You are on page 1of 45

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Skenario

Seorang anak laki laki usia 1 tahun datang ke IGD diantar ibunya dengan keluhan
mencret sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS), mencret dirasakan >6kali
dalam sehari konsistensi cair berwarna kuning kecokelatan disertai lendir (+) tanpa
disertai darah (-). muntah +5 kali berupa Muntah cair, terdapat sedikit ampas makanan,
tidak menyembur, tidak berwarna hijau . Ibu pasien juga mengatakan pasien demam naik
turun sejak 2 hari SMrs. Nafsu makan menurun dan pasien selalu haus serta rewel.

Pasien belum pernah mengalami hal yang seperti ini sebelumnya, di keluarga dan
tetangga juga tidak ada yang mengeluhkan hal yang serupa. Sebelumnya pasien telah
berobat ke klinik tetapi tidak mengalami perbaikan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu : 38,30C, nadi: 100x/mnt, RR: 32x/mnt, berat
badan 9 kg. Uub cekung (-) mata sedikit cekung (+), turgor kulit kembali cepat (+) Bu (+)
meningkat. pada pemeriksaan laboratorium didapatkan : Hb= 12.8 g/dl, ht = 40.3 %,
leukosit= 23,2 103/ml, Eritrosit= 5,30 106/µl, trombosit = 365 103/µl. Pemeriksaan feses
didapatkan warna: hijau, komsistensi : lembek, darah (-), lendir (+), nanah (-), parasit (-).
Leukosit 1-2/Lbp, eritrosit (-), telur cacing (-), amoeba (-)

I.2 Kata/Kalimat Kunci

• Anak laki laki usia 1 tahun

• Mencret sejak 2 hari smrs, sebanyak >6kali dalam sehari

• konsistensi cair berwarna kuning kecokelatan disertai lendir (+)

• muntah +5 kali berupa Muntah cair, muntah tidak menyembur

• demam naik turun sejak 2 hari,

• Nafsu makan menurun dan pasien selalu haus serta rewel.

• suhu : 38,30C

• mata sedikit cekung (+)

• turgor kulit kembali cepat (+)

• Bu (+) meningkat
• Leukositosis

• Pemeriksaan feses warna: hijau, konsistensi : lembek, lendir (+), darah (-) parasit
(-). Leukosit 1-2/Lbp, eritrosit (-), telur cacing (-), amoeba (-)

I.3 Pertanyaan

1. jelaskan definisi serta epidemiologi diare ?

2. jelaskan etiologi diare ?

3. jelaskan klasifikasi diare (jelaskan pada skenario termasuk jenis apa) ?

4. jelaskan patomekanisme diare ?

5. jelaskan manifestasi klinis dari diare (tanda-tanda dehidrasi) ?

6. jelaskan dan sebutkan pemeriksaan penunjang apa saja yang dapat di lakukan ?

7. jelaskan alur diagnosis dari diare ?

8. jelaskan penatalaksanaan diare ?

9. jelaskan faktor resiko terjadinya diare ?

10. jelaskan definisi demam ?

11. jelaskan klasifikasi demam ?

12. jelaskan etiogi terjadinya demam ?

13. jelaskan mekanisme terjadinya demam ?

14. jelaskan penatalaksanaan demam ?

15. jelaskan komplikasi yang dapat terjadi dari demam ?

16. jelaskan definisi muntah ?

17. jelaskan etiologi muntah ?

18. jelaskan klasifikasi muntah ?

19.jelaskan mekanisme terjadinya muntah ?

20. jelaskan penatalaksanaan muntah ?

21. jelaskan macam-macam feses ?

22. jelaskan mekanisme pembentukan feses ?

23. jelaskan interpretasi dari hasil pemeriksaan feses dari skenario ?

24. jelaskan jenis diare berdasarkan konsistensi, waktu dan osmolaritas ?

25. jelaskan mekanisme terjadinya mata cekung pada skenario ?


26. jelaskan mekanisme terjadinya turgor kulit menurun ?

27. jelaskan apa yang di maksud bising usus meningkat ?

28. Jelaskan mekanisme terjadi nya bising usus?

29. jelaskan faktor dan penyebab apa saja yang mempengaruhi bising usus ?

30. jelaskan mengapa terjadi leukositosis pada skenario ?

31. jelaskan faktor apa saja yang mempengaruhi nafsu makan menurun ?

32. jelaskan mekanisme terjadinya haus ?

33. jelaskan bagaimana cara pemeriksaan untuk mengetahui seorang anak haus ?
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 DIARE

1. Definisi diare

Menurut WHO Pengertian diare adalah buang air besar dengan konsistensi cair (mencret)
sebanyak 3 kali atau lebih dalam satu hari (24 jam). Ingat, dua kriteria penting harus ada
yaitu BAB cair dan sering, jadi misalnya buang air besar sehari tiga kali tapi tidak cair,
maka tidak bisa disebut daire. Begitu juga apabila buang air besar dengan tinja cair tapi
tidak sampai tiga kali dalam sehari, maka itu bukan diare. Pengertian Diare didefinisikan
sebagai inflamasi pada membran mukosa lambung dan usus halus yang ditandai dengan
diare, muntahmuntah yang berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan
dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit (Betz, 2009).

Diare merupakan penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses
selama dan frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan diare bila feses lebih berair
dari biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air besar berair
tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Depkes, 2009). Definisi diatas dapat
disimpulkan bahwa diare adalah bertambahnya frekuensi defekasi lebih dan 3 kali perhari
pada bayi dan lebih dari 6 kali perhari pada anak, yang disertai dengan perubahan
konsistensi tinja menjadi encer.

I. Epidemiologi

Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga merupakan penyakit
potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) yang sering disertai dengan kematian. Pada tahun
2016 terjadi 3 kali KLB diare yang tersebar di 3 provinsi, 3 kabupaten, dengan jumlah
penderita 198 orang dan kematian 6 orang (CFR 3,04%).
Angka kematian (CFR) saat KLB diare diharapkan 1%) kecuali pada tahun 2011 CFR
pada saat KLB sebesar 0,40%, sedangkan tahun 2016 CFR diare saat KLB meningkat
menjadi 3,04%.

Target cakupan pelayanan penderita diare yang datang ke sarana kesehatan dan kader
kesehatan adalah 10% dari perkiraan jumlah penderita diare (insidens diare dikali jumlah
penduduk di satu wilayah kerja dalam waktu satu tahun). Insidensi diare nasional hasil
Survei Morbiditas Diare tahun 2014 yaitu sebesar 270/1.000 penduduk, maka
diperkirakan jumlah penderita diare di fasilitas kesehatan pada tahun 2016 sebanyak
6.897.463 orang, sedangkan jumlah penderita diare yang dilaporkan ditangani di fasilitas
kesehatan adalah sebanyak 3.198.411 orang atau 46,4% dari target.
2. Etiologi diare

 Infeksi:
- Bakteri  E.coli, Shigella, Salmonella, Vibrio, Yersinia, Campylobacter
- Virus  Rotavirus, Norwalk virus, Adenovirus
- Parasit  Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Cryptosporidium
parvum
 Alergi : protein air susu sapi
 Intoleransi : karbohidrat
 Malabsorpsi : karbohidrat, lemak, protein
 Keracunan makanan
 Zat kimia beracun
 Toksin mikroorganismen : Clostridium perfringens, Staphylococcus aureus
 Imunodefisiensi

3. Klasifikasi Diare

Diare berdasarkan rentang waktu

1. Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.

2. Diare persisten atau diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14

hari.

1. Diare Sekretorik

Diare sekretorik adalah diare yang terjadi akibat aktifnya enzim adenil siklase yang akan

mengubah adenosine triphosphate (ATP) menjadi cyclic adenosine monophosphate

(cAMP). Akumulasi cAMP intraselular menyebabkan sekresi aktif air, ion klorida,

natrium, kalium, dan bikarbonat ke dalam lumen usus. Adenil siklase ini diaktifkan oleh

toksin yang dihasilkan dari mikroorganisme, antara lain Vibrio cholera, Enterotoxigenic

Eschericia coli (ETEC), Shigella, Clostridium, Salmonella, dan Campylobacter

2. Diare invasif
Diare invasif adalah diare yang terjadi akibat invasi mikroorganisme ke dalam mukosa usus

sehingga terjadi kerusakan mukosa usus. Diare invasif disebabkan oleh virus (rotavirus),

bakteri

(Shigella, Salmonella, Campylobacter, Entero invasive Eschericia coli/EIEC, dan

Yersinia), atau parasit (Amoeba). Diare invasif terdapat dalam 2 bentuk, yaitu:

Diare non-dysentriform berupa diare yang tidak berdarah, biasanya disebabkan oleh

rotavirus

Pada diare yang disebabkan oleh rotavirus, sesudah masuk ke dalam saluran cerna, virus

akan berkembang biak dan masuk ke dalam apikal usus halus menyebabkan kerusakan

pada bagian apikal dari vili yang selanjutnya diganti oleh bagian kripta yang belum matang

(imatur, berbentuk kuboid atau gepeng). Sel yang masih imatur ini tidak dapat berfungsi

normal karena tidak dapat menghasilkan enzim laktase. Diare yang disebabkan rotavirus

paling sering terjadi pada anak usia

<2 th berupa diare cair, muntah, disertai batuk pilek Diare dysentriform berupa diare

berdarah yang biasanya disebabkan oleh bakteri Shigella, Salmonella, dan EIEC. Pada

diare karena Shigella sesudah bakteri melewati barier asam lambung, selanjutnya masuk

ke dalam usus halus dan

berkembang biakserta mengeluarkan enterotoksin. Enterotoksin ini merangsang enzim

adenil siklase mengubah ATP menjadi cAMP sehingga terjadi diare sekretorik. Bakteri ini

akan sampai di kolon karena peristaltik usus dan melakukan invasi membentuk mikroulkus

yang disertai dengan serbuan sel-sel radang PMN dan menimbulkan BAB yang berlendir

dan berdarah.

3. Diare osmotik

Diare osmotik adalah diare yang disebabkan oleh tekanan osmotik yang tinggi di dalam

lumen usus sehingga menarik cairan dari intraselular ke dalam lumen usus yang
menimbulkan watery diarrhea. Diare osmotik paling sering disebabkan oleh malabsorpsi

karbohidrat. Laktosa akan diubah menjadi glukosa dan galaktosa oleh enzim laktase,

kemudian diabsorbsi di dalam usus halus. Apabila terjadi defisiensi enzim laktase maka

akumulasi laktosa pada lumen usus akan menimbulkan osmotic pressure yang tinggi

sehingga terjadi diare.

4. Patofisiologi diare

Diare Sekretorik

Diare sekretorik adalah diare yang terjadi akibat aktifnya enzim adenil siklase yang akan
mengubah adenosine triphosphate (ATP) menjadi cyclic adenosine monophosphatase
(cAMP). Akumulasi cAMP intraseluler menyebabkan sekresi aktif air, ion, klorida,
natrium, kalium, dan bikarbonat ke dalam lumen usus. Adenil siklase ini diaktifkan oleh
toksin yang dihasilkan dari mikroorganisme antara lain Vibrio cholera, Enterotoxigenic
Eschericia colli (ETEC), Shigella, Clostridium, Salmonella, dan Campylobacter.

Diare Osmotik

Diare osmotik adalah diare yang disebabkan oleh tekanan osmotik yang tinggi di dalam
lumen usus sehingga menarik cairan dari intraseluler ke dalam lumen usus yang
menimbulkan watery diarrhea. Diare osmotik paling sering disebabkan oleh malabsorbsi
karbohidrat. Laktosa akan diubah menjadi glukosa dan galaktosa oleh enzim laktase,
kemudian diabsorbsi di dalam usus halus. Apabila terjadi defisiensi enzim laktase maka
akumulasi laktosa pada lumen usus akan menimbulkan osmotic pressure yang tinggi
sehingga terjadi diare.

Akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi :

1. Kehilangan cairan (dehidrasi)

Dehidrasi terjadi karena output air lebih banyak daripada input air.

2. Gangguan keseimbangan asam-basa (metabolik asidosis)

Metabolik asidosis terjadi karena :

a. Kehilangan Na-bikarbonat bersama feses.


b. Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak yang tidak sempurna sehingga
benda keton tertimbun dalam tubuh.
c. Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan.
d. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal.
e. Pemindahan ion Na dari cairan ekstraselular ke dalam cairan intraselular.

3. Hipoglikemia

Pada anak-anak dengan gizi baik/cukup, hipoglikemia ini jarang terjadi, lebih
sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita KEP. Hal ini terjadi
karena :

a. Penyimpanan/persediaan glikogen dalam hati terganggu.


b. Adanya gangguan absorbsi glukosa.
Gejala hipoglikemia dapat muncul jika kadar glukosa darah menurun sampai
40 mg% pada bayi dan 50 mg% pada anak-anak. Gejala hipoglikemia tersebut
dapat berupa : lemas, apatis, peka rangsang, tremor, pucat, berkeringat, syok,
kejang sampai koma.

4. Gangguan gizi

Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat
terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan karena
:

a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare dan/atau
muntahnya akan bertambah berat.
b. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran.
c. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan
baik karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi

Sebagai akibat diare dengan/tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan


sirkulasi darah berupa rejatan (shock) hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan
berkurang dan terjadi hipoksia dan asidosis bertambah berat.

5. Manifestasi klinis dari diare dan tanda – tanda dehidrasi.


Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila
terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala
gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik
bervariasi tergantung pada penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion
natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada
muntah dan kehilangan air juga meninngkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan
dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling
berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian
bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat
berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik.
Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau
dehidrasi berat.
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik patogen antara lain :
vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomielitis, meningitis, pneumonia,
hepatitis, peritonitis dan septik trombophlebitis. Gejala neurologik dari infeksi usus bisa
berupa paresthesia (akibat makan ikan, kerang, monosodium glutamat) hipotoni dan
kelemahan otot (C. botulinum).

1. Diare Sekretorik

Gejala berupa: diare cair, disertai dengan muntah-muntah tidak ada demam cepat
menyebabkan dehidrasi.

2. Diare Osmotik

Gejala berupa :

a) Tinja cair
b) Distensi abdomen (kembung): karena banyaknya gas Hidrogen yang
dihasilkan dari fermentasi karbohidrat oleh mikroorganisme usus.

Tabel . Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab

Gejala Rotaviru Shigella Salmonell ETEC EIEC Kolera


klinik s a
Masa tunas 17-72 jam 24-48 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72
jam jam

Panas + ++ ++ - ++ -

Mual Sering Jarang Jarang + - Sering


muntah
Nyeri perut Tenesmus Tenesmu Tenesmus - Tenesmu Kramp
s kramp kolik s kramp
Nyeri - + + - - -
kepala
Lamanya 5-7 hari > 7 hari 3-7 hari 2-3 hari Variasi 3 hari
sakit
Sifat tinja

Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak

Frekuensi 5-10x/hr >10x/hr Sering Sering Sering Terus


meneru
s

Konsistens Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair


i
Darah - Sering Kadang - + -

Bau Langu + Busuk + Tidak Amis


khas

Warna Kuning Merah- Kehijauan Tak Merah- Seperti


hijau hijau berwarna hijau air
cucian
beras

Leukosit - + + - - -

Lain-lain Anorexia Kejang + Sepsis + Meteorismu Infeksi +


s sistemik

Tabel Penilaian Derajat Dehidrasi


Sumber: PEDOMAN Diagnosis dan Terapi-ILMU KESEHATAN ANAK, edisi ke-
5.

Tabel. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO


Penilaian A B C

Lihat:

Keadaan umum Baik, sadar *Gelisah, rewel *Lesu, lunglai atau tidak
sadar

Mata Normal Cekung Sangat cekung

Air mata Ada Tidak ada Kering

Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering

Rasa haus Minum biasa, *Haus, ingin minum *Malas minum atau tidak
tidak haus banyak bisa minum

Periksa: turgor kulit Kembali cepat *Kemballi lambat *Kembali sangat lambat

Hasil pemeriksaan: Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan / Dehidrasi berat


sedang Bila ada 1 tanda *
Bila ada 1 tanda * ditambah 1 atau lebih
ditambah 1 atau lebih tanda lain
tanda lain
Terapi: Rencana Terapi A Rencana Terapi B Rencana Terapi C

6. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada diare


Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan feses
Berat feses > 300 gram/24 jam mengkonfirmasi adanya diare. Perhatikan bentuk tinja,
apakah setengah cair, cair, berlemak atau bercampur darah. Diare seperti air dapat
terjadi akibat kelainan pada semua tingkat system pencernaan, terutama usus halus.
Adanya makanan yang tidak tercerna merupakan manifestasi dari kontak yang terlalu
cepat antara tinja dan dinding usus yang disebabkan cepatnya waktu transit usus. Diare
yang bervolume banyak dan berbau busuk menunjukkan adanya infeksi dan dapat
dilakukan pewarnaan gram ataupun kultur.
Contoh tinja harus segera diperiksa untuk melihat adaya leukosit, eritrosit, parasit.
Apabila dalam feses terdapat >14 gram lemak/24 jam menunjukkan adanya steatorea.
Adanya gelembung lemak mengarah ke penyakit pankreas, dll. Adanya amilum dalam
tinja menunjukkan adanya maldigesti karbohidrat. Eritrosit dalam tinja menunjukkan
ada luka, colitis ulserativa, infeksi, polip atau keganasan. Leukosit dalam tinja
menunjukkan kemungkinan infeksi atau inflamasi usus. pH tinja < 5,3 (asam) dan tes
reduksi (+) menunjukkan intoleransi glukosa, pH 6,0-7,5 dijumpai pada sindrom
malabsorpsi asam amino dan asam lemak.
2. Pemeriksaan darah
Dapat dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap (Hb, Ht, Leukosit, diftel), kadar
elektrolit serum, analisa gas darah (apabila terdapat tanda-tanda gangguan
keseimbangan asam basa), fungsi kelenjar tiroid. Diare yang disebabkan virus
memiliki jumlah dan hitung jenis leukosit normal atau limfositosis. Apabila diare
disebabkan infeksi bakteri yang invasif ke mukosa memiliki leukositosis. Eosinofil
meningkat pada alergi makanan atau infeksi parasit. Kadar asam folat rendah
menunjukkan penyakit seliak. Kadar vitamin B12 rendah menunjukkan pertumbuhan
bakteri berliebihan dalam usus halus. Kadar albumin rendah menunjukkan tanda
kehilangan protein dari peradangan di ileum, jejunum, kolon dan pada sindrom
malabsorpsi. Jika ada kemungkinan kuat penyakit dasar infeksi HIV pada pasien
dengan diare kronik, maka skrining pemeriksaan infeksi HIV dalam darah penting
dilakukan.

7. Alur diagnosis diare

1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare, frekuensi, volume,
konsistensi tinja, warna, bau, ada / tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah: volume
dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6 – 8 jam
terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau
penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang
telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi oralit, membawa berobat ke Puskesmas
atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama
dehidrasi: kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan
lainnya : ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata : cowong atau tidak, ada atau tidak
adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah. Pernapasan yang cepat
dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila
terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill
dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.1, 3, 10 Penilaian beratnya atau derajat
dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: obyektif yaitu dengan membandingkan berat
badan sebelum dan selama diare. Subyektif dengan menggunakan kriteria WHO, Skor
Maurice King, kriteria MMWR dan lain-lain dapat dilihat pada tabel berikut.

DERAJAT DEHIDRASI
3. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan,
hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak
diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan
dehidrasi berat. Contoh : pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis
atau infeksi saluran kemih.

Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut :

Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan tes
kepekaan terhadap antibiotika.

Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika.

Tinja :

Pemeriksaan makroskopik: Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada


semua penderita dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja
yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus,
protozoa atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal.

Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa
atau parasit usus seperti : E. histolytica, B. coli dan T. trichiura. Apabila terdapat darah
biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E. Histolytica darah sering
terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada
tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia,
Cryptosporidium dan Strongyloides.

Tes Laboratorium tinja yang digunakan untuk mendeteksi enteropatogen

Test Laboratorium Organisme diduga / identifikasi

Mikroskopik : Lekosit pada tinja Invasive atau bakteri yang memproduksi


sitotoksin

Trophozoit, kista, oocysts, spora G. lamblia, E. histolytika, Cryptosporidium,


I. belli, Cyclospora

Rhabditiform lava Stongyloides


Spiral atau basil gram (-) berbentuk S Camphylobacter jejuni

Kultur tinja: Standard Spesial E. coli, Shigella, Salmonella,


Camphylobacter jejuni Y. enterocolitica, V.
cholerae, V. parahaemolyticus, C. difficile,
E. coli, O 157 : H 7

Enzym imunoassay atau latex aglutinasi Rotavirus, G. lamblia, enteric adenovirus, C.


Difficile

Serotyping E. coli, O 157 : H 7, EHEC, EPEC

Latex aglutinasi setelah broth enrichment Salmonella, Shigella

Test yang dilakukan di laboratorium riset Bakteri yang memproduksi toksin, EIEC,
EAEC, PCR untuk genus yang virulen

Pemeriksaan mikroskopik:

Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat memberikan informasi


tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan mukosa. Lekosit
dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon.
Lekosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasif atau
kuman yang memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C.
difficile, Y. enterocolitica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P.
shigelloides. Lekosit yang ditemukan pada umumnya adalah lekosit PMN, kecuali pada
S. typhii lekosit mononuklear. Tidak semua penderita kolitis terdapat lekosit pada
tinjanya, pasien yang terinfeksi dengan E. histolytica pada umumnya lekosit pada tinja
minimal. Parasit yang menyebabkan diare pada umumnya tidak memproduksi lekosit
dalam jumlah banyak. Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau
parasit kecuali terdapat riwayat baru saja bepergian kedaerah resiko tinggi, kultur tinja
negatif untuk enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien
immunocompromised. Pasien yang dicurigai menderita diare yang disebabkan giardiasis,
cryptosporidiosis, isosporiasis dan strongyloidiasis dimana pemeriksaan tinja negatif,
aspirasi atau biopsi duodenum atau yeyunum bagian atas mungkin diperlukan. Karena
organisme ini hidup di saluran cerna bagian atas, prosedur ini lebih tepat daripada
pemeriksaan spesimen tinja. Biopsi duodenum adalah metoda yang spesifik dan sensitif
untuk diagnosis giardiasis, strongylodiasis dan protozoa yang membentuk spora. E.
hystolitica dapat didiagnosis dengan pemeriksaan mikroskopik tinja segar. Trophozoit
biasanya ditemukan pada tinja cair sedangkan kista ditemukan pada tinja yang berbentuk.
Tehnik konsentrasi dapat membantu untuk menemukan kista amuba. Pemeriksaan serial
mungkin diperlukan oleh karena ekskresi kista sering terjadi intermiten. Sejumlah tes
serologis amubiasis untuk mendeteksi tipe dan konsentrasi antibodi juga tersedia.
Serologis test untuk amuba hampir selalu positif pada disentri amuba akut dan amubiasis
hati.

Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic Uremic Syndrome,
diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja, KLB diare dan pada
penderita immunocompromised

Oleh karena bakteri tertentu seperti : Y. enterocolitica, V. cholerae, V. Parahaemolyticus,


Aeromonas, C. difficile, E. coli 0157: H7 dan Camphylobacter membutuhkan prosedur
laboratorium khusus untuk identifikasinya, perlu diberi catatan pada label apabila ada
salah satu dicurigai sebagai penyebab diare yang terjadi. Deteksi toksin C. difficile sangat
berguna untuk diagnosis antimikrobial kolitis. Proctosigmoidoscopy mungkin membantu
dalam menegakkan diagnosis pada penderita dengan simptom kolitis berat atau penyebab
inflammatory enteritis syndrome tidak jelas setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium
pendahuluan.

8. Penatalaksanaan diare

i. Rencana terapi A (diare tanpa dehidrasi)


- Pengobatan diare di rumah
- Berikan cairan lebih banyak dari biasanya
o Oralit, cairan RT (air tajin, sup, yogurt, air)
- Berikan makanan  cegah kurang gizi
o ASI, susu formula yg biasa diberikan
o Sari buah segar (pisang : kalium)
o Makanan tambahan selama & setelah diare (2 mg)
- Bawa anak ke petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau
menderita sebagai berikut :
o Buang Air besar cair lebih sering
o Muntah berulang-ulang
o Rasa haus yang nyata
o Makan atau Minum sedikit
o Demam
o Tinja berdarah
- Jika akan diberi larutan oralit di rumah, tunjukkan kepada ibu jumlah oralit yang
diberikan setiap habis buang air besar dan diberikan oralit yang cukup untuk 2
hari

Umur Jumlah oralit tiap Jumlah oralit yang


BAB disediakan di rumah

< 1 tahun 50-100 cc 400 ml /hari ( 2 bungkus)

1-4 tahun 100-200 cc 600 – 800 ml/ hari ( 3-4

bungkus)

>5 tahun 200-300 cc 800 – 1000 ml/hari ( 4-5

bungkus)

Dewasa 300-400 cc 1200 –2800 ml / hari

ii. Rencana terapi B (diare dengan dehidrasi ringan/sedang)


- Upaya rehidrasi oral (URO)
- Oralit untuk 3 jam pertama
< 1 tahun 1-5 tahun >5tahun Dewasa

Ada timbangan 75 cc/kgBB

Tidak ada 300 cc 600 cc 1200 cc 2400 cc


timbangan

- Tunjukkan pada ibu cara pemberian oralit


- Berikan tablet zink selama 10 hari
- Nilai kembali setelah 3 jam  klasifikasi derajat dehidrasi lalu tentukan rencana
terapi yang sesuai (A/B/C)

iii. Rencana terapi C (diare dengan dehidrasi berat)


- Beri cairan intravena secepatnya
Umur Pemberian pertama Pemberian
30 ml/kgBB selama berikutnya
70 ml/kgBB selama

Bayi (<12 bulan) 1 jam* 5 jam

Anak (sampai 5 tahun) 30 menit* 2,5 jam

*ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tak teraba
- Beri oralit segera setelah anak mau minum, biasanya sesudah 3-4 jam pada bayi
atau 1-2 jam pada anak dan beri tablet zinc.
- Periksa kembali bayi setelah 6 jam atau anak setelah 3 jam, klasifikasi dehidrasi
kemudian pilih rencana terapi yang sesuai
- Bila tidak tersedia fasilitas pemberian cairan intravena, rehidrasi dilakukan
dengan pipa nasogastrik
 Oralit 20 ml/kgBB/jam selama 6 jam
 Evaluasi penderita setiap 1-2 jam
 Muntah, kembung, tidak perbaikan dalam 3 jam  rujuk untuk
pengobatan IV
 Sesudah 6 jam klasifikasi dehidrasi kemudian pilih rencana terapi yang
sesuai

9. Faktor risiko terjadinya diare

Beberapa perilaku yang dapat meningkatkan risiko diare balita:

1. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama. Risiko menderita

diare dan dehidrasi berat pada balita yang tidak diberi ASI penuh menjadi

lebih besar dibandingkan balita yang diberi ASI.

2. Menggunakan botol susu. Penggunaan botol yang tidak bersih atau sudah

dipakai selama berjam-jam dan dibiarkan pada suhu yang panas

memudahkan pencemaran oleh kuman/bakteri penyebab diare dan sering

menyebabkan infeksi usus yang parah.

3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, bila makanan disimpan

beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercemar dan kuman

berkembang biak.
4. Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah tercemar dari

sumbernya atau pada saat disimpan di rumah. Pencemaran dirumah dapat

terjadi jika penyimpanan tidak tertutup atau jika tangan yang tecemar

menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.

5. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja

anak, atau sebelum makan dan menyuapi anak.

6. Tidak membuang tinja dengan benar, seringnya beranggapan bahwa tinja

tidak berbahaya padahal tinja yang mengandung virus atau bakteri dalam

jumlah besar. Selain itu tinja binatang juga dapat menyebabkan infeksi pada

manusia.

1.2 DEMAM

10. Definisi Demam


Definisi demam adalah keadaan suhu tubuh di atas suhu normal, yaitu suhu
tubuh di atas 38º Celsius. Suhu tubuh adalah suhu visera, hati, otak, yang dapat
diukur lewat oral, rektal, dan aksila. Cara pengukuran suhu menentukan tinggi
rendahnya suhu tubuh. Pengukuran suhu melalui mulut dilakukan dengan
mengambil suhu pada mulut (mengulum termometer dilakukan pada anak yang
sudah kooperatif), hasilnya hampir sama dengan suhu dubur, namun bisa lebih
rendah bila frekuensi napas cepat. Pengukuran suhu melalui dubur (rektal)
dilakukan pada anak di bawah 2 tahun. Termometer masuk ke dalam dubur sedalam
2-3 cm dan kedua pantat dikatupkan, pengukuran dilakukan selama 3 menit. Suhu
yang terukur adalah suhu tubuh yang mendekati suhu yang sesungguhnya (core
temperature). Dikatakan demam bila suhu di atas 38’0 C. Pengukuran suhu melalui
ketiak (axilar) hanya dapat dilakukan pada anak besar mempunyai daerah aksila
cukup lebar, pada anak kecil ketiaknya sempit sehingga terpengaruh suhu luar.
Pastikan puncak ujung termometer tepat pada tengah aksila dan pengukuran
dilakukan selama 5 menit. Hasil pengukuran aksila akan lebih rendah 0,5-1,00 C
dibandingkan dengan hasil pengukuran melalui dubur. Pengukuran suhu dengan
cara meraba kulit, daerah yang diraba adalah daerah yang pembuluh darahnya
banyak seperti di daerah pipi, dahi, tengkuk. Meskipun cara ini kurang akurat
(tergantung kondisi tangan ibu), namun perabaan ibu cukup bisa dipercaya dan
digunakan sebagai tanda demam pada program MTBS (Manajemen Terpadu Balita
Sakit ).
Tabel 1 Suhu normal pada tempat yang berbeda

11. Klasifikasi Demam


Klasifikasi berdasarkan lama demam pada anak, dibagi menjadi:
a. Demam kurang 7 hari (demam pendek) dengan tanda lokal yang jelas,
diagnosis etiologik dapat ditegakkan secara anamnestik, pemeriksaan fisis,
dengan atau tanpa bantuan laboratorium, misalnya tonsilitis akut.
Penyebab utama demam karena penyakit localized signs

Kelompok Penyakit

Infeksi saluran nafas ISPA virus, otitis media, tonsillitis, laryngitis, stomatitis
atas herpetika

Pulmonal Bronkiolitis, pneumonia

Gastrointestinal Gastroenteritis, hepatitis, appendicitis

Sistem saraf pusat Meningitis, encephalitis

Eksantem Campak, cacar air

Kolagen Rheumathoid arthritis, penyakit Kawasaki

Neoplasma Leukemia, lymphoma

Tropis Kala azar, cickle cell anemia

b. Demam lebih dari 7 hari, tanpa tanda lokal, diagnosis etiologik tidak dapat
ditegakkan dengan amannesis, pemeriksaan fisis, namun dapat ditelusuri
dengan tes laboratorium, misalnya demam tifoid.
Penyebab umum demam tanpa localizing signs

Penyebab Contoh Petunjuk


diagnosis

Infeksi Bakteremia/sepsis Tampak sakit,

besar CRP tinggi,


Sebagian
leukositosis
virus (HH-6)
Tampak baik,
Infeksi saluran
CRP normal,
kemih
leukosit normal
Malaria
Dipstik urine

Di daerah malaria

PUO (persistent pyrexia of unknown origin) Juvenile idiopathic Pre-articular,


atau FUO arthritis ruam,
splenomegali,
antinuclear factor
tinggi, CRP tinggi

Pasca Vaksinasi Waktu demam


vaksinasi triple, terjadi
campak berhubungan
dengan waktu
vaksinasi

Drug Sebagian Riwayat minum


fever besar obat obat, diagnosis
eksklusi
c. Demam yang tidak diketahui penyebabnya, sebagian terbesar adalah
sindrom virus. Di samping klasifikasi tersebut di atas, masih ada klasifikasi
lain yaitu klasifikasi kombinasi yang menggunakan tanda kegawatan dan
umur sebagai entry, dilanjutkan dengan tanda klinis, lama demam dan
daerah paparan sebagai kriteria penyebab, seperti terlihat pada algoritme di
bawah ini.

Berdasarkan pola, demam dibagi menjadi :


 Demam KontinyuDemam kontinyu (Gambar 1.) atau sustained
fever ditandai oleh peningkatan suhu tubuh yang menetap dengan fluktuasi
maksimal 0,4oC selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal suhu normal
biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.
 Demam Remiten
Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak
mencapai normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini
merupakan tipe demam yang paling sering ditemukan dalam praktek
pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu (Gambar 2.). Variasi
diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh proses
infeksi.

Gambar 2. Demam remiten

 Demam Intermiten
Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada
pagi hari, dan puncaknya pada siang hari (Gambar 3.). Pola ini merupakan
jenis demam terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis.
Gambar 3. Demam intermiten

 Demam Septik/ Hektik


Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten
menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat
besar.

 Demam Quotidian
Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme
demam yang terjadi setiap hari.
 Demam Quotidian Ganda
Demam quotidian ganda (Gambar 4.)memiliki dua puncak dalam 12 jam
(siklus 12 jam).

Gambar 4. Demam quotidian

 Undulant Fever
Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan
menetap tinggi selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun
menjadi normal.
 Prolonged Fever
Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama
demam melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya lebih dari
10 hari untuk infeksi saluran nafas atas.
 Demam Rekuren
Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval
irregular pada satu penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya
traktus urinarius) atau sistem organ multipel.
 Demam Bifasik
Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang
berbeda (camelback fever pattern,atau saddleback fever). Poliomielitis
merupakan contoh klasik dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas
untuk leptospirosis, demam dengue, demam kuning, Colorado tick
fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), dan African hemorrhagic
fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa).
 Demam Periodik
Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval
regular atau irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari,
beberapa minggu atau beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat
dilihat adalah malaria (istilah tertiana digunakan bila demam terjadi setiap
hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari ke-4) (Gambar
5.)dan brucellosis.

Gambar 5. Pola demam malaria

 Relapsing Fever
Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren
yang disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6.)dan ditularkan
oleh kutu (louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).
Gambar 6. Pola demam Borreliosis (pola demam relapsing)

12. Etiologi Demam

Demam merupakan akibat kenaikan set point (oleh sebab infeksi) atau oleh adanya
ketidakseimbangan antara produksi panas dan pengeluarannya. Demam pada infeksi terjadi
akibat mikro organisme merangsang makrofag atau PMN membentuk PE (faktor pirogen
endogenik) seperti IL-1, IL-6, TNF (tumuor necrosis factor), dan IFN (interferon). Zat ini
bekerja pada hipotalamus dengan bantuan enzim cyclooxygenase pembentuk
prostaglandin. Prostaglandin-lah yang meningkatkan set point hipotalamus. Pada keadaan
lain, misalnya pada tumor, penyakit darah dan keganasaan, penyakit kolagen, penyakit
metabolik, sumber pelepasan PE bukan dari PMN tapi dari tempat lain. Kemampuan anak
untuk beraksi terhadap infeksi dengan timbulnya manifestasi klinis demam sangat
tergantung pada umur. Semakin muda usia bayi, semakin kecil kemampuan untuk merubah
set-point dan memproduksi panas. Bayi kecil sering terkena infeksi berat tanpa disertai
dengan gejala demam.

13. Mekanisme Demam

Mekanisme terjadinya demam merupakan mekanisme fisiologis. Sebagai respon terhadap


rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel - sel Kupffer mengeluarkan suatu
zat kimia yang dikenal sebagai pirogen en dogen IL -1(interleukin 1), TNFα (Tumor
Necrosis Factor α), IL - 6 (interleukin 6), dan INF (interferon ) yang bekerja pada pusat
termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus
mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan bukan di suhu normal. Sebagai
contoh, pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 38,9°C, hipotalamus merasa
bahwa suhu normal prademam sebesar 37°C terlalu dingin, dan organ ini memicu
mekanisme -mekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu tubuh (Ganong, 2002).

Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan suhu tubuh berhubungan


langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai
rangsang. Ransangan endogen seperti eksotoksin dan endotoksin menginduksi leukosit
untuk mengeluarkan pirogen endogen, dan yang poten diantaranya adalah IL- 1 dan TNF
α, selain IL- 6 dan IFN. Pirogen endogen ini akan bekerja pada sistem saraf pusat tingkat
OVLT ( Organum Vasculosum Laminae Terminalis) yang dikelilingi oleh bagian medial
dan lateral nukleus preopt ik, hipotalamus anterior, dan septum palusolum. Sebagai respon
terhadap sitokin tersebut maka pada OVLT terjadi sintesis prostaglandin, terutama
prostaglandin E2 melalui metabolisme asam arakidonat jalur COX- 2 (cyclooxygenase 2),
dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh terutama demam (Nelwan dalam Sudoyo,
2006).

Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui sinyal aferen
nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal MIP-1 (machrophage inflammatory
protein- 1) ini tidak dapat dihambat oleh antipiretik (Nelwan dalam Sudoyo, 2006).

Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan produksi panas, sementara


vasokonstriksi kulit juga berlangsung untuk dengan cepat mengurangi pengeluaran panas.
Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Dengan demikian, pembentukan demam
sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik adalah sesuatu yang disengaja dan bukan
disebabkan oleh kerusakan mekanisme termoregulasi (Sherwood, 2001).

14. Penatalaksanaan demam

Tujuan pengobatan adalah membebaskan penderita dari keluhan demam dengan


segala akibat yang dapat ditimbulkan oleh demam itu sendiri. Dianjurkan
pengobatan simptomatik demam untuk mengurangi resiko demam tinggi dan
kejang demam, serta mengurangi pemakaian energi pada pasien dengan kelainan
kardiovaskular. Antipiretik: Parasetamol, aspirin, OAINS
 Mekanisme Kerja :
Parasetamol, aspirin, dan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) lainnya adalah
antipiretik yang efektif. Bekerja dengan cara menghambat produksi prostaglandin
E2 di hipotalamus anterior (yang meningkat sebagai respon adanya pirogen
endogen).

15. Komplikasi Demam Anak

Pada dasarnya demam dapat menguntungkan serta merugikan. Beberpaa penelitian

membuktikan bahwa sistem pertahanan tubuh berfungsi dengan baik pada suhu tubuh

demam dibandingkan dengan suhu tubuh normal. Namun demam yang terjadi dapat

membuat anak tersebut tidak nyaman dan dehdrasi karena peningkatan penguapan cairan

tubuh (Faris, 2009).


Demam yang terjadi dengan peningkatan suhu yang terlalu tinggi harus menjadi

perhatian lebih karena dapat berdampak buruk seperti meningkatnya risiko terjadi kejang

demam terutama pada anak dibawah umur 5 tahun. Selain itu, demam diatas 41oC dapat

menyebabkan demam terus menerus (hiperpireksia) yang sangat berbahaya karena dapat

menyebabkan berbagai perubahan metabolisme, fisiologi dan akhirnya kerusakan susunan

saraf pusat. Pada awalnya anak akan tampak menjadi gelisah disertai nyeri kepala, pusing,

kejang dan akhirnya tidak sadarkan diri. Keadaan koma terjadi apabila suhu >43oC dan

kematian terjadi dalam beberapa jam bila suhu 43oC sampai 45oC (Mcgraw-Hill, 2002).

Pada penelitian yang dilakukan Youssef dkk, mereka meneliti tingkat pengetahuan

orangtua mengenai komplikasi demam. sebanyak 69% orangtua menyatakan bahwa

komplikasi demam yang utama adalah terjadinya kejang demam, kerusakan otak 36%,

kehilangan kesadaran 35%, kesakitan yang parah 28%, dehidrasi 18% dan kematian 18%

(Youssef dkk, 2000). Sedangkan Nazeem dkk mendapatkan hasil yang tidak jauh berbeda

dari penelitiannya dengan mayoritas orangtua menyatakan demam dapat menyebabkan

kejang demam sebesar 75%, kematian 31% dan kerusakan otak 31% (Oshikoya dkk, 2008).

1.3 MUNTAH

16. Definisi Muntah


Muntah adalah dikeluarkannya isi lambung melalui mulut secara ekspulsif. Usaha
mengeluarkan isi lambung akan terlihat sebagai kontraksi otot dinding perut. Secara klinis,
kadang-kadang sulit dibedakan dengan refluks gastroesofagus dan regurgitasi. Refluks
gastroesofagus (RCE) didefinisikan sebagai kembalinya isi lambung kedalam esofagus
tanpa adanya usaha dari bayi atau anak. Apabila isi lambung tersebut dikeluarkan melalui
mulut, maka keadaan ini disebut sebagai regurgitasi. Oleh karena itu, muntah pada bayi
atau anak harus dipikirkan pula kemungkinan suatu RCE.

17. Etiologi Muntah

Penyebab muntah antara lain1:

 Stimulasi taktil (sentuh) di bagian belakang tenggorokan,yaitu salah satu


rangsangan paling kuat.Sebagai contoh,mencolokkan sebuah jari ke
tenggorokan bagian belakang atau bahkan adanya instrument gigi atau alat
penekan lidah (spatel lidah) di bagian belakang mulut sudah dapat
menyebabkan tersedak dan bahkan muntah pada sebagian orang.
 Iritasi atau peregangan lambung dan duodenum.
 Peningkatan tekanan intrakranial, misalnya akibat perdarahan intraserebrum.
Dengan demikian,muntah yang timbul setelah cedera kepala dianggap
sebagai tanda buruk; hal itu mengisyaratkan adanya pembengkakan
perdarahan dalam rongga tengkorak.
 Rotasi atau akselerasi kepala yang menimbulkan pusing bergoyang (dizzy),
misalnya sewaktu mabuk perjalanan.
 Nyeri hebat yang berasal dari berbagai organ,misalnya nyeri sewaktu batu
ginjal melewati saluran kemih.
 Bahan kimia,termasuk obat atau bahan beracun yang memulai muntah (yaitu
emetic) baik dengan bekerja di bagian atas saluran pencernaan maupun
dengan merangsang kemoreseptor di chemoreseptor trigger zone khusus di
otak.pengaktifan zona tersebut memicu reflex muntah

Muntah psikis yang dicetuskan oleh faktor emosi, misalnya muntah yang timbul jika
melihat atau membaui sesuatu dan bahkan muntah sebelum mengikuti ujian atau situasi
penuh stress lainnya

18. Klasifikasi Muntah

Klasifikasi mutah Beberapa sindroma mutah yang spesifik seringkali sukar dibuat
diagnosanya atau terapinya.

1) Mutah siklik (Cyclic vomiting)


Dimana mutah-mutah yang hebat terjadi diantara kondisi yang sehat, penyebabnya
tidak diketahui, diagnosa dengan cara eklusi, pengobatan biasanya
simptomatik, dan prognosa tidak jelas. Mungkin merupakan diagnosa keranjang
sampah (wastebasket), mungkin termasuk anak dengan migrain, epileptogenic, dan
mutah psikogenik. Hal yang perlu dicermati adalah adanya kelainan organik yang
didiagnosa sebagai mutah siklik, misalnya intususepsi intermiten, volvulus,
duplikasi intestinal, divertukulum, malrotasi, tekanan intrakranial yang meningkat,
penyakit metabolik dan toksik.
2) Mutah psikogenik
Penyebab kelainan organik tak ditemukan, sindroma ini menekankan pengaruh
yang kuat dari kortek, faktor psikologi yang merangsang mual (nausea) dan mutah.
Ciri-ciri mutah psikogenik adalah berjalan kronis, terkait dengan stres atau makan,
tidak ada nausea dan anoreksia, mutah dapat dipicu oleh dirinya sendiri dengan
memaksakan mutah atau memasukan tangannya kedalam mulut. Mutah sembuh
setelah dirawat di rumah sakit.
3) Ruminasi
Kejadian yang secara sadar dan menyenangkan memuntahkan makanan dari
lambung, dikunyah dan ditelan kembali. Anak besar atau dewasa meregugirtasikan
makanan dengan cara kontraksi otot abdomen, sedang pada bayi melogok kedalam
mulutnya dengan jari dalam upaya untuk menimbulkan regugirtasi

19. Mekanisme Muntah

- lambung memberi sinyal ke zona kemoreseptor oleh system saraf aferen dan saraf
simpatis sehingga menyebabkan kontraksi antiperistaltik dan menyebabkan makanan
kembali ke duodenum dan lambung setelah masuk ke usus.

- Sehingga banyak terkumpul makanan di lambung dan mengganggu kerja lambung dan
duodenum sehingga duodenum teregang

- Akibat duodenum teregang mengakibatkan kontraksi kuat diagfragma otot dinding


abdomen sehingga menyebabkan tekanan di dalam lambung tinggi

- Setelah itu kita menjadi bernafas dalam dan naiknya tulang lidah dan laring untuk menarik
sfringter esophagus bagian atas untuk terbuka.

- Sfringter bagian bawah berelaksasi dan pengeluaran isi lambung melalui esophagus. Hal
ini yang disebut muntah

20. Penatalaksanaan Muntah

 Muntah adalah dikeluarkannya isi lambung melalui mulut yang umumnya


didahului oleh rasa mual (nausea) dan rasa penuh pada perut dan dada. Muntah
seringkali dianggap sebagai satu mekanisme pertahanan tubuh untuk
mengeluarkan bahan toksik yang tertelan, sedangkan rasa mual dianggap sebagai
suatu mekanisme proteksi untuk mencegah masuknya bahan tersebut lebih lanjut.
Muntah pada anak biasanya merupakan tanda infeksi.
 Penanganan awal muntah pada anak antara lain mencegah terjadinya dehidrasi
(kekurangan cairan). Hentikan pemberian obat yang diduga dapat menyebabkan
muntah bertambah dan hindarkan anak dari makanan padat pada 6 jam pertama.
Diet normal biasanya dapat diberikan setelah 24 jam. Hindarkan anak dari
aktivitas setelah makan. Berikan obat anti muntah bila memang benar- benar
diperlukan setelah mempertimbangkan keuntungan dan kerugiannya.
 Indikasi rujuk: (1) muntah tetap berlansung selama 12 jam (untuk bayi) dan 24
jam (untuk anak), (2) disertai diare, gangguan neurologis, atau gangguan
pernafasan, (3) lemas atau tanda dehidrasi. (4) sakit perut, atau (5) isi muntah
berwarna kehijauan.

21. Macam – macam feses

22. Mekanisme Pembentukan Feses


Gerakan kolon lambat dan non-propulsif Interval antara 2 kontraksi haustra dapat
mencapai 30 menit. Gerakan haustra secara perlahan mengaduk isi kolon melalui gerakan
maju mundur yang menyebabkan isi kolon terpajan ke mukosa yang absortif. Hal ini
memberikan kesempatan pada lumen kolon untuk menyerap H2O dan garam2 dari kimus
secara efektif dan maksimal. Selain itu juga memberikan kesempatan pada bakteri2 (flora
normal) untuk tumbuh dan menumpuk sehingga pembusukan terjadi secara sempurna.

.
23. Interpretasi hasil pemeriksaan feses pada skenario

Warna hijau: Makanan melalui usus dalam waktu cepat hingga pigmen empedu belum
sempat teroksidasi

Konsistensi lembek: tinja normal agak lunak dan mempunyai bentuk seperti sosis

Lendir : Adanya lendir berarti ada iritasi atau radang dinding usus. Lendir pada bagian luar
tinja, lokasi iritasi mungkin pada usus besar dan bila bercampur dengan tinja, iritasi
mungkin pada usus kecil.

24.Jenis diare berdasarkan konsistensi, waktu, dan osmolaritas

Klasifikasi Diare

Menurut Simadibrata (2006), diare dapat diklasifikasikan berdasarkan:

1. Lama waktu diare

a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari, sedangkan menurut
World Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005) diare akut di
definisikan sebagai passase tinja

yang cair dan lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang
dari 14 hari, dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi
(Wong 2009).
b. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.

2. Mekanisme patofisiologi

a. Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare sekretorik. b. Sekresi


cairan dan elektrolit meninggi.

c. Malabsorbsi asam empedu.

d. Defek sistem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di enterosit.

e. Motilitas dan waktu transport usus abnormal.

f. Gangguan permeabilitas usus.

g. Inflamasi dinding usus disebut diare inflamatorik. h. Infeksi


dinding usus.

3. Penyakit infektif atau noninfektif.

4. Penyakit Organik atau fungsional

25. Mekanisme terjadinya mata cekung pada skenario

Mata tampak cekung menunjukkan keadaan kehilangan cairan dan elektrolit berlebih.
Tubuh manusia 70-85% disusun oleh air yang terbagi menjadi cairan intrasel, ekstrasel dan
interseluler. Ketika cairan ini kurang pada sel atau jaringan tubuh pada keadaan dehidrasi,
maka sel sel akan menciut , mengkerut, mengecil dan menjadi cekung. Karena palpebra
terdiri dari jaringan ikat longgar maka manifestasi yang tampak adalah mata menjadi
cekung.

26. Mekanisme Turgor Kulit Menurun

Dehidrasi merupakan suatu kondisi yang terjadi akibat hilangnya cairan tubuh
secara berlebihan. Penderitanya bisa menunjukan defisiensi baik cairan maupun kadar
elektrolit. Derajat keparahan dehidrasi dihitung dari perbandingan berat cairan yang hilang
dengan berat tubuh, yaitu ringan (5%), sedang (10%), berat (15%).2

Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter penting,


yaitu: volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ektrasel. Tingkat kehilangan garam
urin (NaCl) merupakan faktor utama yang menentukan volume cairan tubuh. Ginjal
mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan
mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan.
Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan urine
sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan
garam tersebut. Tubuh manusia tersusun kira-kira 50%-60% cairan.

Defisit volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan elektrolit
ekstraseluler dalam jumlah yang proporsional (isotonik). Kondisi seperti ini disebut juga
hipovolemia. Umumnya, gangguan ini diawali dengan kehilangan cairan intravaskuler, lalu
diikuti dengan perpindahan cairan interseluler menuju intravaskuler sehingga
menyebabkan penurunan cairan ekstraseluler. Untuk untuk mengkompensasi kondisi ini,
tubuh melakukan pemindahan cairan intraseluler. Secara umum, defisit volume cairan
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kehilangan cairan abnormal melalui kulit, penurunan
asupan cairan, perdarahan dan pergerakan cairan ke lokasi ketiga (lokasi tempat cairan
berpindah dan tidak mudah untuk mengembalikanya ke lokasi semula dalam kondisi
cairan ekstraseluler istirahat). Cairan dapat berpindah dari lokasi intravaskuler menuju
lokasi potensial seperti pleura, peritonium, perikardium, atau rongga sendi. Selain itu,
kondisi tertentu, seperti terperangkapnya cairan dalam saluran pencernaan, dapat terjadi
akibat obstruksi saluran pencernaan.

27. Pengertian Bising Usus Meningkat

Bising usus itu adalah bunyi gemerincing pada usus yang dapat didengar melalui stetoskop.
Bising usus normal akan terdengar pada orang yang sehat. Sedang bising usus tak normal
adalah pertanda kurang sehatnya seseorang. Misalnya peningkatan bising usus (bunyi
gemerincing dengan nada tinggi dalam intervalsingkat) adalah gejala adanya kolik (kram)
pada abdomen (perut) atau obstruksiusus (sembelit/susah buang air besar) atau penyakit
lainnya.Bising usus adalah kontraksi tonik bersifat kontinu, berlangsung bermenit-menit
atau berjam-jam, kadang-kadang meningkat atau menurun intensitasnya tetap kontinu.
Kontraksi ini dapat disebabkan oleh serangkaian potensial aksi atau perangsangan
nonelektronergik oleh hormone.

28. Mekanisme Bising Usus

bising usus dapat terjadi akibat dari adanya pergerakan kontraksi usus halus disebabkan
oleh aktifitas 2 lapis otot polos yaitu lapisan otot polos longitudinal di bagian luar dan
lapisan otot sirkuler dibagian dalam. Pergerakan usus halus berfungsi untuk mencampur
makanan dengan enzim percernaan dan mendorong makanan kearah kolon. Dibutuhkan
waktu 3-5 jam agar makanan dari pylorus tiba di ileocaecal junction. Dimana hal ini di atur
oleh sistem saraf enterik di bawah pengaruh berbagai peptida dan hormon
Pergerakan usus halus berfungsi agar proses digesti dan absorbsi bahan-bahan
makanandapat berlangsung secara maksimal. Pergerakan pada usus halus terdiri dari:

1. Pergerakan Segmentasi atau mencampur (mixing).

-Pergerakan mencampur (mixing) atau pergerakan segmentasi yang mencampur makanan


dengan enzim-enzim pencernaan agar mudah untuk dicerna dan diabsorbsi.

-Otot yang terutama berperanan pada kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan
adalah otot longitudinal.

-Bila bagian mengalami distensi oleh makanan, dinding usus halus akan berkontraksi
secara lokal. Tiap kontraksi ini melibatkan segmen usus halus sekitar 1-4 cm. Pada saat
satu segmen usus halus yang berkontraksi mengalami relaksasi, segmen lainnya segera
akan memulai kontraksi, demikian seterusnya. Bila usus halus berelaksasi, makanan akan
kembali keposisisnya semula. Gerakan ini berulang terus sehingga makanan akan
bercampur dengan enzim pencernaan dan mengadakan hubungan dengan mukosa usus
halus dan selanjutnya terjadi absorbsi.

2. Pergerakan Peristaltik atau Propulsif.

-Pergerakan profulsif atau gerakan peristaltic yang mendorong makanan kearah usus besar
(colon).

-Gerakan peristaltic pada usus halus mendorong makanan menuju kearah kolon dengan
kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, dimana pada bagian proksimal lebih cepat dibandingkan
pada bagian distal. Gerakan peristaltic ini sangat lemah dan biasanya menghilang setelah
berlangsungsekitar 3 sampai 5 cm, dan jarang lebih dari 10 cm. rata-rata pergerakan
makanan pada usus halus hanya 1 cm/menit. Ini berarti pada keadaan normal , makanan
dari pylorus akan tiba di ileocaecal junction dalam waktu 3-5 jam.

29. Faktor yang mempengaruhi bisisng usus


- Bising usus adalah bunyi klik lembut yang terdengar setiap 5-10 detik di setiap
kwdran abdomen, bising usus normal terdengar 5-12 kali/menit
- Bising usus tidak ada (-) : dijumpai setelah tindakan pembedahan, peritonitis, ileus
paralitik
- Bising usus meningkat disebabkan hipermotilitas usus pada diare atau gastro
enteritis, obstruksi usus
- Bising abdomen (bruit) merupakan bunyi dari pembuluh darah (artery narrowing)
30.Terjadinya leukositosis pada skenario

Leukositosis secara umum merupakan peningkatan jumlah leukosit dalam darah.


Leukosit terdiri atas enam sel, yaitu netrofil polimorfonuklear, eosinofil
polimorfonuklear, basofil polimorfonuklear, monosit, limfosit, dan sel plasma.
Leukosit merupakan sel darah yang berperan dalam tubuh untuk menangkal
berbagai agen-agen infeksi, seperti virus dan bakteri. Dalam proses infeksi,
peningkatan sel-sel leukosit akan terjadi karena tubuh mencoba mengompensasi
kerusakan jaringan akibat infeksi tersebut. Sel-sel polimorfonuklear dari leukosit
(granulosit) yang dilepaskan dari sumsum tulang normalnya memiliki masa hidup
empat sampai delapan jam dalam sirkulasi darah dan empat sampai lima hari
berikutnya dalam jaringan yang membutuhkan. Dalam infeksi yang lebih berat,
granulosit akan bekerja lebih cepat di jaringan yang terinfeksi dan masa hidup dari
granulosit akan menurun drastis. Oleh karena itu, selama infeksi terjadi akan terjadi
mekanisme yang mendorong pembuatan leukosit untuk meningkatkan jumlah
leukosit guna menyokong penanggulangan infeksi. Peningkatan dari sel-sel
leukosit inilah yang disebut dengan leukositosis dan hal ini menjadi salah satu
indikasi terjadinya infeksi.
Jika ada agen infeksi masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan peradangan,
makrofag, yang berasal dari monosit, di jaringan yang terinfeksi akan menjadi lini
pertahanan pertama melawan agen infeksi tersebut selama beberapa jam. Makrofag
kemudian akan dibantu oleh netrofil yang menginfiltrasi jaringan yang terinfeksi
sebagai lini pertahanan kedua. Lalu kemudian menyusul monosit yang juga
menginfiltrasi jaringan dengan membengkak dan berubah menjadi makrofag
sebagai lini pertahanan ketiga. Lini pertahanan keempat adalah peningkatan hebat
produksi granulosit dan monosit oleh sumsum tulang dan terjadi leukositosis. Hal
ini disebabkan oleh rangsangan-rangsangan yang berasal dari makrofag yang
berada di jaringan yang terinfeksi. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi
leukositosis, infeksi yang telah terjadi sudah cukup parah.
Terdapat beberapa faktor yang mendorong pembentukan leukosit. Pada proses
infeksi, sel-sel endotel, fibroblast, adiposit, matriks ekstraselular, monosit,
makrofag, dan sel-sel endotel dapat memproduksi zat yang menjadi faktor yang
dapat menstimulasi pertumbuhan sel-sel induk, sel-sel bakal, dan sel-sel darah yang
lain.
Zat-zat seperti ini disebut faktor perangsang koloni (colony stimulating factor-
CSF) dan faktor pertumbuhan hemopoetik (hemopoetic growth factor-HGF).
Seperti pada skema 1, tumor necrosis factor (TNF), interleukin-1 (IL-1),
granulocyte monocyte-colony stimulating factor (GM-CSF), granulocyte-colony
stimulating factor (G-CSF), dan monocyte-colony stimulating factor (M-CSF)
merupakan faktor-faktor yang dibentuk oleh sel makrofag yang teraktivasi di
jaringan yang terinfeksi dan sebagian kecil dibentuk oleh sel-sel jaringan yang
meradang. Peningkatan produksi leukosit oleh sumsum tulang disebabkan oleh tiga
faktor perangsang koloni, yakni GM-
Makrofag TNF, IL-1
teraktivasi CSF, G-CSF, dan M-CSF. Ketiga faktor
ini merangsang pembentukan granulosit
Sel-sel dan monosit terus menerus selama
endotel,
TNF, IL-1, GM-CSF, ketiga faktor ini masih diproduksi oleh
fibroblas,
G-CSF, M-CSF limfosit makrofag secara masif. Dengan
diproduksinya kedua sel ini, sel-sel
darah putih dalam jumlah besar ini
GM-CSF, G-
CSF, M-CSF diharapkan dapat menghilangkan agen-
agen penyebab infeksi. Ketika agen-
agen penyebab infeksi lama-kelamaan
Sumsum tulang memproduksi granulosit
melemah, terdapat mekanisme umpan
dan monosit/makrofag
balik, di mana faktor-faktor perangsang
Skema 1. Pengaturan produksi granulosit
koloni tadi tidak lagi diproduksi secara
dan monosit-makrofag
masif. Mekanisme umpan balik ini juga
melibatkan TNF dan IL-1, di mana saat peradangan mereda, kedua faktor ini
menurun produksinya, sehingga faktor perangsang koloni juga menurun
produksinya. Dan setelah agen-agen penyebab infeksi sudah dihilangkan dan
peradangan sudah berhasil diatasi, faktor-faktor perangsang koloni tidak diproduksi
lagi oleh makrofag dan pembentukan leukosit dalam jumlah besar berhenti dan
kembali seperti semula.
31. Faktor yang mempengeruhi penurunan nafsu makan

Selain karena alasan sakit, nafsu makan juga dapat berkurang karena efek dari obat-obatan
medis yang sedang dikonsumsi seseorang, atau juga karena program diet menurunkan berat
badan yang sedang dijalankan.

Nafsu makan yang menurun juga hampir selalu terjadi pada orang berusia lanjut, tanpa
alasan yang jelas yang bisa ditemukan. Akan tetapi faktor seperti kesedihan, depresi, dan
kecemasan berlebih merupakan penyebab umum kondisi tersebut, dan berdampak pada
menurunnya berat badan, khususnya pada lansia.

Kanker juga dapat menyebabkan turunnya nafsu makan secara drastis. Kanker yang
membuat nafsu makan menghilang antara lain:

 kanker usus besar


 kanker ovarium
 kanker pankreas
 kanker perut

Selain itu, di bawah ini adalah beberapa penyebab umum lainnya yang membuat seseorang
kehilangan nafsu makan selama berhari-hari:

 infeksi, misalnya pneumonia, hepatitis, HIV, influenza, atau infeksi ginjal yang
disebut pielonefritis
 penyakit jantung, ginjal, dan liver yang serius. Misalnya adalah gagal ginjal
kronis, sirosis, atau gagal jantung kongestif dapat menyebabkan hilangnya nafsu
makan
 penyumbatan di dalam perut, yang dikenal sebagai obstruksi usus
 peradangan pada perut atau usus, seperti yang terjadi pada pasien dengan
pankreatitis, radang pada pankreas, iritasi usus besar, atau usus buntu
 masalah endokrin , seperti diabetes, atau kondisi yang menyebabkan kadar
hormon tiroid yang rendah (hipotiroid)
 gangguan autoimun, kondisi di mana sistem kekebalan tubuh seseorang
menyerang tubuhnya sendiri. Contohnya termasuk rheumatoid arthritis dan
scleroderma
 kondisi kejiwaan, seperti depresi, skizofrenia, atau gangguan makan yang
disebut anoreksia nervosa
 kehamilan
 demensia, seperti penyakit Alzheimer, suatu kondisi yang menyebabkan
memori menurun dan penurunan fungsi otak lainnya.

32. Mekanisme Haus

Daerah-daerah yang melepas ADH yakni dinding anteroventral ventrikel tiga juga
menstimulasi rasa haus. Area lain, yakni area kecil yang terletak di anterolateral dari
nucleus preoptik yang bila terstimulasi listrik akan menyebabkan kegiatan minum dengan
segera dan berlanjut selama stimulus berlangsung. Semua daerah ini disebut pusat rasa
haus.

33. Cara pemeriksaaan untuk mengetahui seorang anak haus

Pemeriksaan fisis

-- Keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital

-- Tanda utama: keadaan umum gelisah/cengeng atau lemah/letargi/koma, turgor kulit

abdomen menurun

-- Tanda tambahan: ubun-ubun besar, kelopak mata, air mata, mukosa bibir, mulut, dan

lidah
Neuron pada pusat rasa haus memberi respon terhadap larutan garam yang
hipertonik dengan cara menstimulasi perilaku minum. Sel-sel ini hampir berfungsi sebagai
osmoreseptor untuk mengaktivasi mekanisme haus, dengan cara yang sama dengan
osmoreseptor menstimulasi pelepasan ADH.

Salah satu stimulus yang penting adalah meningkatnya osmolaritas cairan


ekstraseluler, yang menyebabkan dehidrasi intraseluler pada pusat rasa haus, menstimulasi
sensasi haus. Respon ini berperan penting dalam mencairkan cairan ekstraseluler dan
mengembalikan osmolaritas ke keadaan normal.

Penurunan volume cairan ekstraseluler dan tekanan arterial juga merangsang rasa
haus melalui jalur yang tidak berhubungan dengan jalur yang terstimulasi jika osmolaritas
meningkat. Jadi penurunan volume darah, akibat hemorrhage, merangsang rasa haus
walaupin tidak ada perubahan pada osmolaritas plasma. Hal ini mungkin terjadi akibat
adanya input dari baroreseptor kardiopulmunar dan baroreseptor arterial sistemik pada
sirkulasi.

Stimulus ketiga yang penting untuk rasa haus adalah angiotensin II. Penelitian
pada hewan menunjukkan bahwa angiotensin II berperan pada organ subfornikal dan pada
organum vasculosum lamina terminalis. Area ini terletak pada bagian luar dari sawar darah
otak, sehingga peptida-peptida seperti angiotensin II dapt berdifusi ke dalam jaringan.
Karena angiotensin II juga distimulasi oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan
hipovolemia dan tekanan darah rendah, pengaruhnya pada rasa haus bertujuan untuk
memulihkan volume dan tekanan darah kembali normal, bersama dengan kerja lain
angiotensin II pada ginjal untuk mengurangi ekskresi cairan.
BAB III

DISKUSI & KESIMPULAN

Diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir
dalam tinja. Atau dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu
lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai
darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.
Diare dapat disebabkan melalui berbagai mekanisme patofisiologi. Bererapa penyebab
yang sering menyebabkan diare pada anak antara lain bakteri, virus, parasite dan jamur
serta diare karena antibiotic dan malabsorbsi. Untuk mendiagnosis diare pada anak
diperlukan anamnesis maupun heteroanamnesis yang lengkap serta pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan tinja dan kultur.

Dari hasil diskusi yang telah kami lakukan, maka kami mendiagnosis anak di scenario
mengalami diare akut dengan dehidrasi ringan. Untuk etiologi dari diare sendiri masih
belum dapat kami simpulkan namun berdasarkan tanda dan gejala diskenario maka
diagnosis banding kami yang pertama adalah diare et causa bekteri. Untuk dapat
menegakkan diagnosis pasti, masih harus dilakukan anamnesis tambahan serta
pemeriksaan fisik dan penunjang.

Penatalaksanaan awal yang harus dilakukan pada pasien dengan diare dengan dehidrasi
ringan seperti di scenario adalah rehidrasi kemudian dilanjutkan dengan pengobatan
berdasarkan kausanya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kliegman RM, Behrman RE. Fever. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Nelson WE,
Vaughn VC, penyunting. Nelson textbook of pediatrics, edisi 14, Philadelphia: WB
Saunders, 1992;h.647-56.
2. Sinclair JC. The control of body temperature and the pathogenesis of fever:
developmental aspects. Dalam: Annales Nestle: Fever in children. Vevey, Switzerland:
Nestle Nutrition SA, 1984;h.1-10.
3. Pujiarto PS. Demam pada Anak. Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 9, September
2008, 346-352.
4. Ismoedijanto. Demam pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 2, No. 2, Agustus 2000: 103 –
108.
5. Kania N. Penatalaksanaan Demam pada Anak. FK UNPAD: 2010.
6. Crocetti M, Moghbeli N, Serwint J. Fever phobia revisited: have parental
misconceptions about fever changed in 20 years. Pediatrics. 2001;107(6):1241–1246
7. Sullivan JE, Farrar HC. Fever and Antipyretic Use in Children. Pediatrics
2011;127;580
8. Bilenko N, Tessler H, Okbe R, Press J, Gorodischer R. Determinants of antipyretic
misuse in children up to 5 years of age: a crosssectional study. Clin Ther. 2006;28(5):
783–793
9. http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/apa-yang-perlu-dilakukan-bila-
anak-muntah
10. Ganong, W. F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC

11. Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Tugas tambahan (PR)

1. berapa lama turgor kulit ?

Lama turgor kulit ( kekenyalan, elastisitas kulit) : dengan cara dicubit didaerah perut dengan
cubitan agak lebar, sekitar 3 cm, dipertahankan selama 30 detik, kemudian dilepas. Bila kulit
kembali normal dalam waktu kurang 1 detik; turgor baik, bila 2-5 detik ; turgor agak kurang,
bila 5-10 detik; turgor kurang dan bila lebih 10 detik: turgor jelek.

2. kenapa turgor kulit di periksa di perut ?

Turgor kulit umumnya diperiksa di daerah tangan, Iengan, sternum atau perut—area yang
normalnya bebas dari keriput dan mempunyai variasi ketebalan kulit yang luas.

3. Prosedur pemberian kompres hangat ?


Definisi
Kompres adalah bantalan dari linen atau meteri lainnya yang dilipat-lipat, dikenakan
dengan tekanan, kadang-kadang mengandung obat dan dapat basah ataupun kering, panas
ataupun dingin (Kamus Dorland, 1996).
Adapun tujuan dari pemberian kompres yaitu menurunkan suhu tubuh, mengurangi rasa
sakit atau nyeri, mengurangi perdarahan dan membatasi peradangan. Beberapa indikasi
pemberian kompres adalah klien dengan suhu tinggi, klien dengan perdarahan hebat, dan pada
klien kesakitan. Kompres hangat merupakan pemberian kompres pada area yang memiliki
pembuluh darah besar menggunakan air hangat Suhu air yang digunakan dalam kompres
hangat adalah 340 C sampai 37 0C ( 93-98 0 F) (Wolf, 1984).
Prosedur Pemberian Kompres Hangat
Persiapan alat dan prosedur pelaksanaan dalam pemberian kompres hangat termuat
dalam lampiran 1 Pemberian kompres pada daerah leher, ketiak dan lipat paha mempunyai
pengaruh yang baik dalam menurunkan suhu tubuh karena ditempat-tempat itulah terdapat
pembuluh darah besar yang akan membantu mengalirkan darah. Sedangkan kompres pada
daerah abdomen baik karena reseptor yang memberi sinyal ke hipotalamus lebih banyak
(Guyton, 2002).

You might also like