Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing:
dr. Niwan Tristanto M, Sp. P
Disusun oleh :
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Disusun Oleh :
Pembimbing :
Telah Disetujui dan di sahkan oleh bagian program pendidikan profesi fakultas
kedokteran universitas muhammadiyah surakarta
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Anamnesis
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. H
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 56 tahun
Alamat : Surakarta
Status : Menikah
Masuk RS : 28 Agustus 2017
Anamnesis dilakukan pada tanggal 28 Agustus 2017, pukul 10.00
secara auto anamnesis.
2. Keluhan Utama : Batuk berdahak
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)
Surakarta dengan keluhan batuk berdahak sejak 1 tahun yang lalu, namun
keluhan makin memberat 1 hari sebelum masuk Balai Paru. Dahak yang
dikeluarkan pasien berwarna kuning kental dan setiap kali batuk dahak
yang dikeluarkan pasien sebanyak 2 sendok makan. pasien juga
mengeluhkan batuk tidak disertai menggigil dan keringat dingin. Pasien
juga merasakan pusing (+), demam (-), nyeri perut (+), mual (-), muntah (-
), penurunan BB -, penurunan nafsu makan -, dan susah tidur di malam
hari (-). Pasien melakukan pengobatan rutin di Balai Paru
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat alergi :disangkal
Riwayat Hipertensi :diakui
Riwayat DM :disangkal
Riwayat OAT :disangkal
Riwayat alergi obat :disangkal
Riwayat Asma :disangkal
Riwayat keluhan serupa :disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat alergi :disangkal
Riwayat asma :dsangkal
B. Pemeriksaan fisik
- Keadaan Umum : cukup
- Kesadaran : compos mentis
- Vital sign
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Nadi : 99 x/menit
RR : 20 x / menit
Suhu : 36,3°C
- Pemeriksaan status generalis dan lokalis
o Kepala : Normocephal, Sklera ikterik (-/-), conjungtiva
anemis (-/-)
o Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-/-), peningkatan
JVP (-/-)
o Thorax :
Bentuk : normochest
Gerakan : simetris (+/+), gerakan tertinggal (-/-)
- Thorax
- Paru
Inspeksi : dada kanan dan kiri simetris, sikatrik-
Palpasi : fremitus paru kanan lebih rendah
dibandingkan dengan paru kiri
Perkusi : sonor di kedua lapang paru, batas paru
normal
Auskultasi : suara dasar vesikuler ( /+), wheezing (-/-),
ronkhi (/-)
- Jantung
Inspeksi : iktus kordis tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1,S2 tunggal, regular, gallop (-)
- Abdomen
Inspeksi : dalam batas normal
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien
tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus normal (3x/menit)
Ekstremitas : akral hangat, oedema (-)
C. Resume
Perempuan, 56 tahun, BB: 45 kg. MRS pada tanggal 28 Agustus 2017,
Jam 10.00 dengan keluhan batuk berdahak sejak 1 tahun yang lalu namun
memberat 1 hari sebelum masuk balai paru. Dahak yang dikeluarkan
pasien berwarna kuning kental dan setiap kali batuk dahak yang
dikeluarkan pasien sebanyak 2 sendok makan. Pasien juga mengeluhkan
batuk tidak disertai menggigil dan keringat dingin. Pasien juga merasakan
pusing (+), demam (-), nyeri perut (+), mual (-), muntah (-), penurunan BB
-, penurunan nafsu makan -, dan susah tidur di malam hari (-). Pasien
melakukan pengobatan rutin di Balai Paru
• cor membesar
• pulmo terdapat Honey comb dengan infiltrate di basal
Kesan : Bronkiektasis
2. Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Metode Hasil Satuan Nilai Flag
pemeriksaan rujukan
Glukosa GOD 98 Mg/dL 70,00-
115,00
AST(SGOT) IFCC wo 19,4 U/L <31,0
pp
ALT IFCC wo 14,0 U/L <31,0
(SGPT) pp
UREUM UV- 40,3 Mg/dL 17,0-43,0
GLDH
Kreatinin Jaffe w.o 0,78 Mg/dL 0,50-0,90
compens
Asam urat TBHBA 4,8 Mg/dL <5,7 HIGH
Golongan O
darah
E. Diagnosis Banding
Bronchitis kronik
Tuberculosis Paru
Abses Paru
Diagnosis : Bronkiektasis
H. Prognosis
Prognosis dari pasien ini dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Epidemiologi
Salah satu kelompok berisiko tinggi untuk bronkopneumonia
adalah usia lanjut dengan usia 65 tahun atau lebih. Usia lanjut dengan
pneumonia komunitas memiliki derajat keparahan penyakit yang tinggi,
bahkan dapat mengakibatkan kematian.
Kejadian bronkopneumonia cukup tinggi di dunia, yaitu sekitar
15% - 20%. Pada usia lanjut angka kejadian pneumonia mencapai 25 -
44 kasus per 1000 penduduk setiap tahun. Insiden pneumonia
komunitas akan semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia,
dengan 81,2% kasus terjadi pada usia lanjut. Penderita pneumonia
komunitas usia lanjut memiliki kemungkinan lima kali lebih banyak
untuk rawat inap dibandingkan dengan penderita pneumonia komunitas
usia dewasa. Bronkopneumonia merupakan penyebab kematian nomor
lima pada usia lanjut.
