Professional Documents
Culture Documents
NAMA KELOMPOK 9 :
KHAERUN NISA
MUH.WAISY ALBARQY
Asalamualaikum wr wb
Pertama-tama Penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia,
rahmat dan hidayahNya, Penulis masih diberikan berbagai macam kenikmatan sehingga
Penulis dapat membuat makalah ini. Tak lupa sholawat serta salam Penulis curahkan kepada
junjungan Nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga dan para sahabat serta
pengikutnya yang hingga saat ini tetap beristiqomah dijalan Allah SWT.
Makalah ini merupakan panduan bagi mahasiswa. Makalah ini merupakan tugas kelompok
dari mata kuliah Pendidikan Agama Islam, yang berisi materi – materi perkuliahan mengenai
Pengertian dan Tujuan Filsafat, Hubungan Akal dan Wahyu Serta Peran Filsafat
Dalam Islam.
Terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini. Akhir kata
Penulis mohon maaf bila terjadi kesalahan yang disengaja ataupun tidak dalam pembuatan
makalah ini.
Wasalamualaikum wr.wb.
Kelompok 9
ii
DAFTAR ISI
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Filsafat / filosofi berasal dari kata Yunani yaitu philos (suka) dan sophia
(kebijaksanaan), yang diturunkan dari kata kerja filosoftein, yang berarti : mencintai
kebijaksanaan, tetapi arti kata ini belum menampakkan arti filsafat sendiri karena
“mencintai” masih dapat dilakukan secara pasif. Pada hal dalam pengertian filosoftein
terkandung sifat yang aktif.
Filsafat adalah pandangan tentang dunia dan alam yang dinyatakan secara teori. Filsafat
adalah suatu ilmu atau metode berfikir untuk memecahkan gejala-gejala alam dan
masyarakat. Namun filsafat bukanlah suatu dogma atau suatu kepercayaan yang
membuta. Filsafat mempersoalkan soal-soal: etika/moral, estetika/seni, sosial dan politik,
epistemology/tentang asal pengetahuan, ontology/tentang manusia, dll.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari Latar belakang di atas dapat di ketahui beberapa rumusan masalah di antara
sebagai berikut :
C. TUJUAN PEMBAHASAN
Dari Rumusan Masalah di atas dapat diketahui tujuan dari pembahasan adalah sebagai
berikut :
1
BAB II
PEMBAHASAN
Aristoteles (384-332 SM) tokoh utama silosof klasik, mengatakan bahwa filsafat
menyelidiki sebab dan asas segala terdalam dari wujud. Karena itu, ia menamakan
filsafat dengan ‘teologi’ atau ‘fisafat pertama’. Aristoteles sampai pada kesimpulan
bahwa setiap gerak dialam ini digerakkan oleh yang lain
Filsafat adalah seni kritik yang bukan semata – mata membatasi diri pada destruktif
atau seakan-akan takut untuk membawa pandangan positifnya sendiri, kemudian Franz
Magnis Suseno menegaskan bahwa kritisnya filsafat adalah kritis dalam arti bahwa
filsafat tidak pernah puas diri, tidak pernah membiarkan sesuatu sebagai sudah selesai,
bahkan senang, untuk membuka kembali perdebatan , selalu dan secara hakiki bersifat
2
dialetika dalam arti bahwa setiap kebenaran menjadi lebih benar dengan setiap putaran
tesis dan antitesis.
Tujuan Filsafat
Segala sesuatu yang terdapat di alam ini diciptakan dengan fungsinya, dengan kata
lain bahwa tidak ada materi yang tidak bermanfaat tak terkecuali lahirnya filsafat ilmu.
Lahirnya filsafat ilmu memberikan jawaban terhadap persoalan yang muncul terutama
yang berhubungan dengan pengetahuan manusia. Oleh karena, di antara tujuannya ialah:
1. Dengan berfilsafat kita lebih menjadi manusia lebih mendidik dan membangun diri
sendiri. Sifat yang khusus bagi seorang filsuf ialah bahwa sesadar-sadarnya apa saja
yang termasuk dalam kehidupan manusia, Tetapi dalam pada itu juga mengatasi
dunia itu, Sanggup melepaskan diri, menjauhkan diri sebentar dari keramaian hidup
dan kepentingan-kepentingan subyektif untuk menjadikan hidupnya sendiri itu
obyek peyelidikannya. Dan justru kepentingan-kepentingan dan keinginan-keinginan
subyektif itu maka ia mencapai keobyektifan dan kebebasan hati, Yang perlu buat
pengetahuan dan penilaian yang obyektif dan benar tentang manusia dan dunia. Dan
sifat ini, sifat mengatasi kesubyektifan belaka, Sifat melepaskan kepentingan-
kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan sendiri,
2. Berusaha mempertahankan sikap yang obyektif mengenai intisari dan sifat-sifat
objek-objek itu sendiri. Bila seseorang semakin pantas di sebut “berkepribadian”,
semakin mendekati kesempurnaan kemanusiaan, Semakin memiliki
“kebijaksanaan”.
3. Mengajar dan melatih kita memandang dengan luas dan menyembuhkan kita dari
sifat Akuisme dan Aku sentrimisme. Ini berhubungan erat pula dengan
“Spesialisasi” dalam ilmu pengetahuan yang membatasi lapangan penyelidikan
orang sampai satu aspek tertentu dari pada keseluruhan itu. Hal inilah dalam ilmu
pengetahuan memang perlu akan tetapi sering membawa kita kepada kepicikan
dalam pandangan, Sehingga melupakan apa saja yang tidak termasuk lapangan
penyelidikan itu sendiri, Sifat ini sangat merugikan perkembangan manusia sebagai
keutuhan maka obatnya yang paling manjur ialah “pelajaran filsafat”
4. Agar menjadi orang yang dapat berpikir sendiri. Dengan latihan akal yang di berikan
dalam filsafat kita harus menjadi orang yang sungguh-sungguh “berdiri sendiri” /
mandiri terutama dalam lapangan kerohanian, mempunyai pendapat sendiri. Jika
perlu dapat dipertahankan pula menyempurnakan ara kita berpikir, hingga dapat
3
bersikap kritis, melainkan mencari kebenaran dalam apa yang dikatakan orang baik
dalam buku-buku maupun dalam surat – surat kabar dan lain –lain.
5. Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat
memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu.
6. Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai
bidang, sehingga kita dapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara
histories.
7. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di
perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang alamiah dan non-
alamiah.
8. Mendorong pada calon ilmuan dan iluman untuk konsisten dalam mendalami ilmu
dan mengembangkanya.
9. Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama
tidak ada pertentangan.
4
bahkan ia sejalan dengan prinsip-prinsip akal. Wahyu itu merupakan satu kesatuan yang
lengkap, tidak terpisah-pisah.Wahyu itu menegakkan hukum menurut kategori perbuatan
manusia. baik perintah maupun larangan. Sesungguhnya wahyu yang berupa al-qur’an
dan as-sunnah turun secara berangsur-angsur dalam rentang waktu yang cukup panjang.
Namun tidak selalu mendukung antara wahyu dan akal, karena seiring perkembangan
zaman akal yang semestinya mempercayai wahyu adalah sebuah anugrah dari Allah
terhadap orang yang terpilih, terkadang mempertanyakan keaslian wahyu tersebut.
Apakah wahyu itu benar dari Allah ataukah hanya pemikiran seseorang yang
beranggapan smua itu wahyu. Seperti pendapat Abu Jabbar bahwa akal tak dapat
mengetahui bahwa upah untuk suatu perbuatan baik lebih besar dari pada upah yang
ditentukan untuk suatu perbuatan baik lain, demikian pula akal tak mengetahui bahwa
hkuman untuk suatu perbuatan buruk lebih besar dari hukuman untuk suatu perbuatan
buruk yang lain. Semua itu hanya dapat diketahui dengan perantaraan wahyu. Al-Jubbai
berkata wahyulah yang menjelaskan perincian hukuman dan upah yang akan diperoleh
manusia di akhirat.
Karena Masalah akal dan wahyu dalam pemikiran kalam sering dibicarakan dalam
konteks, yang manakah diantara kedua akal dan wahyu itu yang menjadi sumber
pengetahuan manusia tentang Tuhan, tentang kewajiban manusia berterima kasih kepada
Tuhan, tentang apa yang baik dan yang buruk, serta tentang kewajiban menjalankan yang
baik dan menghindari yang buruk. Maka para aliran islam memiliki pendapat sendiri-
sendiri antra lain:
1) Aliran Mu’tazilah sebagai penganut pemikiran kalam tradisional, berpendapat
bahwa akal mmpunyai kemampuan mengetahui empat konsep tersebut.
2) Sementara itu aliran Maturidiyah Samarkand yang juga termasuk pemikiran kalam
tradisional, mengatakan juga kecuali kewajiban menjalankan yang baik dan yang
buruk akan mempunyai kemampuan mengetahui ketiga hal tersebut.
3) Sebaliknya aliran Asy’ariyah, sebagai penganut pemikiran kalam tradisional juga
berpendapat bahwa akal hanya mampu mengetahui tuhan sedangkan tiga hal
lainnya, yakni kewajiban berterima kasih kepada tuhan, baik dan buruk serta
kewajiban melaksanakan yang baik dan menghindari yang jahat diketahui manusia
berdasarkan wahyu.
4) Sementara itu aliran Maturidiah Bukhara yang juga digolongkan kedalam
pemikiran kalam tradisional berpendapat bahwa dua dari keempat hal tersebut
yakni mengetahui tuhan dan mengetahui yang baik dan buruk dapat diketahui
5
dngan akal, sedangkan dua hal lainnya yakni kewajiaban berterima kasih kepada
tuhan serta kewajiban melaksanakan yang baik serta meninggalkan yang buruk
hanya dapat diketahui dengan wahyu.
Adapun ayat-ayat yang dijadikan dalil oleh paham Maturidiyah Samarkand dan
Mu’tazilah, dan terlebih lagi untuk menguatkan pendapat mereka adalah surat As -
Sajdah, surat Al – Ghosiyah ayat 17 dan surat Al - A’rof ayat 185. Di samping itu,
buku ushul fiqih berbicara tentang siapa yang menjadi hakim atau pembuat hukum
sebelum bi’sah atau nabi diutus, menjelaskan bahwa Mu’tazilah berpendapat pembuat
hukum adalah akal manusia sendiri. dan untuk memperkuat pendapat mereka
dipergunakan dalil al-Qur’an surat Hud ayat 24.Sementara itu aliran kalam tradisional
mngambil beberapa ayat Al-qur’an sebagai dalil dalam rangka memperkuat pendapat
yang mereka bawa ayat-ayat tersebut adalah ayat 15 surat Al – Isro , ayat 134 Surat
Taha, ayat 164 Surat An – Nisa dan ayat 18 surat Al – Mulk.
Dalam menangani hal tersebut banyak beberapa tokoh dengan pendapatnya
memaparkan hal-hal yang berhubungan antara wahyu dan akal. Seperti Harun Nasution
menggugat masalah dalam berfikir yang dinilainya sebagai kemunduran umat islam
dalam sejarah. Menurut beliau yang diperlukan adalah suatu upaya untuk merasionalisasi
pemahaman umat islam yang dinilai dogmatis tersebut, yang menyebabkan kemunduran
umat islam karena kurang mengoptimalkan potensi akal yang dimiliki. bagi Harun
Nasution agama dan wahyu pada hakikatnya hanya dasar saja dan tugas akal yang akan
menjelaskan dan memahami agama tersebut.
Secara praktis (dalam prakteknya), filsafat pendidikan Islam banyak berperan dalam
memberikan alternatif-alternatif pemecahan berbagai macam problem yang dihadapi oleh
6
pendidikan Islam, dan memberikan pengarahan terhadap perkembangan pendidikan
Islam.
7
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Filsafat adalah pandangan tentang dunia dan alam yang dinyatakan secara teori.
Filsafat adalah suatu ilmu atau metode berfikir untuk memecahkan gejala-gejala alam
dan masyarakat. Namun filsafat bukanlah suatu dogma atau suatu kepercayaan yang
membuta. Filsafat mempersoalkan soal-soal: etika/moral, estetika/seni, sosial dan politik,
epistemology/tentang asal pengetahuan, ontology/tentang manusia, dll.
Akal dan wahyu digunakan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bagi umat manusia.
Antara akal dan wahyu terdapat ruang dimana keduanya dapat bertemu dan bahkan
saling berinteraksi dan terdapat ruang dimana keduanya harus berpisah. Pada saat wahyu
merekomendasikan berkembangnya sains dan lestarinya budaya dengan memberikan
ruang kebebasan untuk akal agar berpikir dengan dinamis, kreatif dan terbuka, disanalah
terdapat ruang bertemu antara akal dan ahyu. Sehingga hubungan antara akal dan wahyu
tidak bertentangan akan tetapi sangat berkarkaitan antara yang satu dengan yang lainnya,
bahkan kedua-duanya saling menyempurnakan.
B. SARAN
Demikian pula, kita bisa menggambarkan materi ini. Tentu saja, masih banyak
kekurangan dan kelemahan, karena kekurangan pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
rujukannya ada kaitannya dengan materi ini. Kami berharap pembaca dapat memberikan
kritik dan saran yang membangun untuk materi yang sempurna selanjutnya. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kami pada umumnya. Kajian seperti kali ini, semoga
bermanfaat bagi Anda dan juga menginspirasi.
8
DAFTAR PUSTAKA
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 2009.