Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Banyak orang mempertanyakan apakah ilmu akuntansi ada di dalam ajaran Islam.
Anggapan terhadap akuntansi Islam (akuntansi yang berdasarkan syariah Islam) wajar jika
banyak dipertanyakan orang. Sama halnya pada masa lalu orang meragukan dan
mempertanyakan seperti apakah ekonomi islam. Jika kita mengkaji lebih jauh dan mendalam
terhadap sumber dari ajaran Islam, Al-Qur’an, maka akan menemukan ayat-ayat maupun
hadits-hadits yang membuktikan bahwa Islam juga membahas ilmu akuntansi.
Agama diturunkan untuk menjawab persoalan manusia. Ajaran agama memang harus
dilaksanakan dalam segala aspek kehidupan. Dengan demikian, agama tidak melulu berada
dalam tataran normatif yang membahas mengenai moralitas semata saja. Karena Islam adalah
agama amal, sehingga penafsirannya pun harus beranjak dari normatif menuju teoritis
keilmuan yang faktual. Dapat kita simpulkan bahwa dalam Islam telah ada perintah untuk
melakukan sistem pencatatan yang tekanan utamanya untuk tujuan kebenaran, kepastian,
keterbukaan, dan keadilan antara kedua pihak yang memiliki hubungan muamalah.
Dalam masyarakat Islam terdapat sistem nilai yang melandasi setiap aktivitas
masyarakat, baik pribadi maupun komunal. Hal ini tidak ditemukan dalam kehidupan
masyarakat barat. Perbedaan dalam budaya dan sistem nilai ini menghasilkan bentuk
masyarakat, praktik, serta pola hubungan yang berbeda pula. Tujuan akuntansi syariah adalah
terciptanya peradaban bisnis dengan wawasan humanis, emansipatoris, transendental, dan
teologis. Dengan akuntansi syariah, realitas sosial yang dibangun mengandung nilai tauhid
dan ketundukan kepada ketentuan Allah SWT.
2. Rumusan Masalah
[1]
BAB II
PEMBAHASAN
Suatu akad akan sah secara syariah apabila memenuhi rukun akad itu sendiri. Jumhur
Ulama Fiqih menyatakan bahwa rukun akad terdiri atas :
a. pernyataan untuk mengikatkan diri (sighat al-‘aqd)
b. pihak yang berakad (al-muta’aqidain)
c. objek akad (al-ma’qud’alaih)
[2]
Apabila salah satu dari rukun tersebut ditinggalkan, maka akad akan menjadi tidak sah secara
syariat islam.
Secara umum, dalam sistem ekonomi syariah akad dibedakan menjadi dua kelompok,
yaitu :
Akad tabarru’ adalah perjanjian atau kontrak yang tidak mencari keuntungan materiil.
Akad ini digunakan untuk transaksi yang sifatnya tolong menolong tanpa mengharapkan
adanya keuntungan materiil dari pihak-pihak yang melakukan perikatan. Akan tetapi dalam
transaksi ini diperbolehkan untuk memungut biaya transaksi yang akan habis digunakan
dalam pengelolaan transaksi tabarru’tersebut.
Objek dari akad ini biasanya adalah sesuatu yang diberikan atau dipinjamkan, yakni
sebagai berikut.
Akad Qardh,
Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih kembali atau
dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharap imbalan.
Rukun Al-Qardh :
1. pihak peminjam (muqtaridh)
2. pihak pemberi pinjaman (muqridh)
3. dana (qardh)
4. ijab qabul (sighat)
Akad Rahn
Rahn adalah menahan salah satu harta milik sipeminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya.
Rukun Ar-Rahn :
1. pihak penggadai (raahin)
2. pihak penerima gadai (murtahin)
[3]
3. objek gadai (marhun)
4. hutang (marhun bih)
5. ijab qabul (sighat)
Akad Hawalah,
Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang
wajib menanggungnya.
Rukun Hawalah :
1. pihak yang berutang (muhil)
2. pihak yang berpiutang (muhal)
3.pihak yang berutang dan berkewajiban membayar utang kepada
muhal (muhal’alaih)
4. utang muhil kepada muhal (muhal bih)
5. utang muhal alaih kepada muhil
6. ijab qabul (sighat)
Akad Wakalah
Wakalah adalah penyerahan atau pemberian mandat. Orang yang diberikan amanat
oleh orang lain maka orang tersebut akan melakukan apa yang diamanatkan (dikuasakan)
kepadanya.
Rukun Wakalah :
1. pihak pemberi kuasa (muwakkil)
2. pihak penerima kuasa (wakil)
3. objek yang dikuasakan (taukil)
4. ijab qabul (sighat)
Akad Wadi’ah
Wadi’ah adalah titipan murni dari satu pihak ke pihak lainnya baik individu maupun
badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si pemberi titipan
menghendaki.
