami, segala sesuatu yang bersifat ghoib (tidak terdeteksi oleh panca
indera).

4. Akidah Samiyyah (Pendengaran)

Meyakini apa yang didengar atau diperoleh dari al-Quran dan as sunnah tanpa ada keraguan
sedikitpun.

C. ASPEK KEYAKINAN / AQIDAH

Aspek keyainan yang harus ditimbulkan adalah:

1. Islam adalah satu-satunya agama yang benar disisi Allah.

2. Islam adalah agama yang universal.

3. Islam yang dibawa oleh Rasul Muhammad SAW adalah agama terakhir.

4. Setelah Ialam itu diyakini maka haruslah ditindaklanjuti dengan amal, ilmu, da’wahatau
jihad dan shabar atau teguh dalam berislam.
5. Sempurnanya islam mencakup dua ahal pokok yaitu: Sunnatullah Islam dalam dalam
bentuk ketentuan- ketentuan dasar.

D. HAKEKAT IMAN DAN BANGUNAN INSAN KAMIL

Keimanan seseorang bertambah melalui tahapan-tahapan, yakni:

1. Proses masuknya iman yakni dari gejolak hati.

2. Berdzikir

3. Kemantapan iman dalam diri seseorang.

E. IMAN KEPADA ALLAH DAN RASUL-NYA

Empat konsep untuk mengembangkan dan meningkatkan iman dalam perspektif filsafat
pendidikan Islam, yakni:

Tauhid uluhiyah, yaitu bertolak dari pandangan bahwa hanya Allah yang patut disembah,

memohon dan minta pertolongan.

Tauhid rububiyah, yaitu bertolak dari pandangan bahwa hanya Allah yang menciptakan,

mengatur, dan memelihara alam seisinya.

Tauhid mulkiyah, yaitu bertolak dari pandangan bahwa Allah Pemilik segalanya dan Yang

Menguasai segalanya, Pemilik dan Penguasa manusia serta alam semesta, dan Penguasa di hari
kemudian.

Tauhid rahmaniyah, yaitu bertolak dari pandangan bahwa Allah adalah Maha rahman dan
Maha rahim, Maha pengampun, Pemaaf dan sebagainya.
IBADAH

Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan
menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan

maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah:

Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para
Rasul-Nya.

Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang
paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.

Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa
Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini
adalah definisi yang paling lengkap.

Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman dalam Quran
Surat Adz-Dzaariyaat ayat 56-58:

“Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku."

"Aku tidak menghen-daki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya
mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang
mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.”

AKHLAQ

Akhlak berasal dari kata “akhlaq” yang merupakan jama’ dari “khulqu” dari bahasa Arab yang
artinya perangai, budi, tabiat dan adab. Akhlak itu terbagi dua yaitu Akhlak yang Mulia atau
Akhlak yang Terpuji (Al-Akhlakul Mahmudah) dan Akhlak yang Buruk atau Akhlak yang Tercela
(Al-Ahklakul Mazmumah). Akhlak berasal dari kata “akhlaq” yang merupakan jama’ dari
“khulqu” dari bahasa Arab yang artinya perangai, budi, tabiat dan adab.
PEMBAGIAN AQIDAH/TAUHID
OLEH:
HARTO KAMBATON

PENDIDIKAN GURU ANAK USIA DINI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI

2012

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Kami Panjatkan ke Hadirat Allah SWT karena berkat limpahan Rahmat

dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini. Makalah ini membahas tentang

‘’Pembagian Aqidah/Tauhid’’

Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan hambatan akan

tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, kami

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu

dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk

penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk

penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Kendari, 28 Maret 2012


Harto Kambaton

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………….….........i

KATA PENGANTAR…………………………………………………………...........ii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………...........iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………………........1

1.2 Rumusan Masalah……………....……………………………….....……..1

1.3 Tujuan dan Manfaat………………………………..……………........…..2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Aqidah/Tauhid…………………………………………..........3

2.2 Pembagian Tauhid………………………………………………..........…4

2.3 Hakekat dan Inti Tauhid………………………………………….............8

2.4 Keutamaan Tauhid……………………………………………..............…8

2.5 Balasan Ahli Tauhid…………………………………………...................9

2.6 Keagungan Kalimat Tauhid……………………………………..............10

2.7 Kesempurnaan Tauhid………………………………………..................10

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan……………………………………………………..........….12

3.2 Saran……………………………………………………….....................13
DAFTAR PUSTAKA

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tauhid adalah pegangan pokok dan sangat menentukan bagi kehidupan manusia, karena

tauhid menjadi landasan bagi setiap amal yang dilakukan. Hanya amal yang dilandasi dengan

tauhidullah, menurut tuntunan Islam, yang akan menghantarkan manusia kepada kehidupan yang

baik dan kebahagiaan yang hakiki di alam akhirat nanti.

Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Quran surat An Nahl ayat 97 yang Artinya :Barang
siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan
Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan.

Tauhid bukan sekedar mengenal dan mengerti bahwa pencipta alam semesta ini adalah
Allah, bukan sekedar mengetahui bukti bukti rasional tentang kebenaran wujud (keberadaan)
Nya, dan wahdaniyah (keesaan) Nya, dan bukan pula sekedar mengenal Asma’ dan SifatNya.

Iblis mempercayai bahwa Tuhannya adalah Allah, bahkan mengakui keesaan dan
kemahakuasaan Allah dengan meminta kepada Allah melalui Asma’ dan SifatNya. Kaum
jahiliyah kuno yang dihadapi Rasulullah, juga meyakini bahwa Tuhan Pencipta, Pengatur,
Pemelihara dan Penguasa alam semesta ini adalah Allah. Namun, kepercayaan dan keyakinan
mereka itu belumlah menjadikan mereka sebagai makhluk yang berpredikat muslim, yang
beriman kepada Allah.

2.2 Rumusan Masalah


Dalam makalah ini penulis akan membahas masalah Tauhid dalam Islam yaitu sebagai

berikut :
1. Apa pengertian Aqidah/Tauhid?

2. Bagaimana pembagian Tauhid, Hakekat dan Inti Tauhid serta Keutamaan Tauhid?

3. Bagaimana Keagungan Kalimat Tauhid, Balasan Ahli Tauhid dan Kesempurnaan Tauhid?

2.3 Tujuan dan Manfaat


Adapun tujuan dan manfaat dari penyusunan makalah ini,sebagai berikut :
Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Aqidah/Tauhid

Untuk mengetahui pembagian Aqidah/Tauhid

Untuk menambah pengetahuan tentang Aqidah/Tauhid

Kita dapat mengetahui pengertian dan pembagian Aqidah/Tauhid

Kita dapat mengetahui keutamaan,balasan,keagungan,dan kesempurnaan Tauhid.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Aqidah/Tauhid

Dalam bahasa Arab akidah berasal dari kata al-'aqdu ْ yang berarti ikatan, at-
(‫)العَ ْقد‬
tautsiiqu (‫)التَّ ْوثِيْق‬ yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu

(‫ )اْ ِإل ْح َكام‬yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (‫)الربْط ِبق َّوة‬
َّ
yang berarti mengikat dengan kuat.
Sedangkan menurut istilah (terminologi): 'akidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang

tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.[1]

Jadi, Akidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah

dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid[2] dan taat kepada-Nya, beriman kepada

Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan
mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin),

perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma' (konsensus) dari Salafush

Shalih, serta seluruh berita-berita qath'i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang

telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma' Salaf as-Shalih.[3]

Tauhid, yaitu seorang hamba meyakini bahwa Allah SWT adalah Esa, tidak ada sekutu

bagi-Nya dalam rububiyah (ketuhanan), uluhiyah (ibadah), Asma` dan Sifat-Nya.

Urgensi Tauhid: Seorang hamba meyakini dan mengakui bahwa Allah SWT semata,

Rabb (Tuhan) segala sesuatu dan rajanya. Sesungguhnya hanya Dia yang Maha Pencipta, Maha

Pengatur alam semesta. Hanya Dia lah yang berhak disembah, tiada sekutu bagiNya. Dan setiap

yang disembah selain-Nya adalah batil. Sesungguhnya Dia SWT bersifat dengan segala sifat

kesempurnaan, Maha Suci dari segala aib dan kekurangan. Dia SWT mempunyai nama-nama

yang indah dan sifat-sifat yang tinggi.

2.2 Pembagian Tauhid


Tauhid yang didakwahkan oleh para rasul dan diturunkan kitab-kitab karenanya ada dua
:

1. Tauhid dalam pengenalan dan penetapan, dan dinamakan dengan Tauhid Rububiyah dan

Tauhid Asma dan Sifat. Yaitu menetapkan hakekat zat Rabb SWT dan mentauhidkan

(mengesakan) Allah SWT dengan asma (nama), sifat, dan perbuatan-Nya.

Pengertiannya : seorang hamba meyakini dan mengakui bahwa Allah SWT sematalah Rabb yang
Menciptakan, Memiliki, Membolak-balikan, Mengatur alam ini, yang sempurna pada zat, Asma
dan Sifat-sifat, serta perbuatan-Nya, Yang Maha Mengetahui segala sesuatu, Yang Meliputi
segala sesuatu, di Tangan-Nya kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dia SWT
mempunyai asma’ (nama-nama) yang indah dan sifat yang tinggi. Dalam QS. QS. Asy-Sura ayat
11 :
Artinya :

(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-
pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu
berkembang biak dengan jalan itu.Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah
yang Maha Mendengar dan Melihat.(QS. Asy-Sura : 11)

2. Tauhid dalam tujuan dan permohonan, dinamakan tauhid uluhiyah dan ibadah, yaitu

mengesakan Allah SWT dengan semua jenis ibadah, seperti: doa, shalat, takut, mengharap, dll.

