You are on page 1of 21

BAB III

LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 40 tahun
Alamat : Desa Talaga Damsol
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Tanggal masuk RS : 19 Oktober 2017

Tanggal Operasi : 21 Oktober 2017


Berat badan : 40 kg
Tinggi Badan : 149 cm
Rumah Sakit : RSD Madani

II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama :
Benjolan pada leher
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk RSD Madani dengan keluhan benjolan pada leher sejak 4
tahun yang lalu dan tidak terasa nyeri. Awalnya pasien hanya merasakan
benjolan kecil dan lama kelamaan menjadi besar. Pasien tidak mengeluhkan
nyeri menelan, penurunan berat badan disangkal. Riwayat suara serak tidak
ada, sesak nafas tidak ada, mual tidak ada, muntah tidak ada, demam tidak
ada. Riwayat mulut berbau disangkal pasien. Riwayat hipertensi(-),
diabetes(-), alergi(-), asma(-), riwayat operasi sebelumnya (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum : Baik


2. Kesadaran : Compos mentis
3. GCS : E4M6V5
4. Tanda vital:
Tekanan darah : 110/ 80 mmHg
Denyut nadi : 88 x/menit reguler
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,7 °C
VAS :5
5. Pemeriksaan kepala:
Konjugtiva anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-), warna bibir kemerahan.
Mulut sianosis (-/-), gigi palsu (2/-), T1-T1, Uvula dan palatum mole dan
durum terlihat.
6. Pemeriksaan leher
- Pembesaran kelenjar tiroid ( +), pembesaran kelenjar getah bening (-).
7. Pemeriksaan thorax
 Inspeksi : Ekspansi dada simetris, jejas (-), ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Nyeri tekan (-), vokal fremitus normal kanan=kiri
 Perkusi : Perkusi paru sonor, batas jantung normal
 Auskultasi : Bunyi paru vesikuler, rhonkhi -/-, wheezing -/-
8. Pemeriksaan abdomen (pemeriksaan obstetri)
a) Inspeksi : Perut datar, simetris, tidakterdapat massa
b) Auskultasi : Terdengar suara bising usus
c) Perkusi : Timpani
d) Palpasi : Supel, tidak terdapat nyeri tekan. Hepar dan lien tidak teraba.
9. Pemeriksaan genitalia : Tidak dilakukan
10. Pemeriksaan ekstremitas: Akral hangat, edema (-)/(-)

IV. Pemeriksaan Fisik Pre Operasi


a. B1 ( Breath)
Airway paten, nafas spontan, reguler, simetris, RR 20x/m, pernapasan
cuping hidung (-), snoring (-), stridor (-), buka mulut lebih 3 jari,
Mallampati score class I. Auskultasi : Suara napas bronchovesiculer,
rhonki (-/-), wheezing (-/-).
b. B2 (Blood)
Akral hangat, nadi reguler kuat angkat 78 x/m, CRT 2 detik , ictus
cordis teraba di SIC 5, S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-).
1
c. B3 ( Brain)
Kesadaran compos mentis, GCS 15 (E4V5M6), refleks cahaya +/+, pupil
isokor 3mm/3mm.
d. B4 (Bladder)
BAK lancar, produksi kesan normal, warna kuning jernih, frekuensi 5-6
kali sehari, masalah pada sistem renal/endokrin (-).
e. B5 (Bowel)
Keluhan mual (-), muntah (-). Abdomen : inspeksi tampak cekung,
kesan normal. Auskultasi peristaltik (+), kesan normal. Palpasi nyeri
takan (-), massa (-). Perkusi tympani (+) pada seluruh lapang abdomen.
f. B6 (Bone)
Nyeri tekan pada paha kiri (+), krepitasi (-), ekstremitas deformitas (+),
edema (-).

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Darah Rutin : WBC : 5,7 x 103 μL


RBC : 4,1 x 106 μL
Hb : 12,1 g/dl
PLT : 209 x 103 μL
HCT : 37 %
CT : 8”
BT : 2”

FT4 : 0,99 ng/dl LDL-CHOL : 64 mg/dl


TSHs : 1,64 uIU/ml Asam urat : 4,5 mg/dl
HbsAG : non reaktif Kreatinin : 0,6 mg/dl
Glukosa sewaktu : 73 mg/dl Ureum : 20 mg/dl
Cholesterol Total : 98 mg/dl SGOT : 13 u/l
Trigliserida : 60 mg/dl SGPT : 16 u/l
HDL-CHOL : 21 mg/dl