Jenis wadi’ah dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
[4]
a) Wadi’ah yad al-amanah, adalah akad penitipan barang atau uang dimana pihak penerima
titipan tidak diperkenankan menggunakan barang atau uang yang dititipkan dan tidak
bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan yang bukan disebabkan
oleh kelalaian si penerima titipan.
b) Wadi’ah yad adh-dhamanah, adalah akad penitipan barang atau uang dimana pihak
penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang atau uang, dapat memanfaatkan
titipan tersebut dan bertanggung jawab atas semua yang terjadi atas terhadap titipan tersebut.
Semua manfaat yang diperoleh menjadi hak penerima titipan.
Rukun Wadi’ah :
1. barang atau uang yang dititipkan (wadi’ah)
2. pemilik barang atau uang (muwaddi’)
3. pihak yang menyimpan atau menerima titipan (mustawda’)
4. ijab qabul (sighat)
Akad Kafalah
Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk
memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.
Rukun Kafalah :
1. pihak penjamin (kaafil)
2. pihak yang dijamin (makful)
3. objek penjaminan (makful alaih)
4. ijab qabul (sighat)
Akad Wakaq
Wakaq adalah jika salah satu pihak memberikan suatu objek yang berbentuk uang
atau barang tanpa disertai dengan kewajiban untuk mengembalikannya.
Tujuan dari transaksi ini adalah untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan
melalui kegiatan-kegiatan ekonomi. Institusi yang melaksanakan kegiatan ini bisa institusi
swasta murni atau pemerintah yang berciri swasta. Sifat dasar transaksi dan kontrak ini
didalam ekonomi syari’ah dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu :
[5]
a. Transaksi/kontrak yang secara alamiah mengandung kepastian ( Natural Certainty
Contracts)
Transaksi/kontrak ini adalah suatu jenis transaksi/kontrak dalam usaha yang memiliki
kepastian keuntungan dan pendapatannya baik dari segi jumlah dan waktu penyerahannya.
Ada dua hal penting yang terlibat didalam transaksi ini, yaitu :
1. Objek pertukaran
Objek ini terdiri dari dua macam yaitu sebagai berikut :
a) ‘Ayn (harta nyata), berupa barang dan jasa seperti tanah, bangunan, mobil, peralatan, jasa
parkir, jasa karyawan, dan sebagainya.
b) Dayn (harta keuangan), berupa harta yang memiliki nilai finansial seperti uang dan surat
berharga.
2. Waktu pertukaran
Waktu pertukaran juga terdiri dari dua macam, yaitu :
a) Naqdan (penyerahan segera), adalah situasi pertukaran yang waktu penyerahannya
dilakukan secara tunai atau pada saat sekarang (present)
b) Ghairu Naqdan (penyerahan ditangguhkan), adalah situasi pertukaran dimana waktu
pertukarannya dilakukan dimasa akan datang atau ditangguhkan (deferred)
Jenis-jenis transaksi yang mengandung kepastian dalam perekonomian islam meliputi sebagai
berikut :
1. Akad bai’ (akad jual beli)
Bai’ adalah transaksi pertukaran antara ‘ayn dengan dayn. Dalam transaksi ini penjual telah
memasukkan unsur laba ke harga jualnya dan secara syariat tidak harus memberitahukan
kepada pebeli tentang besarnya laba tersebut.
Rukun Bai’ :
1) penjual (bai’)
2) pembeli (musytari’)
3) barang/objek (mabi’)
4) harga (tsaman)
5) ijab qabul (sighat)
[6]
Bai’ secara umum terbagi menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Bai’ al-murahabah
Adalah jual beli dimana harga jualnya terdiri dari harga pokok barang yang dijual ditambah
dengan keuntungan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Pada transaksi ini,
penyerahan barang dilakukan pada saat transaksi terjadi sedangkan pembayarannya dapat
dilakukan secara tunai, ditangguhkan atau dicicil.
b. Bai’ as-salam
Adalah transaksi jual beli suatu barang tertentu dimana harga jualnya terdiri dari harga pokok
barang ditambah keuntungan yang telah disepakati, waktu penyerahan barang dilakukan
dimasa akan datang (ditangguhkan) sedangkan pembayarannya dilakukan dimuka (secara
tunai).
c. Bai’ al-istishna’
Adalah transaksi jual beli yang penyerahannya dilakukan dimasa akan datang dan penyerahan
uang atau pembayaran dapat dilakukan dikemudian hari (ditangguhkan). Transaksi ini
merupakan jenis khusus dari Bai’ as-salam.
3. Sharf
Adalah transaksi pertukaran dayn (mata uang) dengan dayn yang berbeda atau jual
beli mata uang. Dalam transaksi ini, penyerahan mata uang harus dilakukan secara tunai
(naqdan) dan tidak dilakukan secara tangguh.
