You are on page 1of 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASFIKSIA SEDANG PADA NEONATUS

Disusun oleh :

SITI ROKHANI

C1015063

PRODI SI ILMU KEPERAWATAN

STIKES BHAKTI MANDALA HUSADASLAWI

TAHUN 2018

Jl. Cut Nyak Dien Kali Sapu Slawi Kab. Tegal, telp.(0283)6197570, 6197571
ASFIKSIA SEDANG PADA NEONATUS

A. DEFINISI

Asfiksia neonatus adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan
teratur setelah lahir (Prawirohardjo, 2005).

Asfiksia neonatus adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas spontan dan teratur,
sehingga dapat menurunkan O2 dan meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk
dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2008).

B. KLASIFIKASI
Tabel penilaian APGAR SCORE
Skor APGAR
Tanda
0 1 2
Frekuensi Tidak ada < 100 x/menit > 100 x/menit
Jantung
Usaha Tidak ada Lambat tak teratur Menangis kuat
bernafas
Tanus otot Lumpuh Ekstremitas agak fleksi Gerakan aktif
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Gerakan kuat/melawan
Warna kulit Biru/pucat Tubuh kemerahan, eks Seluruh tubuh
biru kemerahan

Klasifikasi klinis APGAR SCORE :


1. Asfiksia berat (Nilai APGAR 0-3)
Pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung tidak ada atau < 100 x/ menit, tonus otot
buruk/lemas, sianosis berat, tidak ada reaksi, respirasi tidak ada.
2. Asfiksia ringan – sedang (Nilai APGAR 4 – 6)
Pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung < 100 / menit, tonus otot kurang baik
atau baik , sianosis (badan merah, anggota badan biru), menangis. Respirasi lambat, tidak
teratur.

3. Bayi normal atau sedikit asfiksia 7 – 9


Pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung > 100 / menit, tonus otot baik/ pergerakan
aktif , seluruh badan merah, menangis kuat. Respirasi baik.
4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
Bayi dianggap sehat, tidak perlu tindakan istimewa.

C. ETIOLOGI
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah
uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam
rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi
baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat dan bayi berikut ini:
1. Faktor ibu
a. Preeklampsia dan eklampsia
b. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c. Partus lama atau partus macet
d. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Faktor Tali Pusat
a. Lilitan tali pusat
b. Tali pusat pendek
c. Simpul tali pusat
d. Prolapsus tali pusat
3. Faktor Bayi
a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep)
c. Kelainan bawaan (kongenital)
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk
menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus
dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi.
Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong)
tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap
melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.

D. TANDA DAN GEJALA


1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan
ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
a. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
b. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
c. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
2. Pada bayi setelah lahir
a. Bayi pucat dan kebiru-biruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosis metabolik atau respiratori
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multiorgan
g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang,
nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.
h. Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100
x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks
rangsangan.
i. Appnoe primer : Pernafasan cepat, denyut nadi menurun dan tonus neuromuscular
menurun
j. Appnoe sekunder : Apabila asfiksia berlanjut , bagi menunjukan pernafasan megap–
megap yang dalam, denyut jantung terus menerus, bayi terlihat lemah (pasif),
pernafasan makin lama makin lemah
TANDA-TANDA STADIUM I STADIUM II STADIUM III
Tingkat kesadaran Sangat waspada Lesu (letargia) Pinsan (stupor),
koma
Tonus otot Normal Hipotonik Flasid
Postur Normal Fleksi Disorientasi
Refleks Hyperaktif Hyperaktif Tidak ada
tendo/klenus
Mioklonus Ada Ada Tidak ada
Refleks morrow Kuat Lemah Tidak ada
Pupil Midriasis Miosis Tidak sama,
refleks cahaya
jelek
Kejang-kejang Tidak ada Lazim Deserebrasi
EEG Normal aktifitasVoltase Supresi ledakan
rendah kejang- sampai
kejang isoelektrik
Lamanya 24 jam jika ada 24 jam sampai Beberapa hari
kemajuan 14 hari sampai
beberapa
minggu
Hasil akhir Baik Bervariasi Kematian,
defisit berat
Penilaian menurut score APGAR merupakan tes sederhana untuk memutuskan apakah
seorang bayi yang baru lahir membutuhkan pertolongan. Tes ini dapat dilakukan dengan
mengamati bayi segera setelah lahir (dalam menit pertama), dan setelah 5 menit. Lakukan hal
ini dengan cepat, karena jika nilainya rendah, berarti tersebut membutuhkan tindakan.
Observasi dan periksa :
 A = “Appearance” (penampakan) perhatikan warna tubuh bayi.
 P = “Pulse” (denyut). Dengarkan denyut jantung bayi dengan stetoskop atau palpasi
MMMIdenyut jantung dengan jari.
 G = “Grimace” (seringai). Gosok berulang-ulang dasar tumit ke dua tumit kaki bayi
MMIIIdengan jari. Perhaitkan reaksi pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika
MMIIIlender pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika lender dari mulut dan
MMIIItenggorokannya dihisap.
 A = “Activity”. Perhatikan cara bayi yang baru lahir menggerakkan kaki dan tangannya
MMIIIatau tarik salah satu tangan/kakinya. Perhatikan bagaimana kedua tangan dan
MMIIIkakinya bergerak sebagai reaksi terhadap rangsangan tersebut.
 R = “Repiration” (pernapasan). Perhatikan dada dan abdomen bayi. Perhatikan
MMIIIpernapasannya.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan /
persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila
tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau
tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai
dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan
menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan
berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan
ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah. Disamping perubahan klinis juga
terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan basa pada neonatus.
Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi
metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada
hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler
menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak
adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi
kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi
selanjutnya.

