Professional Documents
Culture Documents
Kamaruddin Salim
Universitas Nasional
kcommandante@yahoo.com
Abstrak
Politik identitas menjadi fokus utama dalam konteks PILKADA langsung, sehingga dalam
praktiknya melibatkan peran aktor informal dan struktur partai serta birokrasi. Proses politik
identitas melahirkan semangat etnisitas kian menguat dalam Pemilihan Gubernur Malaku
Utara 2013. Pertama, politik identitas etnis memberi ruang besar akan bangkitnya semangat
para aktor untuk menguatkan dan membangkitkan posisi elit dan para penguasa lokal di Maluku
Utara. Kedua, peran aktor dan struktur menjadi tantangan tersendiri bagi partai politik yang
ada di aderah. Ketiga, politik identitas etnis yang berkembang di Maluku Utara, yang dilandasi
semangat pragmatisme etnisitas sesungguhnya mendorng etnis menjadi kekuatan politik yang
lembut dengan lahirnya budaya politik yang harmonis demi terciptanya iklim berdemokrasi
yang baik di Provinsi Maluku Utara
Abstract
Identity politics became the main focus in the context of direct ELECTION, so that in practice
involves the role of informal actors and the structure of the party and the bureaucracy. The
political process gave birth to the spirit of ethnic identity growing stronger in Malaku Utara
gubernatorial election of 2013. First, ethnic identity politics provide a large space will rise
spirit of the actors to strengthen and raise the position of the elite and the local authorities in
Maluku Utara. Secondly, the role of actor and structure is a challenge for political parties in
aderah. Third, the politics of ethnic identity that developed in Maluku Utara, which is based on
the true spirit of pragmatism mendorng ethnic ethnicity into a political force that is gentle to
the birth of a harmonious political culture for the creation of a good climate of democracy in
the province of Maluku Utara.
Ange, Siboyo, Kao, Makean, dan Sahu. Sehingga partisipasi politik yang terkonstruksi dari akar
demokrasi berbasis tradisi pahami bahwa, dengan budaya masyarakat setempat, dan mengalami
banyaknya sub etnis merupakan potensi besar proses internalisasi secara terus-menerus di
dalam kontestasi politik etnis di Maluku Utara. dalam kebudayaan masyarakatnya dalam suatu
Oleh karena itu, menarik untuk dikaji jalinan interaksi sosial, (Buchari, 2014). Menurut
secara politik kemunculan isu etnis terjadi dalam Castells (dalam Buchari, 2014), politik identitas
ritme masif pada pelbagai hajatan yang bernuansa merupakan partisipasi individual pada kehidupan
politis. Proses politik identitas etnis dalam Pilgub sosial yang lebih ditentukan oleh budaya dan
Maluku Utara menjadi gambaran konkret atas psikologis seseorang. Identitas merupakan proses
dinamika politik etnisitas yang terus dikonstruksi konstruksi dasar dari budaya dan psikokultural dari
untuk mencapai kekuasaan politik yang diinginkan seorang individu yang memberikan arti dan tujuan
oleh para aktor politik dalam setiap momentum hidup dari individu tersebut, karena, terbentuknya
politik di Maluku Utara. identitas adalah dari proses dialog internal dan
Pada prosesi pemilihan Gubernur Maluku interaksi sosial.
