You are on page 1of 13

MAKALAH KESENIAN JAWA

“WAYANG KULIT”
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Seni, Budaya dan Kepariwisataan

OLEH:

SITI MASITAH (120709004)

DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN & INFORMASI S-1


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT yang mana telah memberikan
ridho-Nya serta taufik-hidayah dan kecerdasan kepada penulis sehingga Makalah yang
berjudul Kesenian Jawa “Wayang Kulit” ini dapat selesai dalam rangka memenuhi tugas
mata kuliah Seni, Budaya dan Kepariwisataan. Meskipun banyak hambatan dan rintangan
yang penulis alami saat pengerjaan makalah ini, namun atas kuasa Allah swt penulis mampu
menyelesaikannya dengan tepat waktu.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mengalami kekurangan yang mana
dari segi bahasa dan tulisan. Hal itu disebabkan kurangnya ilmu, pengalaman serta
kemampuan penulis. Namun penulis tetap berusaha semaksimal mungkin untuk
menyelesaikan makalah ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan
makalah yang akan datang.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen mata kuliah Seni,
Budaya dan Kepariwisataan Bapak Muhammad Takari. yang telah memberi dukungan dan
arahan sebelum pengerjaan makalah ini. Ucapan terima kasih juga kepada teman-teman
Mahasiswa Ilmu perpustakaan dan informasi yang telah memberi konstribusi nyata untuk
pengerjaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan pada umumnya
bagi segenap pembaca.
Wassalamualaikum wr.wb

