You are on page 1of 6

Kecerdasan ruhaniah adalah sebuah dimensi yang tidak kalah pentingnya didalam kehidupan

manusia bila dibandingkan dengan kecerdasan emosional, karena kecerdasan emosional lebih
berpusat pada rekonstruksi hubungan yang bersifat horizontal (sosial), sementara itu dimensi
kecerdasan ruhaniah bersifat vertikal yang sering disebut dengan kecerdasan ruhaniah (Spiritual
Quotient), Zohar dan Marshall sebagai pengembang pertama tentang kecerdasan ruhaniah.

Lebih lanjut diterangkan Zohar dan Marshall (2001) mendefinisikan kecerdasan ruhaniah adalah
spiritual untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan inti menempatkan
perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan lebih kaya, kecerdasan untuk
menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang
lain. Kecerdasan ruhaniah adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ
secara efektif, bahkan kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi manusia.

Sebelum membicarakan lebih jauh tentang kecerdasan ruhaniah di sini peneliti akan
menerangkan sedikit tentang agama adalah salah satu kebutuhan manusia, Manusia disebut
sebagai mahluk yang beragama (homo religious) Yamani (Jalaludin, 2002) mengemukakan
tatkala Allah membekali insan itu dengan nikmat berpikir dan daya penelitian, diberikan pula
rasa bingung dan bimbang untuk memahami dan belajar mengenai alam sekitarnya sebagai
imbangan atas rasa takut terhadap kegarangan dan kebengisan alam itu.

Dalam ajaran agama islam bahwa adanya kebutuhan terhadap agama disebapkan manusia selaku
mahluk tuhan yang dibekali dengan berbagai potensi (fitrah) yang dibawa sejak lahir. Salah satu
fitrah itu adalah kecenderungan terhadap agama, dan ini sesuai dengan firman Allah SWT.
Sebagai berikut:

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah). Tetapkanlah atas fitrah Allah
yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya. (QS-al-Rum:30)

Prof.Dr. Laggulung mengatakan (Jalaludin, 2002)

“ Salah satu ciri fitrah ini adalah, bahwa manusia menerima Allah sebagai Tuhan,dengan kata
lain, manusia itu adalah dari asal mempunyai kecenderungan beragama, sebap agama itu
sebagian dari fitrah-Nya:

Tasmara (2001) Mengatakan kecerdasan ruhaniah sangat erat kaitannya dengan cara dirinya
mempertahankan prinsip lalu bertanggung jawab untuk melaksanakan prinsip-prinsipnya itu
dengan tetap menjaga keseimbangan dan melahirkan nilai manfaat yang berkesesuaian. Prinsip
merupakan fitrah paling mendasar bagi harga diri manusia. Nilai takwa atau tanggung jawab
merupakan ciri seorang profesional. Mereka melangar prinsip dan menodai hati nurani
merupakan dosa kemanusiaan yang paling ironis.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Gandhi (Tasmara, 2001), membuat daftar tujuh dosa
orang-orang yang menodai prinsip atau nuraninya sebagai berikut:

1. Kekayaan tanpa kerja (wealth Without work).


2. Kenikmatan tanpa suara hati (pleasure without conscience).
3. Pengetahuan tanpa karakter (knowledge without caracter).
4. Perdagangan tanpa etika (moral) (commerce without morality).
5. Ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan (science without humanity).
6. Agama tampa pengorbanan (religion without sacrifice).
7. Politik tanpa prinsip (politic without principle).

Suharsono (Tasmara, 2001). Mengatakan kecerdasan ruhaniah dari sudut pandang keagamaan
ialah suatu kecerdasan yang berbentuk dari upaya menyerap kemaha tahuan Allah dengan
memanfaatkan diri sehingga diri yang ada adalah Dia Yang Maha Tahu dan Maha Besar.
Spiritual merupakan pusat lahirnya gagasan, penemuan, motivasi, dan kreativitas yang paling
fantastik.