Utara periode ketiga pada 2013 dan PILKADA Selaras dengan yang tersebut di atas,
MALUT pada 2013 mendorong semangat identitas Castells (dalam Munandar, 2013) menambahkan
dalam bentuk etnis menguat ke permukaan dengan bahwa dalam dunia dengan pusaran arus
maraknya isu pemekaran daerah, Kelurahan dan kekayaan, kekuasaan dan imajinasi berskala
desa serta isu politisasi etnisitas dalam struktur global, pencarian identitas, baik kolektif maupun
birokrasi Pemerintahan Daerah Provinsi Maluku individual menjadi sumber yang paling dasar
Utara. Namun, beberapa tahun kemudian, saat dari pemaknaan the fundamental source of
prosesi konsesi kepemimpinan usai, isu pemekaran meaning. Pencarian identitas dan makna ini bukan
dan politisasi birokrasi pun mereda. Akan tetapi, merupakan sesuatu yang sama sekali baru, sebab
paska Pilgub, isu etnis tetap berkembang dan hangat identitas khususnya berbasis agama dan etnis
di masyarakat. Hal ini terbukti dengan terpilihnya telah menjadi akar makna hidup manusia sejak
KH. Abdul Gani Kasubah dan M.Natsir Thaib, peradaban hadir di muka bumi. Namun, dewasa
pada Pilgub 2013 dianggap sebagai representasi ini, dalam sebuah periode sejarah yang ditandai
dari etnis Togale dan Tidore. oleh destrukturisasi organisasi dan delegitimasi
Untuk mengkaji dinamika politik identitas institusi, telah melenyapkan gerakan-gerakan
etnis dalam perebutan kekuasaan politik di sosial yang berdampak besar dan ekspresi kultural
Maluku Utara tersebut, penulis menggunakan yang bersifat sementara. Dengan kata lain, meski
metode deskriptif analitis (Singaribuan, 1986), bukan satu-satunya, namun identitas menjadi
dan penulis menggunakan landasan teori politik sumber makna yang utama. Orang semakin
identitas Castells, teori strukturasi Anthony mengatur, menata makna hidup mereka bukan
Giddens serta teori budaya politik Almond and seputar apa yang mereka lakukan, akan tetapi,
Verba, untuk menjadi dasar dalam menganalisis lebih berbasis pada apa yang mereka percayai.
data yang diperoleh di lapangan tentang politik Sementara itu, jejaring global dari pertukaran
identitas, peran aktor/struktur dan keterkaitannya instrumental (global network of instrumental
dengan proses budaya politik dalam Pilgub exchanges) secara selektif memati-hidupkan
Maluku Utara 2013. individu, kelompok, wilayah dan bahkan negara,
seturut relevansi mereka di dalam memenuhi
Relasi Antaretnis dan Kekuatan Politik tujuan-tujuan yang diproses dalam logika jaringan
Identitas Etnis itu.
Politik identitas merupakan suatu ideologi Selanjutnya, menurut Castells (dalam
yang ada dalam setiap etnis; keberadaannya Munandar, 2013), konstruksi identitas
bersifat laten dan potensial dan sewaktu- menggunakan bangunan material dari sejarah,
waktu dapat muncul ke permukaan sebagai geografi, biologi, produksi dan reproduksi
suatu kekuatan politik yang dominan. Secara institusi, memori kolektif dan fantasi pribadi,
empiris, politik identitas merupakan aktualisasi aparat kekuasaan, dan ajaran agama. Kemudian,
yang memberi mereka bentuk sistemis. Walau diwakili oleh kesultanan dan para aktor politik
tidak terdapat dalam ruang dan wkatum, namun, yang duduk di birokrasi dan partai politiknya.
fenomena sosial juga dapat distrukturalkan. Secara aklamasi, provinsi baru tersebut dinamakan
Meminjam Giddens, struktur hanya ada di dalam Maluku Utara. Bukan nama yang terdengar terlalu
dan melalui aktivitas agen manusia. Konsep tradisional, Maluku Kie Raha, sebagaimana yang
strukturasi, yang dipremiskan sebagai gagasan dikehendaki sultan. Namun, untuk sementara,
bahwa “terbentuknya aktor dan struktur bukan sebagaimana keinginan sultan, maka, ibu kota
merupakan dua fenomena yang terlepas satu sama tetap dipertahankan di Ternate. Dengan catatan,
lain, dualisme, namun merepresentasikan dualitas suatu saat, sebagaimana yang diinginkan oleh
unsur struktural sistem sosial adalah media dan lawan-lawannya akan dipindahkan ke sebuah
hasil dari praktik yang mereka organisasi secara desa bernama Sofifi di Kota Tidore Kepulauan.
