You are on page 1of 132

1

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI ASURANSI DALAM TRANSAKSI BISNIS


MELALUI INTERNET (E-COMMERCE)
DALAM PERSFEKTIF HUKUM PERDATA INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

DISUSUN OLEH :

OPPON SIREGAR
NIM : 030 – 200 - 278

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
2

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI ASURANSI DALAM TRANSAKSI BISNIS


MELALUI INTERNET (E-COMMERCE)
DALAM PERSFEKTIF HUKUM PERDATA INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

DISUSUN OLEH :

OPPON SIREGAR
NIM : 030 – 200 - 278

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

DISETUJUI OLEH :
KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MS


NIP. 131 764 556

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MS Hermansyah, SH.M.Hum


NIP.131 764 556 NIP. 131 460 767

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
3

KATA PENGANTAR

Syukur Penulis ucapkan ke Hadirat Allah SWT yang telah mengkaruniai

kesehatan dan kelapangan berpikir kepada Penulis sehingga akhirnya tulisan ilmiah

dalam bentuk skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi ini berjudul :“TINJAUAN YURIDIS MENGENAI ASURANSI

DALAM TRANSAKSI BISNIS MELALUI INTERNET (E-COMMERCE)

DALAM PERSFEKTIF HUKUM PERDATA INDONESIA”. Penulisan skripsi ini

dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam rangka mencapai gelar Sarjana

Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Departemen Hukum

Keperdataan.

Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan

bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini Penulis menyampaikan

ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH.MH selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum

USU.

3. Bapak Syafruddin, SH.MH selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU.

4. Bapak M. Husni, SH.M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum

USU.

5. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MH selaku Ketua Departemen Hukum

Keperdataan Fakultas Hukum USU, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I

yang telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis selama proses

penulisan skripsi ini.


Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
4

6. Bapak Hermansyah, SH.M.Hum sebagai Dosen Pembimbing II yang juga telah

banyak membimbing dan mengarahkan penulis selama proses penulisan skripsi

ini.

7. Bapak/Ibu para dosen dan seluruh staf administrasi Fakultas Hukum USU

dimana penulis menimba ilmu selama ini.

8. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Hukum USU yang tidak dapat Penulis

sebutkan satu-persatu. Semoga persahabatan kita tetap abadi.

Demikian Penulis sampaikan, kiranya skripsi ini dapat bermanfaat untuk

menambah dan memperluas cakrawala berpikir kita semua.

Medan, Mei 2008


Penulis,

Oppon Siregar

Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan teknologi informasi, telekomunikasi dan komputer telah

mendorong kehidupan manusia pada apa yang disebut dengan interkoneksitas global.

Dalam proses interkoneksitas global tersebut dunia diarahkan pada upaya

maksimalisasi pemanfaatan sarana tekonologi komunikasi dan telekomunikasi seperti

komputer, telepon, televisi, perangkat elektronik dan internet, sehingga menjadi

kekuatan global. Dalam keadaan seperti ini, jika tidak hati-hati mengaturnya, maka

akan menimbulkan kekacauan 1.

Ethan Katsh, Guru Besar University of Massachusetts menyebutkan bahwa

ada keterkaitan yang erat antara waktu (time), ruang (space) dan hukum (law).

Perubahan dan perkembangan yang cepat dari teknologi membawa akibat penggunaan

ruang yang semakin mendesak dan dalam hal ini harus dibarengi dengan rules of

conduct (aturan hukum) yang memadai. Dunia harus dapat mengantisipasi agar salah

satu faktor dari ketiga faktor di atas jangan sampai tertinggal dari yang lainnya,

karena akan menimbulkan ketidakseimbangan global 2.

Perkembangan penggunaan teknologi informasi, telekomunikasi dan

komputer telah mendorong pula berkembangannya berbagai transaksi melalui internet

di berbagai aspek seperti E-commerce, E-banking, E-trade, E-busines, E-retailing dan

sebagainya. Sebagai contoh, transaksi e-commerce antar perusahaan menurut

1
Amir Syamsuddin, Hukum Siber, Jurnal Keadilan, Vol. 1. No. 3, September 2001, Penerbit
Pusat Kajian Hukum dan Keadilan.
2
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
6

perkiraan mencapai US $ 145 milyar tahun 1999 dan naik menjai US $ 7, 29 triliun

pada tahun 2004 3.

Jaringan komputer global (internet) pada awalnya digunakan hanya untuk

saling tukar menukar informasi saja, tetapi fungsinya kemudian meningkat dari

sekadar media komunikasi tetapi juga telah menjadi sarana untuk melakukan

kegiatan-kegiatan komersial seperti informasi, penjualan dan pembelian produk.

Sesuai dengan perkembangan bisnis global maka internet dipercaya sebagai suatu

sarana yang murah, massal dan cepat untuk melakukan kegiatan-kegiatan bisnis lintas

negara. Keberadaannya kemudian menjadi sebuah intangible asset (asset yang sangat

besar) sebagaimana layaknya sebuah intellectual property (HAKI).

Michael Chissik dan Alistair Kelman mengemukakan bahwa sekarang ini

telah menjadi revolusi di dunia cyber khususnya e-commerce sebagaimana dikatakan :

“Everybody agrees that electronic commerce is going to revolutionise spending

habits and change the way business is conduct. The reasons are many and varied

such as globalization and the dismantling of trade barriers, the deployment of smart

cards, the internet, and the de facto emergence of English as the global language”.

Pernyataan di atas mengandung makna bahwa setiap orang menyetujui bahwa

komersialisme melalui elektronik merupakan suatu revolusi yang menghilangkan dan

merubah sistem bisnis biasa. Alasannya adalah telah timbulnya globalisasi dan

perdagangan bebas, perkembangan sistem kartu identitas dan sebagainya, internet

adalah satu hal yang sangat penting juga khususnya dalam perkembangan bahasa

bisnis global. 4

3
Ibid, hal. 5.
4
Ibid, hal. 6.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
7

Pada awalnya “electronic commerce” (e-commerce) bergerak dalam

bidang retail seperti perdagangan CD atau buku lewat situs dalam world wide web

(www). Tapi saat ini e-commerce sudah melangkah jauh menjangkau aktivitas-

aktivitas di bidang perbankan dan jasa asuransi yang meliputi antara lain “account

inguiries/pembukaan rekening perbankan”, “loan transaction/transaksi kredit” dan

sebagainya. Sampai saat ini belum ada pengertian yang tunggal mengenai

E-commerce. Hal ini disebabkan karena hampir setiap saat muncul bentuk-bentuk

baru dari E-commerce dan tampaknya E-commerce ini merupakan salah satu aktivitas

cyberspace yang berkembang sangat pesat dan agresif.

Secara singkat E-commerce dapat dipahami sebagai jenis transaksi

perdagangan baik barang maupun jasa lewat media elektronik. Dalam usaha bidang

operasionalnya E-commerce ini dapat berbentuk B to B (Business to Business/Bisnis

untuk Bisnis) atau B to C (Business to Consumers/Bisnis untuk Konsumen). Khusus

untuk B to C pada umumnya posisi konsumen tidak sekuat perusahaan sehingga dapat

menimbulkan beberapa persoalan. Oleh karena itu para konsumen harus berhati-hati

dalam melakukan transaksi lewat internet. Persoalan tersebut antara lain menyangkut

masalah mekanisme pembayaran (payment mechanism) dan jaminan keamanan dalam

bertransaksi (security risk) 5

Dengan adanya teknologi internet, aktivitas bisnis saat ini mampu

terkoneksi dari pelbagai penjuru dunia secara langsung dan memungkinkan

dilakukannya transaksi secara real time. Dengan demikian, sistem baru dalam dunia

usaha tampak jelas di depan mata. Namun tidak hanya sistem perekonomian baru

yang dijumpai, tapi juga suatu bentuk resiko baru yang sebagian besar berkaitan

5
Atif Latifulhayat, Hukum Siber, Urgensi dan Permasalanya, artikel dimuat di dalam Jurnal
KEADILAN, Vol. 1 No. 3, September 2001.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
8

dengan masalah keamanan dan privacy. Akibatnya dari perkembangan ini, resiko

usaha menjadi semakin kompleks saja.

Internet merupakan jaringan terbuka (open network) yang memungkinkan

pihak lain baik yang berkepentingan maupun tidak berkepentingan ikut berpartisipasi

di dalamnya. Terhubungnya jaringan komputer suatu perusahaan dengan dunia maya

melalui internet membuka peluang terjadinya kerusakan, karena pihak luar saat ini

sangat potensial untuk melakukan serangan maupun manipulasi database suatu

perusahaan yang pada akhirnya menimbulkan kerusakan. Kejahatan dalam dunia

internet atau yang biasa disebut dengan cybercrime, seperti bentuk pencurian kartu

kredit, hacking, cracking, penyadapan transmisi data merupakan suatu bentuk

kejahatan yang sangat potensial yang mampu menimbulkan kerugian finansial.

Namun, bentuk umum serangan yang terjadi dari jaringan internet adalah virus

invasion, instrusi hackers, maupun upaya memacetkan website melalui serangkaian

upaya membanjiri server dengan sejumlah informasi dalam skala besar. Berbagai

bentuk tersebut berimplikasi pada kerugian yang tidak sedikit bagi perusahaan

sasaran/obyek.

Faktor penunjang lain yang menimbulkan kerugian peusahaan tidak

sepenuhnya ditentukan oleh faktor eksternal, namun juga bisa disebabkan faktor

internal. Faktor internal ini diartikan dalam kapasitas kemampuan dan pengetahuan

seputar dunia komputasi bagi orang dalam (intern perusahaan). Pengetahuan dan

kemampuan ini dalam lingkup yang mengerti seluk beluk komputasi (paham

tekonologi) maupun yang sama sekali tidak mengerti komputasi.

Berbagai bentuk proteksi yang diterapkan perusahaan-perusahaan yang

terhubung dengan internet dewasa ini, cukup memberikan perlindungan atas

propertinya, yaitu terhadap sistem komputasi dan data elektronik perusahaan. Namun
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
9

sistem keamanan yang diterapkan tersebut tidak selamanya memberi perlindungan

total. Seperti yang disebutkan sebelumnya, perusakan sistem keamanan (security

breaches) dapat terjadi, antara lain dikarenakan faktor unauthorized access, maupun

adanya penggunaan sistem komputasi dan data perusahaan oleh pihak luar atau pihak

dalam (insider or outsider).

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penulis merasa sangat tertarik untuk

membahas bagaimana proteksi atau perlindungan kegiatan bisnis yang dilakukan

melalui internet. Karena bila dinilai secara nominal, kerugian yang diderita

perusahaan akibat kerusakan sistem jaringan komputer dan internet sangat tinggi dan

kemungkinan mencapai jutaan dollar AS. Resiko-resiko baru sebagaimana

digambarkan di atas merupakan alasan-alasan yang cukup kuat sehingga orang

perorangan atau perusahaan mengasuransikan transaksi bisnis mereka yang dilakukan

melalui internet.

Secara teoritis disebutkan atas apapun resiko yang muncul yang mampu

menimbulkan kerugian dapat dijadikan obyek asuransi atau dengan kata lain dapat

diasuransikan. Adapun yang dimaksud dengan obyek asuransi berdasar pasal 1 butir

(2) Undang-undang No. 2 tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, adalah: "benda

dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, serta semua

kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi dan atau berkurang nilainya" Dari

batasan tersebut, resiko-resiko seputar sistem keamanan jaringan komputer dan

internet dapat dijadikan sebagai obyek asuransi atau dengan kata lain dapat

diasuransikan. Hal ini yang menimbulkan apa yang kita kenal sebagai cyber

insurance.

B. Perumusan Permasalahan
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
10

Sejalan dengan hal-hal tersebut di atas, maka rumusan permasalahan yang

akan saya bahas di dalam skripsi ini adalah, sebagai berikut :

1. Apakah alasan-alasan dan risiko-risiko perdagangan yang mungkin terjadi

sehingga perdagangan melalui internet perlu diasuransikan.

2. Bagaimana prinsip-prinsip asuransi perdagangan melalui internet.

3. Kedudukan Asuransi perdagangan melalui Internet dalam KUHPerdata dan

KUHD.

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka tujuan penulisan skripsi ini secara

singkat, adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui alasan-alasannya dan resiko-resiko perdagangan yang mungkin

terjadi sehingga perdagangan melalui internet perlu diasuransikan.

2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip asuransi perdagangan melalui internet

3. Untuk mengetahui kedudukan Asuransi perdagangan melalui Internet dalam

KUHPerdata dan KUHD

Selanjutnya, penulisan skripsi ini juga diharapkan bermanfaat untuk :

1. Manfaat secara teoretis.

Penulis berharap kiranya penulisan skripsi ini dapat bermanfaat untuk dapat

memberikan masukan sekaligus menambah khasanah ilmu pengetahuan dan

literature dalam dunia akademis, khususnya tentang hal-hal yang berhubungan

dengan Asuransi perdagangan melalui Internet.

2. Manfaat secara praktis

Secara praktis penulis berharap agar penulisan skripsi ini dapat memberi

pengetahuan tentang asuransi khususnya untuk perdagangan yang dilakukan


Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
11

melalui internet. Seperti yang diketahui bersama, Banyak kendala dan

permasalahan yang terjadi sehubungan dengan transaksi bisnis melalui internet

ini, salah satunya adalah dalam menjaga kerahasiaan transaksi (confidentiality).

Kerahasiaan transaksi di dalam internet kurang terjamin, terutama karena Internet

merupakan jaringan publik yang dapat diakses oleh setiap orang yang yang

terhubung dengannya. Data atau informasi yang lalu-lalang di Internet ibarat kartu

pos yang tidak ada amplopnya. Menjaga keutuhan transaksi (integrity) adalah

juga permasalahan penting dalam hal ini. Dapat saja setiap orang, dengan

ketrampilan yang memadai mengubah data dalam komputer tanpa menghilangkan

jejak. Selain dari kedua masalah yang disebutkan di atas, terdapat juga dua

masalah keamanan lainnya. Adalah sulit menentukan dan memastikan status

subyek hukum, dalam hal ini keautentikan dan kewenangan (authentication and

authorization) dari para pihak yang terlibat, baik pihak konsumen maupun

produsen. Sekalipun masalah-masalah tersebut dapat diatasi secara teknis, namun

demikian perumusan konstruksi perlindungan hukumnya tidak akan sesederhana

itu. Kegiatan transaksi bisnis, interaksi antara produsen dengan konsumen, adalah

fenomena yang dapat diasumsikan akan terus berlangsung dan langgeng. Inovasi

teknologi, dalam hal ini pengamanan jaringan dan informasi akan terus pula

berganti-ganti, sejalan dengan semakin canggihnya upaya untuk

menggagalkannya.

D. Keaslian Penelitian

Pembahasan skripsi ini dengan judul : “TINJAUAN YURIDIS MENGENAI

ASURANSI DALAM TRANSAKSI BISNIS MELALUI INTERNET

(E-COMMERCE) DALAM PERSFEKTIF HUKUM PERDATA INDONESIA”,


Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
12

adalah masalah yang sebenarnya sudah sering kita dengar. Namun yang dibahas

dalam skripsi ini adalah khusus mengenai kemungkinan asuransi perdagangan melalui

internet dan kemungkinan penerapannya di Indonesia. Pembahasan di dalam skripsi

ini difokuskan pada perdagangan yang menggunakan kunci-kunci kriptografis dan

menggunakan sistem pembayaran Secure Electronic Transaction (SET). Adapun latar

belakang pemilihan SET sebagai contoh kasus transaksi E-commerce barbasis tanda

tangan digital adalah karena SET yang merupakan protokol transaksi perdagangan

pertama yang diakui sebagai defacto oleh dunia transaksi elektronik. Salah satu

sebabnya adalah karena yang mengeluarkan standar protokol SET adalah Visa dan

Mastercard yang memiliki pangsa pasar kartu kredit yang sangat besar di dunia.

Kecenderungan dalam E-Commerce juga mengarah pada penggunaan SET

dikarenakan kelebihannya yang tahan terhadap berbagai serangan.

Permasalahan yang dibahas di dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran

dari penulis yang dikaitkan dengan teori-teori hukum yang berlaku maupun dengan

doktrin-doktrin yang ada, dalam rangka melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna

memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

dan apabila ternyata di kemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama,

maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.

E. Tinjauan Kepustakaan

Istilah cyber space untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh William

Gibson, seorang penulis fiksi ilmiah (science fiction) dalam novelnya yang berjudul

Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
13

Neuromacer. Istilah yang sama kemudian diulanginya dalam novelnya yang lain

yang berjudul Virtual Light.6

Menurut Gibson, cybersace : “….was a consensual hallucination that felt

and looked like a physical space but actually was a computer – generated construct

representing abstract data”. Pernyataan ini berarti bahwa cyberspace adalah : …….

Sebuah aplikasi halusinasi yang dirasakan dan dilihat sebagai dunia non fisik dan
7
diaktualisasikan dalam konstruksi komputer dan data abstrak.

Pada perkembangan selanjutnya seiring dengan meluasnya penggunaan

computer, istilah ini kemudian dipergunakan untuk menunjuk sebuah ruang elektronik

(electronic space), yaitu sebuah masyarakat virtual yang terbentuk melalui

komunikasi yang terjalin dalam sebuah jaringan computer (interconnected networks).

Pada saat ini, cyberspace sebagaimana dikemukakan oleh Cavazos dan Morin adalah :

“….represent a vast array of computer systems accessible from remote physical

locations”, yang berarti bahwa sistem computer merupakan penyesuaian/konkritisasi

dari alam yang bersifat fisik 8.

Aktivitas yang potensial untuk dilakukan di cyberspace tidak dapat

diperkirakan secara pasti mengingat kemajuan teknologi informasi yang sangat cepat

dan mungkin sulit diprediksi. Namun, saat ini ada beberapa aktivitas utama yang

sudah dilakukan di cyberspace seperti Commercial On-Line Services (pelayanan

komersial on-line), Bulletin Board Systems (System Buletin/Laporan), Conferencing

Systems (System Konferensi), Internet Relay Chat (Sistem Komunikasi Internet),

Usenet (pengguna internet), E-mail List (Pelayanan E-mail, sistem komunikasi

6
Ismamulhadi, Penyelesaian sengketa dalam Perdagangan secara Elektronik, Cyberlaw :
Suatu Pengantar, Pusat Studi Cyberlaw, UNPAD, Bandung, 2002, hal. 5.
7
Ibid, hal. 6.
8
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
14

melalui internet), dan Entertainment (hiburan). Sejumlah aktivitas tersebut saat ini

dengan mudah dapat dipahami oleh masyarakat kebanyakan sebagai aktivitas yang

dilakukan lewat Internet. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa apa yang disebut

dengan “cyberspace” itu tidak lain adalah internet yang juga sering disebut sebagai “a

network of networks ( sebuah jaringan dari jaringan)”. Dengan karakteristik seperti

ini kemudian ada juga yang menyebut cyberspace dengan istilah “virtual community”

(masyarakat maya) atau “vitual world” (dunia maya).

Dunia maya ini telah mengubah kebiasaan banyak orang, yaitu orang-

orang yang dalam kehidupannya terbiasa menggunakan internet. Berbelanja,

mengirim surat, mengirimkan surat lamaran kerja, berkirim photo, mencari informasi,

melakukan pembicaraan jarak jauh tidak ubahnya seperti sedang bertelepon,

mengambil uang dari Bank, membuat desain bangunan oleh arsitek, berkonsultasi

tatap muka (yaitu masing-masing pihak muncul gambarnya pada layar komputer

mereka masing-masing karena masing-masing komputer dilengkapi dengan kamera,

melihat film, mendengarkan lagu-lagu CD, mendengarkan radio, dan lain-lain.

Semua itu dapat mereka lakukan praktis pada saat ini hampir semua kegiatan yang

dapat dilakukan di dunia nyata (real world) dapat dilakukan di dunia maya (virtual

world). Bahkan di dunia maya orang telah melakukan berbagai tindak kejahatan yang
9
justru tidak dapat dilakukan di dunia nyata.

Seseorang yang ingin mengakses ke internet, pertama sekali harus

memiliki seperangkat alat dan sarana yang terdiri dari kompuer dengan spesifikasi

dan sistem operasi tertentu (biasanya yang lazim dipergunakan adalah WINDOWS

9
Heru Soepraptomo, Kejahatan Komputer dan Siber Serta Antisipasi Pengaturan, Badan
Pencegahannya di Indonesia, Makalah dalam Seminar Antisipasi Hukum Cyber terhadap Kejahatan
E-Commerce Penelitian dan Pengembangan Daerah Propinsi Sumatera Utara, Medan, 20 Desember
2002, hal. 3-4.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
15

dengan program Windows Explorer, produksi dan Microsoft Corp), sebuah saluran

telepon dan sebuah modem. Modem adalah alat yang biasa menggabungkan fungsi

telepon dan komputer sehingga komputer dapat menerima data-data yang ada di

dalam saluran telepon. Untuk mengakses internet harus mendaftarkan kepada sebuah

perusahaan penyedia jasa internet yaitu Internet Service Provider (ISP).

Jasa ISP diantaranya adalah menyediakan akses tersebut kepada para

pelanggannya dan setelah orang tersebut mendaftarkan dirinya dengan biaya akses

tertentu, maka perusahaan ISP akan memberikan kepadanya suatu kode-kode untuk

menginstall sambungan internet ke komputernya. ISP yang tekenal di Indonesia di

antaranya adalah Indonet, CBN, Indosat dan lain-lain. Biasanya ISP adalah

perusahaan yang mandiri terlepas dari perusahaan telekomunikasi, tetapi sekarang

Telkom sebagai penyedia jasa telekomunikasi ternyata juga menyediakan jasa akses

internet tersebut kepada para pelanggannya melalu jasa Telkomnet Instan. Apabila

seseorang telah terdaftar di suatu ISP, biasanya ia akan diberi suatu alamat gratis

dengan domain dari ISP tersebut, misalnya jika ia terdaftar di CBN maka alamatnya

adalah xxx@indonet.net.id. Fungsi alamat disini adalah sebagai alat komunikasi ke

luar (melalui sebuah “surat” yang dapat dibaca di komputer) antara sesama pengguna

internet lain atau dengan ISP itu sendiri (informasi billing / informasi tagihan atau

berita) atau juga dengan perusahaan/institusi lain. 10

Dalam hal seseorang (pelaku bisnis) ingin menginformasikan perusahaan

dan kegiatan usahanya kepada pengguna internet lainnya maka pelaku bisnis itu akan

membuat situs. Situs adalah sebuah tempat atau site di dalam dunia maya (cyber

world) atau internet di mana pelaku bisnis menempatkan seluruh informasi yang

10
Ny, Tien Saefullah, Yurisdiksi sebagai Upaya Penegakan Hukum dalam Kegiatan
Cyberspace, Cyberlaw : Suatu Pengantar, Pusat Studi Cyber Law, UNPAD, Bandung, 2002, hal. 10.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
16

diinginkan. Untuk dapat dibaca masyarakat informasi ini disediakan dalam bentuk

homepage. Pembentukan situs tersebut diadakan antara pelaku bisnis dengan ISP

dalam satu bentuk kontrak yang dinamakan websited design and development

contract (kontrak disain dan pengembangan suatu situs/website). 11

Tugas seorang web designer adalah selain ia mendesain suatu situs, ia juga

akan menempatkan (tidak selalu tugas dari web designer) situs tersebut ke dalam

jaringan internet yaitu biasanya terletak di jaringan “www” atau “World Wide Web”.

Pendaftarannya sendiri di Indonesia dapat dilakukan oleh beberapa institusi penyedia

jasa yang memiliki jatah IP Address yang biasanya adalah ISP.

Semakin konvergennya perkembangan Teknologi Informasi dan

Telekomunikasi dewasa ini, telah mengakibatkan semakin beragamnya pula aneka

jasa-jasa (features) fasilitas telekomunikasi yang ada, serta semakin canggihnya

produk-produk teknologi informasi yang mampu mengintegrasikan semua media

informasi. Ditengah globalisasi komunikasi yang semakin terpadu (global

communication network) dengan semakin populernya Internet seakan telah membuat

dunia semakin menciut (shrinking the world) dan semakin memudarkan batas-batas

negara berikut kedaulatan dan tatananan masyarakatnya. Ironisnya, dinamika

masyarakat Indonesia yang masih baru tumbuh dan berkembang sebagai masyarakat

industri dan masyarakat Informasi, seolah masih tampak prematur untuk mengiringi

perkembangan teknologi tersebut.

Pola dinamika masyarakat Indonesia seakan masih bergerak tak beraturan

ditengah keinginan untuk mereformasi semua bidang kehidupannya ketimbang suatu

pemikiran yang handal untuk merumuskan suatu kebijakan ataupun pengaturan yang

tepat untuk itu. Meskipun masyarakat telah banyak menggunakan produk-produk

11
Ibid, hal. 15.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
17

teknologi informasi dan jasa telekomunikasi dalam kehidupannya, namun bangsa

Indonesia secara garis besar masih meraba-raba dalam mencari suatu kebijakan publik

dalam membangun suatu infrastruktur yang handal (National Information

Infrastructure) dalam menghadapi infrastruktur informasi global (Global Information

Infrastructure).

Komputer sebagai alat bantu manusia dengan didukung perkembangan

teknologi informasi telah membantu akses ke dalam jaringan jaringan publik (public

network) dalam melakukan pemindahan data dan informasi. Dengan kemampuan

komputer dan akses yang semakin berkembang maka transaksi perniagaan pun

dilakukan di dalam jaringan komunikasi tersebut. Jaringan publik mempunyai

keunggulan dibandingkan dengan jaringan privat dengan adanya efisiensi biaya dan

waktu. Sesuai dengan sifat jaringan publik yang mudah untuk diakses oleh setiap

orang menjadikan hal ini sebagai kelemahan bagi jaringan itu. 12

Electronic Commerce (Perniagaan Elektronik), sebagai bagian dari Electronic

Business (bisnis yang dilakukan dengan menggunakan electronic transmission, oleh

para ahli dan pelaku bisnis dicoba dirumuskan definisinya dari terminologi

E-Commerce (Perniagaan Elektronik). Secara umum E-commerce dapat didefinisikan

sebagai segala bentuk transaksi perdagangan/perniagaan barang atau jasa (trade of

goods and service) dengan menggunakan media elektronik. Jelas, selain dari yang

telah disebutkan di atas, bahwa kegiatan perniagaan tersebut merupakan bagian dari

kegiatan bisnis. Kesimpulan: "E-commerce is a part of e-business”. 13

12
Edmon Makarim, Kerangka Hukum Digital Signature dalam Electronic Commerce,
Makalah ini pernah dipresentasikan di hadapan Masyarakat Telekomunikasi Indonesia pada bulan Juni
1999 di Pusat Ilmu Komputer Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, hal. 9.
13
Ibid, hal. 10.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
18

Media elektronik yang dibicarakan di dalam tulisan ini untuk sementara hanya

difokuskan dalam hal penggunaan media internet, mengingat penggunaan media

internet yang saat ini paling populer digunakan oleh banyak orang, selain merupakan

hal yang bisa dikategorikan sebagai hal yang sedang ‘booming’. Perlu digarisbawahi,

dengan adanya perkembangan teknologi di masa mendatang, terbuka kemungkinan

adanya penggunaan media jaringan lain selain internet dalam E-commerce. Jadi

pemikiran kita jangan hanya terpaku pada penggunaan media internet belaka.

Penggunaan internet dipilih oleh kebanyakan orang sekarang ini karena

kemudahan-kemudahan yang dimiliki oleh jaringan internet, yaitu : 14

1. Internet sebagai jaringan publik yang sangat besar (huge/widespread network),

layaknya yang dimiliki suatu jaringan publik elektronik, yaitu murah, cepat dan

kemudahan akses.

2. Menggunakan electronic data sebagai media penyampaian pesan/data sehingga

dapat dilakukan pengiriman dan penerimaan informasi secara mudah dan ringkas,

baik dalam bentuk data elektronik analog maupun digital.

Dari apa yang telah diuraikan di atas, dengan kata lain; di dalam e-commerce,

para pihak yang melakukan kegiatan perdagangan/perniagaan hanya berhubungan

melalui suatu jaringan publik (public network) yang dalam perkembangan terakhir

menggunakan media internet. Telah dikemukakan di bagian awal tulisan, bahwa

koneksi ke dalam jaringan internet sebagai jaringan publik merupakan koneksi yang

tidak aman. Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa E-commerce yang dilakukan

dengan koneksi ke internet adalah merupakan bentuk transaksi beresiko tinggi yang

dilakukan di media yang tidak aman.

14
Ibid, hal. 11.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
19

Kelemahan yang dimiliki oleh internet sebagai jaringan publik yang tidak

aman ini telah dapat diminimalisasi dengan adanya penerapan teknologi penyandian

informasi (Crypthography). Electronic data transmission dalam E-commerce

disekuritisasi dengan melakukan proses enkripsi (dengan rumus algoritma) sehingga

menjadi cipher/locked data yang hanya bisa dibaca/dibuka dengan melakukan proses

reversal yaitu proses dekripsi sebelumnya telah banyak diterapkan dengan adanya

sistem sekur iti seperti SSL, Firewall, dsb.

Perlu diperhatikan bahwa, kelemahan hakiki dari open network yang telah

dikemukakan tersebut semestinya dapat diantisipasi atau diminimalisasi dengan

adanya sistem pengamanan jaringan yang juga menggunakan kriptografi terhadap

data dengan menggunakan sistem pengamanan dengan Digital Signature.

Digital Signature adalah suatu sistem pengamanan yang menggunakan public

key cryptography system, atau secara umum pengertiannya adalah : “A data value

generated by public key algorithm based on the contents of a lock data and a private

key, yielding so individualized crypto checksum”. 15

Tujuan dari suatu tandatangan dalam suatu dokumen adalah untuk memastikan

otentisitas dari dokumen tersebut. Suatu digital signature sebenarnya adalah bukan

suatu tanda tangan seperti yang kita kenal selama ini, ia menggunakan cara yang

berbeda untuk menandai suatu dokumen sehingga dokumen atau data sehingga ia

tidak hanya mengidentifikasi dari pengirim, namuni ia juga memastikan keutuhan dari

dokumen tersebut tidak berubah selama proses transmisi. Suatu digital signature

didasarkan dari isi dari pesan itu sendiri. 16

15
Sjahdeini, Remy, Sutan, E- Commerce, Tinjauan dari Perspektif Hukum, Makalah yang
disampikan pada Seminar “E-Commerce dan Mekanisme Penyelesaian Masalahnya Melalui
Arbitrase/Alternatif Penyelesaian Sengketa”, Jakarta, 3 Oktober 2000, hal. 3.
16
Ibid, hal. 5.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
20

Bedasarkan sejarahnya, penggunaan digital signature berawal dari

penggunaan teknik kriptografi yang digunakan untuk mengamankan informasi yang

hendak ditransmisikan/disampaikan kepada orang yang lain yang sudah digunakan

sejak ratusan tahun yang lalu. Dalam suatu kriptografi suatu pesan dienkripsi

(encrypt) dengan menggunakan suatu kunci (key). Hasil dari enkripsi ini adalah

berupa chipertext tersebut kemudian ditransmisikan/diserahkan kepada tujuan yang

dikehendakinya. Chipertext tersebut kemudian dibuka/didekripsi (decrypt) dengan

suatu kunci untuk mendapatkan informasi yang telah enkripsi tersebut. Terdapat dua

macam cara dalam melakukan enkripsi yaitu dengan menggunakan kriptografi

simetris (symetric crypthography/secret key crypthography) dan kriptografi simetris

(asymetric crypthography) yang kemudian lebih dikenal sebagai public key


17
crypthography.

Selanjutnya berbicara mengena asuransi dalam perdagangan melalui internet

merupakan suatu hal yang baru sejalan dengan perkembangan teknologi dan hukum

dalam perdagangan. Sebagaimana diketahui, Istilah asuransi dalam bahasa Belanda

adalah “verzekering” dan “assurantie”. Dalam bahasa Inggris dipakai istilah

“insurance”.

Soekardono menterjemahkan verzekering itu dengan “pertanggungan”. 18

Terjemahan ini banyak dikenal dan dipakai dalam literatur hukum dagang.

Dalam hukum pertanggungan, orang yang mempertanggungkan disebut

Tertanggung sebagai terjemahan dari bahasa aslinya (Belanda) yaitu verzekerde,

sedangkan dalam bahasa Inggris dipakai istilah “the insured”. Sedangkan orang yang

17
Ibid, hal. 6.
18
Abdulkadir Muhammad, Pengantar Hukum Pertanggungan, Cetakan I, Citra Aditya,
Bandung, 1994, hal. 5.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
21

menanggung disebut Penanggung sebagai terjemahan dari bahasa aslinya yaitu bahasa

Belanda “verzekeraar”, sedangkan dalam bahasa Inggris dipakai “the insurer”.

Istilah Pertanggungan dipakai dalam literature ilmu pengetahuan hukum,

misalnya pertanggungan kerugian, pertanggungan jiwa, benda pertanggungan, jumlah

pertanggungan. R. Subekti umumnya juga menggunakan istilah pertanggungan dalam

terjemahan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Kepailitan.

Supaya ada keseragaman istilah dalam ilmu hukum, sebaiknya digunakan istilah

pertanggungan sebagai terjemahan dari verzekering dan assurantie. 19

Istilah “assurantie” di-Indonesiakan menjadi asuransi. Istilah asuransi lebih

banyak dikenal dan dipakai dalam praktek perusahaan pertanggungan sehari-hari.

Orang yang mengasuransikan disebut dalam bahasa aslinya bahasa Belanda

“geassureerde”, bahasa Inggrisnya disebut “the assured”. Penerima asuransi dalam

bahasa Belanda disebut “assuradeur”, bahasa Inggris disebut “the assurer”.

Istilah asuransi dipakai terbatas pada nama jenis usaha dan nama perusahaan,

misalnya asuransi kebakaran, asuransi jiwa, PT. Asuransi Jiwaraya, PT. Asuransi

Bumiputera, PT. Asuransi Kredit Indonesia. Dalam UU No. 2 Tahun 1992 tentang

Usaha Perasuransian, dipakai istilah “perasuransian”. 20

Wirjono Prodjodikoro menggunakan istilah asuransi untuk Pertanggungan,

Penjamin untuk Penanggung dan Terjamin untuk Tertanggung. Walaupun istilah yang

dimaksud itu ada persamaan pengertiannya, istilah Penjamin dan Terjamin lebih tepat

dipakai dalam hukum Perdata yang membicarakan tentang Perjanjian Penjaminan

(garantie), borgtocht dan hoofdelijkheid. Dengan demikian, dapat dibedakan antara

19
Ibid.
20
Ibid, hal. 6.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
22

istilah khusus yang dipakai dalam hukum Dagang dan istilah umum yang dipakai

dalam hukum Perdata. 21

J.E. Kaihatu menjelaskan penggunaan istilah bahasa Inggris “insurance” dan

“assurance” dalam praktek pertanggungan di Inggris. Menurut beliau, istilah

insurance dipakai untuk pertanggungan kerugian, sedangkan istilah assurance dipakai

untuk pertanggungan jumlah (sommenverzekering). 22

Terjadinya perbedaan istilah dalam bahasa Indonesia adalah sebagai akibat

dari pengalihan bahasa Belanda ke bahasa Indonesia. Sebagaimana telah diketahui,

hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum tertulis yang sebagian besar berasal

dari bahasa Belanda. Karena itu, untuk mencapai keseragaman penggunaan istilah

hukum, sebaiknya berhati-hati menterjemahkan hukum yang tertulis dalam bahasa

Belanda ke dalam bahasa Indonesia.

Selanjutnya definisi asuransi menurut ketentuan Pasal 246 KUHDagang

dinyatakan bahwa : “Pertanggungan adalah perjanjian dengan mana Penanggung

mengikat diri kepada Tertanggung dengan menerima premi, untuk memberikan

penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang

diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen.

Pentingnya mengapa transaksi bisnis melalui internet ini akan dibahas dalam

bab selanjutnya dalam skripsi ini.

F. Metode Penelitian

1. Sifat/Bentuk Penelitian

21
Ibid.
22
Ibid, hal. 7.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
23

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Langkah

pertama dilakukan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum

skunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan analisa hukum

perdata khususnya terhadap penerapan asuransi dalam perdagangan dan transaksi

bisnis melalui internet (E-Commerce). Selain itu dipergunakan juga bahan-bahan

tulisan yang berkaitan dengan persoalan ini.

Penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam

meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum perdata khususnya yang terkait

dengan masalah penerapan asuransi dalam perdagangan dan transaksi bisnis melalui

internet (E-Commerce).

2. D a t a

Pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah

melalui penelitian kepustakaan (Library Research) untuk mendapatkan konsep-

konsep, teori-teori dan informasi-informasi serta pemikiran konseptual dari peneliti

pendahulu baik yang berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya.

Sumber data kepustakaan diperoleh dari :

1. Bahan Hukum Primer, terdiri dari :

a. Norma atau kaedah dasar ;

b. Peraturan dasar ;

c. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penerapan asuransi

dalam perdagangan dan transaksi bisnis melalui internet (E-Commerce).

beserta peraturan-peraturan terkait lainnya.

2. Bahan Hukum Sekunder, seperti : hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel,

majalah dan jurnal ilmiah, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang

relevan dengan penelitian ini.


Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
24

3. Bahan Hukum Tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang

memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum serta bahan-bahan primer, sekunder

dan tersier di luar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk
23
melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian ini. Selanjutnya Situs Web

juga menjadi bahan bagi penulisan skripsi ini sepanjang memuat informasi yang

relevan dengan penelitian ini.

3. Tehnik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka

penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan

(Library Research), yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistematis buku-buku,

majalah-majalah, surat kabar, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain

yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif,

yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya

dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas.

G. Sistematika Penulisan

Untuk lebih mempertegas penguraian isi dari skripsi ini, serta untuk lebih

mengarahkan pembaca, maka berikut di bawah ini penulis membuat sistematika

penulisan/gambaran isi skripsi ini sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini merupakan bab pendahuluan yang menguraikan mengenai

hal-hal yang berkaitan dengan Latar Belakang, Perumusan Masalah,

23
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitan Hukum, Ghalia Indonesia, Jakrta 1998, hal. 195,
sebagaimana dikutip dari Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu
Tinjauan Singkat, (Jakarta : Rajawali Pers, 1990), hal. 41.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
25

Keaslian Penulisan, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Tinjauan

Kepustakaan dan diakhiri dengan Metode Penelitian dan Sistematika

Penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN ASURANSI

Pada bab ini akan dibahas terlebih dahulu mengenai Perjanjian Secara

Umum yang meliputi, Pengertian Perjanjian, Jenis-Jenis Perjanjian,

Asas-Asas Perjanjian, Syarat-Syarat Perjanjian dan Pelaksanaan Suatu

Perjanjian. Selanjutnya dibahas pula mengenai Perjanjian Asuransi

Secara Umum yang meliputi, Istilah dan Definisi dan Prinsip-Prinsip

Dasar Asuransi, Sejarah Asuransi, Peraturan dan Hukum Perasuransian,

Jenis-Jenis Asuransi, Peralihan Resiko dalam Asuransi dan Polis

Asuransi.

BAB III PRINSIP-PRINSIP UMUM PERDAGANGAN MELALUI

INTERNET (E – COMMERCE) MENURUT HUKUM PERDATA

INDONESIA

Pada bab ini akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan Prinsip-Prinsip

KUHPerdata tentang Kontrak Melalui E-Commerce, Pelaksanaan

Kontrak Melalui E-Commerce, Perlindungan Konsumen di dalam

E-Commerce, Hubungan Hukum Para Pihak di dalam E-Commerce,

Pembuktian Kontrak dalam E-Commerce dan Pengakuan dan

Pemberitahuan E-mail sebagai Pemberitahuan Tertulis.

BAB IV TINJAUAN YURIDIS MENGENAI ASURANSI DALAM

TRANSAKSI BISNIS MELALUI INTERNET (E-COMMERCE)

DALAM PERSFEKTIF HUKUM PERDATA INDONESIA

Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
26

Pada bab ini akan dibahas mengenai Perlunya perdagangan melalui

Internet diasuransikan, Kedudukan Asuransi perdagangan melalui

Internet dalam KUHD, Prinsip-Prinsip dalam Asuransi Perdagangan

melalui Internet dan Resiko Perdagangan Melalui Internet sebagai

obyek Asuransi.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada Bab ini dibahas mengenai kesimpulan dan saran sebagai hasil dari

pembahasan dan penguraian skripsi ini secara keseluruhan.

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN ASURANSI

A. Perjanjian Secara Umum

1. Pengertian Perjanjian

Menurut Black’s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara

dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk melakukan

atau tidak melakukan sesuatu secara sebagian”. 24 Inti definisi yang tercantum dalam

Black’s Law Dictionary adalah bahwa kontrak dilihat sebagai persetujuan dari para

24
Salim ,H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Cet. 1, Sinar Grafika,
Jakarta, 2003, hal. 16.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
27

pihak untuk melaksanakan kewajiban, baik melakukan atau tidak melakukan secara

sebagian.

Menurut R. Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa di mana ada seorang

berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan

suatu hal. 25

Menurut Charless L. Knapp dan Nathan M. Crystal, perjanjian adalah suatu

persetujuan antara dua orang atau lebih, tidak hanya memberikan kepercayaan tetapi

secara bersama-sama saling pengertian untuk melakukan sesuatu pada masa

mendatang oleh seseorang atau keduanya dari mereka. 26 Hubungan kedua orang yang

bersangkutan mengakibatkan timbulnya suatu ikatan yang berupa hak dan kewajiban

kedua belah pihak atas suatu prestasi.

Salim, H.S, perjanjian adalah hubungan hukum antara subjek hukum yang satu

dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan. Perlu diketahui bahwa

subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain

berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah

disepakatinya. 27

Menurut M. Yahya Harahap, perjanjian adalah suatu hubungan hukum

kekayaan harta beda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada

satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain

untuk menunaikan prestasi. Dari pengertian ini dapat dijumpai beberapa unsur antara

lain hubungan hukum (rechtsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara

25
Syahmin, Hukum Kontrak Internasional, Cet. 1, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal.
1.
26
Salim, H.S, Op.cit.
27
Ibid, hal. 17.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
28

dua orang (persoon) atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban

pada pihak lain tentang suatu prestasi. 28

Unsur-unsur yang tercantum dua orang dalam definisi di atas adalah :

a. Adanya hubungan hukum.

Hubungan hukum merupakan hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat

hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban.

b. Adanya subjek hukum.

Subjek hukum yang adalah pendukung hak dan kewajiban.

c. Adanya prestasi.

Prestasi terdiri atas melakukan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu.

d. Dibidang harta kekayaan.

2. Jenis-Jenis Perjanjian

Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Pembedaan tersebut antara

lain, adalah sebagai berikut :29

a. Perjanjian Timbal Balik

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok

bagi kedua belah pihak, misalnya perjanjian jual beli.

b. Perjanjian Cuma-Cuma (Pasal 1314 KUHPerdata)

Pasal 1314 KUHPerdata menyebutkan suatu persetujuan dengan cuma-Cuma

adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan

kepada pihak yang lain, tanpa menerima manfaat bagi dirinya sendiri. Perjanjian

28
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Cet. II, Alumni, Bandung, 1986, hal. 6.
29
Mariam Darus Badrulzaman, Komplikasi Hukum Perikatan, Cet I, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2001, hal. 66.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
29

dengan cuma-cuma adalah perjanjian yang memberi keuntungan bagi salah satu pihak

saja, misalnya hibah.

c. Perjanjian atas beban

Pasal 1314 KUHPerdata menyebutkan suatu persetujuan atas beban adalah

suatu persetujuan yang mewajibkan masing-masing pihak memberikan sesuatu,

berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Perjanjian atas beban adalah perjanjian

dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari

pihak yang lain dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.

d. Perjanjian Bernama (Benoemd)

Perjanjian bernama (khusus) adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri.

Maksudnya bahwa perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk

undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari . Perjanjian

khusus terdapat dalam Bab V sampai Bab XVIII KUHPerdata.

e. Perjanjian Tidak Bernama (Obnenoemd Overenkomst)

Di luar perjanjian bernama, tumbuh pula perjanjian tidak bernama yaitu

perjanjian-perjanjian yang tidak diatur di dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam

masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak terbatas dengan nama yang disesuaikan

dengan kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya, seperti leasing, joint venture,

production sharing, franchise. Lahirnya perjanjian ini di dalam praktek adalah

berdasarkan asas kebebasan berkontrak mengadakan perjanjian atau pertij otonomie.

f. Perjanjian Obligator.

Perjanjian obligator adalah perjanjian dimana pihak-pihak sepakat

mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain.

Menurut KUHPerdata perjanjian jual beli saja belum lagi mengakibatkan beralihnya

hak milik atas suatu benda dari penjual kepada pembeli. Fase ini merupakan
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
30

kesepakatan (konsensual) dan harus diikuti dengan perjanjian penyerahan (perjanjian

kebendaan).

3. Asas-Asas Perjanjian

Dalam Pasal 1338 KUHPerdata disebutkan bahwa semua persetujuan yang

dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selama dengan sepakat kedua

belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup

untuk itu.

Beberapa asas yang terdapat dalam perjanjian yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan di Indonesia yaitu KUHPerdata, adalah antara lain, yaitu : 30

a. Asas kebebasan berkontrak.

Sepakat mereka yang mengikatkan diri adalah asas esensial dari hukum

perjanjian. Asas ini dinamakan juga asas otonomi konsensualisme, yang menentukan

adanya perjanjian.

b. Asas Konsensualisme

Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata disebutkan tegas,

sedangkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata ditemukan dalam istilah “semua”. Kata-

kata semua menunjukkan bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan

keinginannya (will), yang dirasanya baik untuk menciptakan perjanjian. Asas ini

sangat erat hubungan dengan asas kebebasan mengadakan perjanjian.

d. Asas Kepercayaan (Vertrouwensbeginsel)

Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, menumbuhkan

kepercayaan di antara kedua piha kitu bahwa satu sama lain akan memegang janjinya,

dengan kata lain akan memenuhi prestasinya di belakang hari. Tanpa ada kepercayaan

30
Ibid, hal. 82-87
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
31

itu, maka perjanjian itu tidak mungkin diadakan oleh para pihak. Dengan kepercayaan

ini, kedua pihak mengikatkan dirinya dan untuk keduanya perjanjian itu mempunyai

kekuatan mengikat sebagai undang-undang.

e. Asas Kekuatan Mengikat (Pacta Sunt Servanda)

Asas pacta sunt servanda (janji itu mengikat) ini mengajarkan bahwa suatu

kontrak yang dibuat secara sah mempunyai ikatan hukum yang penuh. KUHPerdata

juga menganut asas ini dengan melukiskan bahwa suatu kontrak berlaku seperti

undang-undang bagi para pihak (Pasal 1338 KUHPerdata).

Selanjutnya dalam KUHPerdata dan menurut hukum perjanjian kita, hukum

perjanjian bersifat obligatoir, maksudnya adalah setelah sahnya suatu kontrak, maka

kontrak tersebut sudah mengikat, tetapi baru sebatas menimbulkan hak dan kewajiban

di antara para pihak. Tetapi pada taraf tersebut hak milik belum berpindah ke pihak

lain. Untuk dapat memindahkan hak milik diperlukan perjanjian lain yang disebut

dengan perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst). Perjanjian kebendaan inilah

yangdisebut dengan penyerahan (levering). 31

4. Syarat-Syarat Perjanjian

Agar suatu perjanjian oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat kedua

belah pihak, maka perjanjian tersebut haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu.

Syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :

a. Syarat sah yang umum, yang terdiri dari :

1). Syarat sah yang umum, yang terdiri dari :

31
Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Cet. II, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2001, hal. 31-32.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
32

a). Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.

b). Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

c). Suatu hal tertentu.

d). Suatu sebab yang halal.

Keempat syarat tersebut selanjutnya dalam doktrin ilmu hukum yang

berkembang digolongkan ke dalam :

(1) dua unsur pokok yang menyangkut subjek yang mengadakan perjanjian

(unsur subjektif).

(2) dua unsur lainnya yang berhubungan langsung dengan objek perjanjian

(unsur objektif).

Unsur subjektif mencakup adanya kesepakatan secara bebas dari para pihak

yang berjanji dan kecakapan dari para pihak yang melaksanakan perjanjian.

Sedangkan unsur objektif meliputi keberadaan dari pokok persoalan yang

merupakan objek yang diperjanjikan dan causa dari objek yang berupa prestasi

yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuatu yang tidak

dilarang atau diperkenankan menurut hukum.

2). Syarat sah umum di luar Pasal 1338 dan 1339 KUHPerdata, yang terdiri dari :

a). Syarat itikad baik.

b). Syarat sesuai dengan kebiasaan.

c). Syarat sesuai dengan kepatutan.

d). Syarat sesuai dengan kepentingan umum.

b. Syarat sah yang khusus, yang terdiri dari :

1). Syarat tertulis untuk perjanjian-perjanjian tertentu.

2). Syarat akta notaries untuk perjanjian-perjanjian tertentu.

Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
33

3). Syarat akta pejabat tertentu yang bukan notaries untuk perjanjian-perjanjian

tertentu.

4). Syarat izin dari yang berwenang.

Merupakan konsekuensi hukum dari tidak terpenuhinya salah satu atau lebih

dari syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut bervariasi mengikuti syarat mana

yang dilanggar. Konsekuensi hukum tersebut adalah sebagai berikut :

a). Batal demi hukum (nietig, null and void)

Dilanggarnya syarat objektif dalam Pasal 1320 KUHPerdata Syarat

objektif tersebut adalah suatu hal tertentu dan tentu sebab yang halal.

b). Dapat dibatalkan (vernietigbaar, voidable)

Dilanggarnya syarat subjektif dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Syarat

subjektif tersebut adalah kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya

dan kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

c). Perjanjian tidak dapat dilaksanakan (unenforceable)

Perjanjian yang tidak dapat dilaksanakan adalah perjanjian yang tidak

begitu saja batal tetapi tidak dapat dilaksanakan, melainkan masih

mempunyai status hukum tertentu. Bedanya dengan perjanjian yang batal

demi hukum adalah bahwa perjanjian yang tidak dapat dilaksanakan

masih mungkin dikonversi menjadi perjanjian yang sah. Sedangkan

bedanya dengan perjanjian yang dapat dibatalkan (voidable) adalah bahwa

dalam perjanjian yang dapat dibatalkan, perjanjian tersebut sudah sah,

mengikat dan dapat dilaksanakan sampai dengan dibatalkan kontrak

tersebut, sementara perjanjian yang tidak dilaksanakan belum mempunyai

kekuatan hukum sebelum dikonversi menjadi perjanjian yang sah. Contoh

perjanjian yang tidak dapat dilaksanakan adalah perjanjian yang


Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
34

seharusnya dibuat secara tertulis, tetapi dibuat secara lisan, tetapi

kemudian perjanjian tersebut ditulis oleh para pihak.

5. Pelaksanaan Suatu Perjanjian

Suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa, dimana para pihak saling

berjanjia untuk melakukan atau melaksanakan sesuatu hal. Hal yang akan

dilaksanakan itu disebut prestasi.

Inti dari suatu perjanjian adalah bahwa para pihak harus melaksanakan apa

yang telah disetujui atau dijanjikan dengan tepat dan sesempurna mungkin. Tindakan

yang bertentangan yang dibuat oleh salah satu pihak mengakibatkan pihak yang lain

berhak meminta ganti rugi.

Sedangkan yang dimaksud dengan pelaksanaan disini adalah realisasi atau

pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya

perjanjian itu mencapai tujuan. Tujuan tidak akan tercapai tanpa adanya pelaksanaan

perjanjian, dimana para pihak harus melaksanakan perjanjian dengan sempurna dan

tepat seperti yang telah disepakati bersama.

Abdulkadir Muhammad, menyatakan bahwa : “ jika salah satu pihak telah

melanggar kewajibannya itu bukanlah kesalahannya. Ia telah berjanjian untuk

melaksanakan perjanjiannya, dan ia akan bertanggung jawab jika tidak

melaksanakannya. Hanya jika ada sebab dari luar yang membuat pelaksanaan itu

secara fisik, hukum dan perdagangan tidak mungkin dilakukan, sehingga kepadanya

dapat dimaafkan karena tidak melaksanakan perjanjian itu. Kenyataan bahwa ia telah

Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
35

melakukan pemeliharaan secara layak, tidak dapat dijadikan alasan baginya untuk

membela diri”. 32

Apa yang dikemukakan Abdulkadir Muhammad menunjukkan bahwa

perjanjian antara pihak-pihak merupakan suatu hal yang tidak main-main atau dengan

perkataan lain bahwa hak masing-masing pihak tetapi dijamin oleh undang-undang.

Melihat macam-macam hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan, maka perjanjian

dibagi 3 (tiga), yaitu :

a. Perjanjian untuk memberikan/menyerahkan suatu barang.

Contoh : jual beli, hibah, sewa-menyewa.

b. Perjanjian untuk berbuat sesuatu.

Contoh : perjanjian perburuhan.

c. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu.

Contoh : perjanjian untuk tidak mendirikan tembok.

Sebenarnya suatu perjanjian akan menjadi persoalan manakala salah satu

pihak melanggar/tidak mematuhi isi dari perjanjian yang telah mereka perbuat. Tentu

dilihat alasan tidak dilaksanakannya isi perjanjian, apakah karena keadaan memaksa

(overmacht) atau tidak. Bila ini terjadi karena keadaan memaksa harus juga dilihat

apakah keadaan itu memang betul-betul tidak dapat dielakkan atau bisa dilaksanakan

namun dengan pengorbanan yang besar.

Untuk melaksanakan suatu perjanjian, lebih dahulu harus ditetapkan secara

tegas dan cermat apa isinya, dengan perkataan lain apakah hak dan kewajiban masing-

masing pihak.

Menurut Pasal 1339 KUHPerdata, bahwa : “persetujuan tidak hanya mengikat

untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala

32
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Cet. II, Alumni, Bandung, 1986, hal. 156.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
36

sesuatu yang menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh keputusan, kebiasaan atau

undang-undang”.

Dengan demikian, maka setiap perjanjian dilengkapi dengan aturan yang

terdapat di dalam undang-undang, adat kebiasaan, sedangkan kewajiban-kewajiban

yang diharuskan oleh kepatutan harus juga diindahkan. Jadi adat istiadat (kebiasaan)

juga sebagai sumber norma di samping undang-undang untuk ikut menentukan hak-

hak dan kewajiban-kewajiban dari kedua belah pihak dalam suatu persetujuan, tetapi

kebiasaan ini tidak boleh menyimpang dari undang-undang.

B. Perjanjian Asuransi Secara Umum

1. Istilah dan Definisi Asuransi

Istilah asuransi dalam bahasa Belanda adalah “verzekering” dan “assurantie”.

Dalam bahasa Inggris dipakai istilah “insurance”.

Soekardono menterjemahkan verzekering itu dengan “pertanggungan”.

Terjemahan ini banyak dikenal dan dipakai dalam literatur hukum dagang. 33

Dalam hukum pertanggungan, orang yang mempertanggungkan disebut

Tertanggung sebagai terjemahan dari bahasa aslinya (Belanda) yaitu verzekerde,

sedangkan dalam bahasa Inggris dipakai istilah “the insured”. Sedangkan orang yang

menanggung disebut Penanggung sebagai terjemahan dari bahasa aslinya yaitu bahasa

Belanda “verzekeraar”, sedangkan dalam bahasa Inggris dipakai “the insurer”.

Istilah Pertanggungan dipakai dalam literature ilmu pengetahuan hukum,

misalnya pertanggungan kerugian, pertanggungan jiwa, benda pertanggungan, jumlah

pertanggungan. R. Subekti umumnya juga menggunakan istilah pertanggungan dalam

terjemahan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Kepailitan.

33
Abdul.kadir Muhammad, Op.cit, hal. 5.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
37

Supaya ada keseragaman istilah dalam ilmu hukum, sebaiknya digunakan istilah

pertanggungan sebagai terjemahan dari verzekering dan assurantie. 34

Istilah “assurantie” di-Indonesiakan menjadi asuransi. Istilah asuransi lebih

banyak dikenal dan dipakai dalam praktek perusahaan pertanggungan sehari-hari.

Orang yang mengasuransikan disebut dalam bahasa aslinya bahasa Belanda

“geassureerde”, bahasa Inggrisnya disebut “the assured”. Penerima asuransi dalam

bahasa Belanda disebut “assuradeur”, bahasa Inggris disebut “the assurer”.

Istilah asuransi dipakai terbatas pada nama jenis usaha dan nama perusahaan,

misalnya asuransi kebakaran, asuransi jiwa, PT. Asuransi Jiwaraya, PT. Asuransi

Bumiputera, PT. Asuransi Kredit Indonesia. Dalam UU No. 2 Tahun 1992 tentang

Usaha Perasuransian, dipakai istilah “perasuransian”. 35

Wirjono Prodjodikoro menggunakan istilah asuransi untuk Pertanggungan,

Penjamin untuk Penanggung dan Terjamin untuk Tertanggung. Walaupun istilah yang

dimaksud itu ada persamaan pengertiannya, istilah Penjamin dan Terjamin lebih tepat

dipakai dalam hukum Perdata yang membicarakan tentang Perjanjian Penjaminan

(garantie), borgtocht dan hoofdelijkheid. Dengan demikian, dapat dibedakan antara

istilah khusus yang dipakai dalam hukum Dagang dan istilah umum yang dipakai

dalam hukum Perdata. 36

J.E. Kaihatu menjelaskan penggunaan istilah bahasa Inggris “insurance” dan

“assurance” dalam praktek pertanggungan di Inggris. Menurut beliau, istilah

insurance dipakai untuk pertanggungan kerugian, sedangkan istilah assurance dipakai

untuk pertanggungan jumlah (sommenverzekering). 37

34
Ibid.
35
Ibid, hal. 6,
36
Ibid.
37
Ibid, hal. 7.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
38

Terjadinya perbedaan istilah dalam bahasa Indonesia adalah sebagai akibat

dari pengalihan bahasa Belanda ke bahasa Indonesia. Sebagaimana telah diketahui,

hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum tertulis yang sebagian besar berasal

dari bahasa Belanda. Karena itu, untuk mencapai keseragaman penggunaan istilah

hukum, sebaiknya berhati-hati menterjemahkan hukum yang tertulis dalam bahasa

Belanda ke dalam bahasa Indonesia.

Selanjutnya definisi asuransi menurut ketentuan Pasal 246 KUHDagang

dinyatakan bahwa : “Pertanggungan adalah perjanjian dengan mana Penanggung

mengikat diri kepada Tertanggung dengan menerima premi, untuk memberikan

penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang

diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen.

Berdasarkan definisi tersebut dapat diuraikan unsur-unsur asuransi atau

pertanggungan, sebagai berikut : 38

1). Pihak-pihak

Subjek asuransi adalah pihak-pihak dalam asuransi yaitu Penanggung dan

Tertanggung yang mengadakan perjanjian asuransi. Penanggung atau Tertanggung

adalah pendukung hak dan kewajiban. Penanggung wajib memikul resiko yang

dialihkan kepadanya dan berhak memperoleh pembayaran premi, sedangkan

Tertanggung wajib membayar premi dan berhak memperoleh penggantian jika timbul

kerugian atas harta miliknya yang diasuransikan.

2). Status pihak-pihak

Penanggung harus berstatus perusahaan berbadan hukum, dapat berbentuk

Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Perseroan (Persero) atau Koperasi. Sedangkan

38
Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999,
hal. 8-10.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
39

Tertanggung dapat berstatus sebagai perseorangan, persekutuan atau badan hukum,

baik sebagai perusahaan atau bukan perusahaan. Tertanggung berstatus sebagai

pemilik atau pihak berkepentingan atas harta yang diasuransikan.

3). Objek asuransi

Objek asuransi dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat pada

benda, dan sejumlah uang yang disebut premi atau ganti kerugian. Melalui objek

asuransi tersebut ada tujuan yang ingin dicapai oleh pihak-pihak. Penanggung

bertujuan memperoleh pembayaran sejumlah premi sebagai imbalan pengalihan

resiko. Sedangkan Tertanggung bertujuan bebas dari resiko dan memperoleh

penggantian jika timbul kerugian atas harta miliknya.

4). Peristiwa asuransi

Peristiwa asuransi adalah perbuatan hukum (legal act) berupa persetujuan atau

kesepakatan bebas antara Penanggung atau Tertanggung mengenai objek asuransi,

peristiwa tidak pasti (evenemen) yang mengancam benda asuransi, dan syarat-syarat

yang berlaku dalam asuransi. Persetujuan atau kesepakatan bebas tersebut dibuat

dalam bentuk tertulis berupa akta yang disebut polis. Polis ini merupakan satu-satunya

alat bukti yang dipakai untuk membuktikan telah terjadi asuransi.

5). Hubungan asuransi

Hubungan asuransi yang terjadi antara Penanggung dan Tertanggung adalah

keterikatan (legally bound) yang timbul karena persetujuan atau kesepakatan bebas.

Keterikatakan tersebut berupa kesedian secara sukarela dari Penanggung dan

Tertanggung untuk memenuhi kewajiban dan hak masing-masing terhadap satu sama

lain (secara timbal balik), artinya sejak tercapai kesepakatan asuransi, Tertanggung

terikat dan wajib membayar premi asuransi kepada Penanggung, dan sejak itu pula

Penanggung menerima pengalihan resiko. Jika terjadi evenemen yang menimbulkan


Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
40

kerugian atas benda asuransi, Penanggung wajib membayar ganti kerugian sesuai

dengan ketentuan polis asuransi. Tetapi jika tidak terjadi evenemen, premi yang sudah

dibayar oleh Tertanggung tetap menjadi milik Penanggung.

Salah satu unsur penting dalam peristiwa asuransi yang terdapat dalam

rumusan Pasal 246 KUHDagang adalah ganti kerugian. Unsur tersebut hanya

menunjuk kepada asuransi kerugian (loss insurance) yang objeknya adalah harta

kekayaan. Asuransi jika (life insurance) tidak termasuk dalam rumusan Pasal 246

KUHDagang, karena jiwa manusia bukanlah harta kekayaan. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa ketentuan Pasal 246 KUHDagang hanya mencakup bidang

asuransi kerugian, tidak asuransi jiwa.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat

diidentifikasikan beberapa unsur yang harus ada pada asuransi kerugian sebagai

berikut :39

a). Penanggung dan Tertanggung.

b). Persetujuan bebas antara Penanggung dan Tertanggung.

c). Benda asuransi dan kepentingan Tertanggung.

d). Tujuan yang ingin dicapai.

e). Risiko dan premi.

f). Evenemen dan ganti kerugian.

g). Syarat-syarat yang berlaku.

h). Bentuk akta polis asuransi.

Selanjutnya di dalam ketentuan Pasal 1 butir (1) UU No. 2 Tahun 1992

tentang Usaha Perasuransian, diatur bahwa : “asuransi atau pertanggungan adalah

perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak Penanggung mengikatkan

39
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
41

diri kepada Tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan

penggantian kepada Tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan

keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang

mungkin akan diderita Tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti,

atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau

hidupunya seseorang yang dipertanggungkan”.

Rumusan Pasal 1 butir (1) UU No. 2 Tahun 1992 ternyata lebih luas jika

dibandingkan dengan rumusan Pasal 246 KUHDagang karena tidak hanya melingkupi

asuransi kerugian, melainkan juga asuransi jiwa. Hal ini dapat diketahui dari kata-kata

bagian akhir rumusan, yaitu “untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan

atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”. Dengan demikian,

objek asuransi tidak hanya meliputi harta kekayaan melainkan juga jiwa/raga

manusia. 40

Begitu pula pendapat para pakar tentang pengertian asuransi, antara lain

adalah Williams, Jr dan Hens menyatakan bahwa :”Insurance is the protection agains

financial loss provided by insurer” (Asuransi merupakan alat untuk melindungi

kerugian yang mungkin dideritanya). 41

Selanjutnya disebutkan pula bahwa :”…Insurance is a device by means of

which the risk of two or more persons or firm are combined through actual or

promises contribution fund out of which claimens are paid” (Asuransi sebagai alat

penerima resiko dialihkan kepadanya dengan sebelumnya menerima iuran berupa

premi). 42

40
Ibid, hal. 11.
41
Man Suparman Sastrawidjaja, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, Cetakan I,
Alumni, Bandung, 1997, hal. 10.
42
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
42

Selanjutnya pendapat Crawford oleh Magee dan Bickelhaupt, menyatakan :

Insurance is a contract by which the one party, in consideration of price paid to him

adequate to the risk, becomes security to the other that he shall not suffer loss,

damage, or prejudice by the happening of the perils specified to certain things may be

exposed to them” (Asuransi merupakan perjanjian antara satu pihak yang akan

mendapat imbalan pembayaran sesuai dengan resikonya dari kemungkinan menderita

kehilangan, kerusakan atau kerugian dari suatu peristiwa yang menimbulkan bahaya
43
baginya).

2. Sejarah Asuransi

1. Sebelum Masehi

Pada zaman kebesaran Yunani di bawah kekuasaan Alexander The Great

(356-323 SM), seorang pembantunya yang bernama Antimenes memerlukan banyak

uang guna membiayai pemerintahannya pada waktu itu. Untuk mendapatkan uang

tersebut Antimenes mengumumkan kepada para pemilik budak belian supaya

mendaftarkan budak-budaknya, dan membayar sejumlah uang tiap tahun kepada

Antimenes. Sebagai imbalannya, Antimenes menjanjikan kepada mereka jika ada

budak yang melarikan diri, maka ia akan memerintahkan budak supaya budak itu

ditangkap atau jika tidak dapat ditangkap dibayar dengan sejumlah uang sebagai

gantinya.

Apabila ditelaah dengan teliti, uang yang diterima oleh Antimenes dari

pemilik budak itu adalah semacam premi yang diterima dari Tertanggung. Sedangkan

kesanggupan Antimenes untuk menangkap budak yang melarikan diri atau membayar

43
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
43

ganti kerugian karena budak yang hilang adalah semacam resiko yang dipikul oleh

Penanggung. Perjanjian itu mirip dengan asuransi kerugian.

Pada zaman Yunani banyak orang yang meminjamkan sejumlah uang kepada

Pemerintah kota dengan janji bahwa uang tersebut diberi bunga setiap bulan sampai

wafatnya dan bahkan setelah wafat diberi bantuan biaya penguburan. Jadi, perjanjian

ini mirip dengan asuransi jiwa.

Perjanjian ini terus berkembang pada zaman Romawi sampai kira-kiran tahun

10 Masehi. Pada waktu itu dibentuk semacam perkumpulan (collegium). Setiap

anggota perkumpulan harus membayar uang pangkal dan uang iuran bulanan. Apabila

ada anggota perkumpulan yang meninggal dunia, perkumpulan memberikan bantuan

biaya penguburan yang disampaikan kepada ahli warisnya. Apabila ada anggota

perkumpulan yang pindah ke tempat lain, perkumpulan memberikan bantuan biaya

perjalanan. Apabila ada anggota perkumpulan yang mengadakan upacara tertentu,

perkumpulan memberikan bantuan biaya upacara. Apabila ditelaah dengan teliti,

maka dapat dipahami bahwa perjanjian-perjanjian tersebut merupakan peristiwa

hukum permulaan dari perkembangan asuransi kerugian dan asuransi jumlah. 44

2. Abad Pertengahan

Di Inggris sekelompok orang yang mempunyai profesi sejenis membentuk

satu perkumpulan yang disebut gilde. Perkumpulan ini mengurus kepentingan

anggota-anggotanya dengan janji apabila ada anggota yang kebakaran rumah, gilda

akan memberikan sejumlah uang yang diambil dari dana gilde yang terkumpul dari

anggota-anggota. Perjanjian ini banyak terjadi pada abad ke-9 dan mirip dengan

asuransi kebakaran.

44
Abdulkadir Muhammad, Op.cit, hal. 1.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
44

Bentuk perjanjian seperti ini lebih lanjtu berkembang di Denmark, Jerman dan

negara-negara Eropa lainnya sampai pada abad ke-12. Pada abad ke-13 dan 14

perdagangan melalui laut mulai berkembang pesat. Tetapi tidak sedikit bahaya yang

mengancam dalam perjalanan perdagangan melalui laut. Keadaan ini mulai terpikir

oleh para pedagang waktu itu untuk mencari upaya yang dapat mengatasi

kemungkinan kerugian yang timbul melalui laut. Inilah titik awal perkembangan

asuransi laut.

Untuk kepentingan perjalanan melalui laut, pemilik kapal meminjam sejumlah

uang dari pemilik uang dengan bunga tertentu. Sedangkan kapal dan barang

muatannya dijadikan jaminan. Dengan ketentuan, apabila kapal dan barang

muatannya rusak dan tenggelam, uang dan bunganya susah dibayar kembali. Tetapi

apabila kapal dan barang muatannya tiba dengan selamat di tempat tujuan, uang yang

dipinjam itu dikembalikan ditambah dengan bunganya. Ini disebut bodemerij. Dengan

demikian, dapat dipahami bahwa bunga yang dibayar itu seolah-olah berfungsi

sebagai premi sedangkan pemilik uang berfungsi sebagai pihak yang menanggung

risiko kehilangan uang dalam hal terjadi bahaya yang menimbulkan kerugian. Jadi,

uang hilang itu dianggap seolah-oleh sebagai ganti kerugian kepada pemilik kapal dan

barang muatannya. 45

3. Sesudah Abad Pertengahan

Sesudah abad pertengahan, bidang asuransi laut dan asuransi kebakaran

mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama di negara-negara Eropa Barat,

seperti di Inggris pada abad ke-17, kemudian di Prancis pada abad ke-18, dan terus ke

negeri Belanda. Perkembangan asuransi laut di negara-negara tersebut dapat

dimaklumi karena negara-negara tersebut banyak berlayar melalui laut dari dan ke

45
Ibid, hal. 2.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
45

negara-negara sebeerang laut (overeas countries) terutama daerah-daerah jajahan

mereka.

Pada waktu pembentukan Code de Commerce Prancis awal abad ke-19,

asuransi laut dimasukkan dalam kodifikasi. Pada waktu pembentukan Wetboek van

Koophandel Nederland, di samping asuransi laut dimasukkan juga asuransi

kebakaran, asuransi laut diatur secara khusus dalam Undang-Undang Asuransi Laut

(Marine Insurance Act) yang dibentuk pada tahun 1906. Berdasarkan asas

konkordansi, Wetboek van Koophandel Nederland diberlakukan pula di Hindia

Belanda melalui Stb. No. 23 Tahun 1847.

4. Abad Ilmu dan Teknologi

Perkembangan ilmu dan teknologi yang pesat pada abad ke-20 berdampak

positif pada perkembangan usaha bidang perasuransian. Kegiatan usaha tidak hanya

bidang asuransi melainkan juga bidang penunjang asuransi. Pembangunan bidang

prasarana tranportasi sampai daerah pelosok mendorong perkembangan sarana

transportasi darat, laut dan udara serta meningkatkan mobilitas penumpang dari suatu

daerah ke daerah bahkan negara lain. Ancaman bahaya lalu lintas juga makin

meningkat sehingga kebutuhan perlindungan terhadap barang muatan dan jiwa

penumpang juga meningkat. Dengan demikian, mendorong perkembangan

perusahaan asuransi jiwa dan asuransi social (social securityh insurance).

Pembangunan di bidang ekonomi ditandai oleh munculnya perusahaan-

perusahaan besar yang memerlukan banyak modal melalui kredit, bangunan kantor,

tenaga kerja yang membutuhkan jaminan perlindungan dari ancaman bahaya

kemacetan, kebakaran dan kecelakaan kerja.

Hal ini mendorong perkembangan asuransi kredit, asuransi kebakaran, dan

asuransi tenaga kerja. Perkembangan di bidang teknologi satelit komunikasi juga


Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
46

memerlukan perlindungan dari ancaman kegagalan peluncuran dan berfungsinya

satelit sehingga perlu diasuransikan. Hal ini pernah terjadi ketika Indonesia

meluncurkan satelit Palapa B2 yang gagal masuk garis orbit. Karena kegagalan

tersebut, Indonesia mengklaim dan mendapat ganti kerugian.

Perkembangan usaha perasuransian mengikuti perkembangan ekonomi

masyarakat. Makin tinggi pendapatan perkapita masyarakat, makin mampu

masyarakat memiliki harta kekayaan dan makin dibutuhkan pula perlindungan

keselamatannya dari ancaman bahaya. Karena pendapatan masyarakat meningkat

maka kemampuan membayar premi asuransi juga meningkat. Dengan demikian,

usaha perasuransian juga berkembang dalam masyarakat yang meliputi asuransi

kerugian, asuransi jiwa dan asuransi sosial yang diatur dalam berbagai undang-

undang, khusus mengenai asuransi sosial tidak didasarkan pada perjanjian melainkan

diatur dengan undang-undang sebagai asuransi wajib (compulsary). 46

3. Peraturan Perundangan-undangan Perasuransian.

1. Pengaturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)

Dalam KUHDagang ada dua cara pengaturan asuransi yaitu pengaturan yang

bersifat umum dan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum terdapat

dalam Buku I Pasal 246-286 KUHDagang yang berlaku bagi semua jenis asuransi,

baik yang sudah diatur dalam KUHDagang maupun yang diatur di luar KUHDagang,

kecuali jika secara khusus ditentukan lain. Pengaturan yang bersifat khusus terdapat

dalam Buku I Bab 10 Pasal 287-308 KUHDagang dan Buku II Bab 9 dan 10 Pasal

592-695 KUHDagang dengan rincian sebagai berikut :47

46
Ibid, hal. 4-5.
47
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
47

a). Asuransi kebakaran Pasal 287-298 KUHDagang.

b). Asuransi hasil pertanian Pasal 299-301 KUHDagang.

c). Asuransi jiwa Pasal 302-308 KUHDagang.

d). Asuransi pengangkutan laut dan perbudakan Pasal 592-685 KUHDagang.

e). Asuransi pengangkutan darat, sungai dan perairan pedalaman Pasal 686-695

KUHDagang.

Pengaturan asuransi dalam KUHDagang mengutamakan segi keperdataan

yang didasarkan pada perjanjian antara Tertanggung dan Penanggung. Perjanjian

tersebut menimbulkan kewajiban dan hak Tertanggung dan Penanggung secara timbal

balik. Sebagai perjanjian khusus, asuransi dibuat secara tertulis dalam bentuk akta

yang disebut polis asuransi. Pengaturan asuransi dalam KUHDagang meliputi :

a). Asas-asas asuransi.

b). Perjanjian asuransi

c). Unsur-unsur asuransi.

d). Syarat-syarat (klausula) asuransi.

e). Jenis-jenis asuransi.

2. Undang-Undang No. 2 Tahun 1992

Jika KUHDagang mengutamakan pengaturan asuransi dari segi keperdataan,

maka UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian LN. No. 13 Tahun 1992

tanggal 11 Februari 1992 mengutamakan pengaturan asuransi dari segi bisnis dan

publik administrasi, yang jika dilanggar mengakibatkan pengenaan sanksi pidana dan

administratif. Pengaturan dari segi bisnis artinya menjalankan usaha perasuransian

harus sesuai dengan aturan hukum perasuransian dan perusahaan yang berlaku. Dari

segi publik administrative artinya kepentingan masyarakat dan negara tidak boleh
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
48

dirugikan. Jika hal ini dilanggar, maka pelanggaran tersebut diancam dengan sanksi

pidana dan sanksi administrative menurut Undang-Undang Perasuransian.

Pelaksanaan UU No. 2 Tahun 1992 diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 73

Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian LN. No. 120 Tahun 1992.

Pengaturan usaha perasuransian dalam UU No. 2 Tahun 1992 terdiri dari 13

bab dan 28 pasal dengan rincian substansi sebagai berikut : 48

1). Bidang usaha perasuransian meliputi :

a). Usaha asuransi

b). Usaha penunjang asuransi.

2). Jenis usaha perasuransian meliput :

a). Usaha asuransi terdiri dari asuransi kerugian, asuransi jiwa dan reasuransi.

b). Usaha penunjang asuransi terdiri dari pialang asuransi, pialang reasuransi,

penilai kerugian asuransi, konsultan aktuaria dan agen asuransi.

3). Perusahaan perasuransian meliputi :

a). Perusahaan asuransi kerugian.

b). Perusahaan asuransi jiwa.

c). Perusahaan reasuransi.

d). Perusahaan pialang asuransi.

e). Perusahaan pialang reasuransi.

f). Perusahaan penilai kerugian asuransi.

g). Perusahaan konsultan aktuaria

h). Perusahaan agen asuransi.

4). Bentuk hukum usaha perasuransian terdiri dari :

a). Perusahaan Perseroan (Persero).

48
Ibid, hal. 19.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
49

b). Koperasi

c). Perseroan Terbatas (PT).

d). Usaha Bersama (mutual)

5). Kepemilikan Perusahaan Perasuransian oleh :

a). Warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia

b). Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia bersama dengan

perusahaan perasuransian yang tunduk pada hukum asing.

6). Perizinan usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan.

7). Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan

mengenai :

a). Kesehatan keuangan perusahaan asuransi kerugian, perusahaan asuransi jiwa,

dan perusahaan reasuransi.

b). Penyelenggaraan usaha perusahaan dan modal usaha.

8). Kepailitan dan likuidasi perusahaan asuransi melalui keputusan Pengadilan

Negeri.

9). Ketentuan sanksi pidana dan sanksi administrasi meliputi :

a). Sanksi pidana karena kejahatan : menjalankan usaha perasuransian tanpa izin,

menggelapkan premi asuransi, menggelapkan kekayaan perusahaan asuransi

dan reasuransi, menerima/menadah/membeli kekayaan perusahaan hasil

penggelapan, pemalsuan dokumen perusahaan asuransi dan reasuransi.

b). Sanksi administratif berupa ganti kerugian, denda administratif, peringatan,

pembatasan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha perusahaan.

3. Undang-Undang Asuransi Sosial

Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
50

Asuransi sosial di Indonesia pada umumnya meliputi bidang jaminan

keselamatan angkutan umum, keselamatan kerja dan pemeliharaan kesehatan.

Program asuransi sosial diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) UU No. 2 Tahun 1992 . Perundang-

undangna yang mengatur asuransi sosial adalah sebagai berikut :

1). Asuransi sosial kecelakaan penumpang (Jasa Raharja) :

a). UU No. 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan

Penumpang. Peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan Pemerintah No. 17

Tahun 1965.

b). UU No. 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, Peraturan

Pemerintah No. 18 Tahun 1965.

2). Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) :

a). UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK).

b). Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1990 tentang Penyelenggaraan Asuransi

Sosial Tenaga Kerja (Perubahan Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1977).

c). Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 1991 tentang Asuransi Sosial Angkatan

Bersenjata RI (ASABRI).

d). Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai

Negeri Sipil (ASPNS).

3). Asuransi Sosial Pemeliharaan Kesehatan (ASKES), yaitu Peraturan Pemerintah

No. 69 Tahun 1991 tentang Pemeliharaan Kesehatan PNS, Penerimaan Pensiun,

Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya.

Dengan berlakunya UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dan

perundang-undangan asuransi sosial di samping ketentuan asuransi dalam

Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
51

KUHDagang, maka dianggap cukup memadai aturan hukum yang mengatur tentang

usaha perasuransian, baik dari segi keperdataan maupun dari segi publik administratif.

4. Jenis-Jenis Asuransi

a. Perjanjian Asuransi Menurut Kitab Undang-undang Hukum Dagang

(KUHD)

Jika dibandingkan dengan sistematika yang dianut secara umum, maka

pembagian perjanjian asuransi dalam KUH Dagang tidak mengikuti aturan umum.

Kesimpulan tersebut dapat diambil dengan melihat bahwa pada umumnya masyarakat

membedakan secara tegas antara asuransi kerugian dengan asuransi jiwa, sedang

KUH Dagang tidak. Hal tersebut dapat dilihat pada KUH Dagang yang mengatur

pertanggungan terhadap bahaya kebakaran dalam satu buku dengan pertanggungan

jiwa.

Secara singkat, sistematika KUH Dagang dapat dikemukakan sebagai

berikut :49

Buku I Bab IX : Tentang pertanggungan kerugian pada umumnya.

Buku I Bab X : Tentang pertanggungan terhadap bahaya kebakaran, bahaya

yang mengancam hasil pertanian di sawah dan pertanggungan

jiwa.

Buku II Bab IX : Tentang pertanggungan terhadap bahaya laut dan bahaya

perbuakan.

Buku II Bab IX : Tentang pengangkutan di darat dan sungai, serta perairan

pedalaman.

49
Agus Prawoto, Hukum Asuransi dan Kesehatan Perusahaan Asuransi, Cetakan II, BPFE,
Yogyakarta, 1995, hal. 63-64.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
52

Jenis pertanggungan yang menjadi urutan pertama diatur oleh KUHDagang

adalah pertanggungan terhadap bahaya kebakaran. Pertanggungan kebakaran ini oleh

KUHDagang dibedakan berdasarkan objek yang ditutupnya. Dalam hubungan ini,

pertanggungan kebakaran dibedakan ke dalam pertanggungan atas barang-barang

tidak bergerak dan barang-barang bergerak. Dasar KUH Dagang membedakan kedua

pertanggungan ini kurang jelas, namun pembedaan itu kemungkinan disebabkan oleh

adanya persyaratan tambahan bagi pertanggungan kebakaran atas barang-barang tidak

bergerak, perbedaan dalam melakukan penilaian ganti rugi dan perbeda an dala

mmemberikan ganti rugi. Adapun jenis-jenis pertanggungan menurut KUH Dagang,

adalah :

1). Pertanggungan Kebakaran Barang Tidak Bergerak

Polis asuransi kebakaran menurut Pasal 287 KUH Dagang selain harus

menyebutkan hal-hal yang diatur dalam Pasal 256 KUH Dagang juga harus

memuat : 50

a). Letak barang-barang tetap yang dipertanggungkan beserta batas-batasnya.

b). Pemakaiannya.

c). Sifat dan pemakaian gedung-gedung yang berbatasan, sekedar itu ada

pengaruhnya terhadap pertanggungan yang bersangkutan.

d). Harga barang-barang yang dipertanggungkan.

e). Letak dan batas gedung-gedung dan tempat-tempat dimana barang-barang

bergerak yang dipertanggungkan itu disimpan/ditumpuk (dalam hal objek yang

dipertanggungkan adalah barang bergerak).

Khusus untuk pertanggungan kebakaran barang-barang tidak bergerak berupa

bangunan, dalam polis harus diperjanjian bahwa kerugian yang menimpa persil yang

50
Ibid, hal. 64-65.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
53

bersangkutan akan diganti, dibangun kembali atau diperbaiki paling banyak sampai

dengan jumlah uang pertanggungan. Dalam hal kerugian itu diberikan ganti rugi,

maka besarnya ganti rugi dihitung dengan membandingkan antara harga persil

sebelum terjadinya malapetaka dengan harga sisa-sisa/puing setelah terjadinya

kebakaran, dan kerugian itu dibayar dengan harga tunai. Sedang dalam hal ganti rugi

dilakukan dengan cara membangun kembali, maka Tertanggung wajib melakukan

pembangunan kembali atau memperbaikinya, dan penanggung berhak mengadakan

pengawasan seperlunya atas penggunaan uang ganti rugi yang diberikan, bahkan jika

perlu dengan suatu penetapan dengan melalui keputusan hakim (Pasal 288 KUH

Dagang). Apabila pembangunan kembali itu diperjanjian dalam polis asuransi

kebakaran dengan harga penuh, maka biaya pembangunan kembali yang dapat

diperjanjian dalam polis tidak boleh melebihi dari tiga perempat biaya-biaya tersebut

(Pasal 289 KUH Dagang).

2). Pertanggungan kebakaran atas barang-barang bergerak

Pada pertanggungan kebakaran untuk barang-barang bergerak, apabila harga

barang itu tidak dicantumkan dalam polis, maka ganti rugi diberikan sesuai dengan

kerugian yang diderita dengan catatan bahwa nilai barang dinilai pada saat kerugian

itu terjadi. Bahkan apabila harga barang dicantumkan dan Penanggung

menganggapnya terlalu tinggi, maka hakim dapat meminta kepada Tertanggung untuk

mengangkat sumpah mengenai harga barang tersebut (Pasal 295 KUH Dagang).

Berbeda dengan pertanggungan kebakaran yang pertama, KUH Dagang tidak


51
mengharuskan adanya persyaratan tambahan yang harus dicantumkan dalam polis.

51
Ibid, hal. 67.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
54

3). Pertanggungan terhadap bahaya-bahaya yang mengancam hasil-hasil pertanian

yang belum dipanen.

Pertanggungan ini diatur dalam Pasal 299 KUH Dagang sampai dengan Pasal

301, dan macam asuransi jenis ini di masyarakat dikenal dengan nama Crops

Insurance. Untuk sahnya pertanggungan KUH Dagang menentukan bahwa selain

syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 256, maka dalam polis juga harus
52
dicantumkan :

a). letak dan batas-batas tanah yang hasilnya dipertanggungkan.

b). pemakaiannya.

Pencantuman informasi semacam itu, selain dapat memberikan kepastian

hukum tentang hasil dari suatu lahan yang dipertanggungkan, juga dapat membantu

perusahaan asuransi dalam melakukan perhitungan risiko guna menetapkan premi

asuransi yang harus dibayar. Pertanggungan dapat diadakan untuk waktu satu tahun

atau lebih. Dan apabila waktu pertanggungan ini tidak ditentukan dalam polis, maka

pertanggungan dianggap diadakan untuk jangka waktu satu tahun.

Nilai kerugian yang harus diberikan ganti rugi adalah selisih antara nilai hasil

pertanian atau nilai kenikmatan hasil tersebut, bila tidak terjadi bencana dengan harga

barang yang sama setelah terjadi bencana.

4). Pertanggungan Jiwa

Perjanjian ini dalam KUH Dagang diatur dalam Pasal 302 sampai dengan

Pasal 308. Yang dipertanggungkan dalam perjanjian asuransi ini adalah jiwa

seseorang, yang dipertanggungkan untuk keperluan seseorang yang berkepentingan,

baik untuk suatu waktu tertentu yang diperjanjikan atau untuk seumur hidup

52
Ibid, hal. 68.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
55

tertanggung. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, maka polis

pertanggungan jiwa harus memuat :

a). hari ditutupnya pertanggungan.

b). nama tertanggung.

c). nama orang yang jiwanya dipertanggungkan.

d). jangka waktu pertanggungan.

e). jumlah uang pertanggungan.

Yang berbeda dengan pertanggungan lainnya adalah bahwa dalam

pertanggungan jiwa ini, yang berkepentingan dapat mengadakan pertanggungan tanpa

sepengetahuan atau persetujuan orang yang jiwanya dipertanggungkan. Bahkan

besarnya uang pertanggungan dan syarat-syarat perjanjian asuransi tersebut.

Keleluasaan yang terlalu besar semacam inilah yang kemudian menimbulkan berbagai

masalah di masyarakat karena banyaknya penyalahgunaan yang perlu diwaspadai

masyarakat umum.

Selain itu yang perlu diperhatikan dalam hubungannya dengan objek yang

dipertanggungkan prinsip-prinsip asuransi adalah apakah jiwa itu dapat dinilai atau

tidak. Dan apakah kematian itu tidak bersifat pasti. Untuk menjawab pertanyaan ini,

maka kita perlu melihat kembali bahwa KUH Dagang membolehkan yang

berkepentingan untuk mengasuransikan jiwa seseorang tanpa pengetahuan dan atau

seizini si tertanggung. Dengan diasuransikannya jiwa tertanggung, maka kerugian

akibat kematian tertanggung sebagai dapat ditanggulangi. Dengan demikian,

walaupun yang diasuransikan secara tertulis adalah kerugian yang timbul sebagai

akibat dari matinya tertanggung yaitu terputusnya aliran pendapatan yang semula

dihasilkan oleh tertanggung. Jadi bukanlah jiwanya, karena jiwa seseorang itu tidak

dapat dinilai dengan uang. Sedangkan mengenai kematian tertanggung, yang belum
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
56

pasti di sini bukanlah kematian itu sendiri, melainkan waktu kematian

seseorang/tertanggung.

5). Pertanggungan terhadap segala bahaya laut dan bahaya perbudakan

Tidak ada suatu ketentuan umum yang menjelaskan mengenai apa yang

dimaksud dengan bahaya laut. Dari ketentuan Pasal 637 KUH Dagang yang mengatur

mengenai kerugian yang harus dipikul oleh tertanggung, dapat disimpulkan bahwa

yang dimaksud dengan bahaya laut meliputi, taufan, hujan lebat, pecahnya kapal,

terdamparnya kapal, tergulingnya kapal, tabrakan, kapal dipaksa mengubah

haluan/perjalanan, pembuangan barang-barang ke laut, kebakaran, paksaaan,

perampasan, bajak laut/perompak, penahanan, pernyataan perang, tindakan

pembalasan, kelalaian atau kecurangan nakhoda atau anak buahnya, segala

malapetaka yang datang dari luar, dan bahaya lain sepanjang tidak dikecualikan oleh

undang-undang atau polis asuransi. 53

6). Pertanggungan terhadap bahaya dalam pengangkutan di darat, di sungai dan di

perairan darat.

KUH Dagang tidak memberikan pengaturan sama sekali tentang pengertian

dari bahaya-bahaya tersebut. Dalam Pasal 693 KUH Dagang hanya disebutkan bahwa

penanggung juga harus bertanggung jawab terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh

kesalahan atau kecurangan orang-orang yang bertugas menerima, mengangkut dan

menyerahkan barang dalam hal barang diangkut dengan pengangkutan darat.

53
Ibid, hal. 73-74.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
57

Mengenai isi polis, Pasal 686 KUH Dagang menentukan bahwa selain

persyaratan yang ditentukan dalam Pasal 256 KUH Dagang, maka polis untuk

pertanggungan ini juga harus memuat : 54

a). waktu dalam hal perjalanan itu harus selesai, apabila perjalanan itu ditentukan

dalam surat pengangkutannya.

b). apakah perjalanan itu harus dilakukan secara tidak terputus-putus ataukah

sebagian-sebagian.

c). nama nakhoda, juru angkut atau ekspeditur yang telah menerima pengangkutan

tersebut.

a. Perjanjian Asuransi Yang diatur di luar KUH Dagang

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa KUH Dagang

tidak mengatur secara lengkap mengenai macam pertanggungan yang ada dalam

masyarakat.
55
Jenis pertanggungan yang belum diatur oleh KUH Dagang adalah :

1). Asuransi Kecelakaan

Objek dari asuransi kecelakaan adaah manusia. Asuransi ini memberikan

jaminan terhadap kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan. Kerugian yang timbul

dari kecelakaan dapat berupa meninggal, cacat sementara, cacat tetap, biaya

pengobatan dan perawatan di rumah sakit.

Asuransi kecelakaan biasanya tidka memberikan jaminan atas kerugian yang

timbul dari perkelahian, tindak pidana, bunuh diri, mabuk, melahirkan, pembedahan,

peperangan dan bencana alam. Demikian jgua kerugian yang disebabkan oleh radiasi

nuklir, dihukum mati, kecelakaan karena latihan olah raga bela diri, seperti silat,

54
Ibid, hal. 76-77.
55
Ibid, hal. 77-93.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
58

karate dan sebagainya. Namun demikian, kecelakaan yang diakibatkan oleh olah rga

keras dapat diasuransikan walaupun preminya sangat tinggi. Sebagai contoh adalah

kecelakaan pada pemain olahraga American football.

2). Asuransi Kesehatan

Asuransi kesehatan memberikan jaminan terhadap kerugian yang timbul dari

hilangnya atau menurunnya kesehatan seseorang, sebenarnya dapat menjadi risiko

yang lebih besar. Sakitnya seseorang tidak hanya dapat menyebabkan berkurangnya

pendapatan secara tajam karena kemampuannya berkurang, namun juga dapat

menimbulkan kerugian lain berupa diperlukannya dana tambahan guna pengobatan

dan perawatan selama yang bersangkutan sakit. Apabila berkurangnya pengobatan

dan perawatan selama yang bersangkutan sakit. Apabila berkurangna kemampuan

untuk memperoleh pendapatan itu berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka

kerugian yang dialami seseorang akan semakin bertambah besar.

3). Asuransi Penerbangan

Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kedirgantaraan,

asuransi penerbangan juga mengalami perkembangan yang sangat pesat. Asuransi

penerbangan saat ini memberikan jaminan terhadap kerugian yang timbul dari

penerbangan secara luas. Yang dijamin tidak saja terhadap kerugian yang berkaitan

dengan pesawat dan perlengkapannya, melainkan juga yang berkenaan dengan

penumpang, bagasi, tanggung jawab hukum terhadap ketiga dan bahkan produknya

itu sendiri.

4). Asuransi Gangguan Usaha

Asuransi gangguan usaha ini membicarakan jaminan terhadap kerugian yang

ditimbulkan oleh terganggunya kegiatan usaha yang dilakukan oleh pengusaha.

Kerugian yang dimaksud dalam asuransi jenis ini biasanya merupakan kerugian yang
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
59

merupakan konsekuensi langsung dari suatu evenemen tertentu seperti kebakaran,

banjir, gempa bumi, dan sebagainya. Misalnya akibat kebakaran yang menimpa suatu

pabrik dapat menyebabkan laba yang diharapkan menjadi hilang, kemudian

perusahaan juga harus tetap membayar gaji karyawannya, membayar kreditnya,

kehilangan pangsa pasar atas produk yagn dijualnya, serta menunggu dibangunnya

kembali pabrik yang terbakar apabila dimungkinkan demikian.

5). Asuransi Engineering

Asuransi ini merupakan jenis asuransi yang baru di Indonesia, yang

perkembangannya sesuai dengan laju pembangunan di tanah air kita. Asuransi

Engineering bertujuan untuk memberikan proteksi terhadap kerugian yang timbul

dalam kegiatan konstruksi (rekayasa).

6). Asuransi Tanggung Jawab Hukum

Perikatan itu dapat timbul karena undang-undang yang berhubungan dengan

perbuatan orang. Perbuatan orang dapat berupa perbuatan yang halal dan tidak halal.

Asuransi tanggung jawab hukum adalah asuransi yang berkaitan dengan perbuatan

orang yang tidak halal, yaitu perbuatan orang yang menimbulkan kerugian pada pihak

lain.

Sebagai contoh adalah kelalaian seorang pengemudi yang menabrak

kendaraan di depannya. Perbuatan itu menimbulkan kerugian pada pihak yang

ditabrak yang menyebabkan pihak tersebut dapat menuntut ganti rugi kepda yang

menabraknya.

7). Asuransi Jaminan (Bond)

Istilah “asuransi jaminan” ini sebenarnya kurang tepat karena “redundant”

(berlebih-lebihan). Istilah itu bisa berarti “jaminan-jaminan”. Asuransi ini pada

dasarnya ditujukan kepada Surety bond dan fidelity.


Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
60

Surety bond adalah kontrak asuransi yang memberikan jaminan terhadap

obligee (pembeli surety bond) untuk memulihkan atau menyelesaikan pelaksanaan

tugas pekerjaan yang sebagian atau seluruhnya gagal dilaksanakan oleh obligee

kepada pemiliknya (obligor).

Fidelity bond adalah asuransi yang menjamin kerugian yang timbul karena

ketidakjujuran ataupun ketidakmampuan keuangan/kekayaan yang merusak atau

melanggar kepercayaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada tertanggung (pembeli

jaminan).

8). Asuransi Kredit

Dalam melaksanakan suatu pembangunan atau investasi ataupun kegiatan

usaha yang lain, seorang investor seringkali tidak saja menggunakan dana yang

dimiliki sendiri, melainkan juga dengan menggunakan dana yang berasal dari

pinjaman yang berasal dari lembaga pendidikan.

Agar kredit yang diberikan oleh suatu bank itu mendapatkan jaminan

pengembalian pokok dan bunganya, maka selain bank akan melakukan studi atas

proposal yang diajukan peminjam juga sering menggunakan lembaga asuransi dalam

transaksi tersebut karena terdapatnya bahaya/peril lain yang tidak dapat dijangkau

dalam sistem pengawasan perbankan. Dalam hubungan seperti itu biasanya pihak

bank (kreditur) akan minta agar pihak debitur (peminjam) menutup suatu asuransi,

guna menjaga pengembalian kreditnya apabila debitur ternyata tidak mampu

mengembalikan pinjaman (default). Karena debitur yang harus menutup asuransi,

maka pembayaran premi juga harus dibebankan kepada pihak kreditur.

9). Asuransi Kecurian/Perampokan

Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
61

Perjanjian asuransi ini memberikan jaminan terhadap kerugian yang

ditimbulkan oleh tindak pidana pencurian atau perampokan yang diderita oleh

tertanggung.

Objek yang diasuransikan adalah segala kerugian yang timbul baik karena

rusaknya atau hilangnya harta benda maupun menurunnya kesehatan tertanggung

karena tindak pidana pencurian (yang bisa terjadi dengan kekerasan) dan atau

perampokan. Di Indonesia, kerugian semacam ini dapat ditutup pula dengan asuransi

kebakaran.

10). Asuransi Surat Berharga

Asuransi surat berharga juga merupakan asuransi yang lahir sebagai

konsekuensi dari perkembangan kegiatan usaha, yang memberikan jaminan terhadap

kerugian yang timbul karena kehilangan, pencurian, perampokan, pembongkaran,

penggelapan dan tindakan lain yang dilakukan tertanggung ataupun yang dikuasakan

melakukan pengelolaan terhadap surat-surat berharga, pada saat surat-surat itu ada

pada lemari pengaman (vault). Asuransi juga dapat ditutup terhadap surat berharga

yang dalam pengiriman, terhadap kerugian yang timbul karena hilang, dicuri,

perampokan, penggelapan atau kerusakan.

11). Asuransi Malpraktik

Asuransi ini sebenarnya termasuk ke dalam jenis asuransi tanggung jawab

hukum, yaitu suatu asuransi yang memberikan jaminan terhadap kerugian yang timbul

karena kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh kalangan profesi yang

melakukan tugas seperti dokter, lawyer (penasehat hukum) dan sebagainya. Dalam

menentukan apakah seorang profesi itu melakukan kelalaian atau tidak maka

memerlukan keputusan hakim. Dalam memutuskan perkara semacam ini sering

meminta keterangan ahli karena hakim seringkali tidak menguasai masalahnya.


Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
62

5. Perjanjian Asuransi

Perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan

kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Hubungan hukum adalah suatu

hubungan yang akibatnya diatur oleh hukum. Setiap perjanjian asuransi harus

mengandung unsur-unsur essensial seperti kata sepakat, pihak yang kompeten, objek

yang sah dan imbalan.


56
Prinsip-prinsip perjanjian asuransi :

a. Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan (Insurable Interest)

Prinsip ini terkandung dalam Pasal 250 KUH Dagang yang pada intinya

menentukan bahwa agar suatu perjanjian asuransi dapat dilaksanakan, maka objek

yang diasuransikan haruslah merupakan suatu kepentingan yang dapat diasuransikan

(insurable interest) yakni kepentingan yang dapat dinilai dengan uang. Dengan kata

lain, seseorang boleh mengasuransikan barang-barang apabila yang bersangkutan

mempunyai kepentingan atas barang yang dipertanggungkan.

b. Prinsip Keterbukaan

Prinsip keterbukaan (ulmost good faith) terkandung dalam ketentuan Pasal 253

KUH Dagang yang pada intinya menyatakan bahwa penutupan asuransi baru sah

apabila penutupannya didasari itikad baik.

c. Prinsip Indemnity

Prinsip ini terkandung dalam Pasal 253 KUH Dagang. Menurut prinisp

Indemnity bahwa yang menjadi dasar penggantian kerugian dari penanggung kepada

tertanggung adalah sebesar kerugian yang sesungguhnya diderita oleh tertanggung

56
Abdul R. Saliman dkk, Hukum Bisnis untuk Perusahaan (Teori dan Contoh Kasus),
Cetakan I, Kencana, Jakarta, 2006, hal. 186-187.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
63

dalam arti tidak dibenarkan mencari keuntungan dari ganti rugi asuransi atau

pertanggungan. Inti dari prinsip ini adalah seimbang yakni seimbang antara kerugian

yang betul-betul diderita oleh tertanggung dengan jumlah ganti kerugiannya.

d. Prinsip Subrogasi untuk kepentingan penanggung

Prinsip ini terkandung dalam ketentuan Pasal 284 KUH Dagang yang pada

intinya menentukan bahwa apabila tertanggung sudah mendapatkan penggantian atas

dasar prinsip indemnity, maka si tertanggung tak berhak lagi memperoleh penggantian

dari pihak lain, walaupun jelas ada pihak lain yang bertanggung jawab pula atas

kerugian yang dideritanya. Penggantian dari pihak lian harus diserahkan pada

penanggung yang telah memberikan ganti rugi dimaksud.

Di samping prinsip-prinsip, terdapat beberapa asas-asas lainnya yang


57
memberikan ciri kepada perjanjian asuransi, yaitu :

1). Asas konsensual

Perjanjian asuransi itu ada segera setelah tercapainya persesuaian kehendak

antara kedua belah pihak, bahkan sebelum polis ditandatangani.

2). Asas conditional (perjanjian bersyarat)

Perwujudan prestasi penanggung itu digantungkan kepada suatu peristiwa

yang tidak pasti. Terjadinya peristiwa yang tidak pasti itu merupakan syarat

perwujudan dari prestasi penanggung.

2). Asas Kepercayaan

Dengan mengalihkan resiko kepada penanggung melalui pembayaran premi,

maka si tertanggung percaya bahwa apabila resiko itu ternyata menjadi kenyataan,

maka penanggung akan membayar kerugian yang dideritanya itu.

57
Agus Prawoto, Op.cit, hal. 45.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
64

Karena asuransi sebagai perjanjian untuk mengalihkan risiko, maka di dalam

mengadakan perjanjian asuransi ada pihak-pihak yang berkaitan langsung yang

disebut sebagai subjek perjanjian yaitu pihak tertanggung dan penanggung yang

mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban, sedangkan objek asuransi adalah jiwa

dan harta benda.

a). Hak tertanggung

(1). Menuntut agar polis ditandatangi oleh penanggung

(2). Menuntut agar polis segera diserahkan oleh penanggung

(3). Meminta ganti kerugian kepada penanggung karena pihak yang disebut

terakhir ini lalai menandatangi dan menyerahkan polis sehingga

menimbulkan kerugian kepada tertanggung.

(4). Melalui pengadilan, tertanggung dapat membebaskan penanggung dari

segala kewajibannya pada waktu yang akan datang.

(5). Mengadakan “solvabiliteit verzekering” karena tertanggung ragu akan

kemampuan penanggungnya.

(6). Menuntut pengembalian premi baik seluruhnya maupun sebagian, apabila

perjanjian asuransi batal atau gugur.

(7). Menuntut ganti rugi kepada penanggung apabila peristiwa yang diperjanjian

dalam polis terjadi.

b). Kewajiban tertanggung

(1). Membayar premi kepada penangung.

(2). Memberikan keterangan yang benar kepada penanggung mengenai objek

yang diasuransikan.

Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
65

(3). Mengusahakan atau mencegah agar peristiwa yang dapat menimbulkan

kerugian terhadap objek yang diasuransikan tidak terjadi atau dapat

dihindari.

(4). Memberitahukan kepada penanggung bahwa telah terjadi peristiwa yang

menimpa objek yang diasuransikan, berikut usaha-usaha pencegahannya.

c). Hak penanggung

(1). Menuntut pembayaran premi kepada tertanggung sesuai dengan perjanjian.

(2). Meminta keterangan yang benar dan lengkap kepada tertanggung yang

berkaitan dengan dengan objek yang diasuransikan kepadanya.

(3). Memiliki premi, bahkan menuntutnya dalam hal peristiwa yang

diperjanjikan terjadi tetapi disebabkan oleh kesalahan tertanggung sendiri.

(4). Memiliki premi yang sudah diterima dalam hal asuransi batal atau gugur

yang disebabkan oleh perbuatan curang dari tertanggung.

(5). Melakukan asuransi kembali kepada penanggung yang lain, dengan maksud

untuk membagi risiko yang dihadapinya.

d). Kewajiban penanggung

(1). Memberikan ganti kerugian atau sejumlah uang kepada tertanggung apabila

peristiwa yang diperjanjikan terjadi, kecuali jika terdapt hal yang dapat

menjadi alasan untuk membebaskan dari kewajiban tersebut.

(2). Menandatangani dan menyerahkan polis kepada tertanggung.

(3). Mengembalikan premi kepada tertanggung jika asuransi batal atau gugur

dengan syarat tertanggung belum menanggung risiko sebagian atau

seluruhnya.

Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
66

(4). Dalam asuransi kebakaran, penanggung harus mengganti biaya yang

diperlukan untuk membangun kembali apabila dalam asuransi tersebut


58
diperjanjikan demikian.

Perjanjian asuransi berakhir, karena :

(1). Asuransi dianggap gugur, apabila :

(a). seluruh barang tak diangkut, maka asuransi seluruhnya gugur.

(b). Bila hanya sebagian barang-barang yang diangkut, maka hanya sebagian

asuransi saja yang gugur.

(2). Asuransi dianggap batal, apabila :

(a). tertanggung tidak memberi tahu hal yang sebenarnya kepada penanggung

tentang barang yang diasuransikan.

(b). terjadi dubble verzekering atau a double insurance atau asuransi ganda.

(c). tertanggung mengetahui ada kerugian terhadap mana asuransi diadakan.

(3). Asuransi dianggap berakhir, apabila :

(a). asuransi telah selesai dengan tibanya waktu yang telah diperjanjikan.

(b). terjadi pemusnahan keseluruhan atau terjadi kerugian yang mencapai jumlah

yang dipertanggungkan.

(c). penanggung dibebaskan oleh tertanggung.

(d). objek bahaya tidak lagi terancam bahaya / tertanggung tidak lagi memiliki

kepentingan yang diasuransikan dan penambahan bahaya.

(e). perjanjian asuransi diputuskan, sebab salah satu pihak telah melakukan

wanprestasi.

6. Peralihan Resiko

58
Man Suparman Sastrawidjaja, Op.cit, hal. 20-23.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
67

Secara umum arti risiko dalam pengertian hukum adalah beban kerugian yang

diakibatkan karena suatu peristiwa di luar kesalahannya. Dalam pengertian lain, bisa

juga dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan risiko adalah suatu ketidaktentuan

yang berarti kemungkinan terjadinya suatu kerugian dimasa yang akan datang. Jadi

dalam pengertian ini asuransi atau pertanggungan adalah menjadikan suatu

ketidakpastian menjadi kepastian, yaitu dalam hal terjadinya suatu kerugian, maka

akan memperolah suatu ganti rugi.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan risiko (risk)

dalam hukum asuransi atau pertanggungan adalah suatu peristiwa yang terjadi di luar

kehendak pihak tertanggung yang menimbulkan kerugian bagi tertanggung, risiko

mana merupakan objek jaminan asuransi atau pertanggungan sehingga pihak terakhir

ini (penanggung) akan memberikan ganti kerugian atau sejumlah uang apabila risiko

dimaksud menjadi kenyataan. Sebagai kontra prestasinya, pihak yang menanggung

risiko tersebut akan menerima premi dari pihak pertama.


59
Mengenai risiko dalam asuransi beraneka ragam, antara lain, adalah :

a. Risiko murni

Risiko murni (pure risk) adalah suatu peristiwa yang masih tidak pasti bahwa

suatu kerugian akan timbul, dimana jika kejadian tersebut terjadi, maka keadaan sama

sekali seperti sediakala (tidak untung atau tidak rugi). Melihat kepada objek yang

terkena risiko murni tersebut terdiri dari 3 (tiga) jenis, yaitu :

(1). Risiko perorangan (personal risk) merupakan suatu risiko yang tertuju langsung

kepada orang yang bersangkutan, yakni yang akan mempengaruhi secara langsung

terhadap penghasilannya.

59
Abdul R. Saliman, dkk, Op.cit, hal. 189-191.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
68

(2). Risiko harta benda (property risk) adalah suatu risiko yang tertuju kepada harta

benda milik orang tersebut, yakni risiko atas kemungkinan hilang atau rusaknya

harta benda tersebut.

(3). Risiko tanggung jawab (liability risk) adalah risiko yang mungkin akan timbul

karena seseorang harus bertanggung jawab karena melakukan suatu perbuatan

yang menimbulkan kerugian terhadap orang lain.

b. Risiko spekulasi

Risiko spekulasi merupakan kejadian yang akan terjadi yang menimbulkan

dua kemungkinan, dimana kemungkinan pertama adalah akan memperoleh

keuntungan, sedangkan kemungkinan kedua adalah akan menderia kerugian.

c. Risiko khusus

Risiko khusus adalah risiko yang terbit dari tindakan individu dengan dampak

hanya terhadap seseorang tertentu saja. Misalnya risiko berupa kebakaran pada mobil

seseorang yang tidak menyebabkan kebakaran pada mobil orang lain.

G. Polis Asuransi

Menurut ketentuan Pasal 255 KUH Dagang, perjanjian pertanggungan harus

dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang disebut polis (policy). Polis ini berfungsi

sebagai alat bukti tertulis bahwa telah terjadi pertanggungan antara tertanggung dan

penanggung. Dalam polis dicantumkan semua ketentuan dan syarat mengenai

pertanggungan yang telah dibuat.

Menurut ketentuan Pasal 256 KUH Dagang, dalam setiap polis, kecuali

mengenai pertanggungan jiwa, harus memuat hal-hal sebagai berikut :

a. hari pembuatan perjanjian pertanggungan.

b. nama tertanggung, untuk diri sendiri atau untuk orang ketiga.


Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
69

c. uraian cukup jelas mengenai benda objek pertanggungan.

d. jumlah yang dipertanggungkan.

e. bahaya-bahaya yang ditanggung oleh penanggung.

f. saat bahaya mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan penanggung.

g. premi pertanggungan.

h. umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan segala syarat

yang diperjanjikan antara pihak-pihak.

Di samping syarat-syarat umum tersebut, dalam polis harus dicantumkan juga

isi polis dari berbagai pertanggungan yang diadakan lebih dulu (sebelumnya), dengan

ancaman batal jika tidak dicantumkan. Berbagai pertanggungan yang dimaksud ialah

seperti yang diatur dalam Pasal 271, 272, 280, 603, 606, 615 KUH Dagang.

Bagi pertanggungan-pertanggungan tertentu, selain syarat-syarat yang telah

dikemukakan tadi, di dalam polisnya harus dimuat juga ketentuan tambahan, yaitu

ketentuan Pasal 299 KUH Dagang bagi pertanggungan hasil panen, Pasal 304 KUH

Dagang bagi pertanggungan jiwa, Pasal 287 KUH Dagang bagi pertanggungan

kebakaran. Pasal 592 KUH Dagang bagi pertanggungan bahaya di laut. Pasal 686

KUH Dagang bagi pertanggungan bahaya pengangkutan di darat, di sungai dan

perairan pedalaman.

Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
70

BAB III

PRINSIP-PRINSIP UMUM PERDAGANGAN MELALUI INTERNET

(E – COMMERCE) MENURUT HUKUM PERDATA INDONESIA

A. Prinsip-Prinsip KUHPerdata tentang Kontrak Melalui E-Commerce

Berdasarkan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat yang

berbunyi :

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia

yang melindungi segenap bangsa Indonesia …”

merupakan landasan hukum dalam upaya melindungi segenap bangsa Indonesia, tidak

terkecuali bagi orang-orang yang melakukan perbuatan hukum tertentu seperti

transaksi jual beli secara elektronik. Indonesia merupakan negara hukum sehingga

setiap warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum, sebagaimana ditegaskan

dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945.


Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
71

Menurut Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang dasar 1945, disebutkan

bahwa segala badan negara dan peraturan yang ada masih tetap berlaku sebelum

diadakan yang beru menurut undang-undang dasar ini. Ketentuan tersebut

mengandung arti bahwa peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia masih

tetap berlaku seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan

peraturan perundang-undangan lainnya apabila ketentuan termaksud memang belum

diubah atau dibuat yang baru.

Berbicara menganai transaksi jual beli secara elektronik, tidak terlepas dari

konsep perjanjian secara mendasar sebagaimana termuat dalam Pasal 1313 KUH

Perdata yang menegaskan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu

orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Ketentuan

yang mengatur tentang perjanjian terdapat dalam Buku III KUH Perdata, yang

memiliki sifat terbuka artinya ketentuan-ketentuannya dapat dikesampingkan,

sehingga hanya berfungsi mengatur saja. Sifat terbuka dari KUH Perdata ini

tercermin dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang mengandung asas Kebebasan

Berkontrak, maksudnya setiap orang bebas untuk menentukan bentuk, macam dan isi

perjanjian asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, kesusilaan dan ketertiban umum, serta selalu memperhatikan syarat sahnya

perjanjian sebagaimana termuat dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang mengatakan

bahwa, syarat sahnya sebuah perjanjian adalah sebagai berikut :

1. Kesepakatan para pihak dalam perjanjian

2. Kecakapan para pihak dalam perjanjian

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
72

Kesepakatan berarti adanya persesuaian kehendak dari para pihak yang

membuat perjanjian, sehingga dalam melakukan suatu perjanjian tidak boleh ada

pakasaan, kekhilapan dan penipuan (dwang, dwaling, bedrog). Kecakapan hukum

sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian maksudnya bahwa para pihak yang

melakukan perjanjian harus telah dewasa yaitu telah berusia 18 tahun atau telah

menikah, sehat mentalnya serta diperkenankan oleh undang-undang. Apabila orang

yang belum dewasa hendak melakukan sebuah perjanjian, maka dapat diwakili oleh

orang tua atau walinya sedangkan orang yang cacat mental dapat diwakili oleh

pengampu atau curatornya. 60

Suatu hal tertentu berhubungan dengan objek perjanjian, maksudnya bahwa

objek perjanjian itu harus jelas, dapat ditentukan dan diperhitungkan jenis dan

jumlahnya, diperkenankan oleh undang-undang serta mungkin untuk dilakukan para

pihak.

Suatu sebab yang halal, berarti perjanjian termaksud harus dilakukan

berdasarkan itikad baik. Berdasarkan Pasal 1335 KUH Perdata, suatu perjanjian

tanpa sebab tidak mempunyai kekuatan. Sebab dalam hal ini adalah tujuan dibuatnya

sebuah perjanjian. 61

Kesepakatan para pihak dan kecakapan para pihak merupakan syarat sahnya

perjanjian yang bersifat subjektif. Apabila tidak tepenuhi, maka perjanjian dapat

dibatalkan artinya selama dan sepanjang para pihak tidak membatalkan perjanjian,

maka perjanjian masih tetap berlaku. Sedangkan suatu hal tertentu dan suatu sebab

yang halal merupakan syarat sahnya perjanjian yang bersifat objektif. Apabila tidak

60
Riduan Syahrani, Seluk-Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung:Alumni, 1992,
hlm.217.
61
Ibid, hlm.218
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
73

terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum artinya sejak semula dianggap tidak

pernah ada perjanjian.

Pada kenyataannya, banyak perjanjian yang tidak memenuhi syarat sahnya

perjanjian secara keseluruhan, misalnya unsur kesepakatan sebagai persesuaian

kehendak dari para pihak yang membuat perjanjian pada saat ini telah mengalami

pergeseran dalam pelaksanaannya.

Pada saat ini muncul perjanjian-perjanjian yang dibuat dimana isinya hanya

merupakan kehendak dari salah satu pihak saja. Perjanjian seperti itu dikenal dengan

sebutan Perjanjian Baku (standard of contract). Pada dasarnya suatu perjanjian harus

memuat beberapa unsur perjanjian yaitu :

transaksi jual beli yaitu : 62

1. unsur esentialia, sebagai unsur pokok yang wajib ada dalam perjanjian, seperti

identitas para pihak yang harus dicantumkan dalam suatu perjanjian, termasuk

perjanjian yang dilakukan jual beli secara elektronik

2. unsur naturalia, merupakan unsur yang dianggap ada dalam perjanjian walaupun

tidak dituangkan secara tegas dalam perjanjian, seperti itikad baik dari masing-

masing pihak dalam perjanjian.

3. unsur accedentialia, yaitu unsur tambahan yang diberikan oleh para pihak dalam

perjanjian, seperti klausula tambahan yang berbunyi “barang yang sudah dibeli

tidak dapat dikembalikan”

Dalam suatu perjanjian harus diperhatikan pula beberapa macam azas yang

dapat diterapkan antara lain :

1. Azas Konsensualisme, yaitu azas kesepakatan, dimana suatu perjanjian dianggap

ada seketika setelah ada kata sepakat.

62
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Cet.VII, Bandung:Alumni, 1985, hlm. 20
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
74

2. Azas Kepercayaan, yang harus ditanamkan diantara para pihak yang membuat

perjanjian.

3. Azas kekuatan mengikat, maksudnya bahwa para pihak yang membuat perjanjian

terikat pada seluruh isi perjanjian dan kepatutan yang berlaku.

4. Azas Persamaan Hukum, yaitu bahwa setiap orang dalam hal ini para pihak

mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum

5. Azas Keseimbangan, maksudnya bahwa dalam melaksanakan perjanjian harus ada

keseimbangan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak sesuai dengan apa

yang diperjanjikan.

6. Azas Moral adalah sikap moral yang baik harus menjadi motivasi para pihak yang

membuat dan melaksanakan perjanjian.

7. Azas Kepastian Hukum yaitu perjanjian yang dibuat oleh para pihak berlaku

sebagai undang-undang bagi para pembuatnya.

8. Azas Kepatutan maksudnya bahwa isi perjanjian tidak hanya harus sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku tetapi juga harus sesuai dengan

kepatutan, sebagaimana ketentuan Pasal 1339 KUH Perdata yang menyatakan

bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas

dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat

perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.

9. Azas Kebiasaan, maksudnya bahwa perjanjian harus mengikuti kebiasaan yang

lazim dilakukan, sesuai dengan isi pasal 1347 KUH Perdata yang berbunyi hal-hal

yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap secara diam-diam

dimasukkan ke dalam perjanjian, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan. Hal

ini merupakan perwujudan dari unsur naturalia dalam perjanjian.

Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
75

Semua ketentuan perjanjian tersebut diatas dapat diterapkan pula pada

perjanjian yang dilakukan melalui media internet, seperti perjanjian jual beli secara

elektronik, sebagai akibat adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Menurut Pasal 1457 KUH Perdata, jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana

pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak

yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Jual beli tidak hanya dapat

dilakukan secara berhadapan langsung antara penjual dengan pembeli, tetapi juga

dapat dilakukan secara terpisah antara penjual dan pembeli, sehingga mereka tidak

berhadapan langsung, melainkan transaksi dilakukan melalui media internet/secara

elektronik.

Dalam kontrak jual beli para pelaku yang terkait didalamnya yaitu penjual

atau pelaku usaha dan pembeli yang berkedudukan sebagai konsumen memiliki hak

dan kewajiban yang berbeda-beda. Berdasarkan ketentuan Pasal 7 Undang-Undang

Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, diatur mengenai kewajiban-

kewajiban pelaku usaha, dalam hal ini penjual yang menawarkan dan menjual suatu

produk, yaitu :

1. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

2. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan dan

pemeliharaan;

3. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar, jujur dan tidak

diskriminatif;

4. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan

berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
76

5. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan atau mencoba barang

dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan atau garansi atas barang yang

dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

6. memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila

barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian.

Pelaku usaha atau penjual yang mengadakan hubungan hukum dengan

pembelinya melalui kontrak standar yang memuat klausula baku maka harus

memperhatikan syarat sahnya perjanjian sebagaimana termuat dalam Pasal 1320 KUH

Perdata. Selain kewajiban, penjual juga memiliki hak dalam proses jual beli antara

lain :

1. Menentukan dan menerima harga permbayaran atas penjualan barang, yang

kemudian harus disepakati oleh pembeli.

2. Penjual juga berhak mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan pembeli

yang beritikad tidak baik, kemudian haknya untuk melakukan pembelaan diri

sepatutnya dalam suatu penyelesaian sengketa yang dikarenakan barang yang

dijualnya, dalam hal ini tidak terbukti adanya kesalahan penjual., dan sebagainya.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 6, pelaku usaha dalam hal ini termasuk penjual

memiliki hak-hak sebagai berikut :

1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan dengan

kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan atau jasa yang

diperdagangkan;

2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad

tidak baik;
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
77

3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya dalam penyelesaian sengketa;

4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian

konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan atau jasa yang diperdagangkan;

5. Hak-hak diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain hak dan kewajiban penjual, ada juga hak dan kewajiban pembeli

sebagai pihak dalam perjanjian jual beli. Kewajiban pembeli juga termuat dalam

Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Pembeli

sebagai konsumen mempunyai kewajiban dalam proses jual beli sebagai berikut :

1. Membaca informasi dan mengikuti prosedur atau petunjuk tentang penggunaan

barang dan atau jasa yang dibelinya.

2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi jual beli barang dan atau jasa tersebut.

3. Membayar harga pembelian pada waktu dan di tempat sebagaimana ditetapkan

menurut perjanjian sesuai nilai tukar yang telah disepakati. Harga termaksud

berupa sejumlah uang meskipun hal ini tidak ditegaskan dalam undang-undang,

tetapi dianggap telah terkandung dalam pengertian jual beli sebagaimana diatur

dalam Pasal 1465 KUH Perdata, apabila pembayaran tersebut berupa barang,

maka hal tersebut menggambarkan bahwa yang terjadi bukanlah suatu proses jual

beli tapi tukar menukar, atau pembayaran yang dimaksud berupa jasa berarti

mencerminkan perjanjian kerja. Pada dasarnya harga dalam suatu perjanjian jual

beli ditentukan berdasarkan kesepakatan dua pihak, namun pada kenyataannya

ada juga harga dalam jual beli yang ditentukan oleh pihak ketiga, dengan

demikian, hal tersebut dianggap sebagai perjanjian jual beli dengan syarat

tangguh, yang mana perjanjian dianggap ada pada saat pihak ketiga menentukan

harga termaksud. Berdasarkan Pasal 1465 KUH Perdata, segala biaya untuk

membuat akta jual beli dan biaya tambahan lainnya ditanggung oleh pembeli,
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
78

kecuali diperjanjikan sebaliknya. Selain harga pembayaran dalam suatu proses

jual beli diatur pula mengenai waktu dan tempat dilakukannya pembayaran,

biasanya pembayaran dilakukan di tempat dan pada saat diserahkannya barang

yang diperjual belikan atau pada saat levering, sebagaimana diatur dalam Pasal

1514 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa apabila pada saat perjanjian jual

beli dibuat tidak ditentukan waktu dan tempat pembayaran maka pembayaran ini

harus dilakukan ditempat dan pada waktu penyerahan barang.

4. Biaya akta-akta jual beli serta biaya lainnya ditanggung oleh pembeli.

5. Mengikuti upaya penyelesaian hukum secara patut apabila timbul sengketa dari

proses jual beli termaksud.

Selain kewajiban yang harus dilakukannya, pembeli yang dianggap sebagai

konsumen juga memiliki hak dalam proses jual beli sebagaimana diatur dalam Pasal 4

Undang-Undang Perlindungan Konsumen, antara lain :

1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang

dan atau jasa.

2. Hak untuk memilih serta mendapatkan barang dan atau jasa dengan kondisi yang

sesuai dengan yang diperjanjikan.

3. Hak untuk mendapatkan informasi secara benar, jujur, dan jelas mengenai barang

dan atau jasa yang diperjualbelikan.

4. Hak untuk mendapatkan pelayanan dan perlakuan secara benar dan tidak

diskriminatif.

5. Hak untuk didengarkan pendapatnya atau keluhannya atas kondisi barang dan atau

jasa yang dibelinya.

6. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum secara patut apabila dari proses jual

beli tersebut timbul sengketa.


Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
79

7. Hak untuk mendapatkan kompensasi atau ganti rugi apabila barang dan atau jasa

yang dibelinya tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan.

Dengan demikian hak dan kewajiban penjual dan pembeli sebagai para pihak

dalam perjanjian jual beli harus dilaksanakan dengan benar dan lancar, apabila para

pihak memperhatikan dan melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing.

Ketentuan mengenai hak dan kewajiban penjual dan pembeli tersebut diatas, berlaku

juga dalam transaksi jual beli secara elektronik, walaupun antara penjual dan pembeli

tidak bertemu langsung, namun tetap ketentuan mengenai hak dan kewajiban penjual

dan pembeli ini harus tetap ditaati.

B. Pelaksanaan Transaksi Melalui E-Commerce

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik Tahun 2008, disebutkan bahwa transaksi elektronik adalah

perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer

atau media elektronik lainnya. Transaksi jual beli secara elektronik merupakan salah

satu perwujudan ketentuan di atas. Pada transaksi jual beli secara elektronik ini, para

pihak yang terkait didalamnya, melakukan hubungan hukum yang dituangkan melalui

suatu bentuk perjanjian atau kontrak yang juga dilakukan secara elektronik dan sesuai

ketentuan Pasal 1 angka 18 RUU Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE),

disebut sebagai kontrak elektronik yakni perjanjian yang dimuat dalam dokumen

elektronik atau media elektronik lainnya.

Pada transaksi jual beli secara elektronik, sama halnya dengan transaksi jual

beli biasa yang dilakukan di dunia nyata, dilakukan oleh para pihak yang terkait,

walaupun dalam jual beli secara elektronik ini pihak-pihaknya tidak bertemu secara

Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
80

langsung satu sama lain, tetapi berhubungan melalui internet. Dalam transaksi jual

beli secara elektronik, pihak-pihak yang terkait antara lain 63:

1. Penjual atau merchant atau pengusaha yang menawarkan sebuah produk melalui

internet sebagai pelaku usaha;

2. Pembeli atau konsumen yaitu setiap orang yang tidak dilarang oleh undang-

undang, yang menerima penawaran dari penjual atau pelaku usaha dan

berkeinginan untuk melakukan transaksi jual beli produk yang ditawarkan oleh

penjual/pelaku usaha/merchant.

3. Bank sebagai pihak penyalur dana dari pembeli atau konsumen kepada penjual

atau pelaku usaha/merchant, karena pada transaksi jual beli secara elektronik,

penjual dan pembeli tidak berhadapan langsung, sebab mereka berada pada lokasi

yang berbeda sehingga pembayaran dapat dilakukan melalui perantara dalam hal

ini bank;

4. Provider sebagai penyedia jasa layanan akses internet.

Pada dasarnya pihak-pihak dalam jual beli secara elektronik tersebut diatas,

masing-masing memiliki hak dan kewajiban. Penjual/pelaku usaha/merchant

merupakan pihak yang menawarkan produk melalui internet, oleh karena itu, seorang

penjual wajib memberikan informasi secara benar dan jujur atas produk yang

ditawarkannya kepada pembeli atau konsumen. Disamping itu, penjual juga harus

menawarkan produk yang diperkenankan oleh undang-undang, maksudnya barang

yang ditawarkan tersebut bukan barang yang bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan, tidak rusak ataupun mengandung cacat tersebunyi, sehingga

barang yang ditawarkan adalah barang yang layak untuk diperjualbelikan. Dengan

demikian transaksi jual beli termaksud tidak menimbulkan kerugian bagi siapapun

63
Edmon makarim, Kompilasi Hukum Telematika, Jakarta :PT.Gravindo Persada, 2000, hlm.65
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
81

yang menjadi pembelinya. Di sisi lain, seorang penjual atau pelaku usaha memiliki

hak untuk mendapatkan pembayaran dari pembeli/konsumen atas harga barang yang

dijualnya, juga berhak untuk mendapatkan perlindungan atas tindakan

pembeli/konsumen yang beritikad tidak baik dalam melaksanakan transaksi jual beli

secara elektronik ini.

Seorang pembeli/ konsumen memiliki kewajiban untuk membayar harga

barang yang telah dibelinya dari penjual sesuai jenis barang dan harga yang telah

disepakati antara penjual dengan pembeli tersebut. Selain itu, pembeli juga wajib

mengisi data identitas diri yang sebenar-benarnya dalam formulir penerimaan. Di sisi

lain, pembeli/konsumen berhak mendapatkan informasi secara lengkap atas barang

yang akan dibelinya dari seoarng penjual, sehingga pembeli tidak dirugikan atas

produk yang telah dibelinya itu. Pembeli juga berhak mendapatkan perlindungan

hukum atas perbuatan penjual/pelaku usaha yang beritikad tidak baik.

Bank sebagai perantara dalam transaksi jual beli secara elektronik, berfungsi

sebagai penyalur dana atas pembayaran suatu produk dari pembeli kepada penjual

produk itu, karena mungkin saja pembeli/konsumen yang berkeinginan membeli

produk dari penjual melalui internet berada di lokasi yang letaknya saling berjauhan

sehingga pembeli termaksud harus menggunakan fasilitas bank untuk melakukan

pembayaran atas harga produk yang telah dibelinya dari penjual, misalnya dengan

proses pentransferan dari rekening pembeli kepada rekening penjual (acount to

acount).

Provider merupakan pihak lain dalam transaksi jual beli secara elektronik,

dalam hal ini provider memiliki kewajiban untuk menyediakan layanan akses 24 jam

kepada calon pembeli untuk dapat melakukan transaksi jual beli secara elektronik

melalui media internet dengan penjual yang menawarkan produk lewat internet
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
82

tersebut, dalam hal ini terdapat kerjasama antara penjual/pelaku usaha dengan

provider dalam menjalankan usaha melalui internet ini.

Transaksi jual beli secara elektronik merupakan hubungan hukum yang

dilakukan dengan memadukan jaringan (network) dari sistem informasi yang berbasis

komputer dengan sistem komunikasi yang berdasarkan jaringan dan jasa

telekomunikasi. Hubungan hukum yang terjadi dalam transaksi jual beli secara

elektronik tidak hanya tejadi antara pengusaha dengan konsumen saja, tetapi juga

terjadi antara pihak-pihak dibawah ini 64:

1. Business to Business, merupakan transaksi yang terjadi antar perusahaan dalam

hal ini, baik pembeli maupun penjual adalah sebuah perusahaan dan bukan

perorangan. Biasanya transaksi ini dilakukan karena mereka telah saling

mengetahui satu sama lain dan transaksi jual beli tersebut dilakukan untuk

menjalin kerjasama antara perusahaan itu.

2. Customer to Customer, merupakan transaksi jual beli yang terjadi antara individu

dengan individu yang akan saling menjual barang

3. Customer to Business, merupakan transaksi jual beli yang terjadi antara individu

sebagai penjual dengan sebuah perusahaan sebagai pembelinya

4. Customer to Government, merupakan transaksi jual beli yang dilakukan antara

individu dengan pemerintah, misalnya dalam pembayaran pajak.

Dengan demikian pihak-pihak yang dapat terlibat dalam suatu transaksi jual

beli secara elektronik, tidak hanya antara individu dengan individu saja tetapi dapat

individu dengan sebuah perusahaan, perusahaan dengan perusahaan atau bahka antara

individu dengan pemerintah, dengan syarat bahwa para pihak termaksud secara

64
Ibid, hal. 77.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
83

perdata telaha memenuhi persyaratan untuk dapat melakukan suatu perbuatan hukum

dalam hal ini hubungan hukum jual beli.

Pada dasarnya proses transaksi jual beli secara elektronik tidak jauh berbeda

dengan proses transaksi jual beli biasa di dunia nyata. Pelaksanaan transaksi jual beli
65
secara elektronik ini dilakukan dalam beberapa tahap, sebagai berikut :

1. Penawaran, yang dilakukan oleh penjual atau pelaku usaha melalui websitepada

internet. Penjual atau pelaku usaha menyediakan storefront yang berisi katalog

produk dan pelayanan yang akan diberikan. Masyarakat yang memasuki website

pelaku usaha tersebut dapat melihat-lihat barang yang ditawarkan oleh penjual.

Salah satu keuntungan transaksi jual beli melalui di toko on line ini adalah bahwa

pembeli dapat berbelanja kapan saja dan dimana saja tanpa dibatasi ruang dan

waktu. Penawaran dalam sebuah website biasanya menampilkan barang-barang

yang ditawarkan, harga, nilai rating atau poll otomatis tentang barang yang diisi

oleh pembeli sebelumnya, spesifikasi barang termaksud dan menu produk lain

yang berhubungan. Penawaran melalui internet terjadi apabila pihak lain yang

menggunakan media internet memasuki situs milik penjual atau pelaku usaha

yang melakukan penawaran, oleh karena itu, apabila seseorang tidak

menggunakan media internet dan tmemasuki situs milik pelaku usaha yang

menawarkan sebuah produk maka tidak dapat dikatakan ada penawaran. Dengan

demikian penawaran melalui media internet hanya dapat terjadi apabila seseorang

membuka situs yang menampilkan sebuah tawaran melalui internet tersebut.

2. Penerimaan, dapat dilakukan tergantung penawaran yang terjadi. Apabila

penawaran dilakukan melalui e-mail address, maka penerimaan dilakukan melalui

e-mail, karena penawaran hanya ditujukan pada sebuah e-mail yang dituju

65
Ibid, hal. 82.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
84

sehingga hanya pemegang e-mail tersebut yang dituju. Penawaran melalui

website ditujukan untuk seluruh masyarakat yang membuka website tersebut,

karena siapa saja dapat masuk ke dalam website yang berisikan penawaran atas

suatu barang yang ditawarkan oleh penjual atau pelaku usaha. Setiap orang yang

berminat untuk membeli baranga yang ditawarkan itu dapat membuat kesepakatan

dengan penjual atau pelaku usaha yang menawarkan barang tersebut. Pada

transaksi jual beli secara elektronik, khususnya melalui website, biasanya calon

pembeli akan memilih barang tertentu yang ditawarkan oleh penjual atau pelaku

usaha, dan jika calon pembeli atau konsumen itu tertarik untuk membeli salah satu

barang yang ditawarkan, maka barang itu akan disimpan terlebih dahulu sampai

calon pembeli/konsumen merasa yakin akan pilihannya, selanjutnya

pembeli/konsumen akan memasuki tahap pembayaran.

3. Pembayaran, dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung,

misalnya melalui fasilitas internet, namun tetap bertumpun pada sistem keuangan

nasional, yang mengacu pada sistem keuangan lokal. Klasifikasi cara pembayaran

dapat diklasifikasikan sebagai berikut 66:

a. Transaksi model ATM, sebagai transaksi yang hanya melibatkan institusi

finansial dan pemegang account yang akan melakukan pengambilan atau

mendeposit uangnya dari account masing-masing;

b. Pembayaran dua puhak tanpa perantara, yang dapat dilakukan langsung antara

kedua pihak tanpa perantara dengan menggunakan uang nasionalnya;

c. Pembayaran dengan perantaraan pihak ketiga, umumnya merupakan proses

pembayaran yang menyangkut debet, kredit ataupun cek masuk. Metode

66
Ibid, hal. 90.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
85

pembayaran yang dapat digunakan antara lain : sistem pembayaran memalui

kartu kredit on line serta sistem pembayaran check in line.

Apabila kedudukan penjual dengan pembeli berbeda, maka pembayaran dapat

dilakukan melalui cara account to account atau pengalihan dari rekening

pembeli kepada rekening penjual. Berdasarkan kemajuan teknologi,

pembayaran dapat dilakukan melaui kartu kredit dengan cara memasukkan

nomor kartu kredit pada formulir yang disediakan oleh penjual dalam

penawarannya. Pembayaran dalam transaksi jual beli secara elektronik ini

sulit untuk dilakukan secara langsung, karena adanya perbedaan lokasi antara

penjual dengan pembeli, walaupun dimungkinkan untuk dilakukan.

4. Pengiriman, merupakan suatu proses yang dilakukan setelah pembayaran atas

barang yang ditawarkan oleh penjual kepada pembeli, dalam hal ini pembeli

berhak atas penerimaan barang termaksud. Pada kenyataannya, barang yang

dijadikan objek perjanjian dikirimkan oleh penjual kepada pembeli dengan biaya

pengiriman sebagaimana telah diperjanjikan antara penjual dan pembeli.

Berdasarkan proses transaksi jual beli secara elektronik yang telah diuraikan

diatas menggambarkan bahwa ternyata jual beli tidak hanya dapat dilakukan secara

konvensional, dimana antara penjual dengan pembeli saling betemu secara langsung,

namun dapat juga hanya melalui media internet, sehingga orang yang saling berjauhan

atau berada pada lokasi yang berbeda tetap dapat melakukan transaksi jual beli tanpa

harus bersusah payah untuk saling bertemu secara langsung, sehingga meningkatkan

efektifitas dan efisiensi waktu serta biaya baik bagi pihak penjual maupun pembeli.

C. Perlindungan Konsumen dalam E-Commerce

1. Pengertian konsumen
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
86

Konsumen sebagai peng-Indonesia-an istilah asing (Inggris) yaitu consumer,

secara harfiah dalam kamus-kamus diartikan sebagai "seseorang atau sesuatu

perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu"; atau

"sesuatu atau seseorang yang mengunakan suatu persediaan atau sejumlah barang".

ada juga yang mengartikan " setiap orang yang menggunakan barang atau jasa". 67

Dari pengertian diatas terlihat bahwa ada pembedaan antar konsumen sebagai

orang alami atau pribadi kodrati dengan konsumen sebagai perusahan atau badan

hukum pembedaan ini penting untuk membedakan apakah konsumen tersebut

menggunakan barang tersebut untuk dirinya sendiri atau untuk tujuan komersial

(dijual, diproduks i lagi).

Banyak negara secara tegas menetapkan siapa yang disebut sebagai konsumen

dalam perundang-undangannya, konsumen dibatasi sebagai "setiap orang yang

membeli barang yang disepakati, baik menyangkut harga dan cara-cara

pembayarannya, tetapi tidak termasuk mereka yang mendapatkan barang untuk dijual

kembali atau lain-lain keperluan komersial (Consumer protection Act No. 68 of 1986

Pasal 7 huruf C).

Selain itu dalam rancangan akademik Undang-undang tentang Konsumen oleh

Tim Peneliti UI dalam Ketentuan Umum Pasal 1; Dalam Undang-undang ini yang

dimaksud dengan : “konsumen adalah setiap orang atau keluarga yang mendapatkan

barang untuk dipakai dan tidak untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan”.

Tim Peneliti UI tidak membatasi konsumen dalam hubungan dengan

didapatkannya barang yaitu dalam hal ini tidak perlu ada hubungan jual beli.

Misalnya seorang kepala keluarga yang membeli barang untuk dinikmati oleh seluruh

67
Dewi Lestari, Konsumen, E-Commerce dan Permasalahannya, diakses dari situs : e-
Commerce - http://www.lkht.net/artikel_lengkap.php?id=16, tanggal 12 Februari 2008.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
87

anggota keluarga, maka anggota keluarga yang memakai walau tidak membeli

langsung juga merupakan kategori konsumen.

Berdasarkan Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen yang mulai berlaku satu bulan sejak penggggundangannya, yaitu 20 April

1999. Pasal 1 butir 2 mendefinisikan konsumen sebagai … "Setiap orang pemakai

barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingaan diri

sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan." Definisi ini sesuai dengan pengertian bahwa konsumen adalah end

user / pengguna terakhir, tanpa si konsumen merupakan pembeli dari barannng

dan/atau jasa tersebut.

Hukum konsumen belum dikenal sebagaimana kita mengenal cabang hukum

pidana, hukum perdata, hukum adaministrasi, hukum internasional, hukum adat dan

berbagai cabang hukum lainnya. Dalam hal ini juga belum ada kesepakatan hukum

konsumen terletak dalam cabang hukum yang mana.. Hal ini dikarenakan kajian

masalah hukum konsumen tersebar dalam berbagai lingkungan hukum antara lain

perdata, pidana, administrasi, dan konvensi internasional.

Prof. Mochtar Kusumaatmadja, memberikan batasan hukum konsumen yaitu:

“Keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan dan masalah

anatara berbagai pihak berkaitan dengan dengan barang dan atau jasa konsumen satu

sama lain, di dalam pergaulan hidup”. 68

Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen dan

menemukan kaidah hukum konsumen dalam berbagai peraturan perundangan yang

berlaku di Indonesia tidaklah mudah, hal ini dikarenakan tidak dipakainya istilah

68
Redynal Saat, Electronic Commerce, Peluang dan Kendala, diakes dari situs : e-Commerce -
http://www.lkht.net/artikel_lengkap.php?id=16, tanggal 10 April 2008.

Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
88

konsumen dalam peraturan perundan-undangangan tersebut walaupun ditemukan

sebagian dari subyek-subyek hukum yang memenuhi kriteria konsumen.

Sebelum diberlakukannya UU No. 8 tahun 1999 terdapat berbagi peraturan

perundang-undangan yang berhubungan dengan perlindungan konsumen. Peraturan

Prundang-undangan ini memang tidak secara langsung mengenai perlindungan

konsumen, namun secara tidak langsung dimaksudkan juga untuk melindungi

konsumen Peraturan yang dimaksud antara lain:

1. Keputusan Menteri Perindustrian No. 727/ M/ SK/ 12/ 1981 tentang Wajib

Pemberian Tanda (Label) Pada Kain Batik Tulis, Kain Batik Kombinasi (Tulis

dan Cap), dan Tekstil yang Dicetak (printed) dengan Motif (Disain) Batik.

2. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran,

Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida (Lembaran Negara Republik Indonesia,

selanjutnya disingkat dengan LN RI, No. 23 tahun 1973) tentang Pengawasan

Atas Peredaran, Penyimpanan, dan Penggunaan Pestisida.

3. Keputusan Menteri Perindustrian No. 27/ M/ SK / 1/ 1984 tentang Syarat-syarat

dan ijin Pengolahan Kembali Pelumas Bekas dan Pencabutan semua Ijin Usaha

Industri Pengolahan Kembali Pelumas Bekas.

4. Peraturan Pemerintah No. 2/ 1985 (LN RI No. 4 tahun 1985 dan Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3283.) tentang Wajib dan Pembebanan

Untuk Ditera dan atau Ditera Ulang Serta Syarat-syarat Bagi Alat-alat Ukur,

Takar, Timbang dan Perlengkapannya.

5. Undang-Undang tentang Pokok Kesehatan No. 9/ 1960 (LN RI No. 131 tahun 1960

dan TLN RI No. 2068).

6. Peraturan Menteri Kesehatan No. 79/ 1978 tentang Label dan Perikllanan.

Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
89

7. Peraturan Menteri Kesehatan No. 79/ 1978 tentang Produksi Dan Peredaran

Makanan yang melarang periklanan yang menyesatkan, mengacaukan, atau

menimbulkan penafsiran salah atas produk yang diklankan.

Dengan diberlakukannya UU No 8 Tahun 1999 maka UU tersebut merupakan

ketentuan positif yang khusus mengatur perlindungan konsumen.

2. Hak-Hak Konsumen

Jika kita membicarakan tentang perlindungan konsumen hal itu tidak lain

adalah juga membicarakan hak-hak konsumen. Presiden Merika Serikat J. F. Kennedy

dalam pesannya kepada Congress pada tanggal 15 Maret 1962 dengan judul A Special

Message of Protection the Consumer Interest, menjabarkan empat hak konsumen

sebagai berikut : 69

1. the right to safety

2. the right to choose

3. the right to be informed

4. the right to be heard

Di Indonesia Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) merumuskan

hak-hak konsumen sebagai berikut:

1. hak keamanan dan keselamatan

2. hak mendapatkan informasi yang jelas

3. hak memilih

4. hak untuk didengar pendapatnya dan keluhannya

5. hak atas lingkungan hidup

69
Dewi Lestari, Op.cit.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
90

Selanjutnya Tim Peneliti UI dalam rancangan akademiknya merumuskan hak-

hak konsumen sebagai berikut :70

1. hak atas keamanan

2. hak untuk memilih

3. hak atas informasi

4. hak untuk didengar

5. hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya

6. hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut.

Hak-hak konsumen menurut UU No 8 tahun 1999 dalam Pasal 4 sebagai

berikut :

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang

dan/atau jasa.

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa

tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa.

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang

digunakan.

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa

perlindungan konsumen secara patut

6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif

70
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
91

8. Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi dan / atau penggantian, apabila

barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya.

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Selain itu terdapat juga kewajiban dari konsumen yang tertera dalam pasal 5

UU no 8 tahun 1999. Penulis dalam hal ini lebih cenderung memakai kaedah "etis"

P.A.P.A (Privacy, Accuracy, Property, Accessibility) dalam merumuskan hak-hak

konsumen. Artinya hak-hak konsumen meliputi privacy, accuracy, property, dan

accessibility.

Perumusan hak-hak dari konsumen tiada lain adalah (juga) untuk merumuskan

kewajiban dari produsen atau penyelenggara jasa. Khusus dalam penulisan ini

kewajiban dari produsen adalah menjamin privacy, accuracy, property, dan

accessibility konsumen di atas.

3. Aspek Perlindungan konsumen dalam Penggunaan Digital Signature

Dalam pengguanaan Digital Signature kita mengenal adanya dua pihak, yaitu:

1. Certificate Authority (CA)

2. Subscriber

Hubungan ini menunjukkan kaitan antara CA sebagai penyelenggara jasa dan

subscriber sebagai konsumen. Sebagai penyelenggara jasa, CA harus menjamin hak-

hak subsscriber antara lain: 71

1. Privacy

Termaktub dalam pasal 4 butir 1 UU NO 8 tahun 1999. Contoh: Ketika

subscriber meng"apply" kepada CA, subs akan dimintai keterangan mengenai

71
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
92

identitasnya, besar kecilnya keakuratan dari identitas tersebut tergantung dari jenis

tingkatan sertifikat tersebut. Semakin tinggi tingkat sertifikat maka semakin akurat

pula identitas sebenarnya dari subscriber.

Namun dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah CA sebagai penyi data

berkewajiban menjaga kerahasiaan identitas subs dari pihak yang tidak

berkepentingan. CA hanya boleh mengkonfirm bahwa sertifikat yang dimiliki oleh

subs adalah benar dan diakui oleh CA.

Di beberapa negara maju data pribadi mendapat perlindungan dalam undang-

undang (data protection act). Di dalam Undang-Undang yang bersangkutan tercantum

prinsip perlindungan data (Data Protection Principles) yang harus ditaati oleh orang-

orang yang menyimpan atau memproses informasi dengan mempergunakan komputer

yang menyangkut kehidupan orang-orang. Biro-biro komputer yang menyediakan jasa

pelayanan bagi mereka yang hendak memproses informasi juga sama dikontrol dan

harus melakukan pendaftaran menurut undang-undang tersebut. Individu-individu,

yang informasi dirinya disimpan pada komputer, diberi hak-hak untuk akses dan hak

untuk memperoleh catatan-catatan pembetulan dan penghapusan informasi yang tidak

benar. Mereka itu pun dapat mengajukan pengaduan kepada Data Protection Registre

(yang diangkat berdasarkan undang-undang) aapabila mereka tidak merasa puas

terhadap cara orang atau organisasi yang mengumpulkan informasi dan, menurut

keadaan-keadaan tertentu, individu-individu memiliki hak atas ganti kerugian.

Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip perlindungan data dapat menyebabkan

tanggung jawab pidana, adapun prinsip-prinsip tersebut antara lain:

1. Informasi yang dimuat dalam data pribadi harus diperoleh, dan data pribadi itu

harus diproses, secara jujur dan sah.

Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
93

2. Data pribadi harus dipegang hanya untuk satu tujuan atau lebih yang spesifik dan

sah.

3. Data pribadi yang dikuasai untuk satu tujuan dan tujuan-tujuan tidak boleh

digunakan atau disebarluaskan dengan melalui suatu cara yang tidak sesuai

dengan tujuan atau tujuan-tujuan tersebut.

4. Data pribadi yang dikuasai untuk keperluan suatu tujuan atau tujuan-tujuan harus

layak, relevan dan tidak terlalu luas dalam kaitannya dengan tujuan atau tujuan-

tujuan tersebut

5. Data pribadi harus akurat dan, jika diperlukan, selalu up-to date.

6. Data pribadi yang dikuasai untuk keperluan suatu tujuan atau tujuan-tujuan tidak

boleh dikuasai terlalu lama dari waktu yang diperlukan untuk kepentingan tujuan

atau tujuan-tujuan tersebut.

7. Tindakan-tindakan pengamanan yang memadai harus diambil untuk menghadapi

akses secara tidak sah, atau pengubahan, penyebarluasan atau pengrusakan data

pribadi serta menghadapi kerugian tidak terduga atau data pribadi.

8. Seorang individu akan diberikan hak untuk:

a. Dalam jangka waktu yang wajar dan tanpa kelambatan serta tanpa biaya:

1). Diberi penjelasan oleh pihak pengguna data tentang apakah pihaknya

menguasai data pribadi di mana individu yang bersangkutan menjadi

subyek data; dan

2). Untuk akses pada suatu data demikian yang dikuasai oleh pihak pengguana

data.

b. Jika dipandang perlu, melakukan perbaikan atau penghapusan data. Prinsip

yang terakhir berkaitan dengan pengamanan dan ancaman terhadap hal ini ada

dua jenis, yaitu :


Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
94

(1) pengamanan dari akses tidak sah, dan

(2) berkaitan dengan copy-copy back up. pusat-pusat data yang berisi data

pribadi.

Masih berkaitan dengan masalah jaminan privacy dalam kaitannya dengan

kunci privat, adalah harus adanya jaminan bahwa CA tidak berusaha mencari

pasangan kunci publik dari susbscriber. CA mempunyai peluang yang besar untuk

bisa menemukan kunci pasangan dari subscriber karena CA mempunyai komputer

yang lebih canggih untuk menemukannya.

Selain itu harus ada jaminan bahwa pencipta kartu yang berisikan kunci privat

juga tidak akan menyebarluaskan atau pun menggandakannya. Hal ini sangat logis

sekali karena pembuat kartu selain mengetahui kunci publik juga mengetahui kunci

privatnya karena ia adalah penciptanya. Untuk menjamin hal ini perlu adanya suatu

notary sysrem yang menjamin hal tersebut.

2. Accuracy

Termaktub dalam Pasal 4 butir 2,3, dan 8 UU No 8 tahun 1999. Dalam prinsip

ini terkandung pengertian "ketepatan" antara apa yang diminta dengan apa yang

didapatkan. Bahwa apa yang didapat oleh subscriber sesuai dengan apa yang ia minta

berdasarkan informasi yang diterimanya. Ketepatan informasi (informasi yang benar

tanpa tipuan) juga merupakan prinsip accuracy. Sebagai contoh: subs yang meminta

level tertentu dari sertifikat sebaiknya tidak diberikan level yang lebih rendah atau

lebih tinggi. CA juga berkewajiban memberitahukan segala keterangan yang

berkaitan dengan penawaran maupun permintaan yang diajukan.

Secara tidak langsung subs berhak untuk mendapatkan CA yang berlisensi

artinya ketika subscriber mengakses ke CA, terdapat praduga bahwa CA adalah CA

Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
95

yang sah dan berlisensi dan subs harus dilindungi dari penyimpangan CA yang

gadungan.

3. Property

Termaktub dalam pasal 4 butir 8 UU No 8 tahun 1999. subscriber harus

dilindungi hak miliknya dari segala penyimpangan yang mungkin terjadi akibat

masuknya subscriber ke dalam sistem ini. Artinya subs berhak dilindungi dari segala

bentuk penyadapan, penggandaan, dan pencurian. Jika hal ini terjadi maka CA

berkewajiban mengganti kerugian yang diderita.

3. Accessibility

Termaktub dalam pasal 4 butir 4, 5, 6,dan 7 UU No 8 tahun 1999. Bahwa

setiap pribadi berhak medapat perlakuan yang sama dalam hal untuk mengakses dan

informasi. Artinya tiap subscriber bisa masuk ke dalam sistem ini jika memenuhi

persyaratan, dan ia bisa mempergunakan sistem ini tanpa adanya hambatan. Dan

subscriber juga berhak untuk didengar pendapat dan keluhannya.

Hak-hak konsumen untuk tercapainya perlindungan konsumen sudah

tercantum atau dituangkan dalam bentuk Undang-Undang, yaitu UU No 8 tahun 1999.

Maka artinya hak-hak tersebut sudah diakui keberadaannya dan memiliki kepastian

hukumnya yang diatur dalam Undang-Undang positif. Upaya hukum yang dilakukan

oleh konsumen yang merasa dirugikan bisa menggunakan pasal-pasal dalam UU No 8

tahun 1999 ini.

Dalam kaitannya dengan penggunaan digital signature, CA dalam kedudukan

yang lebih kuat harus bisa menjamin hak-hak konsumen. Terutama dalam perjanjian

adhesi antara CA dan subscriber. Perjanjian diajukan sebaiknya tidak hanya berat

sebelah, sehingga subscriber tidak mempunyai posisi penawaran (bargaining power).

Untuk menutup resiko atas produk-produk yang cacat CA dapat mengasuransikan


Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
96

resiko tersebut. Hal ini untuk mengurangi beban yang harus ditanggung oleh CA

apabila suatu saat ada konsimen (subscriber) yang menuntut CA karena merasa

dirugikan.

D. Hubungan Hukum Para Pihak di dalam E-Commerce

Hukum harus dapat menegaskan secara pasti hubungan-hubungan hukum dari

para pihak yang melakukan transaksi e-commerce. Dalam kaitan ini, hukum Indonesia

belum sepenuhnya mengatur mengenai transasi e-commerce ini. Sebuah contoh yang

dapt diambil adalah e-commerce dilaksanakan dengan menggunakan charge card

atau credit card sebagai alat pembayaran.

Misalnya bank yang menjadi penerbit kartu (card issuer) dari suatu charge

cards atau credit cards diharapkan kepada suatu kasus dimana pemegang kartu (card

holder) menolak bertanggung jawab atas pelaksanaan pembayaran atas beban charge

card atau credit card miliknya dengan alasan barang yang dibeli mengandung cacat.

Kasus ini menimbulkan masalah hukum mengenai : apakah pembayaran yang

dilakukan suatu charge card atau credit card merupakan pembayaran mutlak, ataukah

merupakan pembayaran bersyarat kepada penjual barang. Jelas peraturan perundang-

undangan di Indonesia belum sepenuhnya mengatur mengenai hal ini.

Di Inggris, hal ini sudah diatur, yaitu berdasarkan putusan pengadilan dalam

perkara In Re Charge Service Limited. Perkara tersebut berisi suatu analisis yuridis

mengenai hubungan-hubungan hukum yang tercipta apabila suatu card digunakan

untuk melakukan pembayaran. Dalam putusan ini, yang merupakan leading case di

Inggris, Millet J, yaitu hakim yang memeriksa perkara ini, memutuskan b a hwa

“payment by a charge card or a credit card was an absolue and not a conditional

payment to the retailer”. Dari putusan pengadilan itu dapat diketahui bahwa menurut
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
97

hukum Inggris pembayaran yang dilakukan oleh suatu charge card atau credit card

merupakan pembayaran mutlak dan bukan merupakan pembayaran bersyarat kepada

penjual barang. 72

Selain asas yang telah dikemukakan di atas, Millet J, telah meletakkan pula

asas lain dengan menggunakan pendapat bahwa pada penggunaan kartu, secara

serentak bekerja 3 (tiga) perjanjian yang satu sama lain terpisah, yaitu : 73

1). Perjanjian penjual barang dan/atau jasa antara pedagang dan pemegang kartu.

2). Perjanjian antara pedagang dan perusahaan penerbit kartu, yang berdasarkan

perjanjian itu pedagang yang bersangkutan setuju untuk menerima pembayaran

yang menggunakan kartu itu.

3). Perjanjian antara perusahaan penerbit kartu dan pemegang kartu, atau pemegang

rekening, yang berdasarkan perjanjian itu pemegang kartu menyetujui untuk

melunasi pembayaran yang telah dilakukan oleh penerbit kartu kepada penjual

barang dan/atau jasa berkenaan dengan penggunaan kartu oleh pemegang kartu

yang bersangkutan.

Masalah hukum lain sehubungan dengan pembayaran dengan menggunakan

charge card atau credit card ialah yang menyangkut pertanyaan, apakah pemegang

kartu (card holder) mempunyai hak untuk membatalkan pembayaran yang telah

dilakukannya, dengan meminta agar supaya perusahaan penerbit kartu (card issuer)

tidak melaksanakan pembayaran atas tagihan yang dilakukan oleh pedagang yang

menerima pembayaran dengan kartu itu. Sekali lagi, apabila sengketa tersebut muncul

di Indonesia, maka peraturan perundang-undangan yang mengaturnya tentu belum

lengkap, mengingat Indonesia baru saja mengesahkan undang Informasi dan

72
Sutan Remy Sjahdeini, E-Commerce dalam Persfektif Hukum, Jurnal Keadilan, Vol. 1 No. 3
September 2001, hal. 22-23.
73
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
98

Transaksi Elektronik tahun 2008, sehingga tentunya belum ada yurisprudensi yang

dapat dijadikan pegangan.

E. Pembuktian Kontrak dalam E-Commerce

Sebelum menapak lebih jauh, ada baiknya kalau kita meninjau terlebih dahulu

hakikat dari pembuktian. Pada umumnya apabila kita menemui permasalahan dan

harus mengambil keputusan yang tepat terhadap permasalahan tersebut kita selalu

berusaha untuk mengumpulkan berbagai macam fakta yang berkenaan dengan

permasalahan tersebut. Dengan fakta-fakta yang telah terkumpul kita gunakan untuk

membuktikan permasalahan tersebut dan kita mencari pemecahannya. Dalam cabang-

cabang ilmu pasti fakta-fakta yang dikumpulkan guna menjadi bukti bagi suatu

permasalahan sifatnya relatif pasti. Sebagai contoh, satu molekul air terdiri dari dua

atom hidrogen dan satu atom oksigen. Apabila komposisi tersebut diubah maka akan

menimbulkan suatu zat baru lagi. Tidak demikian halnya dengan ilmu hukum yang

merupakan salah satu cabang dari ilmu sosial. Pembuktiannya bersifat

kemasyarakatan, karena walaupun sedikit, terdapat unsur ketidakpastian. Oleh karena

itu kebenaran yang dicapai merupakan kebenaran yang relatif. Kita harus memberikan
74
keyakinan terhadap fakta yang dikemukakan itu harus selaras dengan kebenaran.

Apabila untuk memutuskan suatu sengketa atau kasus mutlak hanya

menyandarkan pada keyakinan hakim ini adalah hal yang sangat riskan karena dapat

menimbulkan kekhawatiran bahwa keyakinan hakim tersebut akan bersifat subjektif,

sehingga akan menimbulkan tindakan sewenang-wenang dari sang hakim yang justru

tidak memberikan rasa keadilan bagi para pihak yang berperkara. Maka dari itu

74
Edmon Makarim, Apakah Transaksi Secara Elektronik Mempunyai Kekuatan Pembuktian,
diakses dari situs : e-Commerce - http://www.lkht.net/artikel_lengkap.php?id=16 tanggal 4 April 2008.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
99

sewajarnyalah apabila dari dalil-dalil yang dikemukakan para pihak yang bersengketa

menjadi pula dasar pertimbangan bagi hakim agar dapat dicapai suatu keputusan yang

objektif. Dalam hubungannya dengan arti pembuktian, Prof.Subekti berpendapat:

"membuktikan ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang
75
dikemukakan dalam suatu persengketaan."

Alat-alat bukti yang diakui dalam peradilan perdata Indonesia diatur dalam

HIR (Herzien Indonesisch Reglement) pasal 164 dan Kitab Undang-undang Hukum

Perdata (KUHPerdata) pada pasal 166 yang berbunyi: "Alat-alat bukti terdiri atas :

1. bukti tulisan;

2. bukti dengan saksi-saksi;

3. persangkaan-persangkaan;

4. pengakuan;

5. sumpah."

Selain daripada apa yang telah disebutkan diatas HIR masih mengenal alat

pembuktian lain yaitu hasil pemeriksaan setempat, seperti yang ditentukan dalam

pasal-pasal berikut ini: Pasal 153 (1) HIR yang berbunyi: "Jika ditimbang perlu atau

ada faedahnya, maka ketua boleh mengangkat satu atau dua orang komisaris daripada

dewan itu yang dengan bantuan panitera pengadilan akan melihat keadaan tempat atau

menjalankan pemeriksaan di tempat itu, yang dapat menjadi keterangan kepada

hakim."

Pasal 154 HIR (hasil penyelidikan seorang ahli) yang berbunyi: "Jika

pengadilan negeri menimbang, bahwa perkara itu dapat lebih terang, jika diperiksa

atau dilihat oleh orang ahli, maka dapatlah ia mengangkat ahli itu, baik atas

permintaan kedua pihak, maupun karena jabatannya."

75
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
100

Tanpa mengabaikan pentingnya alat-alat bukti lainnya, pembahasan akan

difokuskan terlebih dahulu kepada alat bukti tulisan. Hal ini disebabkan karena

permasalahan yang menjadi perhatian saat ini adalah, kita perlu menjawab apakah

dalam acara peradilan, dokumen elektronik dapat dianggap sama surat yang telah kita

kenal.

Apakah kekuatan hukum dari dokumen elektronik tersebut sama dengan

kekuatan hukum alat bukti surat dalam acara perdata? Selain itu juga pada asasnya di

dalam persoalan perdata, alat bukti yang berbentuk tulisan itu merupakan alat bukti

yang lebih diutamakan jika dibandingkan dengan alat bukti lainnya. Bahkan menurut

definisi Prof. Mr. A. Pitlo, alat pembuktian adalah "Pembawa tanda tangan bacaan

yang berarti, menerjemahkan suatu isi pikiran". Alat bukti tulisan ini menurut doktrin
76
ilmu hukum dan undang-undang secara garis besar dibagi 2 macam :

1. Tulisan biasa

2. Tulisan yang berupa akta.

Tulisan yang berupa akta ini dibagi menjadi 2 yaitu :

1. akta di bawah tangan

2. akta otentik

Dari pembagian seperti di atas hal yang menjadi perhatian adalah bilamana

suatu tulisan dikatakan sebagai tulisan biasa dan bilamana dikatakan sebagai tulisan

yang berupa akta. Pengertian akta adalah suatu surat yang ditandatangani, diperbuat

untuk dipakai sebagai alat bukti dan untuk dipergunakan oleh orang untuk keperluan

siapa surat itu dibuat.

76
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
101

Selain itu yang termasuk dalam akta adalah: cek, tanda terima (kuitansi), surat

perjanjian, atau surat apa pun yang dibuat dan ditandatangani oleh orang yang

berwenang dan disepakati oleh para pihak menjadi alat bukti.

Kemudian muncul permasalahan berikutnya, kapankah akta disebut sebagai

akta di bawah tangan dan kapan akta tersebut disebut sebagai akta otentik. Sesuai

dengan ketentuan pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

yang berbunyi: "Suatu akta otentik adalah suatu akta yang didalam bentuk yang

ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum

yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuat."

Maka untuk membedakan apakah akta tersebut akta otentik atau akta di bawah

tangan yang harus kita perhatikan adalah dilihat dari terbentuknya akta tersebut,

apabila akta tersebut dibuat di hadapan atau dibuatkan oleh pejabat yang berwenang

(notaris) maka akta tersebut adalah akta otentik. Apabila akta tersebut tidak

memenuhi hal di atas maka akta itu adalah akta di bawah tangan. Dalam hukum

pidana yang ingin dicapai ialah kebenaran materil, menurut Menurut Wirjono

Prodjodikoro, bahwa kebenaran itu biasanya hanya mengenai keadaan-keadaan


77
tertentu pada masa lampau.

Membicarakan mengenai pembuktian dalam hukum acara pidana tentunya

tidak dapat meninggalkan dari ketentuan hukum mengenai alat bukti dan barang bukti

yang ada di dalam KUHAP, mengingat alat bukti dan barang bukti menjadi dasar

untuk memutus perkara pidana (dari pasal 183-189 KUHAP), dan barang bukti dalam

pasal 39 KUHAP.

Menurut pasal 184 KUHAP alat bukti antara lain adalah:

77
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Eresco, Bandung, 1986, hal.
24.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
102

1. Keterangan saksi

2. Keterangan ahli

3. Alat bukti surat,

4. Petunjuk,

5. Keterangan terdakwa.

Pasal ini bersifat limitatif, artinya penggunaan alat bukti tersebut hanya yang

disebutkan dalam pasal tersebut saja. Dalam pasal 183 KUHAP, seorang hakim dapat

memutus perkara berdasarkan minimal dua alat bukti (syarat minimum pembuktian).

Selanjutnya dengan berbekal alat bukti yang diketemukan itu, hakim tersebut akan

memperoleh keyakinan bahwa memang telah terjadi suatu tindak pidana. Jika kita

cermati rumusan pasal 183 KUHAP tersebut, dengan dua alat bukti tersebut belumlah

cukup bagi hakim untuk menjatuhkan pidana kepada seseorang, karena masih

diperlukan keyakinan hakim atas dua alat bukti yang dihadirkan di sidang pengadilan.

Jika dengan minimal dua alat bukti tersebut hakim memperoleh keyakinan, maka

berdasarkan pasal 183 dan 184 KUHAP pelaku tindak pidana dapat dijatuhi hukuman
78
sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Sebenarnya dalam sistem hukum kita juga sudah dikenal suatu konsep

keamanan untuk perdagangan yang agak mirip dengan konsep kriptografi kunci

publik (penekanan pada konsep pasangan/pairs). Zaman dahulu, untuk keperluan

otentikasi dengan mintra dagang, dipergunakan tongkat kayu yang dipatahkan

menjadi dua. Jika orang hendak melakukan pencacahan atas suatu transaksi, orang

menorehkan sebuah goresan yang menggores sambungan kedua tongkat (yang

berpasangan) tersebut. Untuk mencocokkan, cukup dengan menyambungkan kedua

78
Ibid, hal. 26.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
103

tongkat tersebut dan melihat apakah goresan itu 'melintas' sambungan/patahan tongkat

dengan baik.

Hal ini dapat kita lihat pada bunyi pasal 1887 Kitab Undang-undang Hukum

Perdata (KUHPerdata) yang berbunyi: "Tongkat-tongkat berkelar yang sesuai dengan

kembarnya, harus dipercaya, jika dipergunakan antara orang-orang yang biasa

membuktikan penyerahan-penyerahan barang yang dilakukannya atau diterimanya

dalam jumlah-jumlah kecil, dengan cara yang demikian itu."

Alat bukti elektronik tidak dikenal di dalam KUHP. Namun demikian tidak

berarti bila terjadi suatu perkara kejahatan dengan menggunakan komputer pelaku

kejahatan tersebut lolos dari jeratan hukum. Dalam kejahatan komputer, ketentuan

pasal 183 KUHAP dapat diterapkan meskipun perlu pembuktian lebih lanjut. Alat

bukti yang mungkin ditemukan dalam suatu transaksi jika, berdasarkan pasal 184

KUHAP; keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

Namun biasanya keterangan saksi sangat sulit untuk diperoleh, mengingat pelaku

tindak pidana ini biasanya melakukan aksinya secara sendirian. Paling mungkin jika
79
terjadi penyertaan, maka antara pelaku dapat menjadi saksi bagi yang lainnya.

Berawal dari penggunaan bukti petunjuk yang bersumber, sebuah petunjuk

dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa (pasal 188(2)

KUHAP). Bila keterangan saksi dan keterangan terdakwa tidak diketemukan, maka

petunjuk dapat diperoleh dari surat atau dokumen yang yang diketemukan, yang

tentunya harus diketemukan persesuaian satu dengan yang lainnya mengenai alat

bukti tersebut. Jika terdapat kesamaan bentuk, metoda atau cara dalam melakukan

suatu kejahatan komputer (contoh: hacking komputer) maka dari situ akan diperoleh

79
Edmon Makarim, Op.cit.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
104

petunjuk (bukti awal), yang nantinya tetap harus dibuktikan dengan bantuan seorang

ahli untuk menjelaskan kasus tersebut.

Unsur penegak hukum seringkali tertinggal dengan pesatnya perkembangan

teknologi, jarak yang tercipta antara penegak hukum dengan teknologi juga kurang

diantisipasi. Keadaan seperti ini terus berlanjut, sehingga menjadikan jalannya

penegakan hukum atas kejahatan atau perselisihan yang berkaitan dengan pengunaan

teknologi menjadi terhambat. Hal ini diperparah dengan kurang tanggapnya individu

penegak hukum itu sendiri untuk memperkaya dirinya dengan pengetahuan baru yang

terkait dengan teknologi.

Fasilitas yang kurang memadai juga merupakan penghambat bagi para aparat

penegak hukum dalam menindaklanjuti perkara-perkara yang terkait dengan segala

sesuatu yang berbau teknologi. Dalam memutuskan suatu perkara yang berkaitan

dengan penggunaan teknologi sebagai basisnya, hakim terkadang masih meraba

sampai sejauh mana hal tersebut dapat terbukti dan dapat diputus dengan adil. Hal ini

nampak dari putusan yang dikeluarkan berkenaan dengan suatu perkara yang

menyangkut masalah teknologi informasi belakangan ini, perkara yang dilihat oleh

beberapa pakar teknologi informasi sebagai perkara yang berat hukumannya, namun

setelah diputus ternyata pelaku dapat bebas tanpa syarat. Hal ini juga berlaku bagi

jaksa dan pembela dalam kasus pidana. Keterbatasan fasilitas tersebut menjadikan

putusan, tuntutan atau pembelaan yang diajukan menjadi terkesan seadanya.

Begitu lebarnya jarak yang tercipta antara penegak hukum pada akhirnya

mendorong diluncurkannya Rancangan Undang-undang Tanda Tangan Digital yang

mempermudah aparat penegak hukum untuk memahami segala kasus dan

permasalahan yang terkait dengan teknologi informasi.

Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
105

Walaupun belum adanya suatu bentuk perundangan khusus mengatur

mengenai hubungan subyek hukum yang terlibat di dalam transaksi yang

menggunakan media elektronik, pembuat KUHPerdata telah memberikan keleluasaan

untuk para pembuat perjanjian dalam bentuk suatu kebiasaan. Hal ini diatur dalam

Bagian Keempat Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang penafsiran

suatu perjanjian.

Pasal 1346 KUHPerdata memberikan keleluasaan lebih di mana suatu

perjanjian mengikuti standar kebiasaan dalam negeri atau di tempat perjanjian telah

dibuat (jika meragukan isinya), sehingga secara yuridis, walaupun tidak jelas

ditekankan pengaturan mengenai tata cara pelaksanaan, jika hal tersebut sudah diakui

sebagai suatu kebiasaan dalam perjanjian yang menggunakan media elektronik, maka

kebiasaan tersebut mendapatkan pengakuan yuridis.

Rancangan Undang-undang tersebut pada dasarnya bertujuan untuk

memberikan kejelasan bagi para pelaku pengguna Teknologi Informasi yang dalam

hal ini sangat berkaitan dengan penggunaan internet sebagai media untuk

bertransaksi. Kelangsungan perdagangan yang menggunakan media elektronik tidak

menutup adanya kemungkinan terjadinya perselisihan antara para pihak. Rancangan

Undang-undang ini pada dasarnya bertujuan untuk mencari kerangka hukum untuk

transaksi elektronik dan tanda tangan elektronik berdasarkan hukum Indonesia yang

berlaku sekarang. Hal ini disebabkan karena asas pengadilan Indonesia mengharuskan

hakim untuk tetap menerima suatu sengketa yang dibawa kehadapannya meskipun

tidak ada hukum yang mengaturnya, dan sang hakim diharuskan menggali hukum

yang hidup di masyarakat. 80

80
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
106

F. Pengakuan dan Pemberitahuan E-mail sebagai Pemberitahuan Tertulis

Dalam berbagai undang-undang sering dimuat ketentuan yang mengharuskan

adanya “pemberitahuan tertulis” sebagai syarat perjanjian atau sebagai ketentuan

administratif yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak tertentu kepada pihak-pihak lain

atau instansi-instansi tertentu. Sehubungan dengan munculnya kehidupan dunia maya

dari internet, maka timbul pertanyaan : “apakah pemberitahuan e-mail” dapat

menggantikan fungsi “pemberitahuan tertulis” sebagaimana yang dimaksud dalam

suatu perjanjian atau dalam suatu peraturan perundang-undangan apabila dalam

perjanjian atau peraturan perundang-undangan tersebut disebutkan tentang adanya

keharusan menyampaikan “pemberitahuan tertulis”. Undang-undang memang harus

mengatur mengenai hal ini. 81

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik Tahun 2008, disebutkan bahwa transaksi elektronik adalah

perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer

atau media elektronik lainnya. Transaksi jual beli secara elektronik merupakan salah

satu perwujudan ketentuan di atas. Pada transaksi jual beli secara elektronik ini, para

pihak yang terkait didalamnya, melakukan hubungan hukum yang dituangkan melalui

suatu bentuk perjanjian atau kontrak yang juga dilakukan secara elektronik dan sesuai

ketentuan Pasal 1 angka 18 Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik (ITE), disebut sebagai kontrak elektronik yakni perjanjian yang dimuat

dalam dokumen elektronik atau media elektronik lainnya, hal ini termasuk juga e-mail

yang digunakan sebagai “pemberitahuan tertulis” dalam transaksi elektronik.

81
A.Z. Nasution, Revolusi Teknologi Informasi dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet,
Jurnal Keadilan, Vol. 1, No. 3 September 2001, hal. 28.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
107

BAB IV

Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
108

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI ASURANSI DALAM TRANSAKSI BISNIS

MELALUI INTERNET (E-COMMERCE) DALAM PERSFEKTIF HUKUM

PERDATA INDONESIA

A. Perlunya perdagangan melalui Internet diasuransikan

Internet merupakan jaringan terbuka (open network) yang memungkinkan

pihak lain baik yang berkepentingan maupun tidak berkepentingan ikut berpartisipasi

di dalamnya. Terhubungnya jaringan komputer suatu perusahaan dengan dunia maya

melalui internet membuka peluang terjadinya kerusakan, karena pihak luar saat ini

sangat potensial untuk melakukan serangan maupun manipulasi database suatu

perusahaan yang pada akhirnya menimbulkan kerusakan. Kejahatan dalam dunia

internet atau yang biasa disebut dengan cybercrime, seperti bentuk pencurian kartu

kredit, hacking, cracking, penyadapan transmisi data merupakan suatu bentuk

kejahatan yang sangat potensial yang mampu menimbulkan kerugian finansial.

Namun, bentuk umum serangan yang terjadi dari jaringan internet adalah virus

invasion, instrusi hackers, maupun upaya memacetkan website melalui serangkaian

upaya membanjiri server dengan sejumlah informasi dalam skala besar. Berbagai

bentuk tersebut berimplikasi pada kerugian yang tidak sedikit bagi perusahaan
82
sasaran/obyek.

Faktor penunjang lain yang menimbulkan kerugian perusahaan tidak

sepenuhnya ditentukan oleh faktor eksternal, namun juga bisa disebabkan faktor

internal. Faktor internal ini diartikan dalam kapasitas kemampuan dan pengetahuan

82
Zulkifli Saad, Menuju Asuransi E-Commerce, diakses dari situs : oleh
jsdhttp://www.jasindo.co.id/index.php?option=articles&task=viewarticle&artid=59&Itemid=1, tanggal
8 April 2008.

Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
109

seputar dunia komputasi bagi orang dalam (intern perusahaan). Pengetahuan dan

kemampuan ini dalam lingkup yang mengerti seluk beluk komputasi (paham

tekonologi) maupun yang sama sekali tidak mengerti komputasi.

Berbagai bentuk proteksi yang diterapkan perusahaan-perusahaan yang

terhubung dengan internet dewasa ini, cukup memberikan perlindungan atas

propertinya, yaitu terhadap sistem komputasi dan data elektronik perusahaan. Namun

sistem keamanan yang diterapkan tersebut tidak selamanya memberi perlindungan

total. Seperti yang disebutkan sebelumnya, perusakan sistem keamanan (security

breaches) dapat terjadi, antara lain dikarenakan faktor unauthorized access, maupun

adanya penggunaan sistem komputasi dan data perusahaan oleh pihak luar atau pihak

dalam (insider or outsider). Bila dinilai secara nominal, kerugian yang diderita

perusahaan akibat kerusakan sistem jaringan komputer dan internet sangat tinggi dan
83
kemungkinan mencapai jutaan dollar AS.

Risiko-risiko baru sebagaimana digambarkan di atas merupakan suatu bentuk

peluang baru industri asuransi. Secara teoritis disebutkan atas apapun resiko yang

muncul yang mampu menimbulkan kerugian dapat dijadikan obyek asuransi atau

dengan kata lain dapat diasuransikan. Adapun yang dimaksud dengan obyek asuransi

berdasar pasal 1 butir (2) Undang-undang No. 2 tahun 1992 Tentang Usaha

Perasuransian, adalah: "benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung

jawab hukum, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi dan

atau berkurang nilainya". Dari batasan tersebut, resiko-resiko seputar sistem

keamanan jaringan komputer dan internet dapat dijadikan sebagai obyek asuransi atau

dengan kata lain dapat diasuransikan. Hal ini yang menimbulkan apa yang kita kenal

sebagai cyber insurance.

83
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
110

Cyber insurance sebagai suatu bentuk produk asuransi yang menutup resiko-

resiko yang terkait dengan sistem keamanan jaringan komputer. Jaringan komputer

yang terhubung dengan jaringan internet berimplikasi mendatangkan kerugian baik

dikarenakan serangan hackers maupun virus. Fenomena baru inilah yang menjadi

persoalan cyber insurance dalam dunia perasuransian dewasa ini.

Bila dilihat lebih jauh, cyber insurance yang mencakup lingkup komputasi

dibagi menjadi 2 tipe, yaitu; tipe pertama berkaitan dengan first party or cyber

property yang meliputi penutupan resiko kerugian akibat tindak kejahatan, pencurian,

perusakan perangkat lunak (software) maupun database, rehabilitasi data, extortion,

dan business interuption. Sedangkan, tipe kedua adalah berkaitan dengan third party

or cyber liability yang meliputi pencemaran nama baik yang terkait dengan materi

suatu website, pelanggaran hak cipta, hiperlinking liability, maupun contextual

liability. 84

Saat ini, nilai premi yang dihasilkan cyber insurance memang tidak terlalu

besar bila dibanding dengan sektor asuransi kerugian lain (tradisional). Namun

diprediksikan laju pertumbuhan sektor cyber insurance akan mengalami peningkatan

setiap tahunnya. Hal ini dihubungkan dengan pertumbuhan usaha yang memanfaatkan

teknologi informasi semakin meningkat. Meskipun memiliki pangsa pasar yang cukup

menjanjikan, namun tidak mudah bagi perusahaan asuransi untuk menerjemahkan

kerugian yang akan muncul dalam e-business. Dengan kata lain tidak semua

perusahaan asuransi dapat bergerak dalam bisnis cyber insurance.

Beberapa cyber insurance yang tersedia dan cukup terkenal saat ini antara lain

AIG, Marsh, dan St. Paul. Ketiga perusahaan asuransi tersebut telah menawarkan

84
Dian Siska Herliana, Peluang Baru Industri Cyber Insurance dalam Era Teknologi
Informasi, diakses dari situs : e-Commercehttp://www.lkht.net/artikel_lengkap.php?id=20, tanggal 20
Maret 2008.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
111

penutupan resiko pemanfaatan teknologi informasi. Misalnya AIG dengan polisnya

yang disebut dnegan ProTech Technology Liability Insurance, St. Paul dengan polis

Cybertech + liability. Selain itu ada pula perusahaan reasuransi terkemuka yang

memberikan perlindungan terhadap resiko internet seperti Munich Re dan Swiss Re.

Resiko asuransi yang harus ditanggung perusahaan asuransi tersebut tergolong

tinggi, jadi wajar bila premi yang mesti dibayar tertanggung relatif besar. Selain itu

juga adanya beberapa persyaratan yang harus dipenuhi tertanggung antara lain

manajemen jaringan komputer yang harus dilengkapi dengan penerapan sistem

keamanan seperti firewall, maupun penggunaan teknik enkripsi yang memadai.

Perusahaan asuransi Lloyd of London, misalnya, dengan polis Computer Information

and Data Security Insurance dan E-Comprehensive, mengenakan premi cyber

insurance sebesar US$ 20.000 hingga US$ 75.000 untuk penutupan resiko US$ 1 juta
85
hingga US$ 10 juta.

Di Indonesia sendiri belum menjadi suatu yang fenomenal bagi suatu

perusahaan asuransi untuk mengembangkan usahanya dalam bentuk cyber insurance.

Hal ini karena kurangnya dorongan kebutuhan masyarakat yang ditunjukkan rendah

atau bahkan kurangnya tingkat permintaan masyarakat di bidang ini. Namun

diprediksikan dalam rentang waktu yang relatif singkat permintaan untuk proteksi

cyber insurance di Indonesia akan meningkat dan terdapat kecenderungan akan

semakin berkembang.

Transaksi bisnis melalui internet seperti dijelaskan sebelumnya memiliki

banyak risiko. Risiko-risiko tersebut adalah: penyadapan, penipuan, penggandaan

informasi transaksi, pencurian informasi rahasia, dan sebagainya. Dalam transaksi

bisnis melalui internet yang memanfaatkan kriptografi, kejahatan tersebut dapat

85
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
112

dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah pembobolan kunci dan pencurian

kunci. 86

Pembobolan kunci yaitu dimana si pembobol memakai berbagai cara untuk

menemukan kunci yang sama dengan yang asli. Cara pembobolan yang paling umum

digunakan adalah yang dikenal dengan istilah brute force attack, sebagaimana telah

dijelaskan sebelumnya, si pelaku mencoba berbagai kemungkinan hingga akhirnya ia

menemukan kunci yang cocok. Pencurian kunci, adalah dimana si pelaku

menemukan kunci yang asli dan menggunakannya, sehingga ia dapat bertindak

sebagai pemilik yang asli. Pencurian seperti ini dikenal dengan istilah man in the

middle attack. 87

Perdagangan melalui Internet merupakan salah satu kegiatan ekonomi. Para

pelakunya tentu tidak ingin mengalami resiko kerugian di kemudian hari. Jika ia tidak

ingin menanggung resiko tersebut, ia harus mengalihkannya kepada orang lain.

Lembaga yang paling cocok dalam hal ini adalah asuransi sebagai alat pemindahan

resiko. Karena itu jika para pelaku tidak ingin menanggung kerugian ia akan

mengalihkan resiko tersebut kepada lembaga asuransi. Hal yang sama sebaiknya

diterapkan pula dalam transaksi bisnis melalui internet.

Dari hasil survey terlihat animo masyarakat untuk melakukan transaksi bisnis

melalui internet meningkat dengan pesat dari waktu ke waktu. Kecenderungan

masyarakat ini tentunya akan lebih tinggi apabila PMI didukung protokol-protokol

transaksi elektronik yang aman.

86
Edmon Makarim, Kerangka Hukum Digital Signature dalam Electronic Commerce,
Makalah dipresentasikan di hadapan Masyarakat Telekomunikasi Indonesia pada bulan Juni 1999 di
Pusat Ilmu Komputer Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, hal. 12.
87
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
113

SET (Secure Electronic Transaction) yang menggunakan kriptografi dalam

pengamanannya adalah sistem perdagangan Internet yang relatif paling aman dari

serangan-serangan yang mungkin dilakukan dalam Internet, antara lain pembobolan

kunci dan pencurian kunci.

Pembobolan kunci mungkin saja terjadi. Besar kecilnya kemungkinan ini

ditentukan oleh panjangnya kunci. Semakin panjang kunci makin semakin sulit pula

untuk membobolnya. Hal ini digambarkan dalam tabel berikut: 88

Tabel Perkiraan Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Membobol Kunci

Dengan Harga Tertentu Pada Tahun 1995

Panjang Kunci (bit)

Asimetris - 384 512 768 1792 2304

(RSA)

Simetris 40 56 64 80 112 128

(DES)

$100,000 2 detik 35 jam 1 tahun 70 000 10^14 tahun 10^19 tahun

tahun

$1,000,000 0,2 detik 3,5 jam 37 hari 7 000 10^13 tahun 10^18 tahun

tahun

$10,000,000 0,02 21 menit 4 hari 700 tahun 10^12 tahun 10^17 tahun

detik

88
Ibid, hal. 15.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
114

$100,000,000 2 ms 2 menit 9 jam 70 tahun 10^11 tahun 10^16 tahun

Data tersebut merupakan penghitungan pada tahun 1995 dengan menggunakan

hardware khusus untuk menjebol kunci simetris DES. Sedangkan kunci asimetris

dalam kolom yang sama menunjukkan panjang kunci asimetris yang memiliki

kekuatan yang sama dengan kunci simetrisnya. Jadi untuk membobol kunci asimetris

512-bit membutuhkan waktu komputasi yang kurang lebih sama untuk membobol

kunci simetris sepanjang 64-bit. Dengan asumsi kemampuan komputer menjadi

berlipat ganda setiap 18 bulan dengan harga yang sama, maka pada tahun 1999

estimasi tersebut akan menjadi : 89

Perkiraan Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Membobol Kunci

Dengan Harga Tertentu Pada Tahun 1999

Panjang Kunci (bit)

Asimetris - 384 512 768 1792 2304

(RSA)

Simetris 40 56 64 80 112 128

(DES)

$100,000 0,25 4,4 jam 1,5 10 000 10^13 10^18 tahun

detik bulan tahun tahun

$1,000,000 25 ms 25 4,5 hari 1 000 10^12 10^17 tahun

menit tahun tahun

89
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
115

$10,000,000 2,5 ms 2,6 12 jam 100 tahun 10^11 10^16 tahun

menit tahun

$100,000,000 0,25 ms 2 menit 1,1 jam 10 tahun 10^10 10^15 tahun

tahun

Berdasarkan data di atas terlihat bahwa resiko pembobolan kunci-kunci

kriptografis, semakin tinggi sejalan dengan perjalanan waktu. Selain diperlukannya

protokol-protokol transaksi yang aman dari pencurian dan pembobolan, lembaga

asuransi diharapkan dapat mengantisipasi kerugian yang mungkin terjadi di kemudian

hari. Titik rawan yang lain adalah munculnya teknologi komputer baru yang

'melanggar' Moore's Law, sehingga dengan teknologi komputer baru itu, kecepatan

komputer meningkat berlipat-lipat secara signifikan. Akibatnya sertifikat digital yang

harusnya berlaku lebih lama, akan kadaluarsa lebih cepat karena dapat dibobol dengan

mudah.

B. Kedudukan Asuransi perdagangan melalui Internet dalam KUHD

Dalam SET (Secure Electronic Transaction) para pihak yang terlibat antara

lain: 90

1. Pembeli (cardholder), dalam lingkup perdagangan elektronik, Pembeli

berhubungan dengan Penjual lewat komputer pribadi (personal computer).

Pembeli menggunakan pembayaran dengan kartu yang dikeluarkan oleh Issuer.

Secure Electronic Transaction (SET) menjamin hubungan yang dilakukan antara

90
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
116

Pembeli dengan Penjual, menyangkut pula data nasabah, merupakan hal yang

dirahasiakan.

2. Issuer, adalah lembaga keuangan dimana Pembeli menjadi nasabahnya, dan

menerbitkan kartu pembayaran. Issuer menjamin pembayaran atas transaksi yang

disetujui yang menggunakan kartu pembayaran sesuai dengan merek yang tertera

pada kartu dan peraturan setempat.

3. Penjual (Merchant), adalah yang menawarkan barang untuk dijual atau

menyelengarakan jasa dengan imbalan pembayaran. Di dalam SET (Secure

Electronic Transaction), Penjual dapat menyarankan Pembeli untuk melakukan

transaksi dengan aman. Penjual yang menerima pembayaran dengan kartu harus

memiliki hubungan dengan Acquirer.

4. Acquirer, adalah lembaga keuangan dimana Merchant menjadi nasabahnya dan

memproses atorisasi kartu pembayaran dan pembayaran-pembayaran.

5. Payment gateway, adalah sarana yang dioperasikan oleh Acquirer atau pihak

ketiga yang ditunjuk untuk memproses pesan-pesan pembayaran penjual,

termasuk instruksi pembayaran penjual.

6. Otoritas Sertifikat (Certificate Authority), yaitu lembaga yang dipercaya, dan

mengeluarkan sertifikat- sertifikat dan ditandatangani olehnya.

Pembeli (cardholder) hanya memiliki sepasang kunci asimetrik yang

dipergunakan untuk membuat/memeriksa tanda tangan, serta membuat/membuka

amplop digital. Artinya kalau kunci privat pembeli tercuri atau dibobol orang lain,

maka sang pencuri dapat meniru tanda tangan pembeli dan membuka amplop digital

untuk pembeli.

Penjual (merchant), gerbang pembayaran (payment gateway), issuer, aquirer

dan otoritas sertifikat masing-masing memiliki dua pasang kunci asimetrik. Sepasang
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
117

kunci dipergunakan untuk melakukan pembuatan/pemeriksaan tanda tangan dan

pasangan kunci asimetris yang lain dipergunakan untuk membuat/membuka amplop

digital.

Dari hal ini terlihat bahwa Pembeli memiliki resiko lebih tinggi daripada

Penjual, karena kunci untuk menandatangani sama dengan kunci untuk membuka

surat. Sehingga jika ada pihak yang dapat membobol atau mencuri kunci dapat

bertidak untuk menandatangani surat sekaligus untuk membuka surat. Walaupun

dalam hal ini tidak berarti bahwa Pembeli lebih besar "kepentingannya" dibandingkan

Penjual.

Menurut Pasal 246 KUHD asuransi adalah suatu perjanjian, dengan mana

seorang penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima suatu

premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan

atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena

suatu peristiwa yang tak tertentu.

Dari ketentuan pasal ini terlihat bahwa para pihak yang terlibat adalah

Penanggung dan Tertanggung. Penanggung adalah pihak yang menjamin.

Tertanggung adalah pihak yang mengalihkan resikonya dan membayar premi. Yang

menjadi pertanyaan, adalah siapa yang akan menjadi pihak tertanggung dan

bagaimana bentuk darui asuransinya.

Dalam kaitannya dengan SET (Secure Electronic Transaction), maka para

pihak yang berkepentingan dan membayar premi akan disebut sebagai Tertanggung

dan pihak asuransi sebagai Penanggung. Dalam hal ini pula yang dikaji adalah pihak

Penanggung dan Tertanggung, dengan kunci-kunci kriptografis sebagai obyek

asuransi. Artinya tidak dikaji kedudukan para pihak apakah sebagai Penjual, Pembeli,

Acquirer, dan sabagainya. Jika yang menjadi tertanggung adalah pihak-pihak yang
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
118

tertera pada poin 1-5 tentunya asuransi yang terjadi bisa menjadi tumpang tindih, dan

melanggar prinsip indemnitas asuransi.

Penulis berpendapat bahwa pihak yang menjadi tertanggung adalah CA

(certificate authority / otoritas sertifikat) sebagai lembaga yang dipercaya. Dan bentuk

asuransi yang dilakukan bisa berbentuk seperti asuransi sosial yang ditetapkan

pemerintah. Sehingga tiap pihak yang menggunakan kunci-kunci kriptografis sudah

diasuransikan kepentingannya tersebut.

C. Prinsip-Prinsip dalam Asuransi Perdagangan melalui Internet

Pada umumnya prinsip-prinsip asuransi perdagangan melalui internet sama

dengan prinsip-prinsip asuransi secara umum. Prinsip-prinsip dalam asuransi tersebut

antara lain, adalah : 91

1. Prinsip Indemnitas

Ganti rugi yang dapat diterima oleh tertanggung hanya sebesar kerugian yang

diderita. Artinya apabila tertanggung mengalami kebobolan kunci, maka yang

diperhitungkan dan dibayarkan hanya sebesar kerugian yang diderita akibat

kebobolan itu. Hal ini sesuai dengan tujuan asuransi untuk mendapatkan ganti

kerugian, akibat suatu musibah yang tidak dapat ia tanggung sendiri, dan bukan

untuk mendapat keuntungan darinya.

2. Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan

Si Tertanggung harus memiliki kepentingan atas obyek yang diasuransikan.

Seseorang hanya boleh dan berhak untuk mengasuransikan suatu obyek apabila ia

mempunyai kepentingan terhadap barang termaksud. Dalam hal ini obyek yang

dimaksud adalah kunci-kunci kriptografis, baik kunci simetrik atau kunci

asimetrik dari kemungkinan dibobol.

91
Ibid, hal. 27.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
119

3. Prinsip Utmost Good Faith

Bahwa adanya itikad baik dari pihak tertangung dalam mengasuransikan

obyeknya. Maksud dari itikad baik dalam hal ini adalah kejujuran dari pihak

Tertanggung dalam mengasuransikan obyeknya dan tidak menyembunyikan suatu

hal yang sepatutnya diberitahukan pada Penanggung. Misalnya, kunci yang

diasuransikan oleh tertanggung tidak diketahui sebelumnya bahwa kunci tersebut

telah dibobol.

4. Prinsip subrogasi.

Bahwa tertanggung yang telah menerima ganti rugi dari Penanggung tidak bisa

menuntut pada pihak ketiga. Karena hak tersebut telah beralih pada Penanggung.

Hal ini erat kaitannya dengan prinsip indemnitas yang diterangkan di atas.

Misalnya Tertanggung yang kebobolan kuncinya sudah menerima pembayaran

dari Penanggung, ia tidak bisa menuntut ganti rugi lagi dari orang yang

membobol. karena yang berhak menuntut setelah itu adalah Penanggung.

D. Risiko Perdagangan Melalui Internet sebagai obyek Asuransi

1. Massal dan Homogen

Kunci-kunci kriptografis yang akan diasuransikan tentunya tidak berjumlah

satu unit saja. Karena perusahaan asuransi tidak mungkin hanya menanggung satu

tertanggung saja. Harus terdapat sejumlah besar unit kriptografis yang akan

diasuransikan. Bahkan memang dalam transaksi SET terdapat banyak pihak-pihak

yang berkepentingan dan dapat mengasuransikan kepentingannya itu.

2. Kerugian tertentu

Umumnya perusahaan asuransi berjanji akan membayar kerugian tertentu,

yang disebabkan hal tertentu, pada waktu tertentu. Dalam hal ini jangka waktu
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
120

kadaluarsa dari sertifikat yang dikeluarkan CA (certificate authority/otoritas

sertifikat) dapat dijadikan dasar jangka waktu asuransi.

3. Kerugian yang terjadi bersifat kebetulan

Bahwa kerugian yang terjadi itu terjadi tanpa adanya unsur kesengajaan dari

pihak yang berkepentingan. Misalnya pemegang kunci tidak secara sengaja

menyebarluaskan kunci privatnya yang belum diproteksi dengan password. Idealnya

Tertanggung tidak boleh memiliki kontrol atau pengaruh terhadap kejadian

yang ingin diasuransikan itu. Kunci kriptografis memenuhi kriteria ini. Kecuali jika

kunci privat tidak digenerate oleh pembeli namun sudah terdapat di dalam smartcard

maka pembuat smartcard memiliki kontrol terhadap obyek tersebut apabila ia sebagai

pihak Tertanggung.

4. Kelayakan ekonomis

Untuk layaknya suatu asuransi secara ekonomis, maka kerugianyang mungkin

terjadi haruslah cukup besar bagi tertanggung, sedangkan biaya asuransi tidak terlalu

tinggi dibandingkan dengan kemungkinan kerugian tersebut. Kebobolan yang terjadi

tentunya akan mengakibatkan kerugian yang besar bagi Tertanggung baik secara

finansial maupun privacy, namun resiko kunci itu untuk dibobol kecil maka preminya

tentu sangat rendah.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, asuransi yang ideal adalah asuransi yang

kemungkinan kerugian yang besar namun probabilitasnya rendah. hal yang sama juga

terjadi dalam kriptografi yang bisa menimbulkan kerugian yang besar bagi

tertanggung namun kemungkinan kunci kriptografis tersebut jebol relatif kecil.

5. Probabilitas dapat diperhitungkan

Probabilitas dalam perdagangan melalui Internet dapat diperhitungkan

melalui kemungkinan jebolnya dari panjang pendeknya kunci yang digunakan.


Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
121

Kemungkinan jebolnya kunci kriptografis bisa dijadikan acuan kemungkinan jebolnya

kunci kriptografis dengan memperhitungkan perkembangan teknologi (hukum

Moore).

Jika yang menjadi pihak Tertanggung adalah Pembeli, Penjual, Acquirer atau

pun Issuer, maka hal ini akan sangat merepotkan. Dimana masing-masing pihak

mengasuransikan masing-masing kepentingannya itu. Menurut pemikiran penulis

alangkah baiknya apabila yang menjadi pihak tertanggung adalah CA (certificate

authority/otoritas sertifikat). Otoritas Sertifikat dalam hal ini adalah lembaga

kepercayaan, sehingga sudah selayaknya pelayanan jasa yang diselenggarakannya

juga dipercaya tidak mengandung kelemahan. Dengan diasuransikannya kunci-kunci

maka pengguna jasa akan merasa aman apabila di kemudian hari ternyata terhadap
92
kelemahan dari kunci, baik dikarenakan pembobolan maupun pencurian.

Seperti diketahui sertifikat yang dilkeluarkan oleh CA (certificate authority/

otoritas sertifikat) berbeda-beda, semakin tinggi level sertifikat, maka semakin pula

kepentingan yang terdapat di dalamnya. Karena itu sudah sewajarnya pula premi yang

akan dibayarkan juga lebih tinggi. Adapun bentuk dari asuransi yang akan dijalankan

seperti halnya asuransi sosial, dimana adanya kewajiban yang ditetapkan pemerintah)

untuk mengasuransikan.

Root Otoritas Sertifikat sebagai tulang punggung dari pertahanan sertfikat

digital yang berisi kunci publik, harus diaudit oleh lembaga audit independen untuk

sistem komputernya. Hal ini penting, apakah Root CA (certificate authority / otoritas

sertifikat) tersebut memenuhi standard operasi yang ditentukan (Standard Operating

Procedures / SOP). Jika tidak, terdapat kemungkinan, ada pihak-pihak tertentu yang

memanfaatkan kelemahan ini untuk kepentingan dirinya.

92
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
122

Pada beberapa kasus tertentu, pasangan kunci publik dan privat tidak dibuat

oleh subscriber/user, melainkan oleh key distribution center (KDC). Jadi selain user,

KDC juga menyimpan kunci privat user tersebut. Alasannya adalah agar kalau user

kehilangan kunci privatnya, maka key distribution center (KDC) tinggal mengirimkan

kembali kunci privat kepada user melalui saluran yang aman (bukan lewat open

network).

Dalam kasus ini, sistem komputer dan SOP di key distribution center (KDC)

harus benar-benar aman sekuritinya, karena merupakan titik rentan. Kebobolan pada

KDC dapat merupakan bencana bagi seluruh subscribernya/user. Perlu diperhatikan

bahwa KDC tidak harus merupakan CA (certificate authority / otoritas sertifikat).

Dalam transaksi elektronik berbasis tanda tangan digital melalui Internet atau

transaksi elektronik off-line, smartcard sangat membantu meningkatkan pengamanan

transakasi. Dengan adanya smartcard dapat dijamin hanya pemegang kartu

(smartcard) itu saja yang dapat melakukan transaksi. Hal ini disebabkan karena kunci

privat dan seluruh komputasi kriptografis yang menggunakan kunci privat hanya

dapat dilakukan di dalam smartcard tersebut. Tidak seperti umumnya dimana user

membuat/mengenerate sendiri pasangan kunci publik-privatnya, ada jenis smartcard

yang kunci publik-privatnya tidak dihasilkan/digenerate oleh user (cardholder).

Kunci publik-privatnya sudah ada di dalam smartcard tersebut saat fabrikasi.

Karena kunci privat yang disimpan dalam hard disk diproteksi dengan

password, maka praktek penggunaan password yang baik, harus dilakukan oleh user.

User tidak boleh menggunakan password yang mudah ditebak, tidak boleh

meminjamkan password ke orang lain, serta tidak boleh menuliskan password

sembarangan di atas kertas.

Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
123

Pada penggunakan smartcard, kunci privat diproteksi dengan PIN. Kalau user

hendak menggunakan smartcard, user harus memasukkan PIN. Kalau user salah

memasukkan PIN tiga kali, maka smartcard akan mengunci dirinya sendiri dan tidak

bisa dipergunakan sebelum dibuka kembali dengan cara-cara tertentu oleh card center

yang mengeluarkan smartcard tersebut. Saat user mengenerate pasangan kunci

publik-privatnya sendiri, tentu user menggunakan software khusus. Ada kalanya user

menggunakan program-program freeware dan shareware yang didownload lewat

Internet. Bisa saja, saat program tersebut mengenerate kunci publik-privat, kunci

privatnya dikirimkan pula oleh program 'malacious' (jahat) tersebut ke node Internet

tertentu. Jadi sebenarnya dalam kasus ini terjadi pencurian kunci privat.

Keterangan di atas merupakan penjelasan dari titik-titik rentan yang ada.

Titik -titik rentan ini mennunjukkan resiko yang mungkin ada dan terjadi untuk kunci-

kunci kriptografis. Dikaitkan dengan prinsip-prinsip asuransi dan syarat dari obyek

asuransi maka, terdapat kesimpulan resiko-resiko kunci kriptografis dapat

diasuransikan.

Internet merupakan jaringan terbuka (open network) yang memungkinkan

pihak lain baik yang berkepentingan maupun tidak berkepentingan ikut berpartisipasi

di dalamnya. Terhubungnya jaringan komputer suatu perusahaan dengan dunia maya

melalui internet membuka peluang terjadinya kerusakan, karena pihak luar saat ini

sangat potensial untuk melakukan serangan maupun manipulasi database suatu

perusahaan yang pada akhirnya menimbulkan kerusakan. Kejahatan dalam dunia

internet atau yang biasa disebut dengan cybercrime, seperti bentuk pencurian kartu

kredit, hacking, cracking, penyadapan transmisi data merupakan suatu bentuk

kejahatan yang sangat potensial yang mampu menimbulkan kerugian finansial.

Namun, bentuk umum serangan yang terjadi dari jaringan internet adalah virus
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
124

invasion, instrusi hackers, maupun upaya memacetkan website melalui serangkaian

upaya membanjiri server dengan sejumlah informasi dalam skala besar. Berbagai

bentuk tersebut berimplikasi pada kerugian yang tidak sedikit bagi perusahaan/sasaran

objek.

Faktor penunjang lain yang menimbulkan kerugian peusahaan tidak

sepenuhnya ditentukan oleh faktor eksternal, namun juga bisa disebabkan faktor

internal. Faktor internal ini diartikan dalam kapasitas kemampuan dan pengetahuan

seputar dunia komputasi bagi orang dalam (intern perusahaan). Pengetahuan dan

kemampuan ini dalam lingkup yang mengerti seluk beluk komputasi (paham

tekonologi) maupun yang sama sekali tidak mengerti komputasi.

Berbagai bentuk proteksi yang diterapkan perusahaan-perusahaan yang

terhubung dengan internet dewasa ini, cukup memberikan perlindungan atas

propertinya, yaitu terhadap sistem komputasi dan data elektronik perusahaan. Namun

sistem keamanan yang diterapkan tersebut tidak selamanya memberi perlindungan

total. Seperti yang disebutkan sebelumnya, perusakan sistem keamanan (security

breaches) dapat terjadi, antara lain dikarenakan faktor unauthorized access, maupun

adanya penggunaan sistem komputasi dan data perusahaan oleh pihak luar atau pihak

dalam (insider or outsider). Bila dinilai secara nominal, kerugian yang diderita

perusahaan akibat kerusakan sistem jaringan komputer dan internet sangat tinggi dan

kemungkinan mencapai jutaan dollar AS.

Risiko-risiko baru sebagaimana digambarkan di atas merupakan suatu bentuk

peluang baru industri asuransi. Secara teoritis disebutkan atas apapun resiko yang

muncul yang mampu menimbulkan kerugian dapat dijadikan obyek asuransi atau

dengan kata lain dapat diasuransikan. Adapun yang dimaksud dengan obyek asuransi

berdasar pasal 1 butir (2) Undang-undang No. 2 tahun 1992 Tentang Usaha
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
125

Perasuransian, adalah: "benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung

jawab hukum, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi dan

atau berkurang nilainya"

Dari batasan tersebut, risiko-risiko seputar sistem keamanan jaringan

komputer dan internet dapat dijadikan sebagai obyek asuransi atau dengan kata lain

dapat diasuransikan. Hal ini yang menimbulkan apa yang kita kenal sebagai cyber

insurance.

Cyber insurance sebagai suatu bentuk produk asuransi yang menutup resiko-

resiko yang terkait dengan sistem keamanan jaringan komputer. Jaringan komputer

yang terhubung dengan jaringan internet berimplikasi mendatangkan kerugian baik

dikarenakan serangan hackers maupun virus. Fenomena baru inilah yang menjadi

persoalan cyber insurance dalam dunia perasuransian dewasa ini.

Bila kita lihat lebih jauh, cyber insurance yang mencakup lingkup komputasi

dibagi menjadi 2 tipe, yaitu; tipe pertama berkaitan dengan first party or cyber

property yang meliputi penutupan resiko kerugian akibat tindak kejahatan, pencurian,

perusakan perangkat lunak (software) maupun database, rehabilitasi data, extortion,

dan business interuption. Sedangkan, tipe kedua adalah berkaitan dengan third party

or cyber liability yang meliputi pencemaran nama baik yang terkait dengan materi

suatu website, pelanggaran hak cipta, hiperlinking liability, maupun contextual

liability. 93

Saat ini, nilai premi yang dihasilkan cyber insurance memang tidak terlalu

besar bila dibanding dengan sektor asuransi kerugian lain (tradisional). Namun

diprediksikan laju pertumbuhan sektor cyber insurance akan mengalami peningkatan

setiap tahunnya. Hal ini dihubungkan dengan pertumbuhan usaha yang memanfaatkan

93
Dian Siska Herliana, Op.cit.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
126

teknologi informasi semakin meningkat. Meskipun memiliki pangsa pasar yang cukup

menjanjikan, namun tidak mudah bagi perusahaan asuransi untuk menerjemahkan

kerugian yang akan muncul dalam e-business. Dengan kata lain tidak semua

perusahaan asuransi dapat bergerak dalam bisnis cyber insurance.

Beberapa cyber insurance yang tersedia dan cukup terkenal saat ini antara lain

AIG, Marsh, dan St. Paul. Ketiga perusahaan asuransi tersebut telah menawarkan

penutupan resiko pemanfaatan teknologi informasi. Misalnya AIG dengan polisnya

yang disebut dnegan ProTech Technology Liability Insurance, St. Paul dengan polis

Cybertech + liability. Selain itu ada pula perusahaan reasuransi terkemuka yang

memberikan perlindungan terhadap resiko internet seperti Munich Re dan Swiss Re.

Resiko asuransi yang harus ditanggung perusahaan asuransi tersebut tergolong

tinggi, jadi wajar bila premi yang mesti dibayar tertanggung relatif besar. Selain itu

juga adanya beberapa persyaratan yang harus dipenuhi tertanggung antara lain

manajemen jaringan komputer yang harus dilengkapi dengan penerapan sistem

keamanan seperti firewall, maupun penggunaan teknik enkripsi yang memadai.

Perusahaan asuransi Lloyd of London, misalnya, dengan polis Computer Information

and Data Security Insurance dan E-Comprehensive, mengenakan premi cyber

insurance sebesar US$ 20.000 hingga US$ 75.000 untuk penutupan resiko US$ 1 juta
94
hingga US$ 10 juta.

Di Indonesia sendiri belum menjadi suatu yang fenomenal bagi suatu

perusahaan asuransi untuk mengembangkan usahanya dalam bentuk cyber insurance.

Hal ini karena kurangnya dorongan kebutuhan masyarakat yang ditunjukkan rendah

atau bahkan kurangnya tingkat permintaan masyarakat di bidang ini. Namun

diprediksikan dalam rentang waktu yang relatif singkat permintaan untuk proteksi

94
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
127

cyber insurance di Indonesia akan meningkat dan terdapat kecenderungan akan

semakin berkembang.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat dikemukakan dalam skripsi ini, adalah sebagai

berikut :

1. Alasan-alasan dan risiko-risiko perdagangan yang mungkin terjadi sehingga

perdagangan melalui internet perlu diasuransikan, adalah : transaksi melalui

Internet memiliki banyak resiko. Resiko-resiko tersebut adalah: penyadapan,

penipuan, penggandaan informasi transaksi, pencurian informasi rahasia, dan

sebagainya. Dalam transaksi bisnis melalui internet yang memanfaatkan

kriptografi, kejahatan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya

adalah pembobolan kunci dan pencurian kunci.

Pembobolan kunci yaitu dimana si pembobol memakai berbagai cara untuk

menemukan kunci yang sama dengan yang asli. Cara pembobolan yang paling

umum digunakan adalah yang dikenal dengan istilah brute force attack,

sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, si pelaku mencoba berbagai

kemungkinan hingga akhirnya ia menemukan kunci yang cocok. Pencurian kunci,

adalah dimana si pelaku menemukan kunci yang asli dan menggunakannya,

sehingga ia dapat bertindak sebagai pemilik yang asli. Pencurian seperti ini

dikenal dengan istilah man in the middle attack.

Transaksi melalui Internet merupakan salah satu kegiatan ekonomi. Para

pelakunya tentu tidak ingin mengalami resiko kerugian di kemudian hari. Jika ia

tidak ingin menanggung resiko tersebut, ia harus mengalihkannya kepada orang


Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
128

lain. Lembaga yang paling cocok dalam hal ini adalah asuransi sebagai alat

pemindahan resiko. Karena itu jika para pelaku tidak ingin menanggung kerugian

ia akan mengalihkan resiko tersebut kepada lembaga asuransi. Hal yang sama

sebaiknya diterapkan pula dalam transaksi bisnis melalui internet.

Dari hasil survey terlihat animo masyarakat untuk melakukan transaksi bisnis

melalui internet meningkat dengan pesat dari waktu ke waktu. Kecenderungan

masyarakat ini tentunya akan lebih tinggi apabila transaksi bisnis melalui internet

didukung protokol-protokol transaksi elektronik yang aman. SET (Secure

Electronic Transaction) yang menggunakan kriptografi dalam pengamanannya

adalah sistem perdagangan Internet yang relatif paling aman dari serangan-

serangan yang mungkin dilakukan dalam Internet, antara lain pembobolan kunci

dan pencurian kunci. Pembobolan kunci mungkin saja terjadi. Besar kecilnya

kemungkinan ini ditentukan oleh panjangnya kunci. Semakin panjang kunci

makin semakin sulit pula untuk membobolnya.

2. Prinsip-prinsip asuransi perdagangan melalui internet, adalah :

a). Prinsip Indemnitas

Ganti rugi yang dapat diterima oleh tertanggung hanya sebesar kerugian yang

diderita. Artinya apabila tertanggung mengalami kebobolan kunci, maka yang

diperhitungkan dan dibayarkan hanya sebesar kerugian yang diderita akibat

kebobolan itu. Hal ini sesuai dengan tujuan asuransi untuk mendapatkan ganti

kerugian, akibat suatu musibah yang tidak dapat ia tanggung sendiri, dan

bukan untuk mendapat keuntungan darinya.

b). Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan

Si Tertanggung harus memiliki kepentingan atas obyek yang diasuransikan.

Seseorang hanya boleh dan berhak untuk mengasuransikan suatu obyek


Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
129

apabila ia mempunyai kepentingan terhadap barang termaksud. Dalam hal ini

obyek yang dimaksud adalah kunci-kunci kriptografis, baik kunci simetrik

atau kunci asimetrik dari kemungkinan dibobol.

c). Prinsip Utmost Good Faith

Bahwa adanya itikad baik dari pihak tertangung dalam mengasuransikan

obyeknya. Maksud dari itikad baik dalam hal ini adalah kejujuran dari pihak

Tertanggung dalam mengasuransikan obyeknya dan tidak menyembunyikan

suatu hal yang sepatutnya diberitahukan pada Penanggung. Misalnya, kunci

yang diasuransikan oleh tertanggung tidak diketahui sebelumnya bahwa kunci

tersebut telah dibobol.

d). Prinsip subrogasi.

Bahwa tertanggung yang telah menerima ganti rugi dari Penanggung tidak

bisa menuntut pada pihak ketiga. Karena hak tersebut telah beralih pada

Penanggung. Hal ini erat kaitannya dengan prinsip indemnitas yang

diterangkan di atas. Misalnya Tertanggung yang kebobolan kuncinya sudah

menerima pembayaran dari Penanggung, ia tidak bisa menuntut ganti rugi lagi

dari orang yang membobol. karena yang berhak menuntut setelah itu adalah

Penanggung.

3. Kedudukan Asuransi perdagangan melalui Internet dalam KUHPerdata dan

KUHD, bahwa menurut pasal 246 KUHD asuransi adalah suatu perjanjian,

dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan

menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu

kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin

akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.


Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
130

Dari ketentuan pasal ini terlihat bahwa para pihak yang terlibat adalah

Penanggung dan Tertanggung. Penanggung adalah pihak yang menjamin.

Tertanggung adalah pihak yang mengalihkan resikonya dan membayar premi.

Yang menjadi pertanyaan, adalah siapa yang akan menjadi pihak tertanggung dan

bagaimana bentuk darui asuransinya.

Dalam kaitannya dengan SET (Secure Electronic Transaction), maka para pihak

yang berkepentingan dan membayar premi akan disebut sebagai Tertanggung dan

pihak asuransi sebagai Penanggung. Dalam hal ini pula yang dikaji adalah pihak

Penanggung dan Tertanggung, dengan kunci-kunci kriptografis sebagai obyek

asuransi. Artinya tidak dikaji kedudukan para pihak apakah sebagai Penjual,

Pembeli, Acquirer, dan sabagainya. Jika yang menjadi tertanggung adalah pihak-

pihak yang tertera pada poin 1-5 tentunya asuransi yang terjadi bisa menjadi

tumpang tindih, dan melanggar prinsip indemnitas asuransi.

Jadi pihak yang menjadi tertanggung adalah CA (certificate authority/otoritas

sertifikat) sebagai lembaga yang dipercaya. Dan bentuk asuransi yang dilakukan

bisa berbentuk seperti asuransi sosial yang ditetapkan pemerintah. Sehingga tiap

pihak yang menggunakan kunci-kunci kriptografis sudah diasuransikan

kepentingannya tersebut.

B. Saran

Saran-saran yang dapat dikemukakan dalam penulisan skripsi ini, adalah :

1. Dalam dunia perindustrian, sebagaimana yang telah diketahui bersama

manajemen resiko cukup penting untuk dipertimbangkan dalam menjalankan

sebuah usaha (bisnis). Resiko merupakan aspek mendasar dalam dunia usaha.

Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
131

Resiko usaha dan ketidakpastian yang menimbulkan kerugian dapat terjadi tanpa

dapat diprediksikan sebelumnya. Inilah alasan yang mendorong entrepeneur dan

orang-orang yang bergerak dalam dunia usaha untuk mengasuransikan aset-aset

yang berhubungan dengan kegiatan usahanya. Selain itu pula dengan tujuan

mencegah kerugian yang terlalu besar bila resiko dan berbagai bentuk

ketidakpastian yang merugikan menimpanya. Dengan kebutuhan-kebutuhan di

atas dan juga untuk menghindari resiko kerugian yang mungkin terjadi maka

hendaknya pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengansuransikan kegiatan-

kegiatan yang berhubungan dengan transaksi bisnis mereka. berbagai produk

asuransi kerugian saat ini telah banyak tersedia di pasaran guna mengurangi

berbagai resiko seperti kebakaran, pencurian, gempa bumi, maupun banjir dan

segala bentuk resiko lain.

2. Pertumbuhan e-commerce nampaknya akan berkembang terus seiring dengan

makin memasyarakatnya jaringan global Internet. Bahkan beberapa pakar

teknologi informasi memprediksi bahwa Internet akan menjadi bagian kehidupan

sehari-hari masyarakat modern pada masa mendatang. Ini artinya mereka akan

demikian kental berurusan dengan Internet dalam segala hal termasuk membeli

atau menjual barang dan jasa. Begitu pula perusahaan-perusahaan akan

mengupayakan pelebaran pangsa pasarnya melalui jaringan Internet sebagai

strategi baru yang sangat global. Dengan kata lain, e-commerce akan menjelma

menjadi infrastruktur bisnis alternatif yang mumpuni pada era informasi kini dan

mendatang. Oleh karena itu pemerintah hendaknya merumuskan hukum yang

mengatur mengenai e-commerce ini dengan tegas termasuk didalamnya

pengaturan tentang asuransi untuk menghindari kerugian agar para pihak yang

Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009
132

bergelut di bidang ini akan lebih mendapat jaminan kepastian hukum.

Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam
Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008.
USU Repository © 2009

You might also like