Sementara Tasmara (2001). Mengatakan kecerdasan ruhaniah adalah kecerdasan yang paling
sejati tentang kearifan dan kebenaran serta pengetahuan Ilahi. Kecerdasan ini dapat
menimbulkan kebenaran yang sanggat mendalam terhadap kebenaran, sedangkan kecerdasan
lainya lebih bersifat pada kemampuan untuk mengelola segala hal yang berkaitan dengan bentuk
lahiriah (duniawi).Oleh karena itulah, dapat dikatakan bahwa setiap niat yang terlepas dari nilai-
nilai kebenaran Ilahiah, merupakan kecerdasan duniawi dan fana (temporer), sedangkan
kecerdasan ruhaniah qabliyah bersifat autentik, universal, dan abadi, kecerdasan ruhaniah
merupakan inti dari seluruh kecerdasan yang dimilki manusia karena kecerdasan ruhaniah dapat
mempengaruhi perkembangan beberapa beberapa kecerdasan yang lain diantranya yaitu:

1. Kecerdasan Intlektual.
2. Kecerdasan Emosional.
3. Kecerdasan Sosial.
4. Kecerdasan Physical.
a. Shiddiq

Salah satu dimensi kecerdasan ruhaniah terletak pada nilai kejujuran yang merupakan mahkota
kepribadian orang-orang mulia yang telah dijanjikan Allah akan memperoleh limpahan nikmat
dari-Nya. Seseorang yang cerdas secara ruhaniah, senantiasa memotivasi dirinya dan berada
dalam lingkungan orang-orang yang memberikan makna kejujuran, sebagai mana firman-Nya,

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yangbenar( jujur)”. (At-Taubah:119)

Shiddiq adalah orang benar dalam semua kata, perbuatan, dan keadaan batinya. Hati nuraninya
menjadi bagian dari kekuatan dirinya karena dia sadar bahwa segala hal yang akan mengganggu
ketentraman jiwanya merupakan dosa. Dengan demikian, kejujuran bukan datang dari luar, tetapi
ia adalah bisikan dari qalbu yang secara terus menerus mengetuk-ngetuk dan memberikan
percikan cahaya Ilahi. Ia merupakan bisikan moral luhur yang didorong dari hati menuju kepada
Ilahi (mahabbah lilllah). Kejujuran bukan sebuah keterpaksaan, melainkan sebuah pangilan dari
dalam (calling from withim) dan sebuah keterikatan (commitment, aqad, i’tiqad).

Perilaku yang jujur adalah prilaku yang diikuti dengan sikap tanggung jawab atas apa yang
diperbuatnya, karena dia tidak pernah berfikir untuk melemparkan tanggung jawab kepada orang
lain, sebap sikap tidak bertanggung jawab merupakan pelecehan paling azasi terhadap orang lain,
serta sekaligus penghinaan terhadap dirinya sendiri. Kejujuran dan rasa tanggung jawab yang
memancar dari qalbu, merupakan sikap sejati manusia yang bersifat universal, sehingga harus
menjadi keyakinan dan jati diri serta sikapnya yang paling otentik, asli, dan tidak bermuatan
kepentingan lain, kecuali ingin memberikan keluhuran makna hidup. Dalam usaha untuk
mencapai sifat Shiddiq seseorang harus melalui beberapa hal diantranya adalah :

 Jujur pada diri sendiri

Salah satu contoh jujur pada diri sendiri adalah pada saat seseorang melakukan sholat, begitu taat
dan bersungguh-sungguh untuk mengikuti seluruh proses sejak dari takbir sampai salam, sholat
ritual telah melahirkan nuansa kejujuran dan melaksanakan seluruh kewajiban dengan penuh
tanggung jawab, bagi orang-orang yang shiddiq, esensi sholat tidak berhenti sampai ucapan
assalamu’alaikum, tetapi justru ucapan itu merupakan awal bagi dirinya untuk membuktikan
hasil sholatnya dalam kehidupan secara aktual dan penuh makna manfaat.

 Jujur pada orang lain

Sikap jujur pada orang lain berarti sanggat prihatin melihat penderitaan yang dialami oleh
mereka. Sehingga, seseorang yang shiddiq mempunyai sikap dan mempunyai jiwa pelayanan
yang prima (sense of steweardship). Maka, tidak mungkin seseorang merasa gelisa berada
bersama-sama dengan kaum shiddiqiin karena mereka adalah sebaik-baiknya teman yang
penyantun dan penyayang serta direkomendasikan Allah. Tidak mungkin para shiddiqiin itu akan
mencelakakan orang lain karena didalam jiwanya hanya ada kepedulian yang amat sanggat untuk
memberikan kebaikan.
 Jujur terhadap Allah

Jujur terhadap Allah berarti berbuat dan memberikan segala-galanya atau beribadah hanya untuk
Allah, hal ini sebagaimana didalam doa iftitah, seluruh umat islam menyatakan ikrarnya bahwa
sesungguhnya sholat, pengorbanan, hidup, dan mati mereka hanya diabadikan kepada Allah
Yang Mahamulia, penyataan ini merupakan komitmen yang secara terus-menerus harus
diperjuangkannya agar tidak keluar atau menyimpang dari arah yang sebenarnya. Itulah
sebapnya didalam Al-Qur’an banyak ditemukan kata shirath, syai’ah, thariqah, sabil, dan
minhaj, yang semuanya memberikan makna dasar” jalan “.