E. PATOFISIOLOGI
Pada penderita asfiksia telah dikemukakan bahwa gangguan pertukaran gas serta
transport O2 akan menyebabkan berkurangnya penyediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2.
Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung dari berat dan lamanya
asfiksia fungsi tadi dapat reversibel atau menetap, sehingga menimbulkan komplikasi, gejala
sisa, atau kematian penderita.
Pada tingkat permulaan, gangguan ambilan O2 dan pengeluaran CO2 tubuh ini mungkin
hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus, maka
akan terjadi metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam organik yang
terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya keseimbangan asam basa berupa
asidosis metabolik. Keadaan ni akan menganggu fungsi organ tubuh, sehingga mungkin
terjadi penurunan sirkulasi kardiovaskuler yang ditandai oleh penurunan tekanan darah dan
frekwensi denyut jantung

PATHWAY
F. PENATALAKSANAAN

1. Asfiksia sedang-ringan

a. Tempatkan bayi pada tempat yang hangat


b. Observasi TTV
c. Kaji ulang pola nafas bayi
d. Posisikan bayi dorsofleksi kepala
e. Hisap lendir pada jalan nafas
f. Berikan oksigen 2 liter/mnt
g. Berikan nitras argenti 1 % kemudian bilas dengan garam hydrogen
h. Lakukan perawatan tali pusat yang benar
i. Kolaborasi dengan dokter anak

2. Asfiksia berat

a. Posisikan bayi dengan posisi dorsofleksi kepala


b. Tempatkan bayi pada tempat yang hangat
c. Lakukan inkubasi endokra kecil
d. Berikan antibiotic profilaksis
e. Berikan bikarbonas natrikus 2-4 meq/KgBB dan glukosa 15-20% dengan 2-4
ml/KgBB secara IV melalui vena umbilikalis.
f. Masase jantung eksternal 90-100 x/mnt diselingi 3x kompresi dinding thorax tiap 1x
ventilasi.
g. Hisap lendir pada jalan nafas.
h. Observasi TTV
i. Lakukan perawatan tali pusat dengan benar
j. Kolaborasi dengan dokter anak.
PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Resusitasi
a. Terapi medikamentosa
2. Epinefrin
Indikasi :
a. Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi
adekuat dan pemijatan dada.
b. Asistolik.
Dosis :
0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB) Cara : i.v atau
endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
3. Volume ekspander
Indikasi :
a. Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada
respon dengan resusitasi.
b. Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai
adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan
respon yang adekuat.
Jenis cairan :
a. Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)
b. Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.
Dosis :
Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan
respon klinis.
4. Bikarbonat
Indikasi :
a. Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila
ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
b. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus
disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi.
Dosis : 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg bb (8,4%)
Cara :
Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena
dengan kecepatan minimal 2 menit.
Efek samping :
Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi
miokardium dan otak.
5. Nalokson
Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan depresi
pernafasan. Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan stabil.
Indikasi :
a. Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4 jam
sebelum persalinan.
b. Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai pemakai
obat narkotika sebab akan menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada sebagian
bayi.
Dosis : 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml)
Cara : Intravena, endotrakeal atau bila perpusi baik diberikan i.m atau s.c
6. Suportif
a. Jaga kehangatan.
b. Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.
c. Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit)

G. KOMPLIKASI
1. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga
terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini
akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal
ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal
istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan
sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti
mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada
pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2
hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena
beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto polos dada
2. USG kepala
3. Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit
4. PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat
rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
5. Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.
6. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen-
antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.

I. ASUHAN KEPERAWATAN
A. DATA PENGKAJIAN
Data Umum
1. Biodata
Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa,
jumlah saudara dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi
karena berkaitan dengan diagnosa Asfiksia Neonatorum.
2. Keluhan Utama
Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak nafas.
3. Riwayat kehamilan dan persalinan
Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak bayi
belakang kaki atau sungsang
4. Kebutuhan dasar
a. Pola Nutrisi
Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh
terutama lambung belum sempurna, selain itu juga bertujuan untuk mencegah
terjadinya aspirasi pneumonia
b. Pola Eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan b.a.b karena organ tubuh terutama
pencernaan belum sempurna
c. Kebersihan diri
Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama saat
b.a.b dan b.a.k, saat b.a.b dan b.a.k harus diganti popoknya
d. Pola tidur
Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak nafas
5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak nafas,
pergerakan tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada stadium
pertama.
b. Tanda-tanda Vital
Pada umunya terjadi peningkatan respirasi
c. Kulit
Pada kulit biasanya terdapat sianosis
d. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung,
sutura belum menutup dan kelihatan masih bergerak
e. Mata
Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya.
f. Hidung
Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernafasan cuping
hidung.
g. Dada
Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan frekwensi
pernafasan yang cepat
h. Neurology / reflek
Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam)
6. Gejala dan tanda
a. Aktifitas; pergerakan hyperaktif
b. Pernafasan ; gejala sesak nafas Tanda : Sianosis
c. Tanda-tanda vital; Gejala hypertermi dan hipotermi Tanda : ketidakefektifan
termoregulasi