2
VI. KESIMPULAN
1. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka dapat disimpulkan :
2. Diagnosis pre operatif : Struma
3. Status Operatif : ASA II, Mallampati I
4. Jenis Operasi : Tiroidektomi
5. Jenis Anastesi : General Anastesi

VIII. LAPORAN ANESTESI


A. Pre Operatif
1. Di Ruangan
 Informed Consent (+) : Surat persetujuan operasi (+), surat
persetujuan tindakan anestesi (+)
 Persiapan Whoole blood (+) 1 bag
 Puasa (+) selama 8 jam pre operasi
 Terdapat pemakaian gigi palsu 2 buah pada gigi seri bagian atas
 IV line terpasang dengan infus RL 500 cc 14 tpm
 Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
 Kesadaran : Compos Mentis
 Tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 72 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,7 0C
2. Di kamar Operasi
Assistant yang terlatih
STATICS:
Scope → stetoskop, laringoskop
Tubes → ETT (cuffed) size 6,0 mm
Airway → orotracheal airway
Tape → plester untuk fiksasi
Introducer → untuk memandu agar pipa ETT mudah dimasukkan
Connector → penyambung antara pipa dan ventilator
Suction → memastikan tidak ada kerusakan pada alat suction
Peralatan monitor : tekanan darah, nadi, oksimetri berdenyut
Peralatan resusitasi dan obat-obatan emergensi : atropin sulfat, lidokain,
adrenalin, dan efedrin.
B. Premedikasi anestesi
Sebelum dilakukan tindakan anestesi, pasien diberikan Midazolam 3 mg
dan Fentanyi 60 mcg secara bolus IV.
C. Pemantauan Selama Anestesi
Melakukan monitoring terus menerus tentang keadaan pasien yaitu reaksi
pasien terhadap pemberian obat anestesi khususnya terhadap fungsi
pernapasan dan jantung.
Kardiovaskular : Nadi setiap 5 menit, dan tekanan darah setiap 5 menit
Respirasi : Inspeksi pernapasan spontan pada pasien dan saturasi oksigen
Cairan : Monitoring input cairan
D. Monitoring Tindakan Operasi

Jam Tindakan Tekanan Nadi Saturas


Darah (x/menit i O2
(mmHg) ) (%)
08.35  Pasien masuk ke kamar operasi, 130/80 87 100
dandipindahkan ke meja operasi
 Pemasangan monitoring tekanan
darah, nadi, saturasi O2
 Infus RL terpasang pada tangan
kanan
 Premedikasi : Midazolam 3mg
iv, Fentanyl 60mcg
08.45  Obat induksi dimasukkan secara 130/89 88 100
iv:
o Propofol 70 mg
o Atracurium Besylate 25 mg
 Kemudian mengecek apakah
refleks bulu mata masih ada atau
sudah hilang.
 Jika tidak ada, lalu dilakukan
tindakan face mask dengan
sungkup No.3, dan diberikan:
o O2 : 5 L
o Sevoflurane : 2,5 vol%
08.50  Dilakukan tindakan pemasangan 120/70 86 100
endotracheal tube No. 7 dengan
bantuan laringoskop kemudian
fiksasi.
 Memasang goedel (oral airway)
 Kedua mata pasien ditutup
dengan plester
 Pernafasan spontan dengan
mantainance face mask Isofluran
2,5vol%
08.55  Operasi dimulai 100/60 80 100
 Kondisi terkontrol
09.00  Kondisi terkontrol 100/60 84 100
 Operasi sementara berlangsung
09.05  Kondisi terkontrol 100/70 78 100
 Operasi sementara berlangsung
09.10  Kondisi terkontrol 120/70 80 100
 Operasi sementara berlangsung
 Dilakukan penggantian infus RL
500 cc
09.15  Kondisi terkontrol 100/70 88 100
 Operasi sementara berlangsung
09.30  Kondisi terkontrol 110/60 78 100
 Operasi sementara berlangsung
09.35  Kondisi terkontrol 120/80 84 100
 Operasi sementara berlangsung
09.40  Kondisi terkontrol 110/70 84 100
 Operasi sementara berlangsung
09.45  Kondisi terkontrol 110/70 84 100
 Operasi sementara berlangsung
 Struma berhasil diangkat dan
diligasi
10.00  Kondisi terkontrol 100/60 80 100
 Operasi sementara berlangsung
10.05  Kondisi terkontrol 120/70 86 100
 Operasi sementara berlangsung
10.10  Kondisi terkontrol 110/60 84 100
 Operasi sementara berlangsung
10.15  Kondisi terkontrol 110/70 88 100
 Operasi sementara berlangsung
10.20  Kondisi terkontrol 100/60 80 100
 Operasi sementara berlangsung
10.25  Kondisi terkontrol 110/60 82 100
 Operasi sementara berlangsung
10.30  Kondisi terkontrol 120/70 84 100
 Operasi sementara berlangsung
10.35  Kondisi terkontrol 110/70 84 100
 Memasukkan Ondancentron 4
mg iv, Ketorolac 30 mg
iv,Dexamethason 10 mg iv
10.40  Operasi selesai 110/60 88 100
 Melakukan ekstubasi
 Dilakukan suction , dan pelepasan
endotracheal tube
 Gas Isoflurane dimatikan, dan gas
O2 dinaikkan menjadi 5 vol %
(Oksigenisasi) dengan
menggunakan face mask.
 Gas 02 dihentikan
 Dilakukan penggantian infus RL
500 cc + Fentanyl 50mg 20 tpm
 Pelepasan alat monitoring
(saturasi dan tensimeter).
 Pasien dipindahkan ke ruang
recovery room. Selanjutnya
dilakukan pemasangan O2 3 lpm
di recovery room
 Pasien dapat dibangunkan dan
memonitoring keadaan pasien.

E. INTRAOPERATIF (21 Oktober 2017)


Tindakan Operasi : Tiroidektmi
Tindakan Anestesi: General anestesi
Lama Operasi : 105 menit (08.55– 10.40)
Lama Anestesi : 120 menit (08.40 – 10.40)
Jenis Anestesi : General anestesi dengan teknik “Semi Close Circuit
System dengan ETT No.7” menggunakan O2 5L, , Sevoflurance
2,5 Vol % dan Isofluran 2,5vol%
Posisi : Supine
Pernafasan : Spontan
Infus : Ringer Laktat pada tangan kiri 500cc
Premedikasi : Midazolam 3 mg i.v, Fentanyl 60 mcg i.v
Induksi : Propofol 100 mg i.v
Rumatan : O2 5 L, dan Isoflurance 2,5 Vol %
Medikasi : MIdazolam 3 mg i.v, Fentanyl 60 μg iv, Atracurium Besylate 25
mg iv, Ondancentron 4 mg iv, Ketorolac 30 mg iv,Dexamethason
10 mg iv
Intubasi : Laringoskop blade no 3 Endotracheal Tube No 7 cuff (+)
Cairan : Cairan Masuk: RL 500 cc, cairan keluar tidak dapat dimonitoring
karena tidak dilakukan pemasangan kateter.

F. POST OPERATIF
- Pasien masuk ruang pemulihan dan setelah itu dibawa ke Bangsal
Nangka
- Observasi tanda- tanda vital dalam batas normal
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 110/60 mmHg
Nadi : 88x/min
Saturasi : 100%
Skor Total 10
≥ 9 : Pindah dari unit perawatan pasca anestesi
≥ 8 : Dipindahkan ke ruang perawatan bangsal
≥ 5 : dipindahkan ke ruang perawatan intensif (ICU)
Pada pasien ini didapatkan nilai aldrete skor 10, pasien dipindahkan ke ruang
perawatan bangsal untuk dilakukan observasi lebih lanjut.

G. Terapi Cairan
1. Berat Badan : 40 kg
2. Jumlah Cairan yang masuk : 1200 cc
- Preoperatif (RL 500 cc)
- Durante operatif (RL 700 cc )
3. Jumlah cairan keluar :
a. Darah = ±150 cc
- Perdarahan dari kasa uk 4x4 = 10 buah (15 x 10 = 150 cc)
4. Estimated Blood Volume (EBV) dengan BB pasien 40 kg
 BB (Kg) x 70 ml/kgBB
= 75 cc/kg BB x 40 kg
= 3000 cc
 % Perdarahan = Jumlah Perdarahan : EBV x 100%
= 150 : 3000 x 100%
= 0,05 x 100%
= 5 %.
5. Perhitungan Cairan
a. Input yang diperlukan selama operasi
1. Cairan Maintanance
(M) = (4x10) + (2x10) + (1x20)
= 40+ 20 + 20
=80 ml/jam

2. Cairan defisit pengganti puasa (P) :


Lama puasa x maintenance = 8 jamx 80
= 640 ml
3. Stress operasi (operasi sedang) :
= 6 cc x BB
= 6 x 40
= 240 ml/jam
4. Defisit darah selama 2 jam = 150 ml
- Jika diganti dengan cairan kolid atau darah 1:1
- Jika diganti dengan cairan kristaloid 3:1
5. Total kebutuhan cairan selama 2 jam operasi :
= (Cairan maintenance x 2 jam) + defisit pengganti puasa + Stres operasi
+ perdarahan
= (80 x 2) + 240 + 150 + 640
= 1190 ml
a. Keseimbangan kebutuhan:
= Cairan masuk – cairan dibutuhkan
= 1200 ml – 1190 ml
= 10 ml
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang pasien didiagnosis Struma dengan ASA II, yakni pasien sakit fisik
karena terdapatnya benjolan pada bagian leher, tetapi pasien tetap sehat secara
psikiatri. Pasien dianjurkan untuk melakukan operasi Tiroidektomi. Menjelang
operasi pasien tampak sakit ringan, tenang, kesadaran kompos mentis. Pasien
sudah dipuasakan selama lebih dari 8 jam. Jenis anestesi yang dilakukan yaitu
anestesi general dengan teknik Semi Close Circuit System dengan pipa endotrakeal
(endotracheal tube) no.7.
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam operasi tiroid yaitu
sebagai berikut :
Preoperatif Anestesia
1. Tunda operasi sampai klinis dan lab eutiroid.
2. Diharapkan preoperatif tes fungsi tiroid normal, HR < 85 x / menit (saat
istirahat).
3. Benzodiazepin pilihan yang baik preoperatif sedasi.
4. Obat antitiroid dan β - adrenergik antagonis lanjut sampai hari operasi.
5. Pada bedah darurat, sirkulasi hiperdinamik dapat kontrol degan titrasi
esmolol
Intraoperatif
1. Monitor fungsi kardiovaskuler dan temperatur
2. Proteksi mata karena eksotalmus beresikoterjadinnya ulserasi dan abrasi
kornea
3. Elevasi meja operasi 15 – 20 derajat yang dapat membantu aliran vena &
mengurangi perdarahan (walaupun meningkatkan resiko emboli air pada
vena)
4. Intubasi
-Hindari : Ketamin, Pancuronium, Agonis adrenergik
-Induksi dengan tiopental, dosis tinggi bisa sebagai antitiroid.
5. Anestesi dalam selama laringoskopi dan stimulasi bedah
untuk menghindari takikardi, hipertensi aritmia ventrikular.
6. Pelumpuh otot digunakan secara hati-hati, karena dapat meningkatkan
insiden miopati dan myiastenia gravis, dan sebaiknnya sebelum diberikan
pelumpuh otot sebaiknnya dicoba dilakukan ventilasi terlebih dahulu.
Post Operatif
Penyulit pasca bedah :
1. Badai tiroid (Thyroid storm)
 Tanda : Hiperpireksia, takhikardi, hipotensi, perubahan kesadaran (agitasi,
delirium, koma)
 Sering terjadi pada operasi pada pasien hipertiroid akut.
 Terjadi 6 – 24 jam sesudah pembedahan, tapi dapat terjadi intra operatif.
 Dibedakan dari hipertermia maligna, feokromositoma, anestesi yang tidak
adekuat.
TABEL. Penanganan Badai Tiroid 1, 2
· Cairan intravena (hidrasi)
· Koreksi faktor pemicu (infeksi)
· Sodium iodida (250 mg per oral atau iv tiap 6 jam)
· Propiltiourasil (200-400 mg per oral atau lewat pipa
nasogastrik tiap 6 jam)
· Hidrokortison (50-100 mg iv tiap 6 jam)
· Propanolol (10-40 mg oral tiap 4-6 jam) atau esmolol
(titrasi) sampai HR < 100 x/menit
· Selimut dingin dan asetaminofen (meperidin, 25-50 mg iv
tiap 4-6 jam dapat digunakan untuk mengobati atau
mencegah menggigil)
· Digoksin (gagal jantung kongestif dengan atrial fibrilasi
dan respon ventrikel yang cepat)