 Menyebarkan salam

Salam tidak hanya memberikan pengertian selamat, tetapi mempunyai kandungan bebas dari
segala ketergantungan dan tekanan, sehingga hidupnya terasa damai, tenteram dan selamat,
karena itu setiap muslim akan mengucapkan salam setiap akhir sholat, seakan-akan mereka ingin
membuktikan bahwa hasil audensinya dengan Allah akan dinyatakannyan secara nyata dan
aktual dalam kehidupnya, yaitu ikut berpartisipasi dari dirnya sendiri merupakan bagian dari
salam tersebut.

Dengan demikian, makna salam merupakan benag merah dan indentitas paling monumental yang
menjadi misi dan hiasan kepribadian serta sikap dan prilaku seorang muslim.

b. Istiqamah

Istiqamah diterjemahkan sebagai bentuk kualitas batin yang melahirkan sikap konsisten (taat
azas) dan teguh pendirian untuk menegakkan dan membentuk sesuatu menuju pada
kesempurnaan atau kondisi yang lebih baik, sebagai mana kata taqwin merujuk pula pada bentuk
yang sempurna(qiwam).

“Maka, tetaplah (istiqamalah) kamu dalam jalan yang benar, sebagai mana diperinyahkan
kepadamu.” (Huud: 112)

Abu Ali ad-Daqqaq (Tasmara, 2001) berkata ada tiga derajat pengertian istiqamah, yaitu
menegakkan atau membentuk sesuatu (taqwim), menyehatkan dan meluruskan (iqamah), dan
berlaku lurus (istiqamah), takwim menyangkut disiplin jiwa, Iqamah berkaitan dengan
penyempurnaan, dan istiqamah berhubungan dengan tindakan pendekatan diri kepada Allah.

Sikap istiqamah menunjukkan kekuatan iman yang merasuki seluruh jiwanya, sehingga dia tidak
mudah goncang atau cepat menyerah pada tantangan atau tekanan, mereka yang memiliki jiwa
istiqamah itu adalah tipe manusia yang merasakan ketenanggan luar biasa (iman, aman,
muthmainah) walau penampakannya diluar bagai orang yang gelisah. Dia merasa tenteram
karena apa yang dia lakukan merupakan rangkaian ibadah sebagai bukti “yakin” kepada Allah
Swt.dan Rasul-Nya. Sikap istiqamah ini dapat terlihat pada orang-orang :

1.) Mempunyai Tujuan


Sikap istiqamah hanya mungkin merasuki jiwa seseorang bila mereka mempunyai tujuan atau
ada sesuatu yang ingin dicapai. Mereka mempunyai visi yang jelas dan dihayatinya sebagai
penuh kebermaknaan, mereka pun sadar bahwa pencapaian tujuan tidaklah datang begitu saja,
melainkan harus diperjuangkan dengan penuh dengan kesabaran, kebijakan, kewaspadaan, dan
perbuatan yang memberikan kebaikan semata.

2.) Kreatif

Orang yang memilki sifat istiqamah akan tampak dari kretivitasnya, yaitu kemampuan untuk
mengahasilkan sesuatu melalui gagasan-gagasannya yang segar, mereka mampu melakukan
deteksi dini terhadap permasalahan yang dihadapinya, haus akan imformasi, dan mempunyai
rasa ingin tahu yang besar (curiousity) serta tidak takut pada kegagalan.

3.) Menghargai Waktu

Waktu adalah aset Ilahiyah yang paling berharga, bahkan merupakan kehidupan itu yang tidak
dapat disia-siakan, Sungguh benar apa yang difirmankan Allah agar kita memperhatikan waktu
(‘ashar). Rasulullah saw. Bersabda, “Jangan mencerca waktu karena Allah pemilik waktu.” (HR
Ahmad).

Disamping menunjukkan waktu ketika matahari telah melampaui pertengahan atau menuju ke
magrib, kata ashar berasal dari kata ashara yang artinya memeras sesuatu sehingga tidak lagi
ada yang tersisa dari benda yang diperas tersebut’, Hal ini sebagai mana terdapat dalam surah
Yusuf ayat 36 dan 49.

