Professional Documents
Culture Documents
[DATE]
[COMPANY NAME]
[Company address]
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan di sektor ekonomi meningkat cukup signifikan dalam beberapa dasawarsa
terakhir di Indonesia. Dampaknya, kegiatan perdagangan yang merupakan salah satu sendi
utama pendukung pembangunan ekonomi meningkat pesat karena pasar domestik Indonesia
yang telah mampu mandiri dan beroperasi aktif. Kawasan industri Cikarang, Jawa Barat,
merupakan kawasan pemain besar dalam pasar domestik maupun multinasional yang ada di
Indonesia.
Cikarang Dry Port memiliki letak strategis di kawasan industri Cikarang pada pusat
kawasan manufaktur terbesar di Jawa Barat dan di Indonesia, yang menjadi kawasan industri
dengan lebih dari 2.500 perusahaan, baik perusahaan multinasional maupun usaha kecil dan
menengah (UKM). Dengan total lahan seluas kurang lebih 200 hektare Cikarang Dry Port
memiliki kapasitas tampung petikemas sebesar 500.000 TEUs dan telah mampu menerapkan
sistem operasi 24/7.
Namun, kegiatan logistik ini berimbas terhadap kegiatan transportasi di daerah Jakarta dan
Jawa Barat khususnya kawasan industri Cikarang. Sehingga sebagai akibatnya dari tahun ke
tahun kepadatan jalan di DKI Jakarta, khususnya pada jalur pelabuhan Tanjung Priok menuju
Cikarang Dry Port terus meningkat. Kebutuhan terhadap sarana transportasi yang menimpang
mulai terasa di DKI Jakarta. Hal ini dikarenakan pertumbuhan volume kendaraan bermotor
yang melonjak tajam diiringi dengan pertumbuhan volume muatan. Selain menimbulkan
kemacetan, juga menimbulkan dampak lain seperti meningkatnya biaya pemeliharaan dan
perawatan jalan. Akibat dari semua itu tentunya adalah biaya tinggi pada transportasi darat
tersebut. Menurut pernyataan dari Lukman Hakim, Kepala LIPI, biaya logistik di Indonesia
adalah yang tertinggi di antara negara-negara di kawasan Asia Tenggara, yaitu berkisar antara
25% - 30% dari PDB. (LIPI, 2012). Maka dari itu, perlu adanya upaya-upaya yang mengarah
pada usaha penekanan biaya logistik.
Saat ini, jenis moda transportasi yang dapat digunakan untuk mengangkut petikemas dari
pelabuhan Tanjung Priok menuju Cikarang yaitu truk peti kemas. Dari fakta ini muncul wacana
untuk mengalihkan moda transportasi yang sebelumnya sebagian besar diangkut oleh truk,
menjadi menggunakan jasa angkutan melalui jalur sungai. Maka perlu untuk dilakukan analisis
mengenai moda manakah yang paling kompetitif dalam pelayanan maupun harga yang harus
dibayar oleh pengguna jasa untuk rute dari Pelabuhan Tanjung Priok menuju Kawasan Industri
Cikarang dan sebaliknya.
Dalam Tugas Akhir ini, akan menganalisa mengenai moda transportasi manakah yang
paling kompetitif dalam pelayanan maupun harga yang harus dibayar oleh pengguna jasa.
Analisis ini diharapkan bisa menjadi salah satu rujukan atau pedoman dalam pengembangan
moda transportasi terkait pada masa yang akan datang.
Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah:
1. Bagaimana yang kondisi transportasi petikemas yang menghubungkan Pelabuhan
Tanjung Priok dan Cikarang saat ini.
3. Mengetahui moda transportasi yang efektif dan efisien untuk diterapkan dalam
pengangkutan petikemas dari Pelabuhan Tanjung Priok menuju Cikarang Dry Port
dan sebaliknya.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan masukan dalam penentuan kebijakan dalam pengembangan sistem
transportasi dari Pelabuhan Tanjung Priok menuju Cikarang.
Batasan Masalah
Batasan masalah dalam melakukan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Rute yang dianalisis dari Pelabuhan Tanjung Priok menuju Kawasan Industri
Cikarang.
2. Jenis muatan yang dianalisis hanya meliputi muatan yang menggunakan kemasan
petikemas.