rekursif”, atau momen produksi tindakan juga Sejatinya, demokrasi menjadi bagian yang
merupakan salah satu reproduksi dalam koteks teramat penting dari semua itu, Bahkan, undang-
keputusan kehidupan sehari-hari, (Giddens, 2010). undang dengan secara khusus menyatakan bahwa
Inti dari teori strukturasi Giddens yang DPR harus dipilih dari pemilu yang dilakukan
fokus pada praktik sosial adalah teori hubungan di Maluku Utara --- dan pada akhirnya, DPR
antara aktor dengan struktur. Menurut Bernstein inilah yang akan mengangkat Gubernur, (Klinken,
“tujuan fundamental dari teori strukturasi adalah 2010). Oleh karena itu, dengan adanya PILKADA
untuk menjelaskan hubungan dialektika dan saling langsung, maka, relasi dan tindakan proses politik
pengaruh antara agen dan struktur. Setidaknya ada serta perubahan polarisasi kepentingan politik
dua tema sentral yang menjadi poros pemikiran dengan secara bersamaan pun bermunculan. Para
Giddens, yaitu: hubungan antar struktur aktor yang terlibat dalam kontestasi tersebut pun
(sturkture) dan pelaku (agency). Serta sentralitas berubah, semua kelompok adat, salah satunya
ruang (space) dan waktu (time.) (Giddens, 2010). pihak kesultanan yang selama ini tampil sebagai
Dengan kata lain, agensi (aktor) dan struktur tidak aktor yang paling dominan, sontak kehilangan
dapat dipahami secara terpisah, melainkan sebagai peranannya dan digantikan oleh aktor informal,
dua sisi koin yang sama. Dalam bahasa Giddens kelompok etnis, mahasiswa dan LSM. Seiring
(2010), mereka adalah dualitas, semua tindakan dengan itu, peran struktur formal pun mengalami
sosial melibatkan struktur, dan semua struktur perubahan signifikan dengan melemahnya peranan
melibatkan tindakan sosial. Agensi (aktor) dan struktur partai sebagai mesin politik serta birokrasi
struktur terjalin erat dalam aktivitas atau praktik yang melegetimasi kekuatan politik sentralistik
yang terus-menerus dijalankan oleh manusia. dalam momentum PILKADA.
Dalam memahami teori strukturasi yang Meminjam Giddens yang menyatakan
ditawarkan oleh Giddens untuk menjelaskan bahwa hubungan antara pelaku (aktor) dan
hubungan dialektika dan saling mempengaruhi struktur adalah merupakan relasi dualitas yang
antara aktor dan struktur. Oleh sebab itu, dalam sering terjadi dalam praktik sosial dapat berupa
upaya untuk menelusuri korelasi antara aktor dan kebiasaan. Dengan kata lain, dualitas yang terjadi
struktur dalam politik identitas etnis di Malaku dalam fakta bahwa suatu “struktur mirip pedoman”
Utara --- sudah barang tentu melewati suatu yang menjadi prinsip praktik-praktik di berbagai
proses yang panjang sejak Provinsi Maluku tempat dan waktu tersebut adalah merupakan
Utara ditetapkan menjadi Daerah Otonomi Baru hasil pengulangan dari pelbagai tindakan.
(DOB) yang dimekarkan dari Provinsi Maluku Schemata yang mirip ‘aturan’ itu juga menjadi
sebagaimana yang tertera dalam UU 46/1999, 4 sarana ‘medium’ bagi keberlangsungan sosial.
