You are on page 1of 8

PRESIPITASI

PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara yang dilalui oleh garis khatulistiwa oleh karena itu
suatu negara yang dilalui garis ini memiliki pola iklim yang sama sepanjang
tahun. Pola yang dominan adalah hangat dan basah atau hangat dan kering
sepanjang tahun. Sebagian besar daerah khatulistiwa juga ditandai sebagai yang
lembab. Karena Indonesia dilalui garis ini, maka iklim yang terjadi hanya dua,
yaitu musim hujan (basah) dan kemarau (kering). Presipitasi adalah turunnya air
dari atmosfer ke permukaan bumi yang berupa hujan, salju, embun, dan yang
sejenis. Indonesia termasuk daerah tropis sehingga yang paling dominan jenis
presipitasi yang terjadi adalah hujan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
definisi hujan adalah titik-titik air yang berjatuhan dari udara karena proses
pendinginan. Pola umum curah hujan di Indonesia dipengaruhi oleh letak
geografis, Indonesia yang dilalui garis khatulistiwa menyebabkan sepanjang tahun
disinari matahari. Pada umumnya besaran curah hujan di Indonesia tidak sama.
Curah hujan rata-rata di Indonesia setiap tahun tidak sama,tetapi secara umum
besar curah hujan adalah sebesar 2000 – 3000 mm per tahun. Sampai saat ini
sebagian besar masyarakat di Indonesia masih mengandalkan pertanian sebagai
sumber kehidupan, meskipun dengan adanya perkembangan kota tetapi
pemerintah tetap berusaha untuk mengoptimalkan dan mengembangkan kembali
areal pertanian. Salah satu bentuk komitmen pemerintah adalah dengan
membangun beberapa infrastruktur keairan terutama pembangunan bendung dan
bendungan.
PEMBAHASAN

1. Definisi

Menurut Lashari dkk (2017), hujan merupakan salah satu jenis


presipitasi yang jatuh vertikal di atas permukaan bumi dan diukur oleh
penakar hujan. Hujan jatuh dalam bentuk tetesan yang dikondensasikan oleh
uap air di atmosfer. Hujan didefinisikan sebagai bentuk air yang jatuh ke
permukaan bumi. Hujan berbeda dengan gerimis, hujan memiliki diameter
tetes lebih dari 0,5 mm dengan intensitasnya lebih dari 1,25 mm/jam,
sedangkan gerimis memiliki diameter tetes kurang dari 0,5 mm dan memiliki
intensitas kurang dari 1 mm/jam. Durasi hujan adalah waktu yang dihitung
dari saat hujan mulai turun sampai berhenti, yang biasanya dinyatakan dalam
jam. Intensitas hujan rerata adalah perbandingan antara kedalaman hujan
dengan intensitas hujan. misalnya hujan dalam 5 jam menghasilkan
kedalaman 5 mm, yang berarti intensitas hujan rerata adalah 10 mm/jam.
Demikian juga hujan dalam 5 menit sebesar 6 mm, yang berarti intensitas
reratanya adalah 72 mm/jam. Analisis untuk menghitung jumlah curah hujan
dalam satu satuan waktu, yang biasanya dinyatakan dalam mm/jam, mm/hari,
mm/bulan, mm/tahun dan sebagainya, yang berturut-turut sering disebut
hujan jam-jaman, harian, mingguan, bulanan, tahunan dan sebagainya disebut
dengan intensitas hujan.