Pengertiannya : Seorang hamba meyakini dan mengakui bahwa Allah SWT saja yang memiliki

hak uluhiyah terhadap semua makhlukNya. Hanya Dia SWT yang berhak untuk disembah, bukan

yang lain. Karena itu tidak diperbolehkan untuk memberikan salah satu dari jenis ibadah seperti:

berdoa, shalat, meminta tolong, tawakkal, takut, mengharap, menyembelih, bernazar dan

semisalnya melainkan hanya untuk Allah SWT semata. Siapa yang memalingkan sebagian dari

ibadah ini kepada selain Allah SWT maka dia adalah seorang musyrik lagi kafir. Firman Allah

SWT :

Artinya :

Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun

baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-

orang yang kafir itu tiada beruntung.

(QS. Al-Mukminun : 117)

Tauhid Uluhiyah atau Tauhid Ibadah; kebanyakan manusia mengingkari tauhid ini. Oleh sebab

itulah Allah SWT mengutus para rasul kepada umat manusia, dan menurunkan kitab-kitab
kepada mereka, agar mereka beribadah kepada Allah SWT saja dan meninggalkan ibadah kepada

selain-Nya

1. Firman Allah SWT:

Artinya :

Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan
kepadanya : “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu
sekalian akan Aku.” (QS. Al-Anbiya` :25)

2. Firman Allah SWT :

Artinya :

Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):

“Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang

yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan

baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-

orang yang mendustakan (rasul-rasul).

Tiga macam pembagian tauhid menurut Ulama:

Tauhid Rububiyah
Yaitu mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya, seperti mencipta, menguasai,

memberikan rizki, mengurusi makhluk, dll yang semuanya hanya Allah semata yang mampu.

Dan semua orang meyakini adanya Rabb yang menciptakan, menguasai, dll. Kecuali orang

atheis yang berkeyakinan tidak adanya Rabb. Diantara penyimpangan yang lain yaitu kaum

Zoroaster yang meyakini adanya Pencipta Kebaikan dan Pencipta Kejelekan, hal ini juga

bertentanga dengan aqidah yang lurus.

Tauhid Uluhiyah
Allah dalam perbuatan-perbuatan yang dilakukan hamba. Yaitu mengikhlaskan ibadah

kepada Allah, yang mencakup berbagai macam ibadah seperti : tawakal, nadzar, takut, khosyah,

pengharapan, dll. Tauhid inilah yang membedakan umat Islam dengan kaum musyrikin. Jadi

seseorang belum cukup untuk mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya (Tauhid Rububiyah)

tanpa menyertainya dengan mengikhlaskan semua ibadah hanya kepada-Nya (Tauhid Uluhiyah).

Karena orang musyrikin dulu juga meyakini bahwa Allah yang mencipta dan mengatur, tetapi

hal tersebut belum cukup memasukkan mereka ke dalam Islam.

Tauhid Asma Wa Sifat


Mengimani dan menetapkan apa yang sudah ditetapkan Allah di dalam Al Quran dan

oleh Nabi-Nya di dalam hadits mengenai nama dan sifat Allah tanpa merubah makna,

mengingkari, mendeskripsikan bentuk/cara, dan memisalkan. Untuk pembahasan yang lebih

lengkap bisa merujuk ke beberapa kitab diantaranya Aqidah Washithiyah, Qowaidul Mutsla, dll.

Apabila ketiga tauhid di atas ada yang tidak lengkap, maka seorang hamba bisa berkurang

imannya atau bahkan telah keluar dari Islam.

Tauhid Uluhiyah dan Rububiyah memiliki ketergantungan satu sama lain:

1. Tauhid Rububiyah mengharuskan kepada Tauhid Uluhiyah. Siapa yang mengakui bahwa

Allah SWT Maha Esa, Dia lah Rabb, Pencipta, Yang Memiliki, dan yang memberi rizki niscaya

mengharuskan dia mengakui bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah SWT. Maka

dia tidak boleh berdoa melainkan hanya kepada Allah SWT, tidak meminta tolong kecuali

kepadaNya, tidak bertawakkal kecuali kepadaNya. Dia tidak memalingkan sesuatu dari jenis

ibadah kecuali hanya kepada Allah SWT semata, bukan kepada yang lainnya. Tauhid uluhiyah

mengharuskan bagi tauhid rububiyah agar setiap orang hanya menyembah Allah SWT saja, tidak

menyekutukan sesuatu dengannya. Dia harus meyakini bahwa Allah SWT adalah Rabb-Nya,

Penciptanya, dan pemiliknya.


2. Tauhid Rububiyah dan Uluhiyah terkadang disebutkan secara bersama-sama, akan tetapi

keduanya mempunyai pengertian berbeda. Makna Rabb adalah yang memiliki dan yang

mengatur dan sedangkan makna ilah adalah yang disembah dengan sebenarnya, yang berhak

untuk disembah, dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Seperti firman Allah SWT :

Artinya :

1. Katakanlah: “Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.
2. Raja manusia.
3. Sembahan manusia.
Dan terkadang keduanya disebutkan secara terpisah, maka keduanya mempunyai pengertian

yang sama, seperti firman Allah SWT :

Artinya :

Katakanlah: “Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi

segala sesuatu. Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali

kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian

kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu

perselisihkan.”

(QS. An-An’aam:164)

2.3 Hakekat dan Inti Tauhid

Hakekat dan inti tauhid adalah agar manusia memandang bahwa semua perkara berasal dari
Allah SWT, dan pandangan ini membuatnya tidak menoleh kepada selainNya SWT tanpa sebab
atau perantara. Seseorang melihat yang baik dan buruk, yang berguna dan yang berbahaya dan
semisalnya, semuanya berasal dariNya SWT. Seseorang menyembahNya dengan ibadah yang
mengesakanNya dengan ibadah itu dan tidak menyembah kepada yang lain.

2.4 Keutamaan Tauhid

1. Firman Allah SWT :

Artinya :

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman

(syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang

mendapat petunjuk. (Al-An’aam: 82)

2. Dari ‘Ubadah bin ash-Shamit r.a, bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Siapa yang bersaksi

bahwa tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah SWT. Tiada sekutu bagi-Nya. Dan

sesungguhnya Muhammad SAW adalah hamba dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Isa adalah hamba

dan Rasul-Nya, serta kalimah-Nya yang diberikan-Nya kepada Maryam dan Ruh dari-Nya. Dan

(siapa yang bersaksi dan meyakini bahwa) surga adalah benar, neraka adalah benar, niscaya

Allah SWT memasukkannya ke dalam surga berdasarkan amal yang telah ada”. Muttafaqun

‘alaih.

3. Dari Anas bin Malik r.a, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Allah SWT

berfirman, ‘Wahai keturunan Adam, selama kamu berdoa dan mengharap kepada-Ku, niscaya

Kuampuni semua dosa kalian dan Aku tidak perduli (sebanyak apapun dosanya). Wahai

keturunan Adam, jika dosamu telah sama ke atas langit, kemudian engkau meminta ampun

kepada-Ku, niscaya Kuampuni dan Aku tidak perduli (sebanyak apapun dosamu). Wahai

keturunan Adam, jika engkau datang kepadanya dengan kesalahan sepenuh bumi, kemudian

engkau datang menemui-Ku dalam keadaan tidak menyekutukan sesuatupun dengan-Ku, niscaya

Aku datang kepadamu dengan ampunan sepenuhnya (bumi).” HR. at-Tirmidzi.


2.5 Balasan Ahli Tauhid

Artinya :

Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi

mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi

rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : “Inilah yang pernah diberikan

kepada kami dahulu.” Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya

ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah : 25)

Dari Jabir r.a, ia berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW seraya berkata, ‘Wahai

Rasulullah, apakah dua perkara yang bisa dipastikan?’ Beliau menjawab, ‘Siapa yang meninggal

dunia dan keadaan tidak menyekutukan sesuatupun dengan Allah SWT niscaya dia masuk dan

siapa yang meninggal dunia dalam keadaan menyekutukan sesuatu dengan Allah SWT, niscaya

dia masuk neraka.” HR. Muslim.

2.6 Keagungan Kalimat Tauhid

Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash r.a, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda,

“Sesungguhnya Nabi Nuh ‘alaihissalam tatkala menjelang kematiannya, beliau berkata kepada

anaknya, “Sesungguhnya aku menyampaikan wasiat kepadamu: Aku perintahkan kepadamu dua

perkara dan melarangmu dari dua perkara. Saya perintahkan kepadamu dengan kalimat laa ilaaha

illallah (Tiada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah). Sesungguhnya seandainya tujuh lapis

langit dan tujuh lapis bumi diletakkan dalam satu daun timbangan dan kalimah laa ilaaha illallah

(Tiada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah) diletakkan pada daun timbangan yang lain,

niscaya kalimat laa ilaaha illallah lebih berat. Dan jikalau tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi
merupakan sebuah lingkaran yang samar, niscaya dipecahkan oleh kalimah laa ilaaha illallah dan

subhanallahi wabihamdih (maha suci Allah dan dengan memujian-Nya), sesungguhnya ia

merupakan inti dari semua ibadah. Dengannya makhluk diberi rizqi. Dan aku melarangmu dari

perbuatan syirik dan takabur…” HR. Ahmad dan al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad.

2.7 Kesempurnaan Tauhid

Tauhid tidak sempurna kecuali dengan beribadah hanya kepada Allah SWT semata, tiada sekutu

bagi-Nya dan menjauhi thaghut, seperti firman Allah SWT :

Artinya :

Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):

“Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang

yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan

baginya.

Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang
mendustakan (rasul-rasul). (QS. An-Nahl :36)

Thaghut adalah setiap perkara yang hamba melewati batas dengannya berupa sesembahan seperti

berhala, atau yang diikuti seperti peramal dan para ulama jahat, atau yang ditaati seperti para

pemimpin atau pemuka masyarakat yang ingkar kepada Allah SWT.

Thaghut itu sangat banyak dan intinya ada lima:

1. Iblis (semoga Allah SWT melindungi kita darinya),

2. Siapa yang disembah sedangkan dia ridha,

3. Siapa yang mengajak manusia untuk menyembah dirinya,

4. Siapa yang mengaku mengetahui yang gaib,

5. Siapa yang berhukum kepada selain hukum Allah SWT.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

ْ yang berarti ikatan, at-


Dalam bahasa Arab akidah berasal dari kata al-'aqdu (‫)العَ ْقد‬

tautsiiqu (‫ )التَّ ْوثِيْق‬yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu

(‫ )اْ ِإل ْح َكام‬yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (‫)الربْط ِبق َّوة‬
َّ
yang berarti mengikat dengan kuat.
Tauhid, yaitu seorang hamba meyakini bahwa Allah SWT adalah Esa, tidak ada sekutu

bagi-Nya dalam rububiyah (ketuhanan), uluhiyah (ibadah), Asma` dan Sifat-Nya.

Tiga macam pembagian tauhid menurut Ulama:

Tauhid Rububiyah
Yaitu mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya, seperti mencipta, menguasai,

memberikan rizki, mengurusi makhluk, dll yang semuanya hanya Allah semata yang mampu.

Dan semua orang meyakini adanya Rabb yang menciptakan, menguasai, dll.

Tauhid Uluhiya
Allah dalam perbuatan-perbuatan yang dilakukan hamba. Yaitu mengikhlaskan ibadah

kepada Allah, yang mencakup berbagai macam ibadah seperti : tawakal, nadzar, takut, khosyah,

pengharapan, dll. Tauhid inilah yang membedakan umat Islam dengan kaum musyrikin. theis

yang berkeyakinan tidak adanya Rabb.

Tauhid Asma Wa Sifat


Mengimani dan menetapkan apa yang sudah ditetapkan Allah di dalam Al Quran dan

oleh Nabi-Nya di dalam hadits mengenai nama dan sifat Allah tanpa merubah makna,

mengingkari, mendeskripsikan bentuk/cara, dan memisalkan.


3.2. Saran
Setelah pembahasan makalah ini, diharapkan kepada kita semua,dapat memahami

Tauhid, sehingga dapat mengenal Allah SWT serta dapat mengamalkannya dengan ibadah dan

pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan mengenal Allah SWT sebagai Tuhan Yang Maha Esa dan yang patut disembah,

kita akan terhindar dari perbuatan syirik.

Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang dilindungi Allah SWT dari perbuatan

syirik yang mengantar kita ke neraka jahannam. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad bin Abdullah At Tuwaijry, Tauhid, keutamaan dan macam-macamnya,

(www.islamhouse.com, 2007)

Muhammad bin Abdul Wahab, Kitab Tauhid, (http://www.scribd.com/doc/10055486/Kitab-

Tauhid, Yayasan Al-Sofwa, 2007)

Maktabah Abu Syeikha Bin Imam Al Magety, Rahasia di balik kalimat Tauhid dalam ayat-ayat

Al Quran,

(http://www.4shared.com/file/41066124/ed75e1eb/RAHASIA_KALIMAT_TAUHID.html?s=1,

2008)
Syaikh Muhammad At-Tamimi, Dasar-dasar Memahami Tauhid, (www.perpustakaan-

islam.com, Islamic Digital Library, 2001)

http://zidniagus.wordpress.com/2009/10/31/makalah-tauhid/

2.1 Pengertian Aqidah


ْ yang berarti ikatan, at-tautsiiqu
Dalam bahasa Arab akidah berasal dari kata al-'aqdu (‫)العَ ْقد‬

(‫ )التَّ ْوثِيْق‬yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (‫ )اْ ِإلحْ كَام‬yang artinya

mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (‫)الربْط بِق َّوة‬


َّ yang berarti mengikat dengan

kuat.

Sedangkan menurut istilah (terminologi): 'akidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak

ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.[1]

Jadi, Akidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan

segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid[2] dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-

malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan

mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin),

perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma' (konsensus) dari Salafush
Shalih, serta seluruh berita-berita qath'i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang

telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma' Salaf as-Shalih.[3]

PENGERTIAN DAN KEDUDUKAN


AQIDAH DALAM ISLAM
By rabbani75 on October 13, 2011

18 Votes

1. Pengertian Aqidah

Aqidah secara bahasa berasal dari kata ( ‫ )عقد‬yang berarti ikatan. Secara istilah adalah keyakinan
hati atas sesuatu. Kata ‘aqidah’ tersebut dapat digunakan untuk ajaran yang terdapat dalam
Islam, dan dapat pula digunakan untuk ajaran lain di luar Islam. Sehingga ada istilah aqidah
Islam, aqidah nasrani; ada aqidah yang benar atau lurus dan ada aqidah yang sesat atau
menyimpang.

Dalam ajaran Islam, aqidah Islam (al-aqidah al-Islamiyah) merupakan keyakinan atas sesuatu
yang terdapat dalam apa yang disebut dengan rukun iman, yaitu keyakinan kepada Allah,
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, serta taqdir baik dan buruk. Hal ini
didasarkan kepada Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Shahabat Umar bin
Khathab r.a. yang dikenal dengan ‘Hadits Jibril’.

1. Kedudukan Aqidah dalam Islam

Dalam ajaran Islam, aqidah memiliki kedudukan yang sangat penting. Ibarat suatu bangunan,
aqidah adalah pondasinya, sedangkan ajaran Islam yang lain, seperti ibadah dan akhlaq, adalah
sesuatu yang dibangun di atasnya. Rumah yang dibangun tanpa pondasi adalah suatu bangunan
yang sangat rapuh. Tidak usah ada gempa bumi atau badai, bahkan untuk sekedar menahan atau
menanggung beban atap saja, bangunan tersebut akan runtuh dan hancur berantakan.
Maka, aqidah yang benar merupakan landasan (asas) bagi tegak agama (din) dan diterimanya
suatu amal. Allah swt berfirman,

.‫اَوالَيُ ْش ِركُ َبِ ِعبَادَةَِ ََر ِِّب َِهَأَ َحدًا‬ َ ًَ‫َربِِّ ِهَفَ ْليَ ْع َم ْلَ َع َمال‬
َ ‫صا ِل ًح‬ َ ‫فَ ََم ْنَ َكانَ َيَ ْر ُجواَ ِلقَآ َء‬

Artinya: “Maka barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya (di akhirat), maka
hendaklah ia beramal shalih dan tidak menyekutukan seorang pun dalam beribadah kepada
Tuhannya.” (Q.S. al-Kahfi: 110)

Allah swt juga berfirman,

ْ َ‫َمن‬
. َ‫َالخَا ِس َِرين‬ ََّ ‫َولَت َ ُكون‬
ِِّ ‫َن‬ َ ‫َمنَقَ ْبلِكَ َلَ ِئ ْنَأ َ ْش َر ْكتَ َلَ َيحْ َب‬
ََ َ‫ط َّنَ َع َمَلُك‬ ِ َ‫َو ِإلَىَالَّذِين‬
َ َ‫ىَ ِإلَيْك‬ ِ ُ ‫َولَقَدَْأ‬
َ ‫وح‬

Artinya: “Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada nabi-nabi sebelummu, bahwa
jika engkau betul-betul melakukan kesyirikan, maka sungguh amalmu akan hancur, dan kamu
benar-benar akan termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.S. az-Zumar: 65)

Mengingat pentingnya kedudukan aqidah di atas, maka para Nabi dan Rasul mendahulukan
dakwah dan pengajaran Islam dari aspek aqidah, sebelum aspek yang lainnya. Rasulullah saw
berdakwah dan mengajarkan Islam pertama kali di kota Makkah dengan menanamkan nilai-nilai
aqidah atau keimanan, dalam rentang waktu yang cukup panjang, yaitu selama kurang lebih tiga
belas tahun. Dalam rentang waktu tersebut, kaum muslimin yang merupakan minoritas di
Makkah mendapatkan ujian keimanan yang sangat berat. Ujian berat itu kemudian terbukti
menjadikan keimanan mereka sangat kuat, sehingga menjadi basis atau landasan yang kokoh
bagi perjalanan perjuangan Islam selanjutnya. Sedangkan pengajaran dan penegakan hukum-
hukum syariat dilakukan di Madinah, dalam rentang waktu yang lebih singkat, yaitu kurang lebih
selama sepuluh tahun. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita mengenai betapa penting dan teramat
pokoknya aqidah atau keimanan dalam ajaran Islam.

SUMBER, METODE DAN CARA PENGAMBILAN AQIDAH ISLAM

1. Sumber-sumber Aqidah Islam

Aqidah Islam adalah sesuatu yang bersifat tauqifi, artinya suatu ajaran yang hanya dapat
ditetapkan dengan adanya dalil dari Allah dan Rasul-Nya. Maka, sumber ajaran aqidah Islam
adalah terbatas pada al-Quran dan Sunnah saja. Karena, tidak ada yang lebih tahu tentang Allah
kecuali Allah itu sendiri, dan tidak ada yang lebih tahu tentang Allah, setelah Allah sendiri,
kecuali Rasulullah saw.