Oktober 1999. Tidak ada yang bisa menepis betapa Giddens menyebut skemata itu struktur, (Giddens,
undang-undang ini juga mempertimbangkan 2010). Oleh sebab itu, dapat dipahami bahwa
beberapa kelompok elit yang ada Maluku Utara. proses reproduksi etnisitas kemudian menjadi
Akan tetapi, dalam proses pemekaran tersebut, modal politik yang besar dalam proses PILKADA
sudah sejak awal terjadi tarik-menarik antara para langsung di Maluku Utara, tentunya telah menjadi
aktor politik; di antaranya kelompok adat yang kebiasaan sebagaimana yang dipraktikan oleh para
aktor. Sehingga sulit dihindari bila komodifikasian dengan menggunakan berbagai kategori
etnis sebagai modal politik dianggap lumrah dan antropoligi dan psikologi seperti sosialisasi,
menjadi budaya politik oleh para aktor informal, konflik, kebudayaan dan akukturasi. Selain itu,
aktor birokrasi dan partai politik di Maluku Utara. juga diperlukan kemampuan untuk memahami
kelahiran dan transformasi sistem politik yang
Budaya Politik dan Pertarungan Para Aktor berkembang, ketika memanfaatkan teori dan
Kebudayaan sendiri diartikan sebagai spekulasi yang berkaitan dengan fenomena umum
segala hal yang berkaitan dengan akal atau pikiran dari struktur dan proses sosial.
manusia, sehingga dapat menunjuk pada pola pikir, Lebih lanjut, Almond dan Verba (1984)
perilaku serta karya fisik sekelompok manusia. mengatakan; kebudayaan politik suatu bangsa
Menurut Sutan Takdir Alisjahbana, perkataan adalah merupakan distribusi pola-pola orientasi
kultur berasal dari kata Latin culture (kata khusus menuju tujuan politik di antara masyarakat
kerjanya colo, colere) dan artinya memelihara atau bangsa tersebut. Berkaitan dengan apa yang
mengerjakan, mengelola. Selama berabad-abad, dipaparkan oleh Almond dan Verba, maka, dapat
dalam berbagai bahasa, arti aslinya masih dapat dipahami bahwa terjadinya politik identitas
dirunut. Pemakaian perkataan kultur sekarang etnis dalam praktik politik di Maluku Utara
menunjukkan kehidupan masyarakat dalam menunjukkan bahwa pertarungan antar para aktor
penjelmaan aneka ragam (Alisjahbana, 1986). politik dan elit dalam struktur untuk melegitimasi
Perkembangan kebudayaan dalam isu etnis dengan mendorong pola-pola orientasi
masyarakat tentunya menjadi kajian penting bagi khusus untuk mencapai tujuan politiknya.
para ilmuwan sosial dan politik. Kaitan dengan Akibatnya, persinggungan antar kelompok etnis
perkembangan kebudayaan tersebut, Gabriel A dalam pertarungan politik ketika proses PILKADA
Almond dan Verba (1984) berpendapat walau langsung bergulir, sontak mencuat ke permuakaan
gerakan menuju teknologi dan rasionalitas dengan secara terbuka. Konstruksi semangat
organisasi telah tampil dengan keseragaman di etnistas dalam politik di Maluku Utara mencapai
seluruh dunia, namun, yang menjadi masalah klimaksnya tatkala PILKADA langsung menjadi
tentang substansi kebudayaan dunia yang sedang pertarungan kepentingan secara terbuka bagi para
berkembang ini adalah politisnya. Akan tetapi, aktor ataupun masyarakat yang berkompetisi
petunjuk ke arah perubahan politis masih cukup dalam arena politik dengan secara demokratis.
kabur. Salah satu aspek dari kebudayaan politik Keadaan itu membuka ruang konflik yang sulit
dunia yang baru dan dapat dilihat adalah ia akan untuk dihindari, dan terjadi terus menerus dalam
menjadi kebudayaan politik dalam partisipasi. setiap momentum politik. Almond dan Verba
Oleh sebab itu, jika ada revolusi politik yang (1984) dalam merumuskan klasifikasi tipe-tipe
melanda seluruh dunia, maka, hal itu dapat orientasi politik yang mengacu pada aspek-aspek
disebut sebagai eksplosi partisipasi. Boleh dikata, dan objek yang dibakukan serta hubungan antar
di semua negara-negara baru, kepercayaan bahwa keduanya, termasuk:
manusia biasa secara politik adalah relevan karena a. Orientasi kognitif; pengetahuan atas
ia harus termasuk sebagai partisipan dalam sistem mekanisme input dan output sistem
politik yang disebarluaskan. Kelompok manusia politik, termasuk pengetahuan atas hak
dalam jumlah besar yang berada di luar arena dan kewajiban selaku warga negara.