3. Pada penelitian ini tidak meliputi desain rancang bangunan kapal dan pelabuhan.
4. Pilihan moda transportasi alternatif meliputi kapal tongkang dengan penarik (towing
barge), tongkang dengan tug boat (integrated tug and barge), dan tongkang dengan
motor penggerak (self propelled container barge).
5. Volume Pengerukan dan dimensi sungai menggunakan data dari Balai Besar Wilayah
Sungai Ciliwung-Cisadane.
Hipotesa Awal
Pengoperasian moda transportasi peti kemas melalui Inland waterway transport akan
lebih efektif dan efisien jika dibandingkan dengan moda transportasi truk. Hal ini dikarenakan
oleh kapasitas angkut moda transportasi melalui sungai lebih besar jika dibandingkan dengan
moda transportasi truk, yang hanya mampu mengangkut 1-2 TEUs per trip. Sedangkan bila
menggunakan moda transportasi yang melalui Inland waterway transport bisa lebih dari 2
TEUs per trip. Selain itu biaya yang dikenakan moda transportasi sungai akan lebih murah.
Bila dibanding dengan truk, kapasitas angkut massal yang mampu ditampung angkutan sungai
akan berdampak pada biaya yang ditanggung per unit peti kemas yang lebih rendah.
TINJAUAN PUSTAKA
Critical Review
Critical review terhadap penelitian yang sudah pernah dilakukan untuk mengetahui
posisi penelitian seperti pada tabel 2 – 1 berikut :
Sungai
Sungai merupakan air hujan atau mata air yang mengalir secara alami melalui suatu
lembah atau di antara dua tepian yang memiliki batas tepian yang jelas dan menuju ke tempat
yang lebih rendah. Sungai juga dapat diartikan sebagai aliran sungai yang besar dan memiliki
aliran yang panjang serta berliku yang mengalir secara terus – menerus dari hulu (sumber)
menuju hilir (muara).
Bagian Sungai
Sungai mengalir secara alami dari hulu menuju hilir. Sepanjang aliran sungai, secara
umum diketahui terdapat 3 bagian dari sungai yaitu:
4. Bagian Hulu, memiliki letak di daerah yang lebih tinggi yang menyebabkan air
mengalir turun.
5. Bagian Tengah, bagian ini terletak pada daerah yang lebih landau.
6. Bagian Hilir, terletak pada tempat yang sudah mendekati muara sungai dan berada
pada tempat yang landai.
Jenis-jenis Sungai
Sungai dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis sungai. Jenis-jenis sungai ada 5,
yaitu:
1. Sungai hujan, adalah sungai yang memiliki sumber air yang berasal dari air hujan.
2. Sungai gletser, adalah sungai yang airnya berasal dari bongkahan es yang mencair.
3. Sungai campuran, adalah sungai yang airnya berasal dari hujan dan salju yang
mencair.
4. Sungai permanen, sungai ini memiliki debit air yang relative stabil atau tetap.
Kedalaman Alur
Untuk mendapatkan kondisi operasi yang ideal kedalaman air di alur masuk harus
cukup besar untuk memungkinkan pelayaran pada muka air terendah dengan kapal bermuatan
penuh. Kedalaman alur ini ditentukan oleh berbagai faktor seperti:
1. Sarat kapal terbesar yang dapat melalui alur tersebut, dengan kondisi muatan penuh.
(kapal dengan sarat yang lebih besar dikurangi muatannya dahulu).
2. Pengaruh dari kapal seperti squat (sarat kapal bertambah karena kecepatan), trim
(kemiringan kapal akibat muatan) dan gerakan vertical kapal karena gelombang.
3. Ketinggian permukaan air, dipengaruhi oleh kondisi pasang-surut air laut.
4. Pendangkalan atau sedimentasi yang dipengaruhi pengerukan alur yang dilakukan.
Kedalaman air diukur terhadap muka air referensi. Pada umumnya muka air referensi ini
ditentukan berdasarkan Muka Air Banjir (MAB) dari sungai tersebut.