1. Metode Memahami Aqidah Islam dari Sumber-sumbernya Menurut Para Shahabat

Generasi para shahabat adalah generasi yang dinyatakan oleh Rasululah sebagai generasi terbaik
kaum muslimin. Kebaikan mereka terletak pada pemahaman dan sekaligus pengamalannya atas
ajaran-ajaran Islam secara benar dan kaffah. Hal ini tidak mengherankan, karena mereka adalah
generasi awal yang menyaksikan langsung turunnya wahyu, dan mereka mendapat pengajaran
dan pendidikan langsung dari Rasulullah saw. Setelah generasi shahabat, kualifikasi atau derajat
kebaikan itu diikuti secara berurutan oleh generasi berikutnya dari kalangan tabi’in, dan
selanjutnya diikuti oleh generasi tabi’ut tabi’in. Tiga generasi inilah yang secara umum disebut
sebagai generasi salaf. Rasulullah bersabda tentang mereka,

…‫اسَقَ ْرنِيَث ُ َّمَالَّ ِذيْنَ َيَلُ ْونَ ُه ْمَث ُ َّمَالَّ ِذيْنَ َيَلُ ْونَ ُه َْم‬
ِ َّ‫َخي ُْرَالن‬

Artinya: “Sebaik-baik manusia adalah generasi pada masaku, lalu generasi berikutnya, lalu
generasi berikutnya…” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Generasi salaf yang shalih (al-salaf al-shalih) mengambil pemahaman aqidah dari al-Quran dan
sunnah dengan metode mengimani atau meyakini semua yang diinformasikan (ditunjukkan) oleh
kedua sumber tersebut. Dan apa saja yang tidak terdapat dapat dalam kedua sumber itu, mereka
meniadakan dan menolaknya. Mereka mencukupkan diri dengan kedua sumber tersebut dalam
menetapkan atau meniadakan suatu pemahaman yang menjadi dasar aqidah atau keyakinan.

Dengan metode di atas, maka para shahabat, dan generasi berikutnya yang mengikuti mereka
dangan baik (ihsan), mereka beraqidah dengan aqidah yang sama. Di kalangan mereka tidak
terjadi perselisihan dalam masalah aqidah. Kalau pun ada perbedaan, maka perbedaan di
kalangan mereka hanyalah dalam masalah hukum yang bersifat cabang (furu’iyyah) saja, bukan
dalam masalah-masalah yang pokok (ushuliyyah). Seperti ini pula keadaan yang terjadi di
kalangan para imam madzhab yang empat, yaitu Imam Abu Hanifah (th. 699-767 M), Imam
Malik (tahun 712-797), Imam Syafi’i (tahun 767-820), dan Imam Ahmad (tahun 780-855 M).

Karena itulah, maka mereka dipersaksikan oleh Rasulullah saw sebagai golongan yang selamat,
sebagaimana sabda beliau,

ْ َ ‫َوأ‬
‫ص َحاَِبى‬ َ ‫َ َماَأَنَاَ َعلَ ْي ِه‬:ََ‫قَال‬

Artinya: “Mereka (golongan yang selamat) adalah orang-orang yang berada di atas suatu
prinsip seperti halnya saya dan para shahabat saya telah berjalan di atasnya.” (H.R. Tirmidzi)

Makalah Agama Islam - Aqidah

AQIDAH

Tugas Mandiri
Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Ujian Akhir Semester 1
Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam
Disusun oleh:

Risnawati

UNIVERSITAS PAMULANG
TANGERANG SELATAN 2011

KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah Agama Islam ini sesuai
waktu yang ditentukan.

Tujuan pembuatan makalah ini adalah agar para pembaca sekalian dapat memperoleh
pengetahuan tentang Aqidah dan Rukun Iman, selain itu makalah ini dapat pula berfungsi sebagai
referensi pembelajaran perkuliahan khususnya bidang studi Agama Islam.

Penyusun menyimpulkan masih banyak kekurangan yang terdapat di dalam makalah ini, oleh
karena itu saya memohon kepada para pembaca untuk dapat memberikan tanggapan atau masukan
maupun saran yang sifatnya membangun agar makalah ini menjadi lebih baik.

Tidak lupa Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu Dosen dan teman-teman
yang telah memberikan dorongan yang sangat berarti kepada Penyusun dalam pembuatan makalah ini.

Tangerang,.............2011

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..........................................................................................................................................i

Daftar Isi...................................................................................................................................................ii

BAB I. Pendahuluan..................................................................................................1
1.1.Latar belakang Masalah..........................................................................................................1

1.2.Rumusan Masalah...................................................................................................................2

1.3.Tujuan....................................................................................................................................3

1.4.Manfaat..................................................................................................................................3

BAB II. Pembahasan.................................................................................................4


2.1. Pengertian Aqidah..................................................................................................................4

2.2. Istilah Aqidah dalam Al-Qur’an..............................................................................................5

2.3 Ruang Ringkup Pembahasan Aqidah.......................................................................................5

2.4. Keistimewaan Aqidah Islam & Manfaat dalam Mempelajarinya............................................14

2.5. Kesimpulan..........................................................................................................................14

BAB III. Penutup....................................................................................................16


3.1. Daftar Pustaka.....................................................................................................................17

3.2. Kritik dan Saran..................................................................................................................18


ii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Nilai suatu ilmu ditentukan oleh kandungan ilmu tersebut. Semakin besar nilai manfaatnya, semakin
penting ilmu tersebut untuk dipelajari. Ilmu yang paling utama adalah ilmu yang mengenalkan kita
kepada Allah SWT, Sang Pencipta. Sehingga orang yang tidak kenal Allah SWT adalah orang yang bodoh,
karena tidak ada orang yang lebih bodoh dari pada orang yang tidak mengenal penciptanya.

Allah menciptakan manusia dengan seindah-indahnya dan selengkap- lengkapnya bentuk dibanding
dengan makhluk/ciptaan yang lain. Kemudian Allah bimbing mereka dengan mengutus para Rasul-Nya
(menurut hadits yang disampaikan Abu Dzar bahwa jumlah para Nabi sebanyak 124.000 orang, namun
jumlah yang sebenarnya hanya Allah saja yang mengetahuinya), semuanya menyerukan kepada tauhid.
Sementara dari jalan sahabat Abu Umamah disebutkan bahwa jumlah para Rasul 313 (diriwayatkan oleh
Ibnu Hibban dalam Al Maurid 2085 dan Ath-Thabrani dalam Al Mu’jamul Kabir 8/139) agar mereka
berjalan sesuai dengan kehendak Sang Pencipta melalui wahyu yang dibawa oleh Sang Rasul. Orang
yang menerima disebut mukmin, orang yang menolaknya disebut kafir serta orang yang ragu-ragu
disebut munafik yang merupakan bagian dari kekafiran.

Begitu pentingnya aqidah ini, sehingga Nabi Muhammad Saw, penutup para Nabi dan Rasul
membimbing umatnya selama 13 tahun ketika berada di Makkah dengan menekankan masalah aqidah
ini, karena aqidah adalah landasan semua tindakan, bahkan merupakan landasan bangunan Islam. Oleh
karena itu, maka para da’i dan para pelurus agama dalam setiap masa selalu memulai dakwah mereka
dengan tauhid dan pelurusan aqidah

Firman Allah dalam QS. An Nahl: 36 yang Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul
pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut1 itu’,…” (QS. An
Nahl: 36)
Sebelum mereka mengajak kepada perintah-perintah agama yang lain. Bahkan para Nabi dan Rasul
sebelum Rasulullah juga menyerukan hal yang sama dalam dakwah-dakwah mereka kepada umatnya.
Hal ini seperti firman Allah dalam Al Quran surat An Nahl ayat 36 dan surat Al A'raaf ayat 59, 65, 73 dan
85:

Yang artinya: “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya.” (QS.
Al A'raaf: 59, 65, 73, 85)

Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang berarti pengikatan. ‘Aqd berarti juga janji, ikatan (kesepakatan)
antara dua orang yang mengadakan perjanjian. Aqidah secara definisi adalah suatu keyakinan yang
mengikat hati manusia dari segala keraguan. Aqidah dalam istilah umum yaitu keimanan yang mantap
dan hukum yang tegas, yang tidak dicampur keragu- raguan terhadap orang yang mengimaninya. Ini
adalah aqidah secara umum, tanpa memandang aqidah tersebut benar atau salah. Aqidah secara
terminology adalah sesuatu yang mengharuskan hati membenarkannya, membuat jiwa tenang, dan
menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan. Aqidah menurut syara’ berarti iman
kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya dan kepada Hari Akhir, serta kepada
qadar dan qadha, baik takdir yang baik maupun yang buruk.

Aqidah tersebut dalam tubuh manusia ibarat kepalanya. Maka apabila suatu umat sudah rusak,
bagian yang harus direhabilitasi adalah aqidahnya terlebih dahulu. Di sinilah pentingnya aqidah ini,
apalagi ini menyangkut kebahagiaan dan keberhasilan dunia dan akhirat. Aqidah merupakan kunci kita
menuju surga. Aqidah juga menjadi dasar dari seluruh hukum-hukum agama yang berada di atasnya.
Aqidah Islam adalah tauhid, yaitu mengesakan Tuhan yang diungkapkan dalam syahadat pertama.
Sebagai dasar, tauhid memiliki implikasi terhadap seluruh aspek kehidupan keagamaan seorang Muslim,
baik ideologi, politik, sosial, budaya, pendidikan dan sebagainya.

