You are on page 1of 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Gambaran Penyakit Demam Berdarah Dengue


II.1.1 Definisi

Infeksi dengue merupakan salah satu penyakit infeksi virus yang

menjadi masalah utama kesehatan pada lebih dari 100 negara tropis dan

subtropik yang penularannya melalui perantara nyamuk. Infeksi virus

dengue dapat bersifat asimtomatis atau berkembang menjadi

undifferentiated fever, demam dengue (DD), demam berdarah dengue

(DBD), atau sindroma syok dengue (SSD) (WHO, 2011).

DD/DBD adalah penyakit dengan host alami yaitu manusia dan

agennya adalah virus dengue yang ditularkan oleh gigitan nyamuk

terutama nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopticus yang terdapat

hampir di seluruh pelosok Indonesia. Penyakit ini ditandai dengan

demam tinggi mendadak disertai manifestasi berupa perdarahan,

pembesaran hati, serta mungkin menimbulkan renjatan dan kematian

(Wibisono, 2014)

II.1.2 Epidemiologi
World Health Organization (WHO) menyebutkan, kejadian DBD

diperkiraan mencapai 390 juta infeksi dengue per tahun (95% interval

6
yang dapat dipercaya 284-528 juta), 96 juta (67-136 juta)

bermanifestasi secara klinis (dengan tingkat keparahan penyakit).

Negara-negara di 3 wilayah WHO secara teratur melaporkan jumlah

kasus tahunan. Jumlah kasus yang dilaporkan meningkat dari 2,2 juta

di tahun 2010 menjadi 3,2 juta pada tahun 2015 (WHO, 2017).

Sejak sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang mengalami epidemi

dengue yang parah. Penyakit ini sekarang endemik di lebih dari 100

negara di wilayah WHO Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia

Tenggara dan Pasifik Barat. Wilayah Amerika, Asia Tenggara dan

Pasifik Barat adalah yang paling terkena dampaknya (WHO, 2017).

Pada tahun 2016 ditandai oleh wabah DBD yang besar di seluruh

dunia. Wilayah Amerika melaporkan lebih dari 2,38 juta kasus pada

tahun 2016, dimana Brasil sendiri menyumbang sedikit kurang dari 1,5

juta kasus, kira-kira 3 kali lebih tinggi dari pada tahun 2014.

Dilaporkan jumlah kematian kasus DBD mencapai 1032 jiwa terjadi di

wilayah tersebut. Wilayah Pasifik Barat melaporkan lebih dari 375.000

kasus dugaan demam berdarah pada tahun 2016, dimana Filipina

melaporkan 176.411 dan Malaysia 100.028 kasus. Kepulauan Solomon

mengumumkan wabah yang dicurigai dengan lebih dari 7000. Di

Wilayah Afrika, Burkina Faso melaporkan wabah dengue terlokalisasi

dengan 1.061 kasus yang mungkin terjadi (WHO, 2017).

Pada tahun 2017, wilayah Amerika telah melaporkan 50.172 kasus

DBD, pengurangan dibandingkan dengan periode yang sama tahun-

tahun sebelumnya. Wilayah Pasifik Barat telah melaporkan wabah

7
demam berdarah di beberapa Negara Anggota di Pasifik, serta

peredaran serotipe DENV-1 dan DENV-2 (WHO, 2017).

Indonesia merupakan negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia

Tenggara. Pada tahun 1968 hingga tahun 2009 terjadi peningkatan

kasus dari 58 kasus menjadi 158.912 kasus. Hingga saat ini Indonesia

masih merupakan negara endemis DBD (Kemenkes, 2011).

Gambar 1. Penyebaran demam berdarah

8
Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan Indonesia tahun 2012

menyebutkan jumlah penderita DBD di Indonesia sebanyak 90.245

kasus dengan jumlah kematian 816 orang (Indeks Rate/IR= 37,27 per

100.000 penduduk dan Case Fatality Rate/CFR= 0,90 %). Jumlah

kasus penyakit DBD terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat yaitu

19.663 kasus diikuti oleh Jawa Timur (8.177 kasus), Jawa Tengah

(7.088 kasus) dan DKI Jakarta (6.669 kasus) dan Lampung (5.207

kasus). Kelimanya merupakan provinsi yang memiliki jumlah

penduduk terbesar dimana ini merupakan faktor risiko dari penyebaran

penyakit dengue.

II.1.3 Etiologi

Penyebab DD/DBD adalah virus dengue, yang merupakan anggota

genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Terdapat 4 serotipe virus

dengue, yaitu dengue-1 (DEN-1), dengue-2 (DEN-2), dengue-3

(DEN-3), dan dengue-4 (DEN-4), yang semuanya dapat menyebabkan

demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe

ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak.

Tempat berkembangnya vektor nyamuk adalah air, terutama pada

penampungan seperti ember, ban bekas, bak mandi, dan sebagainya.

Biasanya nyamuk aedes menggigit pada siang hari (Brooks & Carroll,

2012).

9
Virus dengue termasuk dalam arbovirus yang dikelompokkan ke

dalam genus Flavivirus di dalam famili Flaviviridae. Awalnya

dimasukkan ke dalam famili togavirus sebagai “arbovirus grup B”,

tetapi karena perbedaan dalam pengaturan genom viral sehingga

dimasukkan ke dalam famili tersendiri. Bentuk dari virus ini yaitu

sferis berdiameter 40-60nm terdiri dari asam ribonukleat rantai

tunggal. Terdiri dari tiga polipeptida struktural, dua terglikosilasi.

Selubung virus ini mengandung dua glikoprotein. Replikasi terjadi di

sitoplasma dan perakitan di dalam retikulum endoplasma. Semua virus

terkait secara serologi (Brooks & Carroll, 2012).

Flavivirus sebagian dapat ditularkan diantara vertebrata oleh nyamuk

dan sengkenit, sementara lainnya ditularkan diantara tikus dan

kelelawar tanpa vektor serangga. Sejumlah besar virus ini tersebat di

seluruh dunia. Semua Flavivirus terkait secara antigenik (Brooks &

Carroll, 2012).

II.1.4 Tanda dan Gejala


Diagnosa penyakit DBD dapat dilihat berdasarkan kriteria diagnosa

klinis dan laboratoris. Berikut ini tanda dan gejala penyakit DBD yang

dapat dilihat dari penderita kasus DBD dengan diagnosa klinis dan

laboratoris:
1. Diagnosa Klinis
a. Demam tinggi mendadak 2 sampai 7 hari (38 – 40 º C).
b. Manifestasi perdarahan dengan bentuk: uji Tourniquet positif ,

Petekie (bintik merah pada kulit), Purpura(pendarahan kecil di

10
dalam kulit), Ekimosis, Perdarahan konjungtiva (pendarahan

pada mata), Epistaksis (pendarahan hidung), Perdarahan gusi,

Hematemesis (muntah darah), Melena (BAB darah) dan

Hematuri (adanya darah dalam urin).


c. Perdarahan pada hidung dan jusi.
d. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik

merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.


e. Pembesaran hati (hepatomegali).f. Renjatan (syok), tekanan

nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan sistolik

sampai 80 mmHg atau lebih rendah.


f. Gejala klinik lainnya yang sering menyertai yaitu anoreksia

(hilangnya selera makan), lemah, mual, muntah, sakit perut,

diare dan sakit kepala.

2. Diagnosa Laboratoris
a. Trombositopeni pada hari ke-3 sampai ke-7 ditemukan

penurunan trombosit hingga 100.000 /mmHg.


b. Hemokonsentrasi, meningkatnya hematrokit sebanyak 20%

atau lebih (Depkes RI, 2005).

Stadium DBD (WHO, 2014) :

I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya

manifestasi perdarahan ialah uji torniquet positif

II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan dikulit dan atau

perdarahan lain

III : Didapatkan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lambat,

tekanan nadi menurun (≤20mmHg) atau hipotensi, sianosis di

11
sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak

gelisah

IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan

tekanan darah tidak teratur.

Adanya trombositopenia disertai hemokonsentrasi membedakan

DBD derajat I / II dengan DD.

II.1.5 Penatalaksanaan

Prinsip utama penatalaksaan demam dengue adalah terapi suportif

karena tidak ada terapi yang spesifik. Angka kematian dapat

diturunkan hingga kurang dari 1% apabila penderita mendapatkan

terapi yang adekuat. Tindakan yang paling penting dalam

penanganan kasus DBD adalah pemeliharaan cairan sirkulasi.

Asupan cairan pasien tetap dijaga, terutama cairan oral. Suplemen

cairan melalui intravena dibutuhkan untuk mencegah dehidrasi dan

hemokonsentrasi yang bermakna bila cairan oral pasien tidak dapat

dipertahankan.
Terdapat protokol penatalaksanaan DBD pada pasien DBD dewasa

dengan kriteria yaitu:


- penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan

yang dibuat atas indikasi


- praktis dalam pelaksanaannya
- mempertimbangkan cost effectiveness (Nainggolan, 2009).

II.1.6 Siklus Penularan dan Penyebaran Penyakit Demam Berdarah

Dengue

12
Nyamuk Aedes betina biasanya terinfeksi virus dengue pada saat

menghisap darah dari seseorang yang sedang berada pada tahap

demam akut (viraemia). Setelah melalui periode inkubasi ekstrinsik

selama 8 sampai 10 hari, kelenjar ludah Aedes akan menjadi terinfeksi

dan virusnya akan ditularkan ketika nyamuk menggigit dan

mengeluarkan cairan ludahnya ke dalam luka gigitan ke tubuh orang

lain. Setelah masa inkubasi instrinsik selama 3-14 hari (rata-rata

selama 4-6 hari) timbul gejala awal penyakit secara mendadak, yang

ditandai dengan demam, pusing, myalgia (nyeri otot), hilangnya nafsu

makan dan berbagai tanda atau gejala non spesifikseperti nausea

(mual-mual), muntah dan rash (ruam pada kulit). (Depkes, 2006)

Gambar 2. Siklus Penularan Nyamuk

Viraemia biasanya muncul pada saat atau persis sebelum gejala awal

penyakit tampak dan berlangsung selama kurang lebih 5 hari setelah

13
dimulainya penyakit. Saat-saat tersebut merupakan masa kritis dimana

penderita dalam masa sangat infektif untuk vektor nyamuk

yangberperan dalam siklus penularan. Penularan DBD antara lain

dapat terjadi di semua tempat yangterdapat nyamuk penularnya,

tempat yang potensial untuk penularan penyakit DBD antara lain

(Green L, 2005):

1. Wilayah yang banyak kasus DBD atau rawan endemis DBD.


2. Tempat-tempat umum yang merupakan tempat berkumpulnya

orang, orang datang dariberbagai wilayah sehingga kemungkinan

terjadinya pertukaran beberapa tipe virus denguecukup besar

seperti sekolah, pasar, hotel, puskesmas, rumah sakit dan

sebagainya.
3. Pemukiman baru di pinggir kota, karena dilokasi ini, penduduk

umumnya berasal dariberbagai wilayah, maka memungkinkan

diantaranya terdapat penderita atau karier yangmembawa tipe

virus dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi asal.

II.1.7 Distribusi Penderita Demam Berdarah Dengue


Distribusi penderita DBD menurut Thomas Suroso (2004), dapat

digolongkn menjadi 10 :
1. Distribusi menurut umur, jenis kelamin dan ras

Berdasarkan data kasus DBD yang dikumpulkan di Ditjen P2M &

PLP dari tahun 1968-1984 menujukkan bahwa 90% kasus DBD

terdiri dari anak berusia kurang dari 15 tahun.Rasio perempuan dan

laki-laki adalah 1,34 : 1. Data penderita klinis DBD/DSS yang

dikumpulkan di seluruh Indonesia tahun 1968-1973 menunjukkan

14
88% jumlah penderita adalah anak-anak dibawah 15 tahun. Faktor

ras pada penderita demam berdarah di Indonesia belum jelas

pengaruhnya.

2. Distribusi menurut waktu

Dari data-data penderita klinis DBD/DSS 1975-1981 yang

dilaporkan di Indonesia diperoleh bahwa musim penularan demam

berdarah pada umumnya terjadi pada awal musim hujan

(permulaan tahun dan akhir tahun). Hal ini dikarenakan pada

musim hujan vector penyakit meningkat populasinya dengan

bertambahnya sarang-sarang nyamuk di luar rumah sebagai akibat

sanitasi lingkungan yang kurang bersih, sedang pada musim

kemarau Aedesaegypti bersarang di bejana-bejana yang selalu terisi

oleh air.

3. Distribusi menurut tempat

Daerah yang terjangkit demam berdarah pada umumnya adalah

kota/wilayah yang padat penduduknya dan rumah-rumahnya saling

bedekatan, sehingga lebih memungkinkan penularan penyakit

demam berdarah mengingat jarak terbang Aedes aegypti yang

terbatas (50-100 m). Di Indonesia daerah yang terjangkit terutama

kota, tetapi sejak tahun 1975 penyakit ini juga terjangkit di daerah

suburban maupun desa yang padat penduduknya dan mobilitas

tinggi.

II.1.8 Pemberantasan Demam Berdarah Dengue

15
Kegiatan program pemberantasan penyakit DBD meliputi:

1. Penyelidikan epidemiologi (PE)

Penyelidikan Epidemiologi adalah kegiatan pencarian penderita

panas atau yang 1 minggu yang lalu menderita panas dan

pemeriksaan jentik di rumah kasus DBD dan rumah sekitarnya

dalam radius 100 m atau lebih kurang 20 rumah, serta di sekolah jika

kasus DBD adalah anak sekolah. Hasil penyelidikan

epidemiologi ada 2 yaitu PE (+) atau PE (-) digunakan untuk

menentukan penanggulangan kasus.

Penyelidikan epidemiologi positif yaitu ditemukan 3 atau lebih kasus

demam tanpa sebab yang jelas dan atau ditemukan 1 kasus yang

meninggal karena sakit DBD dalam radius 100 m atau lebih kurang

20 rumah di sekitarnya, sedangkan PE negatif adalah kecuali

tersebut pada PE positif. Tujuan penyelidikan epidemiologi adalah

untuk mengetahui ada/tidaknya kasus DBD tambahan dan luasnya

penyebaran serta mengetahui kemungkinan terjadinya

penyebarluasan penyebaran penyakit DBD lebih lanjut di lokasi

tersebut.

Penyelidikan epidemiologi dilakukan oleh petugas Puskesmas yang

telah dilatih meliputi pencarian kasus tersangka DBD lainnya dan

pemeriksaan jentik Aedes Aegypti. Kegiatan ini segera dilaksanakan

setelah menerima laporan kasus dalam waktu maksimal 3x24 jam.

16
Hasilnya kemudian dicatat pada form PE untuk digunakan sebagai

dasar tindak lanjut penanggulangan kasus.

Langkah-langkah pelaksanaan PE adalah sebagai berikut:

Setelah menerima laporan adanya kasus/tersangka DBD, petugas

Puskesmas/ koordinator DBD segera mencatat dalam buku catatan

harian penderita penyakit DBD dan menyiapkan peralatan survei

(tensimeter, senter dan formulir PE) serta menyiapkan surat tugas;

Petugas Puskesmas melapor kepada lurah dan ketua RT/RW

setempat bahwa di wilayahnya terdapat penderita/tersangka

penderita DBD dan akan dilaksanakan PE. Lurah/kader akan

memerintahkan ketua RW agar pelaksanaan PE dapat didampingi

oleh ketua RT, kader atau tenaga masyarakat lainnya. Keluarga

penderita/tersangka penderita DBD serta keluarga lainnya juga

membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan PE;

Petugas Puskesmas melakukan wawancara dengan keluarga untuk

mengetahui ada/tidaknya penderita panas saat itu dan dalam kurun

waktu 1 minggu sebelumnya. Bila terdapat penderita panas tanpa

sebab yang jelas, saat itu akan dilakukan pemeriksaan terhadap

adanya tanda perdarahan di kulit dan uji tourniquet. Selanjutnya

petugas melakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan

air dan benda-benda lain yang dapat menjadi tempat berkembang

biaknya nyamuk Aedes Aegypti, baik di dalam maupun di luar

rumah. Hasil seluruh pemeriksaan tersebut dicatat dalam formulir

PE;

17
Hasil PE dilaporkan kepada kepala Puskesmas dan selanjutnya

kepala Puskesmas akan melaporkan hasil PE dan rencana

penanggulangan seperlunya kepada lurah melalui camat.

Berdasarkan hasil PE ini dilakukan pelaksanaan penanggulangan

seperlunya.

2. Pencatatan dan pelaporan

Pencatatan dan pelaporan bertujuan untuk mencatat, menilai dan

melaporkan hasil kegiatan penanggulangan DBD yang telah dicapai.

Pencatatan dan pelaporan adalah satu elemen yang sangat penting

dalam sistem penanggulangan DBD yang telah dilaksanakan.

Pencatatan dan pelaporan dibakukan berdasarkan klasifikasi dan tipe

penderita. Semua unit pelaksana harus melakukan sistem dan

pencatatan yang baku. Pencatatan dan pelaporan dilakukan

berjenjang dalam kurun waktu secara harian, bulanan, triwulan,

semester dan tahunan.

3. Penyuluhan

Penyuluhan merupakan serangkaian kegiatan yang berlandaskan

prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan dimana

individu, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan dapat bebas

dari penyakit DBD dengan cara memelihara, melindungi dan

meningkatkan kesehatannya. Penyuluhan bertujuan untuk

18
meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan dan praktek

mengenai pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD.

Penyuluhan dapat diberikan oleh dokter, paramedis, atau kader

terlatih mengenai penyakit DBD. Materinya meliputi pemberantasan

sarang nyamuk, abatisasi selektif, tanda dan gejala penyakit DBD

serta penanggulangan penyakit DBD di rumah.

Walaupun 3-M adalah cara yang mudah dan bisa kita lakukan karena

tidak memerlukan biaya, pada kenyataannya cara ini tidak terlaksana

dengan baik. Ini sangat erat hubungannya dengan kebiasaan hidup

bersih dan kesadaran masyarakat terhadap bahaya demam berdarah

dengue ini. Kurangnya kesadaran masyarakat mungkin disebabkan

beberapa hal, di antaranya adalah faktor ekonomi. Susahnya

masyarakat untuk memenuhi kebutuhan ekonomi membuat

masyarakat hanya memikirkan 'makan' tanpa peduli terhadap

kebersihan dan sanitasi. Selain itu, budanya hidup bersih, sedikit

banyaknya juga berpengaruh terhadap pelaksanaan 3-M ini.Lebih

dari itu, penyuluhan dari pemerintah sangat memengaruhi

pelaksanaan 3-M ini. Pelaksanaan 3-M sangat dipengaruhi oleh

kesadaran masyarakat akan bahaya deman berdarah dengue itu

sendiri. Artinya, tidak terlaksananya 3-M juga berarti bahwa

penyuluhan pemerintah kepada masyarakat tentang demam berdarah

dengue ini masih kurang. Karena itu, pemerintah harus lebih aktif

lagi memberikan pengertian dan penyuluhan kepada masyarakat

19
dengan menggunakan berbagai media seperti surat kabar dan

televisi. Jika tidak, kasus dengue tidak akan pernah teratasi, bahkan

akan bertambah parah.

4. Fogging fokus dan fogging masal

Merupakan serangkaian kegiatan dalam pemberantasan nyamuk

Aedes Aegypti dewasa untuk memutus rantai penularan. Fogging

dilakukan pada kasus-kasus dengan PE positif, 2 penderita positif

atau lebih, ditemukan 3 penderita demam dalam radius 100 m dari

tempat tinggal penderita DBD positif atau ada 1 penderita DBD

meninggal. Fogging fokus dilaksanakan 2 siklus dengan radius 200

m dalam selang waktu 1 minggu, sedangkan fogging masal

dilakukan 2 siklus di seluruh wilayah tersangka KLB dengan selang

waktu 1 bulan. Obat yang dipakai adalah Malathion 96 EC atau

Fendona 30 EC.

5. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN)

Sudah tidak diragukan lagi bahwa penyebaran wabah dengue

disebabkan oleh nyamuk Aedes Aegypti, terutama nyamuk betina.

Nyamuk ini sangat pintar menyembunyikan suaranya dengan

membuat gerakan sayap yang halus sehingga nyaris tak terdengar.

Nyamuk betina ini menghisap darah manusia sebagai bahan untuk

mematangkan telurnya. Hingga kini belum diketahui mengapa hanya

darah manusia yang dikonsumsi nyamuk ini, tidak darah makhluk

20
hidup lainnya.Bila nyamuk jenis lain bertelur dan menetaskannya

pada sarangnya, Aedes Aegypti betina melakukannya di atas

permukaan air. Karena dengan demikianlah, telur-telurnya itu

berpotensi menetas dan hidup. Telur menjadi larva yang kemudian

mencari makan dengan memangsa bakteri yang ada di air tersebut.

Karena itu tidak heran bila nyamuk penyebab demam berdarah ini

berkembang biak pada genangan air, terutama yang kotor.

Penyebaran wabah dengue dipengaruhi oleh ada tidaknya nyamuk

Aedes aegypti yang dipengaruhi lagi oleh ada tidaknya genangan air

yang kotor. Pemberantasan sarang nyamuk merupakan serangkaian

kegiatan untuk meningkatkan peran serta dan swadaya masyarakat

dalam rangka memberantas nyamuk Aedes aegypty. Tujuan kegiatan

PSN adalah memberantas nyamuk Aedes aegypti dengan

menghilangkan tempat-tempat perindukan/sarang nyamuk sehingga

penularan penyakit DBD dapat dicegah atau dibatasi. Pelaksana

PSN-DBD adalah individu, keluarga atau masyarakat. Kegiatan

dilakukan secara berkesinambungan dan bisa secara massal/serentak.

Pertama adalah membunuh nyamuk, baik dengan pestisida maupun

dengan ovitrap, yakni dengan bak perangkap yang ditutup kasa.

Penggunaan pestisida, selain memerlukan biaya dan berbahaya pada

manusia, juga akan memicu munculnya nyamuk yang resistan,

sehingga cara ini bukanlah cara yang efektif untuk jangka panjang.

Untuk jangka pendek, cara ini masih bisa digunakan. Cara kedua

21
adalah membuat nyamuk transgenik supaya tidak terinfeksi oleh

virus dengue. Jika nyamuk tidak bisa diinfeksi oleh virus dengue,

otomatis manusia tidak akan pernah terinfeksi oleh virus dengue.

Cara ini digunakan oleh beberapa peneliti untuk mengatasi masalah

malaria. Namun, pengembangan cara ini masih memerlukan puluhan

tahun untuk bisa diaplikasikan. Cara yang ketiga adalah

pemberantasan sarang nyamuk yang efektif dan efisien melalui

kegiatan 3-M, yaitu menguras, menutup/menabur abate di tempat

penampungan air, dan mengubur/menyingkirkan barang-barang

bekas yang memungkinkan dijadikan tempat perindukan dan

perkembangbiakan jentik nyamuk Aedes Aegypti. Cara inilah yang

efektif yang bisa kita lakukan dengan kondisi kita saat ini.

Sasaran PSN-DBD adalah semua tempat yang dapat menjadi sarang

nyamuk, alami ataupun buatan, baik di dalam maupun di luar rumah,

serta tempat-tempat umum (termasuk bangunan kosong dan lahan

tidur). Pada dasarnya PSN-DBD adalah kegiatan dari, oleh, dan

untuk masyarakat, sehingga jenis-jenis kegiatan yang dilaksanakan

merupakan kesepakatan masyarakat setempat yang diorganisasikan

oleh kelompok kerja pemberantasan dan pencegahan DBD (POKJA

DBD) dalam wadah LKMD.

Pemberantasan sarang nyamuk dilakukan seminggu sekali, alasannya

daur hidup nyamuk Aedes aegypti adalah 8-10 hari. Jika PSN

22
dilakukan seminggu sekali maka rantai pertumbuhan dari mulai telur

menjadi jentik atau dari jentik menjadi kepompong dan dari

kepompong menjadi dewasa atau dari dewasa kembali bertelur akan

terputus sebelu nyamuk dapat menyelesaikan daur hidupnya. Sasaran

penggerakan PSN-DBD di desa/kelurahan adalah semua rumah

keluarga, sehingga dilaksanakan PSN-DBD di rumah secara terus-

menerus. Kegiatan rutin penggerakan PSN-DBD di desa/kelurahan

meliputi :

Pokok-Pokok Kegiatan Penggerakan PSN-DBD adalah:

1. Penggerakan PSN-DBD di desa/kelurahan;

Penyuluhan kelompok masyarakat oleh kader dan tokoh masyarakat

antara lain di Posyandu, tempat ibadah dan dalam pertemuan warga

masyarakat,

Kerja bakti PSN-DBD secara serentak dan berkala untuk

membersihkan lingkungan termasuk tempat-tempat penampungan air

untuk keperluan sehari-hari,

Program 1R1J (1 rumah 1 jumatik). Kunjungan rumah berkala

sekurang-kurangnya setiap 3 bulan (untuk penyuluhan dan

pemeriksaan jentik) oleh tenaga yang telah dibimbing dan dilatih.

Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengingatkan keluarga agar selalu

melaksanakan PSN-DBD.

23
Penggerakan PSN-DBD di sekolah dan tempat umum lainnya;

Pembinaan kegiatan PSN-DBD di sekolah diintegrasikan dalam

proses belajar-mengajar, baik melalui intra maupun ekstra kurikuler

termasuk program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Kegiatan

penggerakan PSN-DBD di sekolah dilaksanakan sesuai petunjuk

teknis pelaksanaan PSN-DBD di sekolah melalui UKS.

Pembinaan kegiatan PSN-DBD di tempat umum lainnya dipadukan

dalam program pemeliharaan kesehatan lingkungan antara lain

melalui pemeriksaan sanitasi tempat umum.

Pemantauan gerakan PSN-DBD dilakukan secara berkala minimal

setiap 3 bulan. Pemantauan dilaksanakan antara lain dengan

pemeriksaan jentik berkala (PJB) pada sejumlah sampel rumah,

sekolah dan tempat umum lainnya. Indikator keberhasilan PSN-DBD

adalah angka bebas jentik (ABJ), yaitu persentase rumah/bangunan

yang tidak ditemukan jentik sebesar 95%.

Mengenai kegiatan PSN tersebut. Hasil pemeriksaan jentik dicatat

dalam formulir PJB-1. Kemudian minta tandatangan kepala

keluarga/anggota keluarga pada formulir tersebut. Formulir PJB-1

yang telah diisi disampaikan kepada pihak puskesmas setiap hari.

Dibuat rekapitulasi untuk memperoleh angka bebas jentik (ABJ) tiap

24
kelurahan. Untuk evaluasi/penilaian kualitas kegiatan pemeriksaan

jentik berkala digunakan format penilaian kualitas kegiatan PJB.

II.1.9 Peran Serta Masyarakat


Partisipasi masyarakat adalah ikut seranya masyarakat dalam

memecahkan permasalahan kesehatan. Didalam hal ini masyarakat

sendirilah yang aktif memikirkan, merencanakan, melaksanakan dan

mengevaluasi program-program kesehatan. Partisipasi dari masyarakat

menuntut suatu kontribusi atau sumbangan finansial, daya dan ide.

Departemen Kesehatan menyimpulkan berbagai pengertian tentang

peran serta masyarakatyang ada yaitu proses dimana individu, keluarga

serta lembaga masyarakat termasuk swastabersedia: (Indrawan, 2011)


a. Mengambil tanggung jawab atas kesehatan dan kesejahteraan diri

sendiri, keluarga dan masyarakat


b. Mengembangkan kemampuan berkontribusi dalam pengembangan

mereka sendirisehingga termotivasi untuk memecahkan berbagai

masalah kesehatan yang dihadapi.


c. Menjadi pelaku perintis pembangunan kesehatan dan pimpinan

dalam pergerakanyang dilandasi semangat gotong royong.

Penyuluhan adalah upaya meningkatkan peran serta masyarakat

dengan meningkatkan pengetahuan mengubah perlikau dan

mengembangkan keterampilan (Azwar, 2010). Penyuluhan

pemberantasan sarang nyamuk adalah: penyuluhan tentang PSN

demamberdarah pada masyarakat. Guna membina peran serta

25
masyarakat dalam melaksanakan pencegahan penyakit DBD, sangat

penting untuk diberikan pengetahuan dan keterampilantentang teknik-

teknik PSN. Diharapkan setelah selesai penyuluhan maka peserta:

a. Dapat menjelaskan penyebab penyakit DBD, cara penularannya,

tanda-tanda danpertolongan pertama DBD


b. Dapat menyebutkan cirri-ciri nyamuk Aedes aegypti, tempat

berkembang biaknya,lingkaran hidupnya


c. Dapat mejelaskan berbagai cara memberantas nyamuk Aedes

aegypti denganmelakuan PSN-DBD dan abatisasi


d. Dapat memberi pengertian pada keluarga maupun teman sebaya di

lingkungannya
e. Dapat merubah serta mengembangkan pengetahuan dan praktek

PSN .

Pencegahan dan pemberantasan vektor DBD dilakukan dengan

(Hiswani,2013) :

1. Memberantas nyamuk dewasa dengan fogging (pengasapan).

Nyamuk aedesaegypti dapat diberantas dengan fogging racun

serangga.
2. Memberantas jentik aedes aegypti dengan ; pemberantasan sarang

nyamuk (PSN) dilakukan dengan cara 3M plus yaitu menguras

tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu

sekali; menutup rapat-rapat tempat penampungan air; mengubur,

mengumpulkan, memanfaatkan atau menyingkirkan barang-barang

bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas; ganti

air vas bunga, minuman burung dan tempat-tempat lainnya

seminggu sekali, perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar,

26
tutup lubang-lubang pada potongan bambu atau pohon dengan

tanah, menaburkan bubuk larvasida/abate, pelihara ikan pemakan

jentik nyamuk, pasang kawat kasa di rumah, jangan membiasakan

menggantung pakaian di dalam rumah, pencahayaan dan ventilasi

memadai, tidur menggunakan kelambu, gunakan obat nyamuk.

II.1.10 Faktor - faktor Penularan Penyakit DBD


Ada dua faktor yang menyebabkan penyebaran penularan penyakit

DBD adalah :
1. Faktor Internal
Faktor internal meliputi ketahanan tubuh atau stamina seseorang.

Jika kondisi badan tetap bugar kemungkinannya kecil untuk

terkena penyakit DBD. Hal tersebut dikarenakan tubuh memiliki

daya tahan cukup kuat dari infeksi baik yang disebabkan oleh

bakteri, parasit, atau virus seperti penyakit DBD. Oleh karena itu

sangat penting untuk meningkatkan daya tahan tubuh pada musim

hujan dan pancaroba. Pada musim itu terjadi perubahan cuaca yang

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan virus dengue

penyebab DBD. Hal ini menjadi kesempatan jentik nyamuk

berkembangbiak menjadi lebih banyak.

2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang datang dari luar tubuh

manusia. Faktor ini tidak mudah dikontrol karena berhubungan

dengan pengetahuan, lingkungan dan perilaku manusia baik di

tempat tinggal, lingkungan sekolah, atau tempat bekerja. Faktor

yang memudahkan seseorang menderita DBD dapat dilihat dari

kondisi berbagai tempat berkembangbiaknya nyamuk seperti

27
ditempat penampungan air, karena kondisi ini memberikan

kesempatan pada nyamuk untuk hidup dan berkembangbiak. Hal

ini dikarenakan tempat penampungan air masyarakat indonesia

umumnya lembab, kurang sinar matahai dan sanitasi atau

kebersihannya (Satari dan Meiliasari, 2004).

Menurut penelitian Fathi, et al (2005) ada peranan faktor

lingkungan dan perilaku terhadap penularan DBD, antara lain:

1) Keberadaan jentik pada kontainer


Keberadaan jentik pada container dapat dilihat dari letak,

macam, bahan, warna, bentuk volume dan penutup kontainer

serta asal air yang tersimpan dalam kontainer sangat

mempengaruhi nyamuk Aedes betina untuk menentukan

pilihan tempat bertelurnya. Keberadaan kontainer sangat

berperan dalam kepadatan vektor nyamuk Aedes, karena

semakin banyak kontainer akan semakin banyak tempat

perindukan dan akan semakin padat populasi nyamuk Aedes.

Semakin padat populasi nyamuk Aedes, maka semakin tinggi

pula risiko terinfeksi virus DBD dengan waktu penyebaran

lebih cepat sehingga jumlah kasus penyakit DBD cepat

meningkat yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya

KLB. Dengan demikian program pemerintah berupa

penyuluhan kesehatan masyarakat dalam penanggulangan

penyakit DBD antara lain dengan cara menguras, menutup, dan

28
mengubur (3M) sangat tepat dan perlu dukungan luas dari

masyarakat dalam pelaksanaannya.


2) Kepadatan vektor
Kepadatan vektor nyamuk Aedes yang diukur dengan

menggunakan parameter ABJ yang di peroleh dari Dinas

Kesehatan Kota. Hal ini nampak peran kepadatan vektor

nyamuk Aedes terhadap daerah yang terjadi kasus KLB. Sesuai

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti

sebelumnya yang menyatakan bahwa semakin tinggi angka

kepadatan vektor akan meningkatkan risiko penularan.


3) Tingkat pengetahuan DBD
Pengetahuan merupakan hasil proses keinginan untuk

mengerti, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan

penginderaan terutama indera pendengaran dan pengelihatan

terhadap obyek tertentu yang menarik perhatian terhadap suatu

objek.

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan respons

seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang masih bersifat

terselubung, sedangkan tindakan nyata seseorang yang belum

terwujud (overt behavior). Pengetahuan itu sendiri di pengaruhi

oleh tingkat pendidikan, dimana pengetahuan kesehatan akan

berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jangka menengah

(intermediate impact) dari pendidikan kesehatan, selanjutnya

perilaku kesehatan akan berpengaruh pada meningkatnya indikator

kesehatan masyarakat sebagai keluaran dari pendidikan.

29
II.2 Diagnosis Komunitas
Diagnosis komunitas, sering juga disebut public health assessment,

adalah suatu kegiatan untuk menentukan masalah yang terdapat dalam

komunitas melalui suatu studi. Diagnosis komunitas adalah suatu

komponen penting dalam perencanaan program kesehatan. Kegiatan

ini menilai dan menghubungkan masalah, kebutuhan, keinginan, dan

fasilitas yang ada dalam komunitas. Dari hubungan keempat hal

tersebut, dipikirkan suatu solusi atau intervensi untuk pemecahan

masalah yang ada dalam komunitas tersebut (Dhaar, 2008)

Meskipun seringkali disamakan dengan asesmen kebutuhan, namun


terdapat perbedaan yang jelas: suatu diagnosis komunitas yang baik
diharapkan dapat bersifat luas dan mencakup berbagai aspek
komunitas seperti budaya, struktur social, peran komunitas, dan lain
sebagainya; sebuah diagnosis komunitas yang baik harus dapat
memberikan suatu bayangan bagi para perencana program akan
bagaimana kehidupan di daerah tersebut, masalah-masalah kesehatan
yang penting, intervensi yang paling mungkin berhasil, dan cara
evaluasi program yang baik.

Kata “diagnosis” digunakan karena pada dasarnya proses diagnosis


komunitas didasarkan pada prinsip-prinsip diagnosis klinis;
perbedaannya adalah bahwa diagnosis komunitas diaplikasikan pada
komunitas dalam peran dokter yang lebih luas, sedangkan diagnosis
klinis diaplikasikan pada tingkat yang lebih personal. Perbandingan
diagnosis klinis dan diagnosis komunitas dapat dilihat pada tabel
berikut: (Hiremath, 2004).

Tabel 1. Perbedaan diagnosis klinis dan diagnosis komunitas

30
II.2.1 Langkah-langkah Diagnosis Komunitas

Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam melaksanakan

diagnosis komunitas adalah sebagai berikut: (Mullan, 2002)

1. Definisi komunitas

Melalui data demografis, data kesehatan, data kualitatif ditentukan

komunitas yang spesifik.

2. Karakteristik komunitas

Berdasarkan data kuantitatif dan kualitatif, dapat ditentukan masalah

kesehatan dalam komunitas yang terpilih untuk kandidat intervensi.

3. Prioritas masalah

Dari masalah yang ada, ditentukan masalah yang paling penting dalam

komunitas.

4. Penilaian masalah kesehatan terpilih

31
Masalah yang terpilih dianalisa dengan mempertimbangkan faktor-

faktor yang terkait dan strategi serta fasilitas yang ada untuk rencana

intervensi.

5. Intervensi

Penentuan intervensi dipengaruhi oleh masalah dan sumber yang ada.

6. Evaluasi

Evaluasi penting untuk menilai pemecahan masalah melalui intervensi

yang diberikan.

Berbagai faktor yang beperan dalam peningkatan dan penyebaran kasus

DBD berkaitan dengan kepadatan penduduk, pemberantasan vektor

nyamuk di daerah endemik yang tidak efektif, dan peningkatan sarana

transportasi. Morbiditas dari pasien DBD itu sendiri dipengaruhi oleh

kondisi imunologis pejamu, keganasan virus, kepadatan vektor, keadaan

geografis setempat, serta iklim, kelembaban udara, dan suhu.

Kelembaban dan suhu yang tinggi adalah faktor yang memungkinkan

nyamuk Aedes Aegypti bertahan hidup dalam jangka waktu lama.

Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) merupakan hal sederhana yang

dapat dilakukan masyarakat untuk menanggulangi penyabaran demam

berdarah. Walaupun sederhana namun banyak diantara masyarakat yang

belum memahami apa itu pemberantasan sarang nyamuk (Soegeng,

2012).

32
33

You might also like