Data Khusus
1. Sirkulasi
a. Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60
sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
b. Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat
di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
c. Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
d. Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
2. Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir.
3. Makanan/cairan
a. Berat badan : 2500-4000 gram
b. Panjang badan : 44-45 cm
c. Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
4. Neurosensori
a. Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
b. Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit
pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris
(molding, edema, hematoma).
c. Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan
abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
5. Pernafasan
a. Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
b. Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
c. Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik
d. thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
6. Keamanan
a. Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan distribusi
tergantung pada usia gestasi).
b. Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna
merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar
minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin,
petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan
berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi
telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak
mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit
kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus banyak.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi atau hiperventilasi
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi.
DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL
Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Tentukan kebutuhan oral/ 1. pengumpulan
nafas tidak tindakan keperawatan suction tracheal data untuk
efektif b.d selama proses 2. Auskultasi suara nafas perawatan
produksi keperawatan sebelum dan sesudah optimal
mukus banyak diharapkan jalan nafas suction 2. membantu
lancar dengan kriteria: 3. Bersihkan daerah bagian mengevaluasi
1. Tidak menunjukkan tracheal setelah suction keefektifan
demam selesai dilakukan. upaya batuk
2. Tidak menunjukkan 4. Monitor status oksigen klien
cemas. pasien, status 3. meminimaliasi
3. Rata-rata repirasi hemodinamik segera penyebaran
dalam batas normal. sebelum, selama dan mikroorganisme
4. Pengeluaran sesudah suction. 4. untuk
sputum melalui mengetahui
jalan nafas. efektifitas dari
5. 5. Tidak ada suara suction.
nafas tambahan.

Pola nafas Setelah dilakukan 1. Pertahankan kepatenan 1. untuk


tidak efektif tindakan keperawatan jalan nafas dengan membersihkan
b.d selama proses melakukan pengisapan jalan nafas
hipoventilasi. keperawatan lendir. 2. guna
diharapkan pola nafas 2. Pantau status pernafasan meningkatkan
menjadi efektif dengan dan oksigenasi sesuai kadar oksigen
Kriteria hasil : dengan kebutuhan. yang
1. Pasien menunjukkan 3. Auskultasi jalan nafas bersirkulasi dan
nnipola nafas yang untuk mengetahui adanya memperbaiki
miiefektif. penurunan ventilasi. status kesehatan
3. Ekspansi dada 4. Kolaborasi dengan dokter 3. membantu
simetris. untuk pemeriksaan AGD mengevaluasi
4. Tidak ada bunyi dan pemakaian alat bantu keefektifan
nafas tambahan. nafas upaya batuk
5. Kecepatan dan 5. 5. Berikan oksigenasi klien
irama respirasi sesuai kebutuhan. 4. perubahan
dalam batas normal. AGD dapat
mencetuskan
disritmia
jantung.
5. terapi oksigen
dapat
membantu
mencegah
gelisah bila
klien menjadi
dispneu,
dan ini juga
membantu
mencegah
edema paru.

Kerusakan Setelah dilakukan 1. Kaji bunyi paru, 1. membantu


pertukaran gas tindakan keperawatan frekuensi nafas, mengevaluasi
b.d selama proses kedalaman nafas dan keefektifan
ketidakseimba keperawatan produksi sputum. upaya batuk
ngan perfusi diharapkan pertukaran 2. Auskultasi bunyi nafas, klien
ventilasi. gas teratasi. catat area penurunan 2. membantu
Kriteria hasil : aliran udara dan / bunyi mengevaluasi
1. Tidak sesak nafas tambahan. keefektifan
2. Fungsi paru dalam 3. Pantau hasil Analisa Gas upaya batuk
mmbatas normal Darah klien
3. 3. perubahan
AGD dapat
mencetuskan
disritmia
jantung.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2005. Pelatihan Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir untuk Bidan. Jakarta.
IBI. 2006. 50 Tahun IBI Menyongsong Masa Depan. Jakarta: Pengurus IBI Pusat..
Johnson, M., Meriden M.,Sue M. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis
Baltimore: Mosby.
Kartiningsih. 2009. Hubungan antara Faktor Ibu dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di
RSU Pandan Arang Kabupaten Boyolali. Solo: Stikes
Mc Closkey, JC., Gloria MB. 2000. Nursing Intervention Classification (NIC). St. Louis
Baltimore: Mosby.
NANDA. 2011. Nursing Diagnosis: Definition and Classification. Philadelphia: NANDA
International
Prawirohardjo. S. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

You might also like