Medan, 3 Juni 2015

penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................ i


DAFTAR ISI ............................................................ ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................ 2
1.3. Tujuan Penulisan ............................................................ 2
BAB II. PEMBAHASAN
2.1. Sejarah Wayang ............................................................ 3
2.2. Sejarah Wayang Kulit ............................................................ 4
2.3. Perlengkapan Wayang Kulit ............................................................ 5
2.4. Tokoh Wayang ............................................................ 7
BAB III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan ............................................................. 8
3.2. Saran ............................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA ............................................................. 9
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Masyarakat Jawa mempunyai kekayaan hasil budaya, antara lain Pertunjukan wayang
dengan kemahiran sang dalang, dapat menyajikan berbagai macam pengetahuan, filsafat
hidup berupa nilai-nilai budaya dan berbagai unsur budaya seni yang terpadu dalam seni
pendalangan. Pertunjukan wayang yang didalamnya terdapat perpaduan antara sesuara, seni
musik (gamelan) dan seni rupa, merupakan bentuk kesenian yang sangat disukai masyarakat
Jawa.
Cerita pewayangan ini bersumber pada epos Ramayana dan Mahabrata yang diadopsi
dari India. Kemudian cerita pertunjukan wayang dalam perkembangan selanjutnya juga
menampilkan cerita-cerita di luar patokan yang ada, sehingga merupakan bentuk variasi
untuk menghilangkan kebosanan para penontonnya. Cerita-cerita tersebut pada akhimya juga
kembali lagi pada inti atau sumber cerita. Semula pertunjukan kesenian wayang hanya
wayang kulit, kemudian berkembang menjkadi pertunjukan wayang golek, wayang beber,
wayang orang dan sebagainya.
Wayang kulit merupakan salah satu kebudayaan yang dikagumi oleh masyarakat
Indonesia dan masyarakat internasional. Kesenian wayang telah diangkat sebagai karya
agung budaya dunia oleh UNESCO tanggal 7 Nopember 2003 atau Masterpiece of Oral And
Intangible Heritage of Humanity. Di daerah Jawa cerita yang populer yang tersebar di
masyarakat adalah cerita epik Ramayana, Mahabharata, dan cerita Arjunasasrabahu. Namun
cerita Arjunasasrabahu kalah populer dibanding kedua cerita lainnya. Ketiga cerita tersebut
merupakan cerita yang berasal dari tanah India. Cerita yang diangkat dalam pewayangan
mengandung nilai-nilai kehidupan yang sangat mendalam.
Wayang kulit pernah mengalami masa kejayaan dimasa lampau, bahkan pada masa
penyebaran agama Islam di pulau Jawa, para Wali menggunakan cerita dan pertunjukan
wayang kulit yang telah disisipi oleh ajaran-ajaran dan kaidah-kaidah Islam sebagai media
penyebaran agama Islam, hal ini dapat terwujud karena cerita-cerita wayang memiliki cerita
yang menggambarkan tentang kehidupan manusia yang mengajarkan pada kita untuk
menjalani hidup pada jalan yang benar, dimana dalam hal ini agama Islam juga mengajarkan
hal yang sama sehingga mudah bagi para wali untuk memasukkan ajaran Islam ke dalam
cerita wayang. Metode tersebut terbukti cukup berhasil, karena pada zaman itu, pertunjukan
wayang kulit merupakan sarana hiburan bagi rakyat yang dapat merangkul masyarakat luas.
Seiring dengan perkembangan zaman, wayang mulai tergeser oleh media-media
hiburan lain yang lebih modern dan lebih mudah dijangkau oleh masyarakat. Masyarakat
modern lebih memilih untuk menonton televisi di ruangan keluarga yang nyaman daripada
menghabiskan waktu semalam suntuk untuk menonton pertunjukan wayang yang panjang,
cenderung membosankan, dan sulit untuk dimengerti apalagi untuk dinikmati. Kecanggihan
teknologi telah melahirkan instrumen-instrumen hiburan baru yang memungkinkan manusia
untuk mendapatkan berbagai macam hiburan tanpa perlu keluar rumah. Hal ini membuat
masyarakat moderen melupakan kesenian tradisional yang ada di indonesia salah satunya
wayang kulit.
Oleh karena itu penulis membuat makalah yang berjudul wayang kulit ini agar
generasi bangsa mengenal kesenian tradisional yang ada di indonesia dan membuat
masyarakat indonesia mengagumi kesenian wayang kulit ini. Jika dunia saja mengagumi
kesenian wayang kulit, seharusnya masyarakat indonesia lebih mencintainya. Bukan malah
melupakan dan mengabaikannya.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Apakah sebenarnya wayang kulit itu?
2. Bagaimanakah sejarah wayang kulit?
3. Perlengkapan apasajakah yang diperlukan dalam pertunjukan wayang kulit?
4. Siapa saja tokoh-tokoh dalam wayang kulit?

1.3. Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah tersebut, yang menjadi tujuan dalam penulisan
makalah berikut adalah:
1. Untuk mengetahui tentang kesenian dan sejarah wayang kulit.
2. Untuk mengetahui perlengkapan apa saja yang diperlukan dalam pertunjukan wayang
kulit.
3. Untuk mengetahui siapa saja tokoh-tokoh wayang kulit.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sejarah wayang