2. Jenis Hujan

Menururt Hidayat dan Empung (2016), hujan merupakan gejala


meteorologi dan juga unsur klimatologi. Hujan adalah hydrometeor yang
jatuh berupa partikel-partikel air yang mempunyai diameter 0.5 mm atau
lebih. Hydrometeor yang jatuh ke tanah disebut hujan sedangkan yang tidak
sampai tanah disebut Virga. Selain itu hujan juga bisa diartikan adanya
perubahan wujud dari benda cair menjadi benda padat yang membentuk awan
yang memiliki massa yang berat sehingga jatuh ke permukaan bumi. Berikut
ini adalah jenis-jenis hujan yang lazim terjadi:
a. Hujan Siklonal
Hujan ini terjadi karena adanya udara yang panas, suhu tinggi yang
disertai dengan angina berputar. Hal ini karena adanya pertemuan antara
angin pasat timur laut dan angina pasat tenggara, kemudian angina itu
naik terjadi penggumpalan di atas awan yang berada di garis
khatulistiwa.
b. Hujan Frontal
Hujan ini terjadi karena ada pergerakan semu matahari dengan garis
balik utara dan selatan, hujan ini turun dalam kurun waktu tertentu. Dan
biasanya musim kemarau dan hujan, seperti yang terjadi di Indonesia.
c. Hujan Muson
Hujan ini terjadi karena ada pergerakan semu matahari dengan garis
balik utara dan selatan, hujan ini turun dalam kurun waktu tertentu. Dan
biasanya musim kemarau dan hujan, seperti yang terjadi di Indonesia.
d. Hujan Zenithal
Hujan ini tejadi karena adanya pertemuan angin pasat timur laut dan
angin pasat tenggara. Hal ini menyebabkan awan yang memiliki massa
berat mengalami penurunan suhu yang berakibat terjadinya kondensasi,
dan terjadi turun hujan.
e. Hujan Orografis
Merupakan hujan yang terjadi karena adanya angin yang mengandung
uap air, kemudian arah pergerakannya secara horizontal. Perjalanan
angina tersebut harus melewati pegunungan yang menyebabkan suhu
angin menjadi dingin akibat adanya proses kondensasi (saat melewati
pegunungan tadi).

3. Faktor yang Mempengaruhi Curah Hujan

Curah hujan adalah jumlah air hujan yang jatuh ke permukaan tanah
selama periode atau waktu tertentu. Curah hujan diukur dalam satuan mm
dengan mengabaikan aspek evaporasi, infiltrasi, maupun runoff pada air yang
jatuh. Curah hujan perlu diketahui sebagai aspek pertimbangan dalam
menentukan daya guna lahan pada suatu wilayah. Besar kecilnya curah hujan
di suatu tempat akan berbeda dengan curah hujan di tempat lainnya. Hal ini
karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi curah hujan, seperti :
a. Garis Lintang
Semakin dekat suatu tempat dengan garis katulistiwa (derajat
lintangnya semakin rendah), maka akan semakin besar curah hujan
yang diterima tempat tersebut. Begitupun sebaliknya, semakin jauh
suatu tempat dari garis katulistiwa (derajat lintangnya semakin tinggi),
maka akan semakin kecil pula curah hujan yang diterimanya.
b. Tinggi Tempat
Semakin tinggi suatu tempat maka semakin rendah curah hujan yang
diterima tempat tersebut, begitu sebaliknya. Pengaruh tinggi tempat
terhadap curah hujan dapat terjadi karena umumnya semakin tinggi
suatu tempat maka akan semakin rendah pula suhu udara di tempat
tersebut.
c. Jarak Tempat dari Laut
Laut sebagai sumber penguapan air terbesar dimuka bumi juga
berpengaruh terhadap curah hujan. Semakin dekat suatu tempat dengan
laut maka akan semakin besar pula curah hujan tempat tersebut,
begitupun sebaliknya. Jarak suatu tempat yang terlalu jauh dengan laut
akan menjadikan uap air yang terkondensasi (awan) akan mencair
menjadi hujan sebelum mencapai tempat tersebut.
d. Arah Angin
Angin adalah media yang membawa awan untuk mencapai tempat
tertentu. jika suatu daerah jarang dilalui angin, maka akan semakin
jarang pula daerah tersebut menerima guyuran air hujan.
e. Deretan Pegunungan
Pegunungan yang berderet menjulang di suatu wilayah sangat
mempengaruhi curah hujan di sekitar wilayah tersebut. Deretan gunung
adalah pembatas bagi awan untuk dapat mencapai daerah di balik
gunung (daerah bayangan hujan). Jika menemui deretan gunung, awan
akan terus naik ke atas dan terakumulasi sebelum berhasil melewati
gunung. Akumulasi ini kemudian menghasilkan hujan.
f. Perbedaan Suhu Daratan dan Lautan
Perbedaan suhu antara darat dan laut juga menjadi faktor yang
mempengaruhi curah hujan. Jika suhu daratan lebih tinggi dari suhu
laut, maka hujan akan lebih sering terjadi di laut, sementara jika suhu
laut lebih tinggi dari suhu darat, maka hujan akan lebih sering terjadi di
daratan.
g. Luas Daratan
Jika daratan semakin luas, maka curah hujan yang diterima wilayah
tersebut akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya. Pengaruh ini
terjadi karena semakin luas daratan maka titik tengah daratan tersebut
juga letaknya pasti akan semakin jauh dari laut.