B. Etiologi
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus
merupakan tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan.
Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung :
1. Usia
2. Status imunologis
3. Status lingkungan
4. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)
5. Status imunisasi
6. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi).
Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan
kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran
klinis dan strategi pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi
kecil meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti
E.colli, pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar
dan balita pneumoni sering disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H.
influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus, sedangkan pada anak yang
lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan
infeksi Mycoplasma pneumoniae.
Streptococcus
pneumonie
Virus
CMV
HMV
Influenza Virus
Adenovirus Virus
Influenza
Parainfluenza
Virus
Adenovirus
Epstein-Barr
Rinovirus
Varisela zoster
Influenza
Parainfluenza
C. Klasifikasi
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan,
dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi.
Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia
berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang
lebih relevan.
a. Berdasarkan lokasi lesi di paru yaitu Pneumonia lobaris,
Pneumonia interstitiali, Bronkopneumonia
b. Berdasarkan asal infeksi yaitu Pneumonia yang didapat dari
masyarakat (community acquired pneumonia = CAP). Pneumonia
yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)
c. Berdasarkan mikroorganisme penyebab Pneumonia bakteri
Pneumonia virus Pneumonia mikoplasma Pneumonia jamur
d. Berdasarkan karakteristik penyakit yaitu Pneumonia tipikal
Pneumonia atipikal
e. Berdasarkan lama penyakit yaitu Pneumonia akut dan Pneumonia
persisten.
D. Patogenesis
Saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim
paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme
pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik.
Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan
mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A
lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin,
imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas
terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk
ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora
komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen.
Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran
nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan
respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia
bakteri didahului dengan infeksi virus. Secara patologis, terdapat 4
stadium pneumonia, yaitu:
a. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Yaitu hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan
yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan.
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga
warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada
stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak
akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu
selama 48 jam.
c. Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan
fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti.
G. Penegakan diagnosis
1. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului
dengan infeksi saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain
batuk, demam tinggi terus-menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut,
menggigil (pada anak), kejang (pada bayi), dan nyeri dada (pada
dewasa). Biasanya anak/ pasien lebih suka berbaring pada sisi yang
sakit. Pada bayi muda sering menunjukkan gejala non spesifik seperti
hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau kembung. Pasien juga
kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah.
2. Pemeriksaan fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan
kelompok umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu,
retraksi dinding dada, grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih
besar jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah
takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel.
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam,
batuk (non produktif / produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai
dengan retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja
dewasa, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif / produktif), nyeri
dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi. Pedoman klinis membedakan
penyebab pneumonia, sebagai berikut :
Anamnesis
Fisik
H. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya leukosit dalam
batas normal. Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang
berkisar antara 15.000 – 40.000/mm3 dengan predominan PMN.
Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah (LED)
yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap
dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan bakteri
secara pasti.
2. C-Reactive Protein (CRP)
Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk
membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan
bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP
biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis
daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang digunakan untuk
evaluasi respons terhadap terapi antibiotik.
Pemeriksaan CRP dan prokalsitonin juga dapat menunjang
pemeriksaan radiologi untuk mengetahui spesifikasi pneumonia karena
pneumokokus dengan nilai CRP ≥ 120 mg/l dan prokalsitonin ≥ 5
ng/ml.
3. Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak
rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat,dan jarang didapatkan
hasil yang positif. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat
berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring tidak memiliki nilai yang
berarti. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari darah,
cairan pleura, atau aspirasi paru.
4. Pemeriksaan serologis
E. Diagnosis banding
Diagnosis banding asma antara lain :
1. Penyakit paru obstruktif kronik
2. Bronkhitis kronik
3. Bronkiektasis
4. Edema paru
5. Atelektasis
6. Gagal jantung kongestif
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada
anak terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI,
2012; Bradley et.al., 2011) :
a. Penatalaksaan Umum
1) Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit : sampai sesak nafas
hilang atau PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr.
2) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
3) Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
b. Penatalaksanaan Khusus
1) Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya
tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan
interpretasi reaksi antibiotik awal.
2) Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan
suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung.
3) Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab
dan manifestasi klinis. Pneumonia ringan : amoksisilin 10-25
mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi penisillin
tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).
I. Prognosis
Angka morbiditas dan mortalitas bronkopnumonia menurun sejak
ditemukannya antibiotik. Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman
usia, penyakit dasar dan kondisi pasien. Adanya leukopeni, ikterus,
terkenanya 3 atau lebih lobus paru dan komplikasis ekstra paru merupakan
pertanda prognosis yang buruk kuman gram negatif menimbulkan
prognosis yang lebih jelek.
BAB III
PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, Zul. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 4. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Rizqi M.H., dan Helmia Hasan, Tinjauan Imunologi Pneumonia pada Pasien
Geriatri, CDK-212, 2014;41(1): 14-18.