Aqidah sebagai dasar utama ajaran Islam bersumber pada Al Quran dan sunnah Rasul. Aqidah Islam
mengikat seorang Muslim sehingga ia terikat dengan segala aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh
karena itu, menjadi seorang Muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur
dalam ajaran Islam, seluruh hidupnya didasarkan kepada ajaran Islam. Hal ini seperti yang tersebut
dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 208, yang berbunyi:

Yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam keseluruhannya dan
janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS.
Al Baqarah: 208)

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa pengertian Aqidah
b. Apa macam-macam Aqidah
c. Apa Rukun Iman
d. Apa manfaat beriman

1.3 Tujuan
 Tujuan Pokok:

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.

 Tujuan Dasar:

a. Untuk menambah pengetahuan tentang Aqidah.


b. Untuk mengetahui macam-macam Aqidah.
c. Untuk mengetahui Rukun Iman.

d. Untuk mengetahui manfaat beriman.

1.4 Manfaat

 Mahasiswa dapat menambah pengetahuan tentang Pendidikan Agama Islam.

 Mahasiswa dapat mengetahui apa saja yang dimaksud sesuai dengan tema yang dibahas.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Akidah

Akidah (Bahasa Arab: ُ‫ ;ا َ ْلعَ ِق ْي َدة‬transliterasi: Aqidah) dalam istilah Islam yang berarti iman.
Menurut pengertian bahasa iman adalah percaya atau membenarkan. Menurut pengertian
syariat (tauhid) iman adalah kepercayaan atau keyakinan yang datang dari hati sanubari, diikrarkan
dengan lisan, kemudian dibuktikan dengan perbuatan amal saleh oleh anggota badan.
Jadi iman adalah pekerjaan yang berhubungan dengan perbuatan batin (hati) yaitu percaya
kepada adanya Allah SWT, para malaikat, para Rasul Allah, kitab-kitab Allah, akan terjadinya hari kiamat
dan percaya kepada takdir, sifatnya abstrak (tersembunyi).

Islam adalah pekerjaan yang berhubungan dengan perbuatan lahir yaitu mengucap syahadat,
mengerjakan shalat, zakat, puasa, haji, sifatnya konkrit (nyata).

Kalau kita perhatikan pengertian antara iman dan Islam, maka jelas keduanya tidak dapat
dipisahkan dengan arti kata setiap orang Islam wajiblah beriman dan orang yang beriman wajiblah dia
Islam artinya menyerah diri, agar mendapat keselamatan fiddun ya wal akhirat.

Ditinjau dari segi pengertian bahasa, maka di antara iman dan Islam seolah-olah ada
perbedaannya, artinya iman dan Islam mempunyai operasional berlainan. Yang satu abstrak, yang satu
lagi konkrit. Tapi dalam segi praktis, iman dan Islam tidak dapat dipisahkan, karena sangat erat
hubungannya ibarat pohon dengan buahnya. Dengan kata lain, aqidah dan syariat harus sejalan dan
seirama, kalau tidak maka kehidupan ini akan pincang. Firman Allah SWT dalam menggambarkan dua hal
tersebut antaralain:

Q.S. Al-Baqarah: 25 yang artinya:

َ‫ارَ ُكلَّ ََما‬ ِ ‫صا ِل َحاتَِأ َ َّنََلَ ُه َْمَ َجنَّاتََتَ ْج ِر‬


َُ ‫يَمنَت َ ْحتِ َهاَاأل َ ْن َه‬ َ ُ‫ش ِرَالَّذِينَ َ َءا َمن‬
َّ ‫واَو َع ِملُواَال‬ ِّ ِ َ‫وب‬:َ‫قالَتعالى‬
َ
َ
َ ُُ‫اَولَ ُه ْمَفِي َهاَأ ْز ََوا ُج‬ ُ
ََ ُ ‫َوأَت ُواَ ِب ِهَ ُمت‬
َ ‫شا ِب ًه‬ ِ ‫ِيَر ِز ْقن‬
َُ ‫َاَمنَقََ ْب‬
َ ‫ل‬ َّ ُ
ُ ‫َر ْزقًاَقَالواَ َهذَاَالذ‬ ِ ‫اَمنَث َ َم َرة‬ ِ ُ‫ُر ِزق‬
ِ ‫واَم ْن َه‬
ََ‫َو ُه ْمَفِي َهاَخَا ِلد ُون‬ َ ‫ُم‬
َ ُُُ‫ط َّه َرة‬
Artinya:

“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka
disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-
buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: “Inilah yang pernah diberikan kepada kami
dahulu”. Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang
suci dan mereka kekal di dalamnya”. (QS. 2:25)

Dan Q.S. An-Nahl: 97 yang artinya:

“Barang siapa beramal shaleh, baik ia lelaki ataupun perempuan dan ia seorang yang beriman,
maka pastilah Kami akan memberinya kehidupan yang baik-baik dan pasti Kami memberi balasan
dengan pahalanya, menurut yang telah dia kerjakan dengan sebaik-baiknya.”
2.2 Istilah Aqidah dalam Al-Qur’an

QS. Yusuf ayat 40:

َ ‫س َّميْتموهَاأَنت ْم َوآ َبآؤ ِمنس ْل‬


ُ‫طان‬ َ ‫َمات َ ْعبدون َِمن كم َّماأَنزَ َالللّه ِب َهاُدونِ ِهإِالَّأ َ ْس َماء‬
َُ‫الَ ال ِدّين ْالقَيِّم َولَ ِكنَّأ َ ْكث َ َُر النَّا ِسالَيَ ْعلَمون‬ َُ ‫إِنِ ْالح ْكمُإِالَّ ِللّ ِهأ َ َم َُر ت َ ْعبدواْإِالَّإِيَّاه َذ ِل‬
ُ َ ‫كُّأ‬

Artinya:

“Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu
dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-
nama itu. Keputusan itu hanyalah keputusan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak
menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS.
Yusuf 12:40)

2.3 Ruang Lingkup Pembahasan Aqidah

A. Rukun Iman
Menurut dua aliran islam (Islam Sunni dan Islam Syiah) mengenai rukun iman ialah:

1. Rukun Iman (pilar keyakinan) menurut aliran Islam Sunni terdiri dari:

a. Iman kepada Allah S.W.T

Kita mengimani Rububiyah Allah SWT, artinya bahwa Allah adalah Rabb: Pencipta, Penguasa dan
Pengatur segala yang ada di alam semesta ini. Kita juga harus mengimani uluhiyah Allah SWT artinya
Allah adalah Ilaah (sembahan) Yang hak, sedang segala sembahan selain-Nya adalah batil. Keimanan kita
kepada Allah belumlah lengkap kalau tidak mengimani Asma’ dan Sifat-Nya, artinya bahwa Allah
memiliki nama-nama yang Maha indah serta sifat-sifat yang Maha sempurna dan Maha luhur.

Dan kita mengimani keesaan Allah SWT dalam hal itu semua, artinya bahwa Allah SWT tiada
sesuatupun yang menjadi sekutu bagi-Nya dalam rububiyah, uluhiyah, maupun dalam Asma’ dan sifat-
Nya.
Firman Allah SWT, yang artinya: “(Dia adalah) Tuhan seluruh langit dan bumi serta semua yang
ada di antara keduanya. Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya.
Adakah kamu mengetahui ada sesuatu yang sama dengan-Nya (yang patut disembah)?”. (QS. Maryam:
65)

Dan firman Allah, yang artinya: “Tiada sesuatupun yang serupa dengan-Nya. Dan Dia-lah yang
Maha mendengar lagi Maha melihat”. (QS. Asy-Syura:11)

Adapun hadist: “Barang siapa yang akhir ucapannya (waktu akan mati mengatakan): laa ilaaha
illallaah, (maka) ia akan masuksurga.” (HR. Abu Daud).

b. Iman Kepada Malaikat

Bagaimana kita mengimani para malaikat? mengimani para malaikat Allah yakni dengan
meyakini kebenaran adanya para malaikat Allah SWT. Dan para malaikat itu, sebagaimana firman-Nya,
yang artinya: ”Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan, tidak pernah
mereka itu mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.” (QS.
Al-anbiya: 26-27)

Mereka diciptakan Allah SWT, maka mereka beribadah kepada-Nya dan mematuhi segala
perintah-Nya. Firman Allah SWT, yang artinya: ” …Dan malaikat-malaikat yang disisi-Nya mereka tidak
bersikap angkuh untuk beribadah kepada-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih
malam dan siang tiada henti-hentinya. “ (QS. Al-Anbiya: 19-20).

c. Iman Kepada Kitab Allah

Kita mengimani bahwa Allah SWT telah menurunkan kepada rasul-rasul-Nya kitab-kitab sebagai
hujjah buat umat manusia dan sebagai pedoman hidup bagi orang-orang yang mengamalkannya,
dengan kitab-kitab itulah para rasul mengajarkan kepada umatnya kebenaran dan kebersihan jiwa
mereka dari kemuysrikan. Firman Allah SWT, yang artinya: ”Sungguh, kami telah mengutus rasul-rasul
kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan
neraca (keadilan) agar manusia melaksanakan keadilan… “ (QS. Al-Hadid: 25)

Dari kitab-kitab itu, yang kita kenal ialah :

 Taurat, yang Allah turunkan kepada Nabi Musa AS, sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Maidah: 44