4.) Sabar

Sabar merupakan suasana baitn yang tetap tabah, istiqamah pada awal dan akhir ketika
menghadapi tantangan, dan mengemban tugas dengan hati yang tabah dan optimis, sehingga
dalam jiwa orang yang sabar tersebut terkandung beberapa hal yang diantaranya sebagai berikut,
menerima dan menghadapi tantangan dengan tetap konsisten dan berpengharapan, berkeyakinan
Allah tidak akan memberikan beban diluar kemampuanya. Mereka tetap mengendalikan dirinya
dan mampu melihat sesuatu dalam perspektif yang luas, tidak hanya melihat apa yang tampak,
tetapi melihat sesuatu dalam kaitanya dengan yang lain.

c. Fathanah

Fathanah diartikan sebagai kemahiran, atau penguasaan terhadap bidang tertentu, pada hal
makna fathanah merujuk pada dimensi mental yang sanggat mendasar dan menyeluruh. Seorang
yang memilki sikap fathanah, tidak hanya menguasai bidangnya saja begitu juga dengan bidang-
bidang yang lain, Keputusan-keputusanya menunjukkan warna kemahiran seorang profesional
yang didasarkan pada sikap moral atau akhlak yang luhur, memilki kebijaksanaan, atau kearifan
dalam berpikir dan bertindak.

d. Amanah
Amanah menjadi salah satu dari aspek dari ruhaniah bagi kehidupan manusia, seperti halnya
agama dan amanah yang dipikulkan Allah menjadi titik awal dalam perjalanan manusia menuju
sebuah janji. Janji untuk dipertemukan dengan Allah SWT, dalam hal ini manusia dipertemukan
dengan dua dinding yang harus dihadapi secara sama dan seimbang antara dinding jama’ah
didunia dan dinding kewajiban insan diakhirat nanti. Sebagai mahluk yang paling sempurna
dari ciptaan Allah SWT dibandingkan dengan mahluk yang lain, maka amanah salah satu sifat
yang dimilki oleh manusia sebagai khalifah dimuka bumi.

Didalam nilai diri yang amanah itu ada beberapa nilai yang melekat :

1). Rasa ingin menunjukkan hasil yang optimal.

2). Mereka merasakan bahwa hidupnya memiliki nilai, ada sesuatu yang penting. Mereka merasa
dikejar dan mengejar sesuatu agar dapat menyelesaikan amanahnya dengan sebaik-baiknya.

3). Hidup adalah sebuah proses untuk saling mempercayai dan dipercayai.

e. Tabligh

Fitrah manusia sejak kelahiranya adalah kebutuhan dirinya kepada orang lain. Kita tidak
mungkin dapat berkembang dan survive kecuali ada kehadiran orang lain. Seorang muslim tidak
mungkin bersikap selfish, egois, atau annaniyah’ hanya mementingkan dirinya sendiri’. Bahkan
tidak mungkin mensucikan dirinya tanpa berupaya untuk menyucikan orang lain. Kehadirannya
di tengah-tengah pergaulan harus memberikan makna bagi orang lain bagaikan pelita yang
berbinar memberi cahaya terang bagi mereka yang kegelapan.

Mereka yang memilki sifat tabligh mampu membaca suasana hati orang lain dan berbicara
dengan kerangka pengalaman serta lebih banyak belajar dari pengalaman dalam menghadapi
persoalan-persoalan hidup.

Berdasarkan kelima aspek-aspek kecerdasan ruhaniah dari Tasmara (2001) maka peneliti dapat
membuat kesimpulan, bahwa kecerdasan ruhaniah adalah kemampuan atau kapasistas seseorang
untuk pengunaan nilai-nilai agama baik dalam berhubungan secara vertikal atau hubungan
dengan Allah Swt (Hab lum minallah) dan hubungan secara horizontal atau hubungan sesama
manusia (Hab lim min’nan nas) yang dapat dijadikan pedoman suatu perbuatan yang bertangung
jawab didunia maupun diakhirat. Dengan arti kata lain kecerdasan spritual dimana kondisi
seseorang yang telah dapat mendengar suara hati, karena pada dasarnya suara hati manusia masih
bersifat universal, tapi apa bila seseorang telah mampu memunculkan beberapa sifat-sifat dari
Allah yang telah diberikan-Nya kepada setiap jiwa manusia dalam bentuk yang fitrah dan suci
yang disebut dengan asmaul khusna maka akan memunculakan sifat takwa.

You might also like