Menurut Lisbijanto, Herry, sejarah wayang yaitu: Wayang adalah jenis seni
pertunjukan yang mengisahkan seorang tokoh atau kerajaan dalam dunia perwayangan.
Wayang berasal dari kata Ma Hyang yang berarti menuju kepada roh spiritual, dewa atau
Tuhan Yang Maha Esa. Cerita wayang diambil dari buku Mahabharata atau Ramayana.
Kesenian wayang sudah ada di Indonesia sejak zaman kerajaan Hindu.
Pada zaman dahulu, wayang merupakan kesenian yang sangat populer. Pada masa
pemerintahan raja-raja di Jawa, wayang dipakai sebagai sarana hiburan bagi rakyat.
Raja-rajja Jawa pada saat itu menempatkan wayang sebagai kesenian yang
mempunyai nilai kreasi tinggi. Dalam beberapa hal, para raja mengambil bagian-bagian dari
wayang untuk dipakai sebagai lambang keluhuran. Para raja mengambil bagian dari kesenian
wayang yang berupa tari-tarian sebagai simbol keagungan keraajan. Semua putri raja
diajarkan agar dapat menari dengan indah, bahkan beberapa raja menciptakan tarian baru
untuk menunjukkan betapa tinggi jiwa seninya. Biasanya tarian ciptaan raja ini hanya
ditarikan pada acara penting, misalnya saat menyambut tamu agung, memperingati hari ulang
tahun raja, memperingatu hari jumenengan ( hari penobatan sebagai raja), dan lain-lain.
Sang wali sanga (Wali sembilan/sembilan sunan) menyebarkan agama islam di Jawa,
ada seorang wali, yaitu sunan Kalijaga, menggunakan wayang guna menyebarkan ajaran
islam. Dengan wayang kulit, sunan Kalijaga berharap pesan-pesannya dapat dengan mudah
diterima masyarakat yang saat itu sangat menyenangi wayang.
Ada beberapa bentuk wayang, yaitu:
1. Wayang Wong (wayang orang)
2. Wayang Kulit
3. Wayang Golek
4. Wanyang Klithik
2.2. Sejarah wayang kulit
Konon asal usul wayang kulit ini ada dua pendapat. Yang pertama, wayang kulit
berasal dan lahir pertama kali di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Pendapat ini
dikemukakan para peneliti dan para ahli kebudayaan. Mereka mempunyai alasan yang cukup
kuat, bahwa seni wayang amat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan kepercayaan
masyarakat Indonesia, khususnya orang Jawa. Seperti panakawan, tokoh yang dipandang
sangat penting dalam pewayangan, yakni Semar, Gareng Petruk, Bagong, hanya ada dalam
pewayangan Indonesia, dan tidak ada di negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis
pewayangan, semua berasal dari bahasa Jawa, khususnya Jawa Kuno, bukan dari bahasa lain.
Pendapat kedua menduga wayang berasal dari India, yang dibawa bersama agama
Hindu ke Indonesia. Sebagian besar ahli yang berpendapat bahwa wayang berasal dari India
adalah sarjana Inggris, negara Eropa yang pernah menjajah India.
Sejak tahun 1950-an, pada buku-buku perwayangan sudah di tulia bahwa wayang
berasal dari Pulau Jawa, sama sekali tidak diimpor dari negara lain, khususnya India.
Seni perwayangan, khususnya wayang kulit, diperkirakan sudah lahir di Indonesia
pada zaman pemerintahan Airlangga, yang memerintah kerajaan Kahuripan (976-1012).
Karya sastra Jawa yang menjadi sumber cerita wayang sudah ditulis oleh pujangga Indonesia
pada Abad 10, seperti kitab Ramayana kakawin berbahasa Jawa Kuno yang ditulis pada masa
pemerint ahan Raja Dyah Balitung (989-910). Kitab ini disinyalir merupakan gubahan dari
kitab Ramayana karangan punjangga India, Walmiki. Para puangga tidak lagi hanya
menyadur kitab-kitab dari mancanegara tetapi sudah mengubah dan membuat karya sastra
dengan falsafah Jawa.
Wayang kulit mulai di pertontonkan zaman pemerintahan Airlangga. Hal ini bisa
dilihat dari beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu, yang menyebutkan kata-kata
mawayang dan aringgit yang sudah ada menunjuk pada pertunjukan wayang yang dimaksud
di sini adalah wayang kulit. Dengan demikian kesenian wayang kulit sudah ada sejak zaman
Airlangga dan masih berlangsung sampai saat ini.
2.3. Perlengkapan Wayang Kulit
1. Panggung pertunjukan
Untuk pertunjukan wayang kulit diperlukan panggung pertunjukan yang berupa kelir
atau layar. Oleh karena itu, pagelaran wayang kulit juga disebut Pakeliran. Selain layar, juga
diperlukan tempat untuk menancapkan wayang. Biasanya tempat meletakkan wayang kulit
adalah debog (pelepah pisang), karena gampang ditusuk gagang wayang. Layar dilengkapi
lampu sorot untuk menerangi wayang.
Lampu sorot dipakai untuk menyorot wayang kulit agar bayangan wayang yang
terdapat di layar dapat terlihat jelas. Dengan begitu penonton dapat melihat pertunjukan dari
balik layar. Tatahan (pahatan) wayang kulit yang dipantulkan di layar pun dapat terlihat jelas
2. Pemain Wayang
Pemain wayang dalam wayang kulit adalah seperagkat wayang kulit lengkap, yaitu