‫هَادوا ِللَّذِينَُ أ َ ْسلَموا الَّذِينَُ النَّبِيُونَُ بِ َها يَ ْحكمُ َونورُ هدًى فِي َها الت َّ ْو َراُة َ أ َ ْنزَ ْلنَا إِنَّا‬
َُ‫الربَّانِيون‬َّ ‫ن ا ْست ْح ِفظوا بِ َما َواْأل َ ْحبَارُ َو‬ ُِ ‫الَ ش َه َدا َُء َعلَ ْي ُِه َو َكانوا للاُِ ِكتَا‬
ُْ ‫ب ِم‬ ُ َ‫اس ت َ ْخشَوا ف‬
َُ َّ‫الن‬
ُِ ‫اخش َْو‬
‫ن‬ ْ ‫الَ َو‬ ُ ‫الً ث َ َمنًا بِآيَاتِي ت َ ْشتَروا َو‬ ُْ ‫ل بِ َما يَ ْحك ُْم لَ ُْم َو َم‬
ُ ‫ن قَ ِلي‬ َُ َ‫ك للاُ أ َ ْنز‬َُ ِ‫همُ فَأولَئ‬
َُ‫ْال َكافِرون‬
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat. Di dalamnya ada petunjuk dan cahaya.
Dengan Kitab itu perkara orang-orang Yahudi oleh diputuskan para nabi yang berserah diri kepada Allah
dan oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka karena mereka diperintahkan untuk
memelihara kitab-kitab Allah; mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu, janganlah kalian takut
kepada manusia, tetapi takutlah kepada-Ku. Janganlah kalian menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang
sedikit. Siapa saja yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang Allah turunkan, mereka itu adalah
orang-orang yang kafir”. (QS al-Maidah 5: 44)

 Zabur, ialah kitab yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Daud AS.

Inilah beberapa petikan isi Kitab Zabur:

Syair ke-115
Kemuliaan hanya bagi Allah

Bukan kami, ya Allah, bukan kami,


melainkan nama-Mulah yang patut dimuliakan,
karena kasih abadi-Mu dan kesetiaan-Mu.

Syair ke-100
Pujilah Allah dalam Bait (Rumah) -Nya


Ketahuilah bahwa Allah adalah Tuhan.
Dialah yang menjadikan kita, dan kita adalah milik-Nya.
Kita adalah umat-Nya, kawanan domba yang digembalakan-Nya.

Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan ucapan syukur,


masuk ke pelataran-Nya dengan puji-pujian.
Mengucap syukur kepada-Nya dan pujilah nama-Nya!

Syair ke-84
Rindu pada Bait (Rumah) Allah


Ya Allah, Tuhan semesta alam, dengarkanlah kiranya doaku.
Indahkanlah, ya Tuhan yang disembah bani Yakub!
Pandanglah perisai kami, ya Allah,
perhatikanlah wajah orang yang Kau lantik.
Karena satu hari di pelataran-Mu lebih baik
dari pada seribu hari di tempat lain.
Aku lebih suka menjadi penunggu pintu Bait Tuhanku
daripada tinggal di rumah-rumah kefasikan.

Karena Allah, Tuhanku, adalah matahari dan perisai.


Allah mengaruniakan anugerah dan kemuliaan.

Syair ke-128
Berkah atas rumah tangga

Berbahagialah setiap orang yang bertakwa kepada Allah,


dan yang hidup menurut jalan-jalan-Nya.

Engkau akan memakan hasil jerih lelah tanganmu,


engkau akan berbahagia, dan keadaanmu akan baik.

Istrimu akan menjadi seperti pohon anggur yang


berbuah lebat
di dalam rumahmu,
dan anak-anakmu seperti ranting zaitun
di sekeliling mejamu.

Sesungguhnya demikianlan berkah akan dilimpahkan


atas orang-orang yang bertakwa kepada Allah.

 Injil, diturunkan Allah kepada Nabi Isa AS, sebagai pembenar dan pelengkap Taurat. Firman Allah :

‫علَىُ َوقَفَّ ْينَا‬


َ ‫سى َءاث َ ِرهِم‬ َ ‫ْن بِ ِعي‬ُِ ‫ص ِ ّدقًا َم ْريَ َُم ٱب‬َ ‫ل َو َءات َ ْينَهُ ُ ٱلت َّ ْو َرى ُِة ِمنَُ ْي ُِه َُيَد بَيْنَُ ِلّ َما م‬
َُ ‫نجي‬ ِ ْ ‫َونورُ هدًى فِي ُِه‬
ِ ‫ٱْل‬
‫ص ِ ّدقًا‬َ ‫ظ ُةً َوهدًى ٱلت َّ ْو َرى ُِة ِمنَُ يَ َد ْي ُِه بَيْنَُ ِلّ َما َوم‬ َ ‫قِيُّ ِلّ ْلمتَُ َو َم ْو ِع‬
Artinya:

”…Dan Kami telah memberikan kepadanya (Isa) injil yang berisi petunjuk dan nur, dan sebagai
pembenar kitab yang sebelumnya yaitu Taurat, serta sebagai petunjuk dan pengajaran bagi orang-
orang yang bertaqwa.” (QS : Al-Maidah : 46)

Dan Q.S Al-Maidah:110

ُ‫ل ِإ ْذ‬
َُ ‫ٱَلل قَا‬َُّ ‫سى‬ َ ‫علَيْكَُ نِ ْع َمتِى ٱ ْذك ُْر َم ْريَ َُم ٱبْنَُ يَ ِعي‬ َ ُ‫علَى‬ َ ‫وحِ أَيَّدتكَُ ِإ ُْذ َوُِل َدتِكَُ َو‬
ُ ‫س بِر‬ ُ ِ ‫اسُّٱلنَُ ت َك ِلّمُ ْٱلقد‬
َُ ‫ال ْٱل َم ْه ُِد فِى‬
ًُ ‫َو َك ْه‬
ْ
ُ ‫عل ْمتكَُ َو ِإ ُذ‬ َّ َ ‫ب‬ ْ ْ
َُ َ ‫ل َوٱلت َّ ْو َرى ُةَ َوٱل ِح ْك َم ُةَ ٱل ِكت‬
َُ ‫نجي‬ ْ
ِ ْ ‫ين ِمنَُ ْخلقُ َُت َو ِإ ُذ ُ َو‬
ِ ‫ٱْل‬ ّ ِ ‫ْر َك َهيْـَٔ ُِة‬
ُِ ‫ٱلط‬ َّ ْ
ُِ ‫فِي َها ت َنفخُ َُف بِإِذنِى ٱلطي‬
ُ‫طي ًۢ ًْرا فَت َكون‬ ْ
َ ‫ص ْٱأل ْك َم ُهَ َوتب ِْرئُ ُ بِإِذنِى‬ َ َ ْ
َُ ‫ُو ِإذ ُ بِإِذنِى َو ْٱألب َْر‬ ْ
َ ْ ُ‫ل بَُنِىُ َكفَ ْفتُ َو ِإ ُْذ ُ بِإِذنِى ٱل َم ْوت َىُ تُ ْخ ِرج‬
ْ َُ ‫ِإس َْر ِءي‬
َُ‫عنك‬ ْ
َ ‫ت ِجئْت َهم ِإ ُذ‬ ْ
ُِ َ‫ل ِبٱلبَ ِيّن‬ َّ
َُ ‫ن ِم ْنه ُْم َكفَرواُ ٱلذِينَُ فَقَا‬ ُْ ‫ال َه َذآ ِإ‬َُّ ‫م ِبي سِحْ رُ ِإ‬
(Ingatlah), ketika Allah mengatakan: “Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada
ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan ruhul qudus. Kamu dapat berbicara dengan manusia di
waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan (ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis,
hikmah, Taurat dan Injil, dan (ingatlah pula) diwaktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang
berupa burung dengan ijin-Ku, kemudian kamu meniup kepadanya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang
sebenarnya) dengan seizin-Ku. Dan (ingatlah) di waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak
dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu
kamu mengeluarkan orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu
Aku menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu mengemukakan
kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir diantara mereka berkata: “Ini
tidak lain melainkan sihir yang nyata” (Al Maidah : 110)

ُ‫عبْدُ إِنِّى قَا َل‬ َُِّ ‫ى‬


َ ‫ٱَلل‬ َُ َ ‫نَبِيًّا َو َجعَلَنِى ْٱل ِكت‬
َُ ِ‫ب َءات َىن‬
Berkata Isa: “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku
seorang Nabi (Maryam : 30)

Dari ayat-ayat di atas dapat kita simpulkan Injil adalah kitab Firman Allah kepada Isa putera Maryam,
yang di dalamnya terdapat petunjuk untuk Bani Israel. Hal ini ternyata terdapat juga di dalam ayat-ayat
Perjanjian Baru (Kristen menyebutnya Injil) seperti di bawah ini;

padahal kamu tidak mengenal Dia, tetapi Aku mengenal Dia. Dan jika Aku berkata: Aku tidak mengenal
Dia, maka Aku adalah pendusta, sama seperti kamu, tetapi Aku mengenal Dia dan Aku menuruti firman-
Nya. (Yohanes 8: 55)

Aku telah menyatakan nama-Mu kepada semua orang, yang Engkau berikan kepadaku dari dunia.
Mereka itu milik-Mu dan Engkau telah memberikan mereka kepadaku dan mereka telah menuruti
firman-Mu. (Yohanes 17: 6)

Sebab segala firman yang Engkau sampaikan kepadaku telah ku sampaikan kepada mereka dan mereka
telah menerimanya. Mereka tahu benar-benar, bahwa aku datang dari pada-Mu, dan mereka percaya,
bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku. (Yohanes 17: )

Menurut ayat-ayat Perjanjian Baru pun ternyata Yesus menerima Firman Allah, Firman Allah inilah yang
menurut islam bernama Injil.