Penjelasan dari penentuan sarat kapal maksimum pada alur pelayaran dapat diketahui
dari Gambar 2-1, kedalaman alur pelayaran ditentukan berdasarkan sarat kapal, gerakan
vertical kapal, dan ruang kebebasan bersih dari kapal yang melalui alur pelayaran tersebut,
untuk mengetahui kedalaman yang dibutuhkan dengan rumus berikut (Velsink, 2012):
Hgd = D – hT + smax + a + hnet
Dengan keterangan,
Hgd : guaranteed depth (ruang bebas di bawah lunas kapal)
D : draught (sarat kapal)
hT : tidal elevation (ketinggian pasang surut)
smax : maximum sinkage (kedalaman akibat squat dan trim)
: 0,5 m (asumsi berdasar pengalaman)
a : gerakan vertical kapal akibat gelombang
: setengah dari tinggi gelombang
hnet : remaining safety margin (sisa ambang batas keselamatan)
: 0,3 meter (untuk dasar lumpur/pasir)
: 0,5 meter (untuk dasar batu/karang)
Terdapat alternatif lain untuk menghitung Smax dan a. Terdapat beberapa formula yang
berbeda, di antaranya dapat digunakan dalam kondisi tertentu. Sebuah rumus yang paling
umum digunakan pada perairan dangkal yaitu (Barrass, 2004):
S = 3,98 x CB/30 x k0,81 x VS2.08
Dengan keterangan,
S : Squat (m)
Vs : Kecepatan kapal (m/s)
CB : Block Coefficient (-)
K : Blockage Coefficient (-)
: As/Ach
Rumus diatas berlaku untuk kanal dan alur pelayaran yang terbatas yang ditunjukkan
pada gambar. Dalam kasus terakhir ini pada lebar efektif alur navigasi sungai dimasukkan
perhitungan ACH (Velsink, 2012):
Weff/BS = 7,7 + 45(1-CW)2
Dengan keterangan,
CW : Waterplane Area Coefficient (-)
Bs : Lebar Kapal (m)
Weff : Lebar alur sungai (m)
Lebar Alur
Lebar alur pelayaran yang melalui sungai diukur pada kaki sisi-sisi miring saluran atau
pada kedalaman yang direncanakan. Lebar alur tergantung pada beberapa faktor, yaitu:
1. Lebar, kecepatan dan gerakan kapal.
2. Trafik kapal, direncanakan satu atau dua jalur.
3. Kedalaman alur.
4. Lebar alur.
5. Stabilitas sisi alur.
6. Angin, gelombang dan arus dalam alur.
Tidak ada rumus yang memuat faktor-faktor tersebut secara eksplisit, tetapi beberapa
kriteria telah ditetapkan berdasarkan pada lebar kapal dan factor-faktor tersebut secara implisit.
Pada alur dengan satu atau dua jalur ditentukan dengan menggunakan ketentuan sebagai
berikut:
W = Wbm + 2Wb + ΣWa (Satu Jalur)
W = 2 x (Wbm + Wb + ΣWa) + Wp (Dua Jalur)
Dengan keterangan,
W : Lebar 1 Jalur (m)
Wbm : Lebar Kapal (m)
Wb : Jarak ke Tepi Sungai (m)
Wa : Lebar Tambahan (m)
Lebar alur pelayaran dipengaruhi oleh lebar kapal yang melalui alur tersebut. Yang
membedakan untuk alur dengan dua jalur dan satu jalur terletak pada tambahan jarak antar
jalur. Lebar tambahan Wa, dijelaskan dengan terperinci pada tabel dibawah ini:
Tabel 2-1 Komponen Lebar Alur Inland waterway transport
c. Kapal keruk timba (bucket dredger) merupakan jenis kapal keruk dengan rantai
ban yang bergerak tak berujung pangkal (endless belt) dan dilekati timba-timba
pengeruk (bucket).Gerakan rantai ban dengan timbanya merupakan gerak berputar
mengelilingi suatu rangka struktur utama dan biasa dikenal sebagai ladder. Ladder
ini dapat digerakkan naik turun disesuaikan dengan kedalaman keruk yang
diinginkan dengan menggunakan tali baja (steelwires). Tali baja ini dililitkan pada
suatu sistem tabung (drum) dengan alat penggerak/pengangkat (winch).