[7]
4. Barter
Adalah transaksi pertukaran kepemilikan antara dua barang yang berbeda. Agar tidak
ada pihak yang dirugikan dalam barter ini, maka informasi tentang harga masing-masing
barang haruslah diketahui oleh kedu belah pihak.
1. Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerjasama atau campuran antara dua pihak atau lebih untuk
melakukan suatu usaha tertentu yang halal dan produktif, dengan kesepakatan bahwa
keuntungan yang diperoleh akan dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dan risiko
ditanggung sesuai porsi kerjasamanya.
Musyarakah dapat dibagi menjadi 4 jenis, yaitu :
a. musyarakah muwafadhah
b. musyarakah al-inan
c. musyarakah abdan
d. musyarakah wujuh
2. Mudharabah
Mudharabah adalah kesepakatan atau persetujuan antara pemilik modal dengan para
pekerjanya untuk mengelola uang dari pemilik kedalam suatu usaha tertentu, dengan
kesepakatan bahwa keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakati, sedangkan risikonya akan ditanggung oleh pemilik modal.
Mudharabah dapat dibagi menjadi lima macam, yaitu :
[8]
a. mudharabah muthlaqah
b. mudharabah muqayyadah
c. muzara’ah
d. musaqah
e. mukhabarah
Wa’ad adalah janji (promise) antara satu pihak kepada pihak lainnya,
sementara akad adalah kontrak antara dua belah pihak. Wa’ad hanya mengikat satu pihak,
yakni pihak yang memberi janji berkewajiban untuk melaksanakan kewajibannya. Sedangkan
pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban apa-apa terhadap pihak lainnya. Dalam
wa’ad, terms and condition-nya belum ditetapkan secara rinci dan spesifik (belum well
defined). Bila pihak yang berjanji tidak dapat memenuhi janjinya, maka sanksi yang
diterimanya lebih merupakan sanksi moral.
Akad merupakan suatu kesepakatan yang mengikat kedua belah pihak yang saling
bersepakat, yakni masing-masing pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban mereka
masing-masing yang telah disepakati terlebih dahulu. Dalam akad, terms and condition-nya
sudah ditetapkan secara rinci dan spesifik (sudah well-defined). Bila salah satu atau kedua
pihak yang terikat dalam kontrak itu tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka ia/mereka
menerima sanksi seperti yang sudah disepakati dalam akad.
Dalam bank syariah, akad yang yang dilakukan memiliki konsekwensi duniawi dan
ukhrowi, karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum islam. Sehingga kesepakatan dapat
diminimalisir. Selain itu akad dalam perbankan syariah baik dalam hal barang, pelaku
transaksi, maupun ketentuan lainnya harus memenuhi ketentuan akad, seperti hal-hal berikut.
a. Rukun, seperti penjual, pembeli, barang, harga dan ijab qabul.
b. Syarat, seperti:
1) Barang dan jasa harus halal.
2) Harga barang dan jasa harus jelas
3) Tempat penyerahan harus jelas.
4) Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan.
[9]
4. Kombinasi Akad
[10]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Transaksi merupakan suatu kegiatan yang diakukan seseorang yang menimbulkan
perubahan terhadap harta atau keuangan yang dimiliki baik itu bertambah ataupun berkurang.
Misalnya menjual harta, membeli barang, membayar hutang, serta membayar berbagai
macam biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sedangkan Dalam sistem ekonomi yang
berparadigma islam, transaksi senantiasa harus dilandasi oleh aturan hukum-hukum islam
(syari’ah), karena transaksi adalah manifestasi amal manusia yang mempunyai nilai ibadah
dihadapan Allh SWT, sehingga dalam akuntansi syari’ah transaksi dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu :
a. Transaksi yang halal
b. Transaksi yang haram
Transaksi halal adalah semua transaksi yang diperbolehkan oleh syariat islam,
sedangkan transaksi yang haram adalah kebalikannya yaitu dilarang oleh syariat islam. Halal
dan haramnya suatu transaksi tergantung pbeberapa kriteria berikut, yaitu :
- objek yang dijadikan transaksi
- cara bertransaksi
Akad berasal dari lafal Arab al-‘aqd yang berarti perikatan, perjanjian atau
permufakatan (al-ittifaq). Jadi akad adalah suatu perikatan, perjanjian yang ditandai dengan
adanya pernyataan melakukan ikatan (ijab) dan pernyataan menerima ikatan (qabul) sesuai
dengan syariat islam yang mempengaruhi objek yang diikat oleh perlau perikatan.
[11]
DAFTAR PUSTAKA
Atang Abd. Hakim, Fiqh Perbankan Syariah, PT Refika Aditama : Bandung, 2011
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Cet Ke 3, Yogyakarta: Adipura,
Tim Pengembangan Perbankan Syari'ah Institut Bankir Indonesia, Bank Syari'ah: Konsep,
[12]