tokoh wayang yang terbuat dari bahan kulit dan diberi gagang untuk pegangan. Wayang kulit
yang baik terbuat dari kulit lembu dan gagangnya terbuat dari kulit penyu. Tatahan atau
ukiran di lembaran kulitnya terlihat halus dengan warna-warna cerah sesuai dengan karakter
masing-masing tokoh. Ukiran/tatahan wayang kulit disebut sungging.
Ada wayang kulit yang dinamakan Gunungan atau Kayon, yaitu wayang kulit yang
berbentuk seperti gunung. Gunungan menggambarkan Sangkan Paraning Dumadi (asal
muasal kehidupan), suatu simbol awal dan akhir dari kehidupan. Gunungan tampil setiap
akan memulai dan mengakhiri pertunjukan, yang berarti pertunjukan wayang kulit adalah
sebuah cerita tentang kehidupan dunia. Jumlah satu set wayang kulit berkisar antara 250-600
wayang.
Wayang kulit yang tidak dimainkan dalam pegelaran, biasanya diajarkan/ditancapkan
di layar sebelah kanan dan kiri kelir. Wayang tersebut disebut simping kiwo (untuk wayang
yang diletakkan di sebelah kiri layar) dan Simping Tengen (untuk wayang yang diletakkan di
sebelah kanan layar). Sedangkan wayang kulit yang akan dimainkan disisipkan di atas kotak
wayang. Wayang ini disebut wayang dedudah.
3. Gamelan
Gamelan adalah seperangkat alat musik yang menonjolkan metalofon, gambang,
gendang, dan gong. Kata gamelan berasal dari bahasa jawa, gamel, yang beearti memukul
atau menabuh. Gamelan terbuat dari kayu dan gangsa, sejenis logam yang dicampur tembaga
atau timah dan rejasa. Alat musik pengiring instrumen gamelan terdiri dari kendang, bonang,
penerus, gender, gambang, suling, siter, clempung, slethem, demung, saron, kenong, kethuk,
japan, kempyang, kempul, peking, dan gong. Gamelan yang dipakai untk mengiringi
pertunjukan wayang memiliki nada seru slendro dan pelog.
4. Nayaga atau Pangrawit
Penabuh gamelan jawa disebut Nayaga atau Pengrawit. Nayaga atau yaga berasal dari
kata wiyaga yang berarti semedi atau meditasi. Dalam menjalankan tugas menabuh gamelan,
seorang nayaga menabuh dengan konsentrasi dengan tujuan untuk memberi ruh terhadap
gending yang sedang dimainkan. Keseriusan tersebut seperti seorang yang sedang bersemedi.
Sedangkan pengrawit berasal dari kata rawit, yang berarti rumit. Pengrawit memang selalu
berhadapan dengan hal-hal rumit, misalnya harus menghapal ratusan gending yang berbentuk
not-not angka di luar kepala dan menyajikannya dengan baik dan benar.
Setiap kali menjalankan tugas mengiringi pertunjukan wayang, para nayaga selalu
berpakaian resmi, yaitu pakaian tradisional dengan baju beskap, kain jarit dan blankon (ikat
kepala dari bahan batik).
5. Pakaian (kostum)
Pada wayang kulit, untuk membedakan tokoh-tokoh wayang dapat dilihat dari gelung
(mahkota atau penutup kepala) yang dikenakan. Gelung seorang raja berbeda dengan gelung
punakawan, juga berbeda dengan gelung seorang patih. Pakaian tokoh wayang kulit dapat
dilihat dari sungging (tatahan wayang), dimana warna-warna yang dipakai juga berlainan.
Tokoh wayang yang bertabiat angkara murka, wajahnya diberi warna merah menyal.
Punakawan diberi warna putih. Jadi tatahan dan warna wajah masing-masing tokoh wayang
menggambarakn siapa adanya tokoh tersebut
6. Pesinden atau Waranggana
Pesinden juga sering disebut sinden, berasal dari kata pasindhian yang berarti yang
kaya akan lagu atau yang melagukan (melantunkan lagu). Sinden juga disebut waranggana,
yang berasal dari kata wara yang berarti seseorang yang berjenis kelamin wanita, dan
anggana berarti sendiri. Pada zaman dahulu, waranggana adlah satu-satunya wanita dalam
pergelaran wayang ataupun pentas klenengan.
Setiap menjalankan tugas, pesinden harus berpakaian resmi, memakai kain kebaya,
rambut digelung atau di sanggul. Mereka harus duduk bersimpuh (duduk di lantai dengan
posisi kaki dilipat). Posisi duduk bersimpuh merupakan posisi duduk yang di anggap sopan
manakala menghadapi seseorang yang dihormati.
Pesinden haruslah mempunyai suara yang khas sebagai pesinden, yaitu suara yang
melengking merdu dengan cengkok suara yang luwes. Mereka harus hafal tembang-tembang
tradisional lama dan baru.
7. Dalang
Dalang adalah pengatur jalannya pertunjukan wayang. Dalam pertunjukan wayang
kulit, dalang adalah bagian terpenting. Dalang berasal dari akronom Ngudhal Piwulang. Kata
Ngudhal berarti membongkar atau menyebar luaskan dan Piwulang berarti ajaran,
pendidikan, ilmu, informasi. Jadi fungsi dalang dalam pergelaran wayang kulit bukan saja
pada segi pertunjukan atau hiburan, namun juga harus memberi tuntutan. Dalang harus
menguasai teknik pedalangan sebagai aspek hiburan, juga berpengetahuan luas dan mampu
memberikan pengaruh.

2.4. Tokoh Wayang

Yudhistira Werkudara Arjuna Nakula Sadewa

Duryudana Banowati Dursasana Kartamarma Antareja

Antasena Gatot kaca Gareng Petruk Bagong


Pancawala Abimanyu Wisanggeni Bima Gendari
BAB III
KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan
1. Wayang merupakan kesenian yang lahir di pulau jawa sejak zaman kerajaan Airlangga.
2. Wayang kulit merupakan salah satu kebudayaan yang dikagumi oleh masyarakat
Indonesia dan masyarakat internasional. Kesenian wayang telah diangkat sebagai karya
agung budaya dunia oleh UNESCO tanggal 7 Nopember 2003 atau Masterpiece of Oral
And Intangible Heritage of Humanity
3. Dalam pertunjukan wayang diperlukan

3.2. Saran
1. Alangkah lebih baik apabila pertunjukan wayang di perkenalkan kepada generasi bangsa
saat ini dengan cara yang lebih unik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Lisbijanto, Herry,Wayang, Graha Ilmu, Yogyakarta:2013


2. Bastomi, Prof. Drs. Suwaji, Gemar Wayang, Dahara Prize, Semarang:1995
3. Dr. Hazim Amir, M.A., Nilai-Nilai Etis Dalam Wayang, pustaka sinar harapan,
Jakarta: 1991
4. Masyarakat kesenian di indonesia, muhammad takari, frida deliana harahap, fadlin,
dkk., Studia Kultura, Fakultas Sastra, USU. Medan:2008

You might also like