 Shuhuf, (lembaran-lembaran) yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Musa AS.

 Al-Quran, kitab yang Allah SWT turunkan kepada Nabi Muhammad


SWA penutup Para Nabi. Firman Allah SWT yang artinya: ”Bulan
Ramadhan yang diturunkan padanya (permulaan) Al-Quran sebagai
petunjuk bagi umat manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda antara yang haq dan yang batil…” (QS. Al
Baqarah: 185).

Adapun wahyu pertama yang diturunkan Allah dengan perantara malaikat


Jibril kepada Nabi Muhammad yaitu Al-Qur’an Surat Al-‘Alaq artinya
“Segumpal Darah”
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan.

2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,

4. Yang mengajarkan (manusia) dengan perantaran kalam.

5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

6. Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,

7. Karena dia melihat dirinya serba cukup.

8. Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulahh kembali(mu).

9. Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang,

10. Seorang hamba ketika mengerjakan shalat.

11. Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu berada di atas kebenaran.

12. Atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)?

13. Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakan dan berpaling?

14. Tidaklah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?

15. Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya,

16. (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka.

17. Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya).

18. Kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyah.

19. Sekali-kali janganlah kamu patuh kepadanya dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan).

d. Iman Kepada Rasul-Rasul

Kita mengimani bahwa Allah SWT telah mengutus rasul-rasul kepada umat manusia, firman
Allah SWT yang artinya: ”(Kami telah mengutus mereka) sebagai rasul-rasul pembawa berita gembira
dan pemberi peringatan, supaya tiada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah (diutusnya) rasul-
rasul itu. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. AN-Nisa: 165).

Kita mengimani bahwa rasul pertama adalah Nabi Nuh dan rasul terakhir adalah Nabi
Muhammad SAW, semoga shalawat dan salam sejahtera untuk mereka semua. Firman Allah SWT yang
artinya: ”Sesungguhnya Kami telah mewahyukan kepadamu sebagaimana Kami telah mewahyukan
kepada Nuh dan nabi-nabi yang (datang) sesudahnya…” (QS. An-Nisa: 163).

e. Iman Kepada Hari Kiamat

Kita mengimani kebenaran hari akhirat, yaitu hari kiamat, yang tiada kehidupan lain sesudah
hari tersebut. Untuk itu kita mengimani kebangkitan, yaitu dihidupkan kembali semua mahkluk yang
sudah mati oleh Allah SWT. Firman Allah SWT yang artinya:”Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah
siapa yang ada dilangit dan siapa yang ada di bumi kecuali yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup
sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka bangkit menunggu (putusannya masing-masing).” (QS.
Az-Zumar: 68)

Kita mengimani adanya catatan-catatan amal yang diberikan kepada setiap manusia. Ada yang
mengambilnya dengan tangan kanan dan ada yang mengambilnya dari belakang punggungnya dengan
tangan kiri. Firman Allah SWT yang artinya: ”Adapun orang yang diberikan kitabnya dengan tangan
kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah dan dia akan kembali kepada
kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari
belakang punggungnya, maka dia akan berteriak celakalah aku dan dia akan masuk neraka yang
menyala.” (QS. Al-Insyiqaq: 13-14).

f. Iman Kepada Qada dan Qadar (Baik dan Buruk)

Kita juga mengimani qadar (takdir) , yang baik dan yang buruk; yaitu ketentuan yang telah
ditetapkan Allah untuk seluruh mahkluk-Nya sesuai dengan ilmu-Nya dan menurut hikmah kebijakan-
Nya.

Iman kepada qadar ada empat tingkatan:

 ‘Ilmu

ialah mengimani bahwa Allah Maha tahu atas segala sesuatu, mengetahui apa yang terjadi,
dengan ilmu-Nya yang Azali dan abadi. Allah Maha mengetahui apa yang hamba-Nya tidak ketahui dan
Allah sama sekali tidak lupa dengan apa yang dikehendaki-Nya.

 Kitabah

ialah mengimani bahwa Allah telah mencatat di Lauh Mahfuzh apa yang terjadi sampai hari
kiamat. Firman Allah SWT yang artinya: ”Apakah kamu tidak mengetahui bahwa Allah mengetahui apa
yang ada di langit dan di bumi. sesungguhnya itu (semua) tertulis dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh).
Sesungguhnya Allah yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hajj: 70)

 Masyi’ah
ialah mengimani bahwa Allah SWT telah menghendaki segala apa yang ada di langit dan di bumi,
tiada sesuatupun yang terjadi tanpa dengan kehendak-Nya. Apa yang dikehendaki Allah itulah yang
terjadi dan apa yang tidak dikehendaki Allah tidak akan terjadi.

 Khal

Ialah mengimani Allah SWT adalah pencipta segala sesuatu. Firman Allah, yang artinya: ” Alah
menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. Hanya kepunyaan-Nyalah kunci-kunci
(perbendaharaan) langit dan bumi.” (QS. Az-Zumar: 62-63).

Keempat tingkatan ini meliputi apa yang terjadi dari Allah SWT sendiri dan apa yang terjadi dari
mahkluk. Maka segala apa yang dilakukan oleh mahkluk berupa ucapan, perbuatan atau tindakan
meninggalkan, adalah diketahui, dicatat dan dikehendaki serta diciptakan oleh Allah SWT.

2. Rukun Iman menurut aliran Islam Syiah terdiri dari:

a. At-tauhid

Pembagian akidah tauhid

Walaupun masalah qadha' dan qadar menjadi ajang perselisihan di kalangan umat Islam, tetapi Allah
telah membukakan hati para hamba-Nya yang beriman, yaitu para Salaf Shalih yang mereka itu
senantiasa menempuh jalan kebenaran dalam pemahaman dan pendapat. Menurut mereka qadha' dan
qadar adalah termasuk rububiyah Allah atas makhlukNya. Maka masalah ini termasuk ke dalam salah
satu di antara tiga macam tauhid menurut pembagian ulama:

 Tauhid Al-Uluhiyyah

mengesakan Allah dalam ibadah, yakni beribadah hanya kepada Allah dan karenaNya semata.

 Tauhid Ar-Rububiyyah,

mengesakan Allah dalam perbuatan-Nya, yakni mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang
mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta ini.

 Tauhid Al-Asma'was-Sifat,

mengesakan Allah dalam asma dan sifat-Nya, artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa
dengan Allah, dalam dzat, asma maupun sifat.

Iman kepada qadar adalah termasuk tauhid ar-rububiyah. Oleh karena itu Imam Ahmad berkata:
"Qadar adalah kekuasaan Allah". Karena, tak syak lagi, qadar (takdir) termasuk qudrat dan
kekuasaanNya yang menyeluruh. Di samping itu, qadar adalah rahasia Allah yang tersembunyi, tak ada
seorangpun yang dapat mengetahui kecuali Dia, tertulis pada Lauh Mahfuzh dan tak ada seorangpun
yang dapat melihatnya. Kita tidak tahu takdir baik atau buruk yang telah ditentukan untuk kita maupun
untuk makhluk lainnya, kecuali setelah terjadi atau berdasarkan nash yang benar.

Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah Tauhid Mulkiyah
ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang baru. Apabila yang dimaksud dengan
Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan Tauhid
Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi,
maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah dan tidak boleh kita
beribadah melainkan hanya kepada Allah semata. Lihatlah firman Allah pada surat Yusuf ayat 40.

“Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan
nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-
nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak
menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS.
Yusuf: 40)

2.4 Keistimewaan Aqidah Islam dan Manfaat dalam Mempelajarinya

Aqidah Islam merupakan aqidah yang begitu istimewa, hal ini bisa kita lihat dari tanda-tandanya
sebagai berikut:

1. Sumbernya murni, karena bersumber kepada kitab Allah, sunnah Rasul dan ijma’ orang-orang salaf serta
ucapannya.

2. Berdiri di atas dasar menyerahkan semuanya kepada Allah, karena masalah aqidah adalah ghaib dan
urusan ghaib hendaknya didasarkan kepada Allah.

3. Sesuai dengan fitrah yang lurus dan akal yang sehat karena aqidah ini mengikuti petunjuk Allah dan
Rasul-Nya.

4. Bersambung sanadnya kepada Rasulullah, para sahabat, tabi’in dan imam-imam pembawa petunjuk baik
perkataan, perbuatan, ilmu dan keyakinan.

5. Terang dan jelas, karena sumbernya dari Allah, Rasul-Nya dan salaful ummah. Bersih dari kegoncangan,
perselisihan, pertentangan dan samar- samar serta bersih dari Filsafat.
Karena aqidah Islamiyah bersumber dari Allah yang mutlak, maka kesempurnaannya tidak
diragukan lagi. Berbeda dengan Filsafat yang merupakan karya manusia, tentu banyak kelemahannya.
Manfaat yang kita peroleh dari mempelajari aqidah Islamiyah antara lain:

1. Membebaskan kita dari ubudiyah/penghambaan kepada selain Allah, baik bentuknya menghamba
kepada kekuasaan, harta, pimpinan maupun yang lainnya.

2. Membentuk pribadi yang seimbang, yaitu selalu taat kepada Allah, baik dalam keadaan suka maupun
duka.

3. Kita akan merasa aman dari berbagai macam rasa takut dan cemas, takut kepada kurang rezeki,
terhadap jiwa, harta, keluarga, jin dan seluruh manusia, termasuk takut kepada kematian. Sehingga dia
penuh tawakal kepada Allah.

4. Aqidah memberikan kekuatan kepada jiwa, sekokoh gunung. Aqidah hanya berharap kepada Allah dari
ridha terhadap segala ketentuan Allah.