4. Proses Terjadinya Hujan

Menurut buku Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia,


awan dapat berubah menjadi butiran hujan ketika butir air yang terkandung
di dalam awan rendah dan awan menengah cukup besar jumlahnya. Jika
awan-awan tersebut mampu melawan gaya apung dari udara di bawahnya
maka butir air itu akan jatuh ke muka bumi dalam bentuk hujan atau salju.
Air hujan akan terjadi di daerah lintang rendah (tropis) sepert Indonesia.
Sedangkan hujan salju (es) biasanya terjadi di daerah lintang menengah dan
tnggi pada musim dingin. Hujan es juga bisa terjadi di pegunungan yang suhu
udaranya di bawah 0 oC. Dalam beberapa kasus, di beberapa daerah di
Indonesia juga pernah mengalami hujan yang disertai dengan butran es.
Besar kecilnya intensitas hujan tergantung jenis awannya. Pada awan
nimbostratus, stratus, dan altostratus akan menghasilkan hujan ringan atau
gerimis dengan ketinggian curah hujan kurang dari 10 mm. Sementara itu,
awan stratocumulus dan altocumulus dapat menghasilkan hujan ringan
sampai sedang (curah hujan kurang dari 20 mm). Sedangkan awan cumulus
dan cumulonimbus dapat menghasilkan hujan lebat dan atau ekstrem (curah
hujan di atas 30 mm). Secara umum, siklus air di bumi dari mulai penguapan
massa udara hingga turun hujan, terdiri dari empat proses sebagai berikut:
a. Penguapan massa udara (uap air).
b. Massa udara tersebut lalu naik ke atas akibat konvektf, orograf,
konvergensi, dan adiabatk.
c. Pada level atau ketnggian tertentu, massa udara tersebut mengalami
kondensasi atau sublimasi.
d. Awan yang sudah memiliki banyak butr air tersebut lalu turun sebagai
hujan dan atau salju.
Sebelum turun hujan, biasanya bertup angin dingin dengan kecepatan
yang bervariasi, bisa sepoi-sepoi, sedang, atau malah kencang. Kecepatan
angin tersebut tergantung dari jenis awan yang akan menumpahkan air hujan
ke bumi. Angin bertup akibat turunnya massa udara lantaran meluruhnya
awan (disipasi) yang sering disebut downdraf (kecepatan vertkal yang
negaitf). Pada awan cumulonimbus yang besar dapat menyebabkan kecepatan
angina downdraf lebih dari 10 m/detk. Angin ini sangat berbahaya terutama
jika terjadi di sekitar bandar udara karena dapat menghempaskan pesawat
terbang saat mendarat (landing) di landasan pacu.

5. Cara Menghitung Curah Hujan

Menurut Ratu dkk (2012), besarnya curah hujan diukur


dengan menggunakan alat penakar curah hujan. Alat penakar
curah hujan dibedakan menjadi dua grup, yaitu alat penakar
hujan manual dan alat penakar hujan otomatis. Curah hujan
yang diperlukan untuk menyusun suatu rancangan
pemanfaatan air adalah curah hujan rata-rata di daerah yang
bersangkutan, bukan hanya pada satu titik tertentu. Curah
hujan ini disebut curah hujan wilayah atau daerah dan
dinyatakan dalam mm. Cara-cara perhitungan curah hujan
daerah dari pengamatan curah hujan di beberapa pos stasiun
hujan adalah sebagai berikut :

a. Cara rata-rata aritmatik


Cara rata-rata aritamatik adalah cara yang paling mudah diantara cara
lainnya (poligon dan isohet). Digunakan khususnya untuk daerah
seragam dengan variasi CH kecil. Cara ini dilakukan dengan mengukur
serempak untuk lama waktu tertentu dari semua alat penakar dan
dijumlahkan seluruhnya. Kemudian hasil penjumlahannya dibagi
dengan jumlah penakar hujan maka akan dihasilkan rata-rata curah
hujan di daerah tersebut.
b. Cara Poligon (Thiessen polygon)
Cara ini untuk daerah yang tidak seragam dan variasi CH besar. Cara ini
tidak cocok untuk daerah bergunung dengan intensitas CH tinggi.
Dilakukan dengan membagi suatu wilayah (luasnya A) ke dalam
beberapa daerah-daerah membentuk poligon (luas masing-masing
daerah ai).
c. Cara Isohet (Isohyet)
Cara ini dipandang paling baik, tetapi bersifat subyektif dan tergantung
pada keahlian, pengalaman, pengetahuan pemakai terhadap sifat curah
hujan pada daerah setempat. Isohet adalah garis pada peta yang
menunjukkan tempat -tempat dengan curah hujan yang sama.

SIMPULAN

Berdasarkan makalah beserta isi dan penjelasannya diatas, dapat diambil


beberapa kesimpulan, yaitu peritstiwa jatuhnya butir-butir air dari langit ke
permukaan bumi akibat adanya kondensasi atau penguapan. Hujan merupakan
sebuah siklus yang akan terus terjadi. Terdapat 5 hujan yang lazim terjadi, yaitu
hujan frontal, muson, siklonal, orogonal, dan zenithal. Hujan dapat terjadi
disebabkan oleh beberapa faktor, dan dapat diukur dengan alat yang disebut alat
penakar hujan.

DAFTAR PUSATAKA

Aldrian, E., Mimin K., dan Budiman. 2011. Adaptasi dan Mitigasi Perubahan
Iklim di Indonesia. Jakarta: Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara
Kedeputian Bidang Klimatologi BMKG.

Hidayat, A.K. dan Empung. 2016. Analisis Curah Hujan Efektif Dan Curah Hujan
Dengan Berbagai Periode Ulang Untuk Wilayah Kota Tasikmalaya Dan
Kabupaten Garut. Jurnal Siliwangi. Vol.2 (2): 121-126.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Arti Kata Hujan. https://kbbi.web.id/hujan.
Diakses pada 7 April 2018.

Lashari, dkk. 2017. Analisa Distribusi Curah Hujan di Area Merapi Menggunakan
Metode Aritmatika dan Poligon. Jurnal Teknik Sipil dan Perencanaan.
Vol.19 (1): 39-48.

Mahbub, M. 2010. Menghitung Curah Hujan Rata-Rata.


https://mmahbub.files.wordpress.com/2010/05/1-hitungch.pdf. Diakses pada
7 April 2018.

Mulyono, D. 2014. Analisis Karakteristik Curah Hujan di Wilayah Garut.


http://jurnal.sttgarut.ac.id/index.php/konstruksi/article/viewFile/274/248.
Diakses pada 7 April 2018.

Negara, K.P. 2016. 7 Faktor yang Mempengaruhi Curah Hujan dan Penjelasannya.
http://www.ebiologi.net/2016/07/faktor-yang mempengaruhi -curah-
hujan.html. Diakses pada 7 April 2018.

Ratu, Y.D., dkk. 2012. Analisis Kerapatan Jaringan Stasiun Curah


Hujan Pada Wilayah Sungai (WS) Aesesa di Pulau Flores.
Jural Teknik Sipil. Vol.1 (4): 23-37.

Tukidin. 2010. Karakter Curah Hujan di Indonesia.


https://journal.unnes.ac.id/artikel_nju/JG/84. Diakses pada 7 April 2018.

You might also like