You are on page 1of 10

Rantai Nilai Pemasaran Bawang Merah Di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah

RANTAI NILAI PEMASARAN BAWANG MERAH DI KABUPATEN


BREBES, JAWA TENGAH
Laili Fuji Widyawati¹
¹Jurusan Teknik Planologi, Universitas Esa Unggul
Jln. Arjuna Utara Tol Tomang Kebun Jeruk, Jakarta 11510
laili.fuji.widyawati@yahoo.com

Abstrak
Kabupaten Brebes, Jawa Tengah merupakan daerah yang dominasi penduduknya bekerja
pada sektor pertanian dengan sektor unggulan komoditi bawang merah. Sentra Bawang
merah Kabupaten Brebes merupakan sentra produksi terbesar di Indonesia selain di
Cirebon, Kuningan, Nganjuk, Probolinggo dan Bima. Namun potensi unggulan tersebut
tidak diimbangi dengan tingkat kesejahteraan petani yang diakibatkan rendahnya posisi
tawar petani. Salah satu penyebab rendahnya posisi tawar petani adalah akibat terjadinya
fluktuasi harga bawang merah yang disebabkan terjadinya over supply akibat panen raya,
masuknya bawang merah impor serta peran tengkulak. Faktor-faktor utama yang
mengakibatkan rendahnya posisi tawar petani seperti kurangnya akses serta jaringan pasar,
tertutupnya akses informasi harga pasar dan minimnya penguasaan teknologi. Penelitian ini
akan dilaksanakan selama 8 bulan dengan menggunakan pendekatan mix method dengan
strategi penelitian studi kasus. Analisis yang dilakukan adalah analisis kebijakan,
kapabilitas lokal, pemasaran dan transparansi usaha. Hasil dari analisis adalah temuan
studi berisi fakta-fakta di lapangan yang bermuara akhir pada sebuah kesimpulan yang
merupakan jawaban pertanyaan penelitian yaitu hasil identifikasi rantai nilai pemasaran
bawang merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.

Kata kunci: Rantai nilai, posisi tawar petani, pengembangan ekonomi lokal

Pendahuluan produksi bawang nasional yang jumlahnya


Kabupaten Brebes merupakan salah satu 1.048.934 ton, Brebes menyumbangkan 38,18
kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia yang persen dari total produksi. Berdasarkan data yang
memiliki luas wilayah 1.657,73 km². Brebes sebagai diperoleh dari data Dinas Pertanian, Tanaman
bagian dari wilayah Indonesia memiliki potensi Pangan, dan Hortikultura Brebes, sentra bawang
yang besar pada sektor pertanian, dimana sektor merah tersebar di Kecamatan Brebes, Wanasari,
pertanian mampu menyediakan banyak lapangan Bulakamba, Losari, Tanjung, Kersana,
pekerjaan dan menjadi sumber mata pencaharian Ketanggungan, Larangan, Songgom, Jatibarang,
bagi sebagian besar masyarakat Brebes. Bantarkawung dan sebagian Banjarharjo.
Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS pada Kualitas bawang merah Brebes bukan
tahun 2011 sampai dengan triwulan-3, penduduk hanya terkenal di tingkat nasional namun juga
Kabupaten Brebes berjumlah 1.740.246 jiwa yang internasional, cita rasa tinggi, aroma menyengat dan
terdiri dari 875.508 jiwa penduduk laki-laki harum menjadi identitas produk bawang merah
(49,81%) dan 864.738 jiwa penduduk perempuan Brebes. Produk olahannyapun berupa bawang
(50,19 %). Dari keseluruhan total jumlah penduduk goreng dikenal enak dan gurih. Hal ini berimbas
di Kabupaten Brebes tersebut, terdapat sekitar 51,42 dengan semakin meningkatnya permintaan dan hasil
% penduduk yang bekerja pada sektor pertanian. produksi bawang merah di Kabupaten Brebes dari
Selain menyediakan lapangan pekerjaan bagi tahun ke tahun. Pada tahun 2007 produksi bawang
masyarakatnya, sektor pertanian juga memberikan merah tercatat sebesar 159.342, 6 ton, sedangkan
kontribusinya terhadap pendapatan regional sebesar pada awal tahun 2008 meningkat menjadi 179.227,
52,18% (tahun 2010). 8 ton (Bappeda Brebes, 2008). Pada musim panen
Bawang merah merupakan salah satu Desember 2014 – Januari 2015, produksi bawang
komoditi pertanian unggulan di Kabupaten Brebes merah Brebes tercatat sebesar + 50.000 Ton.
dan merupakan sentra produksi terbesar di Sementara harga bawang merah cenderung
Indonesia selain di Cirebon, Kuningan, Nganjuk, berfluktuatif, pada awal 2007 harga bawang merah
Probolinggo dan Bima. Pada 2010, produksi sebesar 7.000/kg, pada awal tahun 2008 turun
bawang merah Kabupaten Brebes mencapai menjadi 6.000/ kg, pada pertengahan tahun 2008
400.501 ton, atau 79,09 persen dari total produksi naik kembali menjadi 10.000/kg (BPS Brebes,
bawang merah di seluruh wilayah Jawa Tengah 2008).
yang jumlahnya 506.357 ton. Dibandingkan