Pada bagian ujung atas yang lain dari ladder tersebut pada saat timba dikarenakan
gerak menerus kemidian akan terbalik, sehingga hasil tanah galian tersebut akan
tertumpah dengan sendirinya dan jatuh ke bawah untuk kemudian ditampung oleh
“corong penyalur”. Corong penyalur ini kemudian menyalurkan lumpur ke dalam
bak lumpur yang beroperasi dekat/di samping kapal keruk, kemudian bak-lumpur
tersebut ditarik ke tempat pembuangan yang dikehendaki oleh kapal tunda.
Pada beberapa jenis kapal ini kadang-kadang mempunyai bak sendiri, sehingga
biasa disebut hopper dredger. Karena gerakan rantai ban timba ini terus-menerus,
jenis kapal mekanis ini lebih efisien kerjanya jika dibandingkan dengan jenis-jenis
yang kami kemukakan terdahulu. Jenis kapal keruk ini sangat efisien untuk
mengeruk pada tanah berpasir.
2. Kapal keruk hidraulis (hydrolic or suction dredgers). Pengerukan dasar laut dengan
jenis peralatan ini makin popular, karena sangat efektif. Hidraulis di sini adalah tanah
yang dikeruk bercampur dengan air laut, yang kemudian campuran tersebut dihisap oleh
pompa melalui pipa penghisap (suction pipe) untuk selanjutnya melalui pipa pembuang
(discharge pipe) dialirkan ke daerah penimbunan. Pada beberapa jenis kapal, tanah
hasil kerukan ini dapat pula ditampung oleh kapal itu sendiri (hopper suction dredgers),
untuk dibuang di tempat yang dikehendaki.
Secara umum, kelebihan dari karakteristik SPCB yang cocok untuk dioperasikan pada
Inland Waterway Transport sebagai berikut :
1. Sarat kapal rendah, dapat memaksimalkan kedalaman sungai yang terbatas.
2. Tidak membutuhkan bangunan atas yang tinggi seperti pada Integrated Tug and Barge,
karena bangunan atas dapat diletakkan bagian haluan kapal.
3. Tidak seperti yang terjadi pada Towing Barge, SPCB dapat bermanuver lebih baik karena
tidak ada tali yang menambah panjang kapal.
Di Eropa, SPCB dan tongkang yang digunakan untuk didorong ataupun ditarik telah
dibuatkan standar dan terbagi dalam klas yang sesuai dengan kondisi sungai dimana terdapat
batasan lebar dan dalam. Conference of European Ministers of Transport Classification
(CEMT) telah diperbarui pada tahun 1992. Versi terbaru ditampilkan dalam tabel berikut:
Tabel 2-2 Klasifikasi Kapal pada CEMT
Pintu air berfungsi untuk menjaga ketinggian air yang ada di dermaga. Melindungi saaat
terjadi banjir dan penyusutan debit air sehingga kapal dapat melakukan kegiatan bongkar
muat dengan aman. Kelebihan dan kekurangan dari dermaga jenis ini ditampilkan pada
tabel dibawah ini:
Tabel 2-4 Kelebihan & Kekurangan Dermaga dengan Pintu Air
Metode optimasi digunakan untuk menentukan ukuran utama kapal yang optimum serta
kebutuhan daya motor penggeraknya pada tahap basic design. Dalam hal ini, disain yang
optimum dicari dengan menemukan disain yang akan meminimalkan economic cost of
transport (ECT).
OC=M+ST+MN+I+AD
Keterangan :
OC = Operating Cost
M = Manning
ST = Stores
MN = Maintenence and repair
I = Insurance
AD = Administrasi
1. Manning cost
Manning cost yaitu biaya untuk kru kapal atau disebut juga crew cost adalah biaya-biaya
langsung maupun tidak langsung untuk anak buah kapal termasuk didalamnya adalah
gaji pokok dan tunjangan, asuransi sosial, uang pensiun. Besarnya crew cost ditentukan
oleh jumlah dan struktur pembagian kerja, dalam hal ini tergantung pada ukuran-ukuran
teknis kapal. Struktur kerja pada sebuah kapal umumnya dibagi menjadi 3 departemen,
yaitu deck departemen, engine departemen dan catering departemen.