2.Kerusakan nerves larygeal recurent


 Bilateral : Pasien tak mampu bicara (Aponia &
stridor) ž Reintubasi
 Unilateral : Serak
 Tes fungsi pita suara : kemampuan mengucapkan huruf (i atau e)
3. Obstruksi jalan napas setelah operasi, disebabkan
oleh hematoma atau trakeomalasia akan membutuhkan intubasi trakea yang
segera.
4. Hipoparatiroidsme
Gejala Hipokalsemi akut akibat pengangkatan kelenjar paratiroid (12 – 72 jam
post ops) berupacarpo pedal syndrom sampai laringospasme.
5. Pneumothoraks , kemungkinan terjadi akibat eksplorasi leher
Operasi tiroid ( tiroidektomi ) merupakan operasi bersih, dan tergolong
operasi besar. Tiroidektomi dilakukan pada pasien yang dalam keadaan eutiroid.
Pada pasien ini ditemukan produksi hormon tiroksin dalam batas normal
(Eutiroid) yaitu FT4 : 0,99 ng/dl dan TSHs : 1,64 uIU/ ml. Beberapa indikasi
dilakukannya tiroidektomi adalah 1) Struma difus toksik yang gagal dengan terapi
medikamentosa, 2)Struma uni nodusa atau multi nodusa dengan kemungkinan
keganasan, 3)Struma multi nodusa dengan gangguan tekanan dan alasan
4)Kosmetik.
Sedangkan kontraindikasi operasi tiroid adalah 1)Struma toksika yang
belum dipersiapkan sebelumnya, 2)Struma dengan dekompensasi kordis dan
penyakit sistemik yang lain yang belum terkontrol (diabetus mellitus; hipertensi
dsb.), 3)Struma besar yang melekat erat ke jaringan leher, sehingga sulit
digerakkan (biasanya karena karsinoma). Karsinoma yang demikian sering dari
tipe yang jelek prognosanya. Perlekatan pada trakea ataupun laring dapat
sekaligus dilakukan reseksi trakea atau laringektomi, tetapi perlekatan dengan
jaringan lunak leher yang luas sulit dilakukan eksisi dengan baik, 4) Struma
(karsinoma ) yang disertai vena cava superior syndrome. Biasanya karena
metastase yang luas ke mediastinum, sukar eksisinya biarpun telah dilakukan
sternotomi, dan bila dipaksakan akan memberikan mortalitas yang tinggi.
Induksi anestesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidaksadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan.
Setelah pasien tidur akibat induksi anestesi langsung dilanjutkan dengan
pemeliharaan anestesi sampai tindakan pembedahan selesai. Sebelum memulai
induksi anestesi selayaknya disiapkan peralatan dan obat-obatan yang diperlukan,
sehingga seandainya terjadi keadaan gawat dapat diatasi dengan lebih cepat dan
lebih baik. Untuk persiapan induksi anestesi, sebaiknya diingat kata STATICS:

Pemeriksaan prabedah seperti riwayat gangguan perdarahan, obstructive


sleep apnoe, tidak ada gigi (ompong). Harus dilakukan pemeriksaan koagulasi.
Pasien dengan obstructivesleep apnoe mungkin obesitas/gemuk dan mungkin
ventilasi dan intubasi sulit. Banyak pasien mempunyai penyakit infeksi saluran
nafas atas yang kronis dan berulang-ulang terjadinya. Bila pasien sedang
mengalami infeksi akut yang ditandai dengan adanya demam, batuk produktif,
gejala saluran nafas bagian bawah, disertai penyakit lain, atau umur < 1 tahun
dipertimbangkan untuk mengundurkan operasinya atau dirawat di ICU untuk
observasi. Kebanyakan pasien anak dilakukan induksi inhalasi, diikuti dengan
pemasangan jalur vena. Teknik anestesinya umumnya dilakukan dengan volatil
anestetika ditambah dengan opioid (misalnya morfin 0,1 mg/kg intravena).
Glikopirate (5-10 ug/kg intravena) kadang-kadang diberikan untuk mengurangi
sekresi dan dipertimbangkan pemberian antiemetik.
Pada pasien diberikan premedikasi yaitu Midazolam 3 mg. Midazolam
merupakan benzodiazepine yang larut air dengan struktur cincin imidazole
yangstabil dalam larutan dan metabolisme yang cepat. Obat ini memiliki
potensi 2-3 kali lebih kuatterhadap reseptor GABA dibandingkan diazepam.
Efek amnesia pada obat ini lebih kuatdibanding efek sedasi. Midazolam
merupakan short-acting benzodiazepine yang bersifat depresan sistem sarafpusat
(SSP). Efek midazolam pada SSP tergantung pada dosis yang diberikan, rute
pemberian,dan ada atau tidak adanya obat lainSebagai premedikasi midazolam
0,25 mg/kg diberikan secara oral berupa sirup (2 mg/ml)kepada anak-anak untuk
memberiksan efek sedasi dan anxiolisis dengan efek pernapasanyang sangat
minimal. Pemberian 0,5 mg/kg IV 10 menit sebelum operasi dipercaya
akanmemberikan keadaan amnesia retrograd yang cukup.
Selain itu, pada pasien juga diberikan fentanyl 60 μg (dosis 1-2μg/kgbb).
Fentanyl merupakan zat narkotik sintetik dan memiliki potensi 1000x lebih kuat
dibandingkan petidin dan 50-100x lebih kuat dari morfin. Mulai kerjanya cepat
dan masa kerjanya pendek. Obat ini dimetabolisme dalam hati menjadi norfentanil
dan hidroksipropionil fentanyl dan hidroksipropionil norfentanil, yang selanjutnya
dibuang melalui empedu dan urin. Efek depresi napasnya lebih lama dibanding
dengan efek analgesiknya. Efek analgesik kira-kira hanya berlangsung 30 menit,
karena itu hanya digunakan untuk anestesi pembedahan tidak untuk pasca bedah.
Pada pasien ini, dilakukan induksi dengan menggunakan propofol 100 mg
(dosis induksi 2-2,5mg/kgBB). Propofol merupakan derivat fenol dengan nama
kimia di-iso profilfenol yang bersifat hipnotik murni dan tidak memiliki efek
analgetik. Obat ini digunakan sebagai induksi anestesi. Obat ini mempunyai onset
40 - 60 detik dan mempunyai efekmenurunkan tekanan darah kira-kira 30% yang
disebabkan oleh vasodilatasi perifer pembuluh darah. Efek propofol pada sistem
pernapasan yakni mengakibatkan depresi pernapasan sampai apneu selama 30
detik.
Lalu diberikan Pemberian Injeksi atracurium 3 mg sebagai pelemas otot
untuk mempermudah pemasangan Endotracheal Tube. Merupakan obat pelumpuh
otot non depolarisasi yang mempunyai struktur benzilisoquinolin. Pada umumnya
mulai kerja atracurium pada dosis 0,1-0,5 mg/Kg iv 2-3 menit untuk intubasi,
sedang lama kerja atracurium dengan dosis relaksasi 15-35 menit.
Setelah pelumpuh otot bekerja barulah dilakukan intubasi dengan
laringoskop blade lengkung yang disesuaikan dengan anatomis leher pasien
dengan metode chin-lift dan jaw-trust yang berfungsi untuk meluruskan jalan
nafas antara mulut dengan trakea. Gambaran klasik yang betul ialah leher dalam
keadaan fleksi ringan, sedangkan kepaladalam keadaan ekstensi. Ini disebut
sebagai Sniffing in the air position. Kesalahan yangumum adalah
mengekstensikan kepala dan leher.Setelah jalan nafas dalam keadaan lurus
barulah dimasukkan pipa endotrakeal. Pada pasien ini digunakan ETT dengan cuff
nomor 7.0. Pemasangan ETT pada pasien ini 1 kali dilakukan dalam keadaan
pasien tidak sadar atau dalam kondisi teranestesi. Untuk fasilitas intubasi
dilakukan dengan pelumpuh otot, akan tetapi, tidak selalu diperlukan pelumpuh
otot untuk dapat dilakukannya intubasi. Selama manipulasi kepala dan mouth gag
dapat terjadi obstruksi pipa ETT, diskoneksi, atau tercabut.
Komplikasi yang dapat terjadi saat tindakan laringoskop dan intubasi
adalah :
1. Malposisi berupa intubasi esofagus, intubasi endobronkial serta malposisi
laringealcuff.
2. Trauma jalan nafas berupa kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah atau
mukosa mulut,cedera tenggorok, dislokasi mandibula dan diseksi
retrofaringeal.
3. Gangguan refleks berupa hipertensi, takikardi, tekanan intracranial
meningkat, tekananintraocular meningkat dan spasme laring.
4. Malfungsi tuba berupa perforasi cuff.
Komplikasi setelah ekstubasi.
5. Trauma jalan nafas berupa edema dan stenosis (glotis, subglotis atau
trachea), suara sesakatau parau (granuloma atau paralisis pita suara),
malfungsi dan aspirasi laring.Gangguan refleks berupa spasme laring.
Untuk maintenance selama operasi berlangsung diberikan juga beberapa
gas inhalasi berupa, O2 5L, dan Isoflurane 2,5 vol% melalui mesin anestesi.
Isoflurane suatu obat anestesi volatile yang induksinya cepat dan pemulihannya
cepat, tidak iritasi dan tidak menimbulkan sekresi. Seperti halnya halotan dan
enfluran, Isoflurane berefek bronkhodilator, tidak menimbulkan mual-muntah.
Isoflurance 1,15 % dalam oksigen murni. Isoflurane memiliki bau yang sedikit
menyengat maka bila digunakan sebagai induksi sebaiknya dimulai dengan
konsentrasi 0,5%.
Selama operasi berlangsung dilakukan pemantauan tanda vital berupa
tekanan darah, nadi , dan saturasi oksigen setiap 5 menit secara efisien dan terus
menerus, dan pemberiancairan intravena berupa RL. Cairan yang diberikan adalah
RL (Ringer Laktat) karenamerupakan kristaloid dengan komposisinya yang
lengkap (Na+, K+, Cl-, Ca++, dan laktat) yang mengandung elektrolit untuk
menggantikan kehilangan cairan selama operasi, juga untuk mencegah efek
hipotensi akibat pemberian obat-obatan intravena dan gas inhalasi yang
mempunyai efek vasodilatasi.
Dalam terapi cairan, jumlah cairan yang masuk adalah 1200 cc dari
preoperatif (RL 500 cc) dan durante operatif (RL 700) dan jumlah cairan keluar
adalah 150 cc berupa perdarahan yaitu dari kasa 4x4 10 buah (15 x 10 = 150 cc).
Estimated Blood Volume (EBV) dengan BB pasien 40 kg : 75 cc/kg BB x 40 kg =
3000 cc, sehingga di didapatkan %perdarahan : 150/3000 x 100% = 5 %.
Terapi cairan intra-operatif dijabarkan sebagai berikut :
6. Kebutuhan Cairan Basal (M) :
 Kebutuhan cairan basal (rutin, rumatan) ialah :
 4ml/kgBB/jam tambahkan untuk berat badan 10 kg pertama
 2ml/kgBB/jam untuk berat badan 10 kg kedua
 1ml/kgBB/jam tambahkan untuk sisa berat badan
 Pada pasien ini diperoleh kebutuhan cairan basalnya adalah sebagai
berikut :
 (4x 10 kg) + (2x10 kg) + (1x 20 kg) = 80 cc
2) Kebutuhan cairan operasi (O) :
 Pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang peritoneum,
ruangketiga, atau ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung pada
besarkecilnya pembedahan, 6-8 ml/kg untuk operasi besar, 4-6 ml/kg
untuk operasisedang, dan 2-4 ml/kg untuk operasi kecil.
 Defisit cairan pengganti puasa :
Lama puasa x maintenance = 8 jamx 80 = 640 ml
 Pada pasien ini diperoleh kebutuhan cairan operasinya adalah sebagai
berikut :Operasi sedang x Berat badan : 6 x 40 kg = 240 cc
 Total kebutuhan cairan selama 2 jam operasi :
= (Cairan maintenance x 2) + Defisit cairan pengganti puasa + Stres
operasi + perdarahan
= (80 x 2) + 640 + 240 + 150
= 1190 ml
6. Keseimbangan kebutuhan:
= Cairan masuk – cairan dibutuhkan
= 1200 ml – 470 ml
= 10 ml
Menjelang operasi hampir selesai pasien juga diberikan ondancentron 4mg
iv. Ondansetron merupakan antagonis reseptor serotonin 5-HT3 selektif yang
dapat menekan mual dan muntah. Mekanisme kerja obat ini diduga dengan
mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada chemoreceptor trigger zone
di area postrema otak yang merupakan pusat muntah dan pada aferen vagal
saluran cerna. Ondansetron diberikan pada pasien untuk mencegah mual muntah
yang bisa menyebabkan aspirasi dan rasa tidak nyaman pasca pembedahan. ,
dexamethason 10 mg sebagai kortikosteroid untuk mencegah terjadinya proses
inflamasi dan reaksi alergi yang mungkin dapat terjadi. Ketorolac 30 mg
diberikan sebagai analgetik non opioid digunakan sebagai tambahan penggunaan
opioid dosis rendah untuk menghindari efek samping opioid yang berupa depresi
pernapasan. Sifat analgentik ketorolac setara dengan opioid (30mg ketorolac =
100 mg petidin = 12 mg morfin), sedangkan sifat antipiretik dan anti infamasinya
rendah. Cara kerja ketorolac adalah menghambat sintesis prostaglandin di perifer
tanpa mengganggu reseptor opioid di sistem saraf pusat.
Setelah operasi selesai, dilakukan ekstubasi pada pasien. Ekstubasi dapat
dilakukan pada stadium anestesi yang dalam dan pernapasan. Pada pasien ini,
ekstubasi dilakukan pada stadium anestesi. Sebelum ekstubasi dilakukan terlebih
dahulu membersihkan rongga mulut, efek obat pelemas otot sudah tidak ada, dan
ventilasi sudah adequate. Melakukan pembersihan mulut sebaiknya dengan kateter
yang steril. Walaupun diperlukan untuk membersihkan trachea atau faring dari
sekret sebelum ekstubasi, hendaknya tidak dilakukan secara terus menerus bila
terjadi batuk dan sianosis. Sebelum dan sesudah melakukan pengisapan,
sebaiknya diberikan oksigen. Apabila plester dilepas, balon sudah dikempiskan,
lalu dilakukan ekstubasi dan selanjutnya diberikan oksigen dengan sungkup muka.
Pipa endotrakheal jangan dicabut apabila sedang melakukan pengisapan karena
kateter pengisap bisa menimbulkan lecet pita suara, perdarahan, atau spasme
laring. Sesudah dilakukan ektubasi, pasien kembali diberikan oksigen dengan
sungkup muka dan kembali dilakukan pembersihan rongga mulut dengan
menggunakan suction.
Beberapa saat setelah pasien dikeluarkan dari ruang operasi, didapatkan
pada pemeriksaan fisik tekanan darah 110/ 60 mmHG, nadi 88 x/menit, dan laju
respirasi 20 x/menit. Pembedahan dilakukan selama 2 jam dengan perdarahan ±
150 cc. Observasi dilanjutkan pada pasien di recovery room, dimana dilakukan
pemantauan tanda vital meliputi tekanan darah, nadi, respirasi dan saturasi
oksigen dan menghitung aldrete score.Pasien bisa dipindahkan ke ruang
perawatan dari ruang pemulihan jika nilai pengkajian post anestesi adalah >7-
8.Lama tinggal di ruang pulih tergantung dari teknik anestesi yang digunakan.
Pasien dikirim ke ICU (Intensive Care Unit) apabila hemodinaik tak stabil perlu
support inotropik dan membutuhkan ventilator (mechanical respiratory support).
Aldrete score 10 maka dapat dipindah ke ruangan nangka.
BAB V
PENUTUP

Kesimpulan
3) Anestesi umum (General anesthesia) disebut juga Narkose Umum (NU)
adalahtindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran
dan bersifatreversible berdasarkan trias anesthesia yang ingin diperoleh yaitu
hipnotik,analgesia, dan relaksasi otot.
4) Prosedur anastesi umum dan monitoring pasien tidak hanya dilakukan pada
saatoperasi tetapi juga mencakap persiapan pra anastesia (kunjungan dan
premedikasi)dan pasca anastesia.
5) Pemilihan teknik intubasi pada anastesi umum didarkan pada jenis operasi
yangakan dilakukan, usia, jenis kelamin, status fisik pasien, keterampilan
pelaksanaanastesi, ketersediaan alat, serta permintaan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. 2009. Petunjuk Praktis Anestesiologi
EdisiKedua. Penerbit Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI: Jakarta.
2. Muhardi, M, dkk. (1989). Anestesiologi, Bagian Anastesiologi dan Terapi
Intensif,FKUI. CV Infomedia: Jakarta.
3. Burton MJ, Towler B, Glasziou P. Tonsillectomy versus non-surgical
treatment forchronic/recurrent acute tonsillitis (Cochrane Review). In: The
Cochrane Library, Issue2004. Chichester, UK: John Wiley & Sons, Ltd.
4. Pasternak LR, Arens JF, Caplan RA, Connis RT, Fleisher LA, Flowerdew R,
et al.Practice advisory for preanesthetic evaluation. A report by the American
Society ofAnesthesiologists Task Force on Preanesthesia Evaluation 2003.
5. Mangku, Gde dan Tjokorda Gde Agung S. 2010. Buku Ajar Ilmu Anastesi
danReanimasi. Indeks : Jakarta.
6. Ganiswara, Silistia G. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy
Pharmacology). AlihBahasa: Bagian Farmakologi FKUI. Jakarta, 1995
7. Wrobel M, Werth M.2009. Pokok-pokok Anestesi. Edisi pertama. Jakarta.
PenerbitBuku Kedokteran EGC.
8. Omoigui S. 2012.Obat-obatan Anestesia. Edisi kedua. Jakarta. Penerbit
BukuKedokteran EGC.
9. Syarif,Amir,et al. 2009.Farmakologi dan Terapi Edisi Kelima.
DepartemenFarmakologi dan Terapeutik FKUI: Jakarta

You might also like