5. Aqidah Islamiyah berdasarkan kepada asasukhuwah (persaudaraan) dan persamaan, tidak membedakan
antara miskin dan kaya, antara pejabat dan rakyat jelata, antara kulit putih dan hitam, dan antara orang
Arab dan bukan Arab, kecuali kadar ketakwaan kita di sisi Allah SWT.

2.5 Kesimpulan

Dari pembahasan tentang aqidah Islam dan komponen-komponennya, penyusun mengambil


kesimpulan sebagai berikut:

Iman merupakan suatu kepercayaan yang menjadi dasar dalam aqidah Islamiyah, dan dalam
pelaksanaan kepercayaan tersebut, maka sudah pasti kita harus beragama Islam, dalam artian bahwa
iman dan Islam merupakan dua hal yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Setiap orang Islam haruslah
memiliki kepercayaan terlebih dahulu agar dia mau dengan ikhlas dalam menjalankan setiap perintah-
perintah-Nya, dan setiap orang yang beriman maka dia haruslah menjadi orang Islam agar
pengabdiannya kepada Allah lengkap. Sekedar percaya saja, tanpa menjalankan syariat-syariat agama
Islam sama saja bohong.
Sejak jaman Rasulullah hingga saat ini, aqidah Islamiyah sudah berkembang dengan begitu luas.
Beberapa orang masih tetap kuat dalam menjalankan aqidah tersebut, dengan terus melakukan
perbuatan- perbuatan yang memang terdapat dalam Al Quran dan Al Hadits. Sedangkan beberapa orang
yang lain, karena suatu hal, mereka mulai terkikis aqidahnya, sehingga beberapa dari mereka
memutuskan untuk mengikuti aqidah yang mereka yakini benar, tapi tidak selalu berjalan sesuai dengan
Al Quran dan Al Hadits.

Jika manusia mulai menyimpang dalam menjalankan aqidah mereka, jika mereka salah dalam
mempercayai sesuatu, maka hal tersebut akan berakibat kesengsaraan pada kehidupannya, baik di
dunia maupun di akhirat. Hal ini disebabkan karena mereka akan selalu dipenuhi dengan keragu-raguan,
mereka akan berjalan tanpa arah yang jelas, mereka tidak lagi memiliki pedoman yang benar dan kuat
dalam menjalankan kehidupan mereka, yang tentunya hal tersebut sangat berbahaya.

Dalam menyikapi adanya penyimpangan terhadap aqidah tersebut, maka kembali kepada Al
Quran dan Al Hadits merupakan satu-satunya cara agar kehidupan kita kembali ke jalan yang lurus, ke
jalan yang benar, jalan yang diridhai oleh Allah. Kita juga harus mengetahui mana aqidah yang benar dan
mana yang sesat agar kita tidak terperosok masuk ke dalam aqidah yang tidak sesuai dengan Allah dan
Rasul-Nya.

Aqidah Islam merupakan aqidah yang istimewa, karena sumbernya berasal dari Allah. Oleh
karena itu, aqidah Islam adalah aqidah yang kesempurnaannya tidak perlu diragukan lagi, karena Islam
adalah aqidah, dan bukan Filsafat yang diciptakan oleh manusia sehingga memiliki banyak kelemahan.

Dengan mempelajari aqidah Islamiyah, kita akan terhindar dari perbuatan penghambaan kepada
selain Allah, selain kita juga akan merasa tenang karena kita yakin bahwa Allah akan selalu bersama kita.
Aqidah Islamiyah juga bukan ajaran yang mengkotak-kotakkan manusia ke dalam tingkatan-tingkatan
tertentu, karena dalam aqidah Islam, orang yang paling tinggi derajatnya di hadapan Allah bukanlah
orang yang paling kaya, paling tampan, paling pandai, paling putih kulitnya, tapi orang yang paling tinggi
derajatnya di hadapan Allah adalah mereka yang memiliki tingkat ketakwaan tertinggi di antara
sesamanya.

Salah satu imam besar Islam, yaitu Imam Syafi’i, memberikan wasiat tentang aqidah Islamiyah,
di mana hal yang paling pokok dan utama adalah dengan menekankan tauhid, yaitu kita yakin bahwa
tidak ada Tuhan kecuali hanyalah Allah Yang Esa.
BAB III

PENUTUP

Demikian yang dapat penyusun paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, Penyusun menyimpulkan masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penyusun banyak berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penyusun demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah dikesempatan -
kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penyusun pada khususnya juga para
pembaca yang budiman pada umumnya.

Tangerang Selatan, Oktober 2011

Penyusun
DAFTAR PUSTAKA

 Kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas.

 Kitab Buhuuts fii 'Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa'ah (hal. 11-12) oleh Dr. Nashir bin 'Abdul Karim al-'Aql,
'Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa'ah (hal. 13-14) karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd dan
Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa'ah fil 'Aqiidah oleh Dr. Nashir bin 'Abdul Karim al-'Aql.

 Kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas.

 (Sumber Rujukan: Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin)

AQIDAH

Aqidah secara etimolog berasal dari 'aqada, yang berarti ikatan, tambatan. Dalam keseharian aqidah
bermakna kepercayaan, keyakinan atau keimanan

Aqidah merupakan dasar dibangunnya ajaran Islam. Tanpa aqidah yang kokoh tidak mungkin ditegakkan
ajaran Islam baik dalam individu maupun masyarakat.

Pokok-pokok Aqidah atau rukun iman, terdiri dari 6 hal yaitu iman kepada Allah, kepada Malaikat, kepada
Kitab, kepada Rasul, kepada Hari Akhir,dan iman kepada taqdir

Dari ke-6 rukun iman di atas iman kepada Allah SWT merupakan keimanan yang paling mendasar,
sebagaimana hadis dari Abu Zar :

"Dan ketahuilah bahwa, awal dari ibadah ialah mengenal ALLAH, bahwa ia yang pertama, sebab segala
sesuatu, ......."

MENGENAL ALLAH

Manusia dapat mengenal ALLAH melalaui :

1. Fitrah/naluri,

Yaitu kecenderungan dasar manusia untuk mengenal & membutuhkan Allah(7:172). Hal ini ditunjukkan
ketika keadaan kritis manusia ingat Allah (10:12-22)

2. Akal
Dengan merenungi fenomena alam maupun penalaran logis manusia bisa menenal Allah. Banyak
argumentasi yang digunakan, misalnya dalil keteraturan, dalil keindahan, dalil kausalitas, dll.

3. Wahyu

Melalui informasi Allah kepada Rasul, yang kemudian disampaikan kepada seluruh manusia (20 :14)

TAUHID

Tauhid yang berarti mengesakan Allah, lawannya adalah Syirk yang berarti menyekutukan Allah. Tauhid
memiliki 2 aspek :

1. Tauhid Ilmi (teoritis)

Yaitu pemahaman yang benar mengenai Allah SWT. Tauhid teoritis menjauhkan manusia dari
pemahaman yang salah mengenai Allah.

Tauhid memandang Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa. Keesaan Allah meliputi baik Zat-Nya (Tauhid
Zati), Sifat-Nya (Tauhid Sifati), dan Perbuatan-Nya (Tauhid Fi'li).

Tauhid Zati berarti bahwa Allah merupakan Tuhan Yang Mutlah (Absolut), Sumber Segala Sesuatu, yang
tak memiliki penyerupaan dan pembanding (Distinct). Dan bahwa Dia adalah Pencipta, Wajibul wujud,
yang Esa (Unique) QS 112:1-4

Tauhid Shifati berarti bahwa Allah memiliki pelbagai Sifat dan Nama-nama yang Baik (Asmaul-Husna),
yang terpelihara dari kelemahan (QS 59:22- 24). Dengan nama-nama itu kita menyeru kepadanya
(17:110, 7:180)

Tauhid Fi'li berarti bahwa Allah adalah Penguasa (Rabb) seluruh alam semesta, bahwa semua partikel
dan kesadaran bergerak karena kuasa dan kehendak Allah.

Dengan demikian Tauhid menentang segala faham yang menyekutukan Allah (Syirk), baik :

- meniadakan-Nya (Atheis),
- membilangkan-Nya (Politeis, Trinitas dan Dualisme Tuhan),
- Mensifati dengan sifat nisbi seperti beranak, lupa, beristri , dll.
- Menyembah makhluk, seperti matahari, bulan, jin, manusia, dll

2. Tauhid Amali

Sebagai konsekuensi Tauhid Ilmi adalah tauhid amali, yaitu sikap dan perbuatan untuk meng-esakan
Allah. Mengesakan Allah dalam sikap dan perbuatan itulah yang disebut ibadah. Ibadah adalah mengikuti
perintah/syari'at-Nya. Sedang lawannya adalah ma'syiat, yaitu memuja/memperturutkan selain kepada
Allah.

Agar bisa melaksanakan tauhid dalam amal (tauhid amali), manusia harus menundukkan hawa nafsunya
agar bisa tunduk kepada syari'at-Nya. Jika tidak mampum maka justru hawa nafsu yang akan menjadi
tuhannya (25 : 43, 45 : 23)

Tauhid ini akan membebaskan manusia dari penyembahan kepada makhluk menuju penyembahan
kepada Allah SWT semata. Dalam Al-Quran yang disembah selain Allah, sering disebut dengan thaghut
(thagha : melampaui batas, tirani). Toghut/tirani bisa berupa alam (6 :76 -78), berhala (buatan manusia,
16 : 20-22), manusia lain (spt. pemimpin, 33 : 67), tradisi (2 :170), maupun diri sendiri (25 : 43).

You might also like