2. Store cost
Disebut juga biaya perbekalan atau persediaan dan dikategorikan menjadi 2 macam, yaitu
untuk keperluan kapal (cadangan perlengkapan kapal dan peralatan kapal) dan keperluan
crew (bahan makanan).
3. Maintenance and repair cost
Merupakan biaya perawatan dan perbaikan mencakup semua kebutuhan untuk
mempertahankan kondisi kapal sesuai standar kebijakan perusahaan maupun persyaratan
badan klasifikasi, biaya ini dibagi menjadi 3 kategori:
a. Survey klasifikasi
Kapal harus menjalani survey reguler dry docking tiap dua tahun dan special
survey tiap empat tahun untuk mempertahankan kelas untuk tujuan asuransi.
b. Perawatan rutin
Meliputi perawatan mesin induk dan mesin bantu, cat, bangunan atas dan
pengedokan untuk memelihara lambung dari marine growth yang mengurangi
effisiensi operasi kapal.
c. Perbaikan
Adanya kerusakan bagian kapal yang harus segera diperbaiki.
4. Insurance cost
Insurance cost merupakan biaya asuransi yaitu komponen pembiayaan yang dikeluarkan
sehubungan dengan resiko pelayaran yang dilimpahkan kepada perusahaan asuransi.
Komponen pembiayaan ini berbentuk pembayaran premi asuransi kapal. Ada dua jenis
asuransi yang dipakai perusahaan pelayaran terhadap kapal, yaitu :
a. Hull and machinery insurance
Perlindungan terhadap badan kapal dan permesinannya atas kerusakan atau
kehilangan.
a. Protection and indemnity insurance
Asuransi terhadap kewajiban kepada pihak ketiga seperti kecelakaan atau
meninggalnya awak kapal, penumpang, kerusakan dermaga karena benturan,
kehilangan atau kerusakan muatan.
5. Administrasi
Biaya administrasi di antaranya adalah biaya pengurusan surat-surat kapal, biaya
sertifikat dan pengurusannya, biaya pengurusan ijin kepelabuhan maupun fungsi
administratif lainnya, biaya ini disebut juga biaya overhead yang besarnya tergantung
dari besar kecilnya perusahaan dan jumlah armada yang dimiliki.
(R.P.Suyono, 2007)
Salah satu tugas utama di dalam persoalan kebijakan investasi adalah mengadakan
estimasi terhadap pengeluaran dan penerimaan uang yang akan diterima dari investasi tersebut
pada waktu yang akan datang. Adapun estimasi tersebut meliputi :
Perbandingan terhadap nilai investasi dengan nilai dari penerimaan uang dimasa
mendatang (future cash flow) ini akan dapat dipakai sebagai pedoman kebijakan investasi
tersebut. Hasil perbandingan ini akan menjadi informasi untuk menilai ekonomis atau tidaknya
suatu rencana investasi. Dalam menilai untung tidaknya investigasi ada beberapa kriteria yang
digunakan, yaitu :
- Konsep cash flow yang tidak memperhitungkan nilai waktu dari uang atau faktor
diskonto (non discount cash flow) yaitu metode pay back period.
- Konsep cash flow yang memperhatikan nilai waktu dan uang atau faktor diskonto
(discounted cash flow), antara lain :
Barry, J. H. &. R., 2006. Operations Management, Eighth Edition. New Jersey: Pearson.
Golebiowski, C., 2016. Inland Water Transport in Poland. Transportation Research Procedia, pp. 1-10.
J.P. Rodrigue., C. C. &. B. S., 2006. The Geography of Transport Systems. London: Routledge.
Martijn Smith, S. D. B. W., 2016. Modelling the Cost Sensitivity of Intermodal Inland Waterway
Terminal : A Scenario Based Approach. Transportation Research, pp. 1-11.
Satuan Kerja Balai Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane, 2008. Laporan Perencanaan dan Detail Desain
Pengendalian Banjir Sungai CBL, Jakarta: Kementrian Pekerjaan Umum Republik Indonesia.
Seyedmohsen Hosseini, K. B., 2016. Modelling Infrastructure Resilience Using Bayesian Networks :
Inland Waterway Port. Computers & Industrial Engineering, pp. 4-36.
Suyono, R., 2007. Shipping : Pengangkutan Intermodal Ekspor Impor Melalui Laut. Jakarta: PPM.