Jurnal InovisiTM Volume 12 Nomor 2, Oktober 2016 86


Rantai Nilai Pemasaran Bawang Merah Di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah

Fluktuasi harga bawang merah menjadi cenderung menggunakan jasa tengkulak. Guna
salah satu penyebab berkurangnya keuntungan menjustifikasi posisi tawar produsen sebagai bentuk
petani bawang merah di Kabupaten Brebes. penerapan issue keadilan dalam rantai pemasaran,
Fluktuasi harga bawang merah disebabkan maka akan ditelaah lebih lanjut jaringan mata rantai
terjadinya over supply akibat panen raya, masuknya pemasaran bawang merah di Kabupaten Brebes.
bawang merah impor (Agustian et al., 2005) serta Pendekatan yang dianggap tepat dalam
peran tengkulak. Penyebab yang lain di tingkat penelitian ini adalah pendekatan rantai nilai (value
produksi adalah fluktuasi harga pupuk, harga obat- chain). Menurut Campbell (2008) rantai nilai
obatan, harga bibit dan pengaruh iklim (Nurasa dan mencakup seluruh kegiatan dan layanan untuk
Darwis, 2007; Agustian et al., 2005; Saptana, et al., membawa suatu produk atau jasa dari tahap
2006). Sehingga dapat disimpulkan bahwa perencanaan hingga penjualan di pasar. Analisis
penyebab fluktuasi harga bawang merah terbagi rantai nilai komoditas (Comodity Chain Analysis)
menjadi dua yaitu di tingkat hulu yang dikembangkan oleh French Research Institute
mempengaruhi produksi (pupuk, iklim, obat dll) dan (Approche filiere) sebagai suatu teknik untuk
di tingkat hilir yang mempengaruhi pemasaran menganalisis rantai pemasaran yang sudah ada yang
(faktor musim dan peran tengkulak). dapat menentukan pembuatan kebijakan publik,
Berdasarkan data Paguyuban Petani didalamnya terkandung analisis kuantitatif dari
Agropolitan, harga bawang merah di tingkat input dan output, harga dan penambahan nilai dalam
produsen di Brebes, pada 24 Mei 2012 tercatat rantai nilai komoditas. Tallec dan Bockel (2005)
Rp9.500/kg, sedangkan harga rata-rata di pasar menambahkan, proses analisis rantai nilai
tradisional Brebes tercatat Rp11.000/kg. Sementara komoditas terdiri dari pemetaan rantai nilai sebagai
itu, harga bawang merah secara nasional di tingkat langkah awal analisis rantai nilai untuk
eceran pada minggu ke-4 Mei 2012, berdasarkan mendapatkan gambaran keseluruhan tentang rantai
data dari Badan Pusat Statisik (BPS), tercatat nilai, aliran produk dan para pelaku rantai nilai serta
Rp18.690/kg. Rendahnya pendapatan yang diterima jenis interaksi antar pelaku (Tallec dan Bockel,
petani ditenggarai karena rendahnya posisi tawar 2005:4). Melalui analisis rantai nilai, peneliti dapat
(bargaining power) petani dibandingkan aktor mengetahui model rantai pemasaran eksisting serta
lainnya. Padahal petani adalah aktor kunci, yang menelaah komponen keadilan pada tiap elemen di
mengupayakan operasionalisasi proses produksi mata rantai. Sehingga dari hasil studi, peneliti bisa
hingga menghasilkan produk yang diinginkan, menghasilkan rekomendasi sebagai masukan bagi
faktanya justru sering sekali ditekan dalam pemangku kebijakan.
negosiasi harga dan mendapatkan keuntungan yang Secara umum, persoalan ketidakberdayaan
rendah. Banyak faktor yang mengakibatkan petani dibagi dua yaitu persoalan di tingkat hulu
rendahnya posisi tawar petani seperti kurangnya seperti tingginya harga pupuk, obat-obatan, masih
akses serta jaringan pasar, tertutupnya akses tradisionalnya cara bercocok tanam, minimnya
informasi harga pasar dan minimnya penguasaan penguasaan teknologi dan semakin berkurangnya
teknologi. kesuburan tanah serta persoalan di tingkat hilir
Rendahnya posisi tawar petani seperti fluktuatif harga yang disebabkan karena
mengakibatkan distribusi keuntungan yang tidak faktor komoditi musiman dan peran pengepul/
merata dan timpang serta menjadi peluang adanya tengkulak sebagai pengendali harga. Persoalan
ketergantungan pada pihak lain terutama dalam hal ketidakberdayaan petani dikarenakan fluktuatif
pemasaran. Ketergantungan tersebut dikarenakan harga salah satu penyebabnya adalah faktor
petani belum mampu melakukan pola pemasaran komoditi musiman (dua pola panen yaitu panen raya
profesional dan mengandalkan pemasaran melalui besar juni sd agustus dan panen raya kecil yaitu
berbagai saluran pemasaran, sehingga untuk sampai Desember & Januari). Pada saat supply besar,
ke konsumen harus melalui perantara seperti sedangkan demand sedikit mengakibatkan
tengkulak yang menekan produsen guna rendahnya harga pasar, begitupula sebaliknya.
mendapatkan keuntungan berlipat. Sedangkan persoalan akibat dominasi peran
Margin pemasaran yang tinggi pengepul mengakibatkan distribusi pendapatan yang
mengindikasikan belum terpenuhinya komponen tidak merata sehingga dibutuhkan pemerataan
keadilan pada praktek rantai pemasaran. Hal ini informasi mengenai harga dan pasar.
ditenggarai karena kurangnya transparansi usaha Berdasarkan hasil konsolidasi dan rapat
dan kurangnya kapabilitas lokal. Keberpihakan koordinasi Program Galang Kekuatan Bangsa Bagi
Pemerintah sudah teridentifikasi melalui penyediaan Masyarakat Petani yang diselenggarakan di Brebes
fasilitas pengeringan dan gudang namun kurang dirumuskan beberapa isu terkait rendahnya posisi
terkelola dengan baik sehingga belum tawar petani, yaitu sebagai berikut:
termanfaatkan optimal, akibatnya masyarakat

Jurnal InovisiTM Volume 12 Nomor 2, Oktober 2016 87


Rantai Nilai Pemasaran Bawang Merah Di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah

 Kurangnya pengetahuan petani akan cara Sebagaimana dikemukakan Adam Smith


bercocok tanam yang baik; dengan kekuatan tangan tak nampak bahwa akan
 Menurunnya kesuburan tanah; terjadi kontrol otomatis antar pelaku pasar sekalipun
 Tingginya harga pupuk, bibit dan obat-obatan; tanpa kontrol pemerintah. Hal ini yang melahirkan
 Kurangnya kemampuan SDM dalam konsep perdagangan bebas dengan model
mengelola lembaga; persaingan sempurna. Secara teori, keberadaan
 Belum kuatnya asosiasi petani; perdagangan bebas akan menciptakan efisiensi.
 Kurangnya anggaran (dalam pengelolaan Industri akan berlomba-lomba untuk beroperasi
lembaga) sehingga dikalahkan oleh tengkulak/ seefisien mungkin agar dapat bersaing di pasar
pemilik modal besar; global. Akibatnya, keseimbangan (equilibrium)
 Belum aksesibelnya petani terhadap perbankan; akan tercapai ketika semua pihak memproduksi
barang atau jasa seefisien mungkin. Kelemahannya
 Belum optimalnya pemanfaatan pasar yang
adalah apabila industri dengan modal besar dan
ada;
teknologi tinggi harus bersaing dengan industri
 Bawang merah merupakan komoditi yang tidak
dengan modal terbatas dan teknologi tradisional,
dapat disimpan lama;
akibatnya industri kecil akan kalah bersaing karena
 Belum optimalnya pemanfaatan gudang; tidak mampu menyaingi harga rendah yang
 Dominasi peran tengkulak; ditawarkan industri besar yang tentu saja akan lebih
 Akses informasi petani terhadap harga dan efisien.
jangkauan pasar masih terbatas; Hal inilah yang dialami petani bawang
merah Brebes, keterbatasan modal dan teknologi
Berbagai kesulitan diatas mengakibatkan mengakibatkan posisi tawar yang rendah dalam
posisi tawar yang rendah ditingkat petani sehingga proses negosiasi dengan pihak lain terutama
urusan pemasaran dilakukan melalui saluran perantara. Akibatnya adalah ketimpangan harga dan
pemasaran yang tidak langsung dan masih margin pemasaran yang cukup besar. Tingginya
mengandalkan pihak perantara. Petani umumnya margin pemasaran sangat dipengaruhi panjangnya
belum melakukan upaya pemasaran yang memadai mata rantai pemasaran. Sehingga semakin panjang
sehingga pemasaran sangat konvesional dan mata rantai nilai di suatu aktivitas, semakin besar
mengalami ketergantungan pada para perantara pula margin pemasaran yang terjadi dan semakin
(mid-men). Hal ini memberikan peluang terciptanya rendah pula keuntungan di tingkat petani yang
ketidakadilan bagi pihak petani, kelemahan petani notabene rendah pula keuntungan wilayah asal
justru menjadi kekuatan pihak lain yang petani. Sehingga dapat ditarik benang merah bahwa
mendapatkan keuntungan berlipat. Ketidakadilan terjadi keterkaitan antara mata rantai nilai suatu
tersebut ditenggarai karena konsep perdagangan aktivitas ekonomi di suatu wilayah dengan
bebas yang mengakibatkan pihak yang lebih besar pertumbuhan ekonomi dan angka kemiskinan di
akan lebih kuasa dibanding pihak lain. wilayah tersebut.
Dari fenomena diatas dipahami bahwa Rendahnya posisi tawar yang berakibat
dalam suatu perdagangan terbentuklah pasar yang pada margin yang timpang mengindikasikan belum
memiliki dua kekuatan yaitu penjual dengan diterapkannya prinsip-prinsip perdagangan yang
aktivitas penawaran dan pembeli dengan aktivitas adil, yaitu perdagangan yang mampu membangun
permintaan. Hukum penawaran menjelaskan bahwa kemandirian petani dengan hubungan antar aktor
apabila harga jual barang tinggi maka pedagang yang terbuka, adil dan konsisten serta menekankan
akan menjual dalam jumlah lebih besar karena pembayaran yang adil. Berangkat dari fenomena
harga tinggi menguntungkan penjual sehingga akan yang ada, maka studi ini akan fokus pada mata
terpacu untuk memproduksi lebih banyak. rantai pemasaran bawang merah Brebes guna
Sedangkan hukum permintaan menjelaskan bahwa penyusunan rekomendasi mata rantai pemasaran
jika harga barang tinggi maka pembeli akan yang adil. Sehingga pertanyaan penelitian yang
membeli dalam jumlah yang sedikit begitu juga kemudian muncul adalah sebagai berikut:
sebaliknya. Hal yang bisa mempertemukan antara Bagaimanakah rantai nilai pemasaran bawang
permintaan dan penawaran adalah transaksi. merah di Kabupaten Brebes?
Transaksi terjadi apabila terdapat keseimbangan Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji
antara jumlah yang dijual (Q) dengan harga yang mata rantai pemasaran guna perumusan
disepakati (P). Hal ini menjelaskan hokum rekomendasi model rantai nilai pemasaran yang adil
keseimbangan pasar yaitu kondisi dimana tidak dalam rangka pengembangan ekonomi lokal.
terjadi kelebihan penawaran karena harga terlalu
tinggi dan tidak terjadi kelebihan permintaan karena
harga terlalu rendah.

Jurnal InovisiTM Volume 12 Nomor 2, Oktober 2016 88


Rantai Nilai Pemasaran Bawang Merah Di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah

Metode Penelitian collection), maksudnya adalah rancangan


Penelitian dapat diklasifikasikan dari penelitian menggunakan sampling kuantitatif
berbagai sudut pandang, berdasarkan tahapan untuk menangkap gambaran-gambaran
penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka heterogenitas didalam populasi dan dapat
jenis penelitian yang dianggap tepat dalam studi ini diandalkan (Fink, 1995 dalam Cresswell, 2003:
adalah penelitian mix method dengan strategi 155). Tipe data yang digunakan pada studi ini
penelitian studi kasus. Kegunaan masing-masing adalah data primer dan sekunder baik berupa
metode tersebut dalam penelitian ini adalah: hasil kuesioner terhadap responden maupun
wawancara serta pengamatan di lapangan.
Sumbangan Metode Kuantitatif Hasil pengumpulan data dan hasil kuesioner
1. Penelitian ini berangkat dari hipotesa dan akan diolah menjadi bagan dan diagram
proposisi yang tidak terlepas dari referensi statistik yang kemudian akan diinterpretasikan
berbagai teori dan beberapa penelitian secara deskriptif.
sebelumnya. Pada dasarnya, pendekatan
kuantitatif dilakukan dalam rangka pengujian Sumbangan Metode Kualitatif
hipotesis (Saifudin, 1998). Pada kasus ini 1. Obyek yang akan diteliti adalah kasus Sentra
hipotesis yang didiskusikan adalah, produsen bawang merah Brebes yang merupakan
dengan posisi tawar rendah mengakibatkan fenomena yang berkembang secara alamiah.
distribusi keuntungan yang tidak adil. Hal Penelitian ini dilakukan melalui pengamatan
tersebut akan ditelaah untuk memverifikasi secara mendalam terhadap obyek penelitian
kebenarannya melalui studi empirik dengan dengan tujuan mengungkap fenomena sehingga
analisis data hasil studi lapangan. dikatakan bahwa sumber data adalah setting
2. Literatur yang digunakan bersifat spesifik alami (Cresswell,1997:15).
maknanya teori dirumuskan spesifik dan 2. Salah satu alat penelitian yang digunakan pada
menolak ulasan yang meluas, juga terjadi teknik pengumpulan data di studi ini adalah
eliminasi pada variabel, tidak semua teramati, interview dengan pertanyaan terbuka. Peneliti
bersifat spesifik dan relevan dengan penelitian memberikan cakupan topik untuk dibicarakan
ini (Muhadjir, 1996). Kajian literatur menjadi tapi mereka bebas untuk mengadaptasi sesuai
satu bab yang berdiri sendiri yang informasi yang dibutuhkan. Hasil
memfokuskan pada pembahasan rantai nilai pengamatanpun akan lebih relevan apabila
dengan spesifikasi rantai nilai pemasaran yang disajikan dalam bentuk narasi, foto dan skema
dikaitkan dengan teori pembangunan wilayah, karena berhubungan dengan situasi sosial dan
strategi pengembangan ekonomi lokal, konsep spasial.
klaster dan konsep keadilan (equity).
Keluarannya adalah sintesa peneliti dengan Studi kasus seperti halnya strategi
variabel yang akan diteliti. penelitian lainnya adalah cara menyelidiki/meneliti
3. Tujuan dari studi ini adalah mengkaji rantai suatu topik empiris dengan melakukan serangkaian
pemasaran eksisting pada rantai nilai prosedur. Bila dibandingkan dengan bentuk strategi
pemasaran dalam rangka perumusan penelitian lainnya maka studi kasus memiliki tujuan
rekomendasi model rantai nilai pemasaran yang sama dengan penelitian experimental yaitu
yang adil. Hasil kajian harapannya akan dapat memperluas dan mengeneralisirkan teori (analytic
digeneralisir di wilayah lain dengan generalization), Yin (1989:21). Tujuan studi kasus
penyesuaian karakteristik. Hal ini sesuai yang dikemukakan Scott &Deidre (2009) adalah
dengan karakteristik metode kuantitatif yang studi kasus digunakan untuk memahami
dikemukakan Oakley yaitu fungsi dari karakteristik dalam suatu sistem dan berfungsi
kuantitatif adalah mencari fakta-fakta/sebab- untuk mendeskripsikan kejadian atau proses yang
sebab fenomena sosial, menggunakan cara-cara berlangsung dalam sistem tersebut. Keluaran dari
yang menonjol dan terkendali, bersifat objektif, penelitian ini adalah deskripsi dan interpretasi suatu
menggunakan persepktif orang luar, deduktif- kasus. Obyek yang diteliti dalam studi kasus biasa
hipotesis, berorientasi pada hasil, dapat dikenal dengan konteks kasus (context of the case),
digeneralisasi dan menggunakan data yang yaitu kondisi sosial, ekonomi, budaya, geografi atau
dapat dipercaya (Oakley,1999:156 dalam sejarahnya. Menurut Stake (1995), dalam
Blaxter 2001). melakukan deskripsi, peneliti melakukan analisis
4. Berdasarkan operasionalisasi penelitian diatas terhadap tema utama ataupun issue yang
maka teridentifikasi bahwa penelitian ini dapat berkembang setelah investigasi yang kemudian
terfasilitasi dengan model spesifikasi melakukan interpretasi atau rekomendasi. Berikut
pengumpulan data (specify the form of data

Jurnal InovisiTM Volume 12 Nomor 2, Oktober 2016 89


Rantai Nilai Pemasaran Bawang Merah Di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah

akan dipaparkan perbandingan antar strategi umumnya belum melakukan upaya pemasaran yang
penelitian. memadai sehingga pemasaran sangat konvesional
Analisis dilakukan berdasarkan kerangka dan mengalami ketergantungan pada para perantara
metodologi yang telah ditetapkan serta disesuaikan (mid-men). Hal ini memberikan peluang terciptanya
dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. ketidakadilan bagi pihak petani, kelemahan petani
Tahapan analisis data merupakan tahapan setelah justru menjadi kekuatan pihak lain yang
melakukan pengolahan atau kompilasi data. Untuk mendapatkan keuntungan berlipat. Ketidakadilan
studi ini jenis penelitian yang dianggap tepat adalah tersebut ditenggarai karena konsep perdagangan
deskriptif. Deskriptif statistik adalah teknik analisis bebas yang mengakibatkan pihak yang lebih besar
yang digunakan untuk menganalisis data dengan akan lebih kuasa dibanding pihak lain.
cara mendeskripsikan atau menggambarkan data
yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa
bermaksud membuat kesimpulan atau generalisasi
(Sugiyono, 2004). Definisi tersebut sepaham dengan
apa yang dikemukakan I G Ngurah Agung (1992)
bahwa teknik analisis ini mencoba mendeskriptifkan
dan menyajikan rangkuman data atau nilai-nilai
yang dihitung berdasarkan data yang tersedia atau
yang dikumpulkan kemudian. Dari hasil
pengumpulan data maka akan disajikan dalam
bentuk tabel, grafik dan diagram yang kemudian
akan diinterpretasikan secara deskripsi.

Tabel 1
Kerangka Analisis Penelitian
Analisis Analisis Rantai
Kapabilitas Lokal Pemasaran
 Mengetahuitingkat Mengetahui
kemandirian petani saluran
 Mengetahui pemasaran yang
kapasitas individu terbentuk
Tujuan


dan organisasi Mengetahui
margin
keuntungan
 Mengetahui Sumber: Survey Primer, 2016
transaksi usaha Gambar 1
 Organisasi  Saluran Gudang/Rumah Kemasan di Brebes
 SDM
Variabel

Pemasaran
Sub

 Petani  Margin Berdasarkan analisa saluran pemasaran,


keuntungan teridentifikasi bahwa petani bawang merah
 Transaksi usaha membutuhkan perantara dalam memasarkan
Statistik Deskriptif
Statistik Deskriptif produknya. Hal ini berimplikasi pada panjangnya
mata rantai dan meningkatnya harga bawang merah
Analisis
Teknik

hingga ke tangan konsumen. Akibatnya posisi tawar


petani rendah sehingga margin keuntungannyapun
dinilai cukup rendah.
Sumber: Peneliti, 2016 Dalam pemasaran bawang merah, petani
dibantu oleh tengkulak (pengumpul) sebagai
Analisis Rantai Pemasaran penghubung dengan konsumen maupun pedagang
Berbagai kesulitan yang dialami petani besar. Ketergantungan petani terhadap tengkulak
mengakibatkan posisi tawar yang rendah ditingkat cukup besar sehingga menjadi peluang melonjaknya
petani sehingga urusan pemasaran dilakukan harga bawang hingga di tangan konsumen.
melalui saluran pemasaran yang tidak langsung dan
masih mengandalkan pihak perantara. Petani

Jurnal InovisiTM Volume 12 Nomor 2, Oktober 2016 90


Rantai Nilai Pemasaran Bawang Merah Di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah

Gambar 2
Jalur Distribusi Bawang Merah Brebes
Sumber : Olahan data Kemendagri, Analisis, 2016

Keterbatasan modal dan teknologi


mengakibatkan posisi tawar yang rendah dalam
proses negosiasi dengan pihak lain terutama
perantara. Akibatnya adalah ketimpangan harga dan
margin pemasaran yang cukup besar. Tingginya
margin pemasaran sangat dipengaruhi panjangnya
mata rantai pemasaran. Sehingga semakin panjang
mata rantai nilai di suatu aktivitas, semakin besar
pula margin pemasaran yang terjadi dan semakin
rendah pula keuntungan di tingkat petani yang
notabene rendah pula keuntungan wilayah asal
petani.
Tingginya tingkat ketergantungan terhadap
Pemasaran bawang merah di Kabupaten pihak luar dalam hal pemasaran memberikan
Brebes secara umum memiliki bentuk pemasaran peluang banyaknya aktor yang terlibat dalam
tidak langsung (non direct trade) serta pemasaran serta panjangnya mata rantai yang
ketergantungan yang tinggi terhadap pihak terbentuk. Semakin tinggi tingkat ketergantungan
terhadap pihak lain maka semakin rendah pula
perantara dalam pemasaran. Pihak perantara yang
dimaksud adalah pihak pengumpul (tingkat desa posisi tawar petani terkait penentuan harga.
maupun kecamatan) dan pihak pedagang. Akses Rendahnya posisi tawar petani akan mengakibatkan
petani ke pasar baik pasar tradisional hingga pasar distribusi keuntungan yang tidak adil karena justru
nasional dinilai terbatas sehingga masih bergantung keuntungan dinikmati oleh pihak luar, larian
pada pihak perantara. keuntunganpun akan ke luar wilayah.

Jurnal InovisiTM Volume 12 Nomor 2, Oktober 2016 91


Rantai Nilai Pemasaran Bawang Merah Di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah

Gambar 3
Aliran Rantai Pemasaran Bawang Merah Brebes
Sumber : Olahan data Kemendagri, Analisis, 2016

Berdasarkan hasil olahan berbagai sumber, Analisis Kapabilitas Lokal


tersusunlah aliran rantai pemasaran bawang merah Kapabilitas lokal merupakan upaya
yang memuat aktor dan prosentase distribusi peningkatan posisi tawar petani. Selama ini petani
produk. Setelah panen, 10 % petani menjualnya ke selalu mengalami nilai tawar rendah dalam transaksi
pengumpul tingkat desa, sebanyak 40% menjualnya usaha. Hal ini ditenggarai karena kapabilitas
ke pengumpul tingkat kecamatan, dan sebanyak lokalnya yang belum memadai, sehingga mampu
50% dijual langsung ke Pedagang/Bandar Tingkat ditekan oleh pihak luar. Pada skala desa, saat ini
Kabupaten. Dari pedagang Tingkat Kabupaten terdapat tiga organisasi lokal yaitu Gapoktan,
disalurkan ke tingkat lokal yaitu ke kios jalanan, Koperasi dan BUMDesa.
industri pengolahan dan pasar tradisional, sebanyak Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)
70% disalurkan ke tingkat nasional yaitu 35% ke adalah gabungan dari beberapa kelompok tani yang
pasar induk Kramat Jati dan 35% ke pasar antar melakukan usaha agribisnis di atas prinsip
provinsi maupun ekspor. kebersamaan dan kemitraan sehingga mencapai
Salah satu kriteria dalam kompetisi yang peningkatan produksi dan pendapatan usaha tani
adil adalah hubungan yang transparan, yaitu bagi anggotanya dan petani lainnya. Tujuan utama
hubungan yang terbuka, adil, konsisten, dan saling pembentukan dan penguatan Gapoktan adalah untuk
menghormati. Dikaitkan dengan pemasaran bawang memperkuat kelembagaan petani yang ada,
merah Brebes maka hubungan tiap aktor dalam sehingga pembinaan pemerintah kepada petani akan
rantai pemasaran hendaknya saling terbuka terfokus dengan sasaran yang jelas (Deptan, 2006).
sehingga tercipta persaingan sempurna. Petani Dari berbagai literatur, setidaknya terdapat
hendaknya memiliki akses terhadap pasar dan tiga peran pokok yang diharapkan dapat dimainkan
informasi harga bawang di pasaran. Hal ini oleh Gapoktan. Pertama, Gapoktan difungsikan
akan,menjadi referensi untuk memenuhi keinginan sebagai lembaga sentral dalam sistem yang
pasar. terbangun, misalnya terlibat dalam penyaluran
Namun dalam faktanya, transaparansi usaha benih bersubsidi yaitu bertugas merekap daftar
di Krebet masih jauh dari harapan. Peran tengkulak permintaan benih dan nama anggota. Gapoktan
yang besar mengakibatkan sebagian besar petani merupakan lembaga strategis yang akan merangkum
tidak mengetahui harga bawang di pasaran termasuk seluruh aktifitas kelembagaan petani di wilayah
perkembangan impor bawang sebagai kompetitor. tersebut. Gapoktan dijadikan sebagai basis (Jay,
Sehingga dalam negosiasi harga petani tidak 2011).
memiliki referensi dalam penentuan harga yang Kedua, Gapoktan juga dibebankan untuk
akan mudah dikendalikan oleh pihak perantara. peningkatan ketahanan pangan di tingkat lokal.
Dalam hal ini, masyarakat yang tergabung dalam
suatu kelompok tani dibimbing agar mampu
menemukenali permasalahan yang dihadapi dan

Jurnal InovisiTM Volume 12 Nomor 2, Oktober 2016 92


Rantai Nilai Pemasaran Bawang Merah Di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah

potensi yang mereka miliki, serta mampu secara semangat para petani. Pada skala teknis, kerjasama
mandiri membuat rencana kerja untuk yang dapat dilakukan Koperasi dengan pihak luar
meningkatkan pendapatannya melalui baik swasta maupun pemerintah adalah program
penegmbangan usaha bawang merah. pengembangan pertanian baik berkaitan dengan
Ketiga, Gapoktan dianggap sebagai pelatihan, aplikasi teknologi pertanian sehat tepat
Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan sehingga dapat guna terutama untuk komoditas bawang merah
menerima Dana Penguatan Modal (DPM), yaitu maupun investasi usaha bidang pertanian. Namun
dana pinjaman yang dapat digunakan untuk tidak semua kecamatan di Brebes memiliki
membeli gabah petani pada saat panen raya, Gapoktan dan Koperasi Petani padahal dinilai
sehingga harga tidak terlalu jatuh. Dalam konteks sangat bermanfaat untuk melindungi petani dari
ini, Gapoktan bertindak sebagai “pedagang gabah”, pihak perantara, selain itu keberadaan Gapoktan dan
dimana ia akan membeli gabah dari petani lalu Koperasi yang sudah ada dinilai belum optimal
menjualkannya. sehingga masih belum mampu mengakomodir isu
anjloknya harga bawang merah dan fluktuasi harga
bawang merah.
Dalam rangka mengontrol mengontrol
pemasokan bawang terutama bawang Import, dan
mengendalikan harga bawang dibutuhkan
keterlibatan aktif para aktor dan organisasi lokal
yang ada termasuk peran BUMD di Kbaupaten
Brebes seperti Bank Jateng Cabang Brebes, Bank
Puspakencana, dan BPR BKK. Organisasi lokal
yang ada di Kabupaten Brebes tidak terlepas dari
beberapa hambatan salah satunya dalam
kepengurusan yang masih ganda, belum terpisah
Gambar 4 sehingga pembukuan dan konsentrasi masih terbagi,
Organisasi Lokal Pengembangan Bawang Merah selain itu belum semua anggota terlibat aktif dan
Brebes partisipatif. Kendala lainnya adalah belum adanya
Sumber : Olahan data Kemendagri, Analisis, 2016 sistem monitoring untuk menilai hasil yang dicapai.
Kinerjanyapun dinilai belum maksimal terkait
Salah satu bentuk kelembagaan Gapoktan dengan eksistensi mereka belum mampu melindungi
adalah koperasi kelembagaan. Koperasi Gapoktan petani dari pihak-pihak yang menekan harga beli.
adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak Hal ini mengindikasikan lemahnya kapasitas
sosial dan beranggotakan para petani yang organisasi lokal yang ada. Sehingga dibutuhkan
merupakan susunan ekonomi sebagai usaha bersama penguatan organisasi lokal melalui pengakuan pihak
berdasarkan asas kekeluargaan menuju terciptanya luar terhadap eksistensinya, hal ini bisa terjadi
kesejahteraan dan keberkahan petani. Tugas apabila individu didalamnya merupakan anggota-
Koperasi adalah mewujudkan pendapatan anggota yang aktif dan berkompetensi serta
masyarakat yang adil dan merata dengan cara organisasi dengan struktur organisasi yang tidak
menyatukan, membina, dan mengembangkan setiap tumpang tindih, memiliki pengurus sendiri-sendiri
potensi yang ada. Masih banyak upaya yang harus yang masing-masing menjalankan peran dan
dilakukan untuk menguatkan organisasi ini agar tanggung jawabnya, serta aturan dan visi misi yang
mampu menjadi wadah yang mengayomi terarah. Hal ini menjadi penting karena penguatan
anggotanya. Sehingga disadari bahwa perlu adanya organisasi lokal dapat memberikan dampak positif
peningkatan pengetahuan tentang koperasi bagi dimana organisasi tersebut sebagai wadah
Pengurus, Pengawas, dan Anggota. Keaktifan dan kerjasama dalam pencapaian tujuan bersama.
partisipasi anggota merupakan kunci untuk
menggerakkan organisasi ini guna mencapai tujuan Kesimpulan
yang diinginkan dan hal ini belum sepenuhnya Pembayaran secara adil merupakan salah
tercapai. Keaktifan anggota akan memberikan satu komponen penting dalam perdagangan yang
manfaat berupa terealiasinya program dan adil, hal ini dimaknai adanya proses pemberdayaan
terhimpunnya dana anggota untuk kesejahteraan petani untuk memiliki posisi tawar akan harga.
koperasi. Selain itu, usaha kerjasama dengan pihak Sehingga posisi tawar petani yang rendah
luar yang saling memperoleh keuntungan bersama mengakibatkan rendahnya harga yang diterima
perlu ditingkatkan. petani. Akibatnya petani hanya bisa menutupi biaya
Koperasi Gapoktan merupakan hasil produksi saat ini dan pemenuhan kebutuhan sehari-
kombinasi antara kesungguhan, komitmen dan hari saja. Keuntungan yang minim dan margin yang

Jurnal InovisiTM Volume 12 Nomor 2, Oktober 2016 93


Rantai Nilai Pemasaran Bawang Merah Di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah

terlalu besar mengindikasikan terjadinya praktek 3. Memanfaatkan rumah-rumah kemasan yang


ketidakadilan, hal ini dikarenakan keuntungan lebih dimiliki Pemda untuk mengatur supplay
hanya dinikmati sebagian kalangan saja. bawang merah di pasar;
Berdasarkan hasil Analisis teridentifikasi 4. Menghidupkan peran Koperasi/ Gapoktan
saluran pemasaran yang tidak langsung, banyaknya untuk menjalankan proses pemasaran dalam
actor yang terlibat dan belum optimalnya rangka peningkatan posisi tawar petani dan
kapabilitas lokal mengakibatkan posisi tawar yang meminimalisir peran perantara.
rendah di tingkat petani. Sehingga muncullah
ketergantungan terhadap pihak lain, serta adanya Berdasarkan pertanyaan penelitian,
monopoli harga yang ditentukan oleh pihak bagaimana model rantai nilai pemasaran yang adil,
perantara, tanpa negosiasi dengan petani. Monopoli maka jawabannya adalah rantai nilai yang
juga bisa teridentifikasi dengan sulitnya bagi petani menerapkan keadilan pada ketiga elemen yaitu
untuk mengakses pasar, baik mengetahui informasi keberpihakan pemerintah ke petani, transparansi
kebutuhan pasar, dinamika serta untuk turut menjadi informasi, dan kapabilitas lokal. Hal ini dimaknai
pemain dalam pemasaran. Minimnya informasi bahwa ada intervensi adil pada tiap elemen untuk
pasar, mengakibatkan sedikitnya referensi aktor mencapai penguatan posisi tawar petani. Sesuai
yang membeli produk, sehingga tawaran dan variasi dengan konsep adil yaitu tiap individu berhak
hargapun cenderung konstan, tiadanya pilihan diperlakukan sesuai porsinya maka bagi petani yang
melemahkan petani untuk negosiasi. Upaya notabene memiliki kelemahan dan kendala dalam
meningkatkan posisi tawar petani sekaligus berusaha maka sebaiknya diperlakukan khusus oleh
pengendalian harga bawang adalah melakukan pemerintah. Pemerintah harus mampu memfasilitasi
pembatasan supplay bawang merah di pasar, dengan kebutuhan petani agar mampu bersaing dengan
langkah-langkah: pemodal besar yang berteknologi tinggi. Dengan
1. Mengendalikan pasokan bawang merah di adanya peningkatan posisi tawar petani maka
tingkat petani ke pengepul dan pasar, dengan harapannya akan mengurangi ketergantungan pada
menyimpan hasil panennya di rumah-rumah pihak perantara yang dijelaskan melalui garis putus-
kemasan yang dimiliki Pemerintah Kabupaten putus pada gambar dibawah dan meningkatkan
Brebes (ada sebanyak 11 unit); keuntungan petani yang dijelaskan dengan besaran
2. Optimalisasi BUMD melalui pemberian bola berukuran lebih besar dibanding aktor lain.
pinjaman ketahanan pangan kepada petani
dengan jaminan hasil panen bawang merah;

Pameran

Pengecer
I regional

Pengecer
desa
Pedagang
Pedagang
Pedagang besar/
besar/menengah Konsumen
besar/menengah menengah
regional
Kota
Toko
PETANI II
Produsen Kecil
Pengecer
kota

IV

Tengkