You are on page 1of 2

Membaca judul diatas pasti banyak dari Anda yang mengernyitkan dahi.

Bun bu ryo do terdengar asing


karena lebih populer saat karate belum masuk ke Jepang. Bun bu ryo do berarti seorang ahli (dalam hal
ini karate) yang tidak hanya mahir bela diri namun juga menguasai ilmu yang lain. Masyarakat
Okinawa memberikan julukan ini pada orang yang tidak hanya mahir teknik bela diri namun juga
terpelajar. Karena saat itu hanya sedikit saja orang yang mendapat julukan ini.

Di masa lalu hanya segelintir orang Okinawa yang punya kesempatan mengenyam pendidikan.
Penduduk Okinawa mayoritas hidup sebagai petani dan nelayan sehingga praktis yang bisa merasakan
pendidikan layak adalah golongan terpandang dan bangsawan. Bun bu ryo do mengisyaratkan
pentingnya seorang praktisi bela diri mempunyai intelektualitas.

Dibanding dengan sekarang minat ahli bela diri jaman dulu untuk mencari ilmu memang luar biasa.
Mereka seakan tidak pernah puas dengan ilmu yang pernah dimilikinya. Tidak jarang mereka harus
keluar dari daerah sendiri menyeberang ke negeri seberang untuk mencari ilmu baru. Mereka seakan
menghargai ilmu lebih tinggi dari segunung emas. Karena saat itu Okinawa mendapat pengaruh kuat
dari Cina dalam hal budaya, maka kebanyakan ahli bela diri Okinawa memperdalam teknik bela
dirinya di sana.

Beberapa dari mereka tidak sekedar mengejar bela diri, ada juga yang belajar ilmu Cina yang lain.
Sebagai contoh Kanryo Higashionna (pendiri Naha-te) selain belajar bela diri juga belajar ilmu
pengobatan tradisional Cina. Dengan hanya mengandalkan transportasi laut mereka berani bolak-balik
Cina – Okinawa. Seperti peribahasa “tuntutlah ilmu hingga ke negeri Cina” sangat populer di negeri
kita ini. Namun yang terjadi di Okinawa bukan sekedar peribahasa namun kenyataan sebenarnya.

Ahli bela diri Okinawa saat itu mampu pergi ke Cina karena mempunyai kelebihan baik dari jabatan
atau finansial. Sokon Matsumura yang terkenal berulang kali ke Cina bertindak sebagai wakil raja
Okinawa. Matsumura kemudian memanfaatkan untuk terus mengasah ilmu bela dirinya. Belakangan
setelah kembali ke Okinawa, Matsumura membuktikan bahwa intelektualitas mutlak diperlukan
seorang praktisi bela diri.

Bukan demi menyombongkan diri, bukan sekedar omong kosong, Matsumura telah membuktikannya
dalam duel melawan lembu jantan. Meski kisah itu hanya legenda, konon Matsumura berhasil
mengalahkan lembu ganas itu tanpa melancarkan satu teknikpun. Tentu bukan begitu saja Matsumura
melakukannya. Matsumura telah memikirkan caranya hingga akhirnya lembu jantan itu ketakutan
hanya dengan mencium baunya.

Umumnya ahli bela diri Okinawa yang terkenal menguasai lebih dari satu ilmu. Selain Matsumura ada
pula Azato yang menjadi guru Funakoshi sering terlibat dalam duel antar pendekar. Yang menakjubkan
Azato tidak pernah terkalahkan, padahal dirinya belum pernah bertemu dengan lawannya. Selain
memang berbakat, Azato mempunyai minat belajar yang luar biasa. Tidak cukup tode, Azato menguasai
teknik berkuda, memanah dan seni pedang. Masih belum puas dengan ilmunya, Azato juga belajar seni
sastra dan filosofi Cina.

Di luar itu Azato memang dari keluarga terpandang hingga keluarganya mampu memberi pendidikan
yang layak. Satu kelebihan Azato adalah dirinya pejabat terpelajar namun jiwanya sungguh merakyat.
Kalau ada orang penting Okinawa yang rela “blusukan” (keluar masuk) ke pedalaman Okinawa, dialah
Azato. Semua itu dilakukan untuk melihat kondisi masyarakatnya dari dekat. Tidak heran jika Azato
sangat dihormati masyarakat Okinawa. Ketika sudah tua orang sehebat Azato merasa masih harus
banyak belajar dan belajar. Mengagumkan.
Matsumura dan Azato adalah sebagian dari master karate masa lalu yang menghargai ilmu lebih
bernilai daripada emas. Di jaman moderen seperti sekarang (untungnya) ada juga yang masih mampu
melakukan hal itu. Nama Hirokazu Kanazawa barangkali tidak asing bagi praktisi Shotokan. Bagi Anda
yang belum tahu Kanazawa adalah lulusan program kenshusei (pelatihan instruktur JKA) yang
pertama. Kanazawa termasuk orang yang berpengaruh dalam karate Shotokan karena sukses
mendirikan organisasi SKIF (Shotokan Karate-do Internasional Federation) setelah dirinya keluar dari
JKA. Belakangan Kanazawa juga sukses dari segi finansial setelah mendirikan SKIF. Bahkan terbilang
sangat sukses untuk ukuran praktisi bela diri yang umumnya tidak demikian. SKIF sangat banyak
pengikutnya di Eropa dan Amerika. Hingga artikel ini ditulis mereka mengklaim telah memiliki
anggota lebih dari 5 juta orang di seluruh dunia. Cukup fantastis memang.

Kanazawa bisa dibilang orang kreatif karena banyak memodifikasi teknik Shotokan dengan bela diri
lain. Yang sempat memancing kontroversi adalah saat Kanazawa mencampur beberapa elemen Tai chi
dalam teknik orisinil JKA. Kanazawa juga sering keluar masuk dojo karate aliran lain demi mencari
ilmu yang baru. Kadang dojo karate lain mengundangnya menjadi instruktur tamu dan begitu pula
sebaliknya.

Bagi Kanazawa hal seperti itu adalah positif selama kedua pihak dapat mengambil manfaatnya. Namun
Kanazawa tidak begitu menyarankan hal itu, karena sebagian dojo karate masih ada yang menganggap
kunjungan instruktur aliran lain dapat diartikan sebagai tantangan pada dojo yang bersangkutan. Saat
ini meski sudah berhasil meraih peringkat Judan (dan sepuluh) dengan rendah hati Kanazawa
menyatakan bahwa dirinya masih harus terus belajar dan belajar.

Bagaimana dengan kita? Adakah semangat untuk terus belajar dalam hidup ini? Apakah sudah merasa
cukup, atau barangkali masih ingin terus belajar hal yang baru? Tidak perlu diperdebatkan karena
pilihan ada di tangan Anda masing-masing. Hidup di Indonesia yang masyarakatnya lebih sibuk dengan
urusan mengisi perut daripada mengisi otak agaknya menjadikan urusan yang satu ini terpinggirkan.

Padahal saat ini kita hidup di jaman teknologi informasi serba canggih yang batas jarak dan waktu
seakan tidak ada lagi. Tinggal klik sana-sini dan Anda sudah keliling dunia. Karena itu bersyukurkah
bagi mereka yang masih mampu meyisihkan waktu (dan uangnya) untuk mencari hal-hal baru. Meski
benar bahwa di negeri ini orang pandai belum tentu menjadi orang kaya, namun menjadi orang dengan
banyak ilmu adalah tujuan yang layak diusahakan bukan?

You might also like