politik menuntut jalan masuk ke dalam sistem b. Orientasi dafektif; perasaan individu
politik --- dan jarang terjadi ada kaum elit yang terhadap sistem politik, termasuk
tidak memiliki komitmen terhadap tujuan ini. peran- peran para aktor (politisi)
Menurut Almond dan Verba (1984), untuk dan lembaga-lembaga politik (partai
memahami kebudayaan politik harus lebih dari politik, eksekutif, dan yudikatif).
konsep khususnya karena memungkinkan untuk c. Orientasi evaluatif; keputusan dan
memanfaatkan kerangka kerja konseptual dan pendapat tentang objek-ojek politik
pendekatan antropoligi, sosiologi dan psikologi. yang secara tipikal melibatkan
Dengan kata lain, pemikiran akan diperkaya kombinasi standar nilai dan kriteria
Kota maupun tingkat Provinsi senantiasa diwarnai berinteraksi untuk pencapain tujuan tertentu ---
dengan konflik, salahsatunya adalah konflik yang dengan kata lain, partai politk adalah merupakan
bernuansa etnis. Pada saat itu, para aktor dan sebuah lembaga yang mempunyai fungsi
struktur yang merasa mempunyai kekuatan politik penyaringan pendapat, pembulatan, melalui
etnis akan tampil bahkan berani melegitimasikan suatu perbincangan untuk dapat memenangkan
dirinya sebagai kekuatan penyeimbang dalam pemilihan umum dan PEMILUKADA.
proses demokrasi di Maluku Utara. Akibatnya, Dengan asumsi lain bahwa demokrasi
legitimasinya ketika berhadapan dengan para aktor tidak dapat tumbuh tanpa partai politik, akan
etnis maupun para kandidat yang menggunakan tetapi, kita juga harus mengakui betapa demokrasi
ego etnis sebagai modal politiknya. Akan tidak sempurna tanpa partai politik. Eratnya
tetapi, sejauh ini, dominasi aktor-struktur yang hubungan antara partai politik dengan demokrasi
menggunakan politik etnis hanya mencuat ketika terletak pada hakikat dan latar belakang berdirinya
proses PILGUB. partai politik yang tumbuhkembang seiring
dengan semangat kebebasan dan keberpihakan
Relasi Para Aktor Partai Politik di PILGUB pada naluri kerakyatan. Sehingga dapat dikatakan,
2013 partai politik adalah organisasi yang mempunyai
Relasi aktor partai politik dalam PILGUB kegiatan yang berkesinambungan. Artinya
Maluku Utara 2013 merupakan suatu kewajaran, hidupnya tidak bergantung pada masa jabatan atau
karena, Pemilukada adalah hajatan partai masa hidup para pemimpinnya. Kondisi semacam
politik dalam rangka mengusung kandidat atau ini, berbeda dengan realitas politik Maluku Utara,
calon pejabat publik di pemerintahan daerah. secara umum masyarakat beranggapan bahwa
Sebagaimana dipahami, pejabat publik yang semua hal yang dilakukan tentu mempunyai
diusung adalah merupakan perpanjang tangan tendensi etnis dan langsung direspon dengan
dari masyarakat politik; baik partai politik, ragam asumsi politis.
DPRD ataupun kelompok kepentingan, oleh Secara teoritis, sejatinya dapat dipahami
karena itu, penguatan pada arena kepartaian pun bahwa partai politik adalah sekelompok orang yang
menjadi sangat urgen. Stigmatisasi partai politik berusaha mengejar kedudukan dalam pemerintah
sebagai aktor yang hanya merebut, membagi dan yang secara bersama-sama terkait oleh identitas
mempertahankan kekuasaan menjadi benar bila atau pun label yang dimilikinya. Partai politik
dari masing-masing aktor partai politik di Maluku merupakan sebuah wadah untuk memperjuangkan
Utara termotivasi hanya semata-mata untuk aspirasi masyarakat serta menegakkan amanat
memperebutkan kursi jabatan politik, seperti dan dilakukan melalui suatu proses politik;
jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur. Akan yakni PILGUB. Secara umum dapat dipahami
tetapi, proses politik yang lahir melalui partai bahwa fungsi partai politik sebagai wadah untuk
politik seakan bias dalam kepemimpinan para memperjuangkan ideologi dan cita-cita secara
pejabat publik yang telah menang bertarung, akan kelembagaan. Dalam hal ini, politik yang sama
tetapi, tidak mampu melaksanakan program yang yakni memaksimalkan terpenuhinya kepentingan
diusung partai dan mengedepankan kepentingan kekuasaan baik dalam lingkungan yang terbatas
masyarakat (Deni, 2014). maupun dalam wilayah yang luas. Di sini, partai
Penggambaran atas realitas politik di politik berfungsi sebagai suatu lembaga yang
Maluku Utara dengan perilaku para aktor partai dapat memperjuangkan dan mendistribusikan
dan kandidat yang diusung untuk tampil dalam kekuasaan. Salah satu fungsi inilah yang paling
kontestasi PILGUB Maluku Utara, tentunya, menonjol dilakukan oleh para pimpinan parpol.
menggambarkan kondisi suatu daerah yang Akan tetapi, berpijak pada realias tentang kondisi
demokratis yang ditandai dengan adanya dan partai di Maluku Utara, sejatinya, partai belum
berfungsinya partai politik di daerah tersebut. menjalankan fungsinya dengan secara baik dan
Apalagi, partai politik adalah sebuah lembaga maksimal.
yang merupakan tempat berkumpulnya orang- Peran aktor politik dalam PILKADA atau
orang yang secita-cita, seideologi yang bekerja, PILGUB Maluku Utara berada dalam arena partai
politik, namun demikian, sekaqli ini, partai politik politik yang dilakukan para aktor informal
tidak bertarung sendiri-sendiri. Melainkan melalui dan aktor dalam struktur, ternyata, , kelompok
mekanisme koalisi. Dengan demikian persaingan etnis dijadikan sebagai kekuatan utama untuk
partai yang terjadi adalah merupakan cerminan melegitimasi kekuasaan mereka. Sehingga, dengan
adanya persaingan peran partai yang mewarnai secara langsung terus mendorong tampilnya
PILGUB di Provinsi Maluku Utara periode 2013 dominasi etnis dalam setiap kontestasi politik.
– 2019. Selaras dengan itu, aktor-aktor partai Persinggungan antara aktor informal dan struktur
yang ikut serta dalam PILGUB periode 2013 di partai serta birokrat dalam PILGUB Maluku
antaranya Partai Golongan Karya (Golkar), partai Utara telah melahirkan suatu budaya politik yang
Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Hanura, sudah barang tentu berimplikasi pada kehidupan
PKPB dan Partai Damai Sejahtera (PDS) yang sosial pragmatis masyarakat ketika menghadapi
mengusung kandidat Ahmad Hidayat Mus dan momentum politik.
Hasan Doa, sedang Partai Kebangkitan Bangsa Dinamika budaya politik di Maluku
(PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Utara sejak berlangsungnya PILKADA langsung,
Demokrasi Kebangsaan (PDK), Partai Republikan, menyisakan catatan demokrasi yang suram. Proses
PPRN, dan PKPI mengusungan kandidat Abdul demokrasi yang seharusnya berjalan dengan baik,
Gani Kasuba dan Naser Thaib, sementara, Partai sontak memudar karena tidak disiapkan secara
Bulan Bintang (PBB), Partai Amanat Nasional matang, sehingga, masyarakat senantiasa terjebak
(PAN) dan Partai Demokrat mengusung Muhajir dalam konflik sosial-politik. Inilah yang terlihat
Albar dan Sahrin Hamid, dan Partai Demokrasi pada konflik 1999-2009 lalu. Betapa masyarakat
Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Barnas, dan di Maluku Utara dengan mudah kehilangan nilai
PPN mengusung kandidat Namto Hui Roba dan kemanusiaan dan kekeluargaan. Sejarah konflik
Ismail Arifin, dan Heim N dan Malik Ibrahim sosial pada 1999-2000 yang lalu, tentunya
mencoba melalui jalur independen (www.kpu, menyisakan catatan politik yang buruk. Saat
go.id). itu, persinggungan antar para aktor diberbagai
Dalam konteks peran partai dan kandidat kelompok etnis mengemuka. Hal ini terlihat
yang diusung melalui koalisi, ternyata para elit ketika tampilnya Abdul Gafur dan Thaib Armayin
partai masih menggunakan kekuatan aktor etnik sebagai Kandidat Gubernur Maluku Utara
dalam memproduksi gagasan etnisitas sebagai perdiode 2004-2007 dan 2009. Dalam konstestasi
politik yang bercirikan demokrasi. Persoalan ini, Abdul Gafur yang dianggap merepresentasikan
utamanya tatkala menguatkanya politik etnis etnis Tidore dan Patani kalah dari kandidat Thaib
yang dimodifikasi oleh aktor politik kemudian Armayin yang merepresentasikan etnis Makean
menjadi isu dalam PILGUB, sudah barang tentu, dan Ternate.
modivikasi tidak mutlak terpusat di satu etnis atau Sejatinya, budaya politik Maluku Utara
di suatu wilayah tertentu. Hal ini mengingat para dalam proses PILGUB yang berujung pada
aktor partai memahami akan pemahaman politik konflik antar etnis, senantiasa direproduksi oleh
etnis masyarakat Maluku Utara yang bermuara elit dan struktur guna melanggengkan kepentingan
pada kesadaran kelompoknya dan kesadaran politik mereka. Dalam hal ini, Almond dan
menghormati elit politik yang berasal dari Verba melakukan analisa perbandingan terkait
lingkaran etnisnya. Oleh sebab itu, partai politik dengan kebudayaan politik dari lima demokrasi
di daerah, dapat memposisikan narasi sentimen kontemporer. Almond dan Verba (1990)
etnis yang cenderung berlebihan, namun, masih menekankan masalah kebudayaan politik sebuah
memungkinkan dalam merepresentasikan politik negara ketimbang karakter nasional atau modal
identitas etnis dalam proses PEMILUKADA. personalitas pada sosialisasi politik, bukan
mengembangkan seseorang dalam artian umum.
Dinamika Budaya Politik dalam Pemilihan Sesungguhnya, dengan memahami apa yang
Gubernur Maluku Utara 2013 dipaparkan oleh Almond dan Verba dalam praktik
Dinamika budaya politik dalam PILGUB budaya politik yang berkembang di Maluku
Maluku Utara, dengan menyoroti proses budaya Utara, adalah merupakan suatu penggambaran
akan buruknya praktik demokrasi dan sosialisasi Di samping itu, tampilnya organisasi
politik yang dilakukan oleh pada aktor politik, mahasiswa dan masyarakat dalam PILGUB
terutama mereka yang berasal dari partai politik Maluku Utara menjadi gambaran konkret akan
dan birokrasi pemerintahan di Maluku Utara. Hal lemahnya partai politik dalam melaksanakan
ini tercermin ketika proses PILGUB berlangsung, fungsinya sebagai lembaga politik yang
yang menonjol adalah semangat kelompok berkewajiban melakukan pendidikan politik
etnis dan kelompok partai tanpa mengindahkan terhadap masyarakat. Oleh karena itu, partai
semangat kedaerahaan yang bersifat umum. Secara politik dinilai gagal, sehingga, dukungan
alamiah dapat dikatakan, yang menjadi semangat masyarakat pun minim. Lemahnya partai politik di
dalam PILGUB adalah semangat individu dan kalangan masyarakat tersebut dengan sendirinya
kelompok etnis. Oleh sebab itu, terasa lumrah bila melegitimasi peran para aktor informal untuk
perjalanan demokrasi di Maluku Utara mandeg tampil secara terbuka dalam mengkonsolidasikan
dan sarat dengan konflik antar aktor politik. politik dalam menyokong sentimen etnisitas di
Maluku Utara yang kental dan telah membudaya
Simpulan dalam masyarakat demi menjaga keseimbangan
Politik identitas etnis dalam Pemilihan praktik politik dan kekuasaannya.
Gubernur Maluku Utara 2013 merupakan
realitas politik yang secara sadar dikonstruksi
oleh para aktor informal dan struktur partai Kepustakaan
politik, serta struktur birokrasi pemerintahan Alisjahbana, Sutan Takdir. 1986. Antropologi
untuk mengeksitensikan semangat etnis dalam Baru. Jakarta: Dian Rakyat.
meraih dukungan politik dari masyarakat ataupun
kelompok etnisnya. Proses reproduksi politik Abbas, Rusdi J. 2013. Demokrasi di Aras lokal.
identitas etnis yang berlaku dalam PILKADA Praktik Politik Elit Lokal di Maluku Utara.
Maluku Utara pun tampil menjadi kekuatan politik Yogyakarta: Cerahmedia.
yang dominan. Selaras dengan itu, peran para aktor
informal di luar struktur partai politik dan struktur Almond, Gabriel A dan Sidney Verba. 1984.
birokrasi pun bergerak seakan menjadi mesin Budaya Politik, Tingkah Laku Politik dan
politik alternatif dalam menunjang eksistensi Demokrasi di Lima Negara (terj: Sahat
dan keberanian tampil sebagai penyokong para Simamora). Jakarta: Bumi Aksara.
kandidat yang bertarung dalam PILKADA
langsung. Buchari, Sri Astuti. 2014. Kebangkitan Etnis
Oleh sebab itu, konstruksi politik indentitas Menuju Politik Identitas. Jakarta: Yayasan
etnis yang dibangun dengan menampilkan Obor Indonesia.
etnis sebagai modal utama politik dalam
PILKADA Maluku Utara tersebut pada intinya Deni, Aji. 2014. Politik Elit Lokal. Pemilu,Konflik
memungkinkan para aktor untuk mengkonstruksi dan Multikuturalisme. Yogyakarta: Naufan
etnisitas sebagai upaya menggeser kekuatan elit Pustaka Bekerjasama dengan SM.
yang peran politiknya selama ini diperhitungkan
Giddens, Anthony. 2010. Teori Strukturasi Dasar-
dalam PILGUB Maluku Utara. Dengan kata lain,
dasar Pembentukan Struktur Sosial
hadirnya kekuatan etnis sebagai kekuatan politik
Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
secara perlahan-lahan menggeser kekuatan elit
kesultanan dan birokrat yang selama ini dominan. ________. 2009. Problematika dalam Teori
Oleh karena itu, bisa dikatakan kekuatan politik Sosial, Aksi, Struktur, dan Kontradiksi
etnis sebagai sebuah kekuatan politik yang lembut dalam Analisa Sosial. Yogyakarta: Pustaka
karena tiap kelompok etnis di Maluku Utara Pelajar.
mempunyai peranan dan terlibat secara langsung
dalam kontestasi serta memberi dinamika Maarif, Ahmad Syafii. 2012. Politik Identitas dan
berdemokrasi yang terbuka bagi masyarakat. Masa Depan Pluralisme Kita. Jakarta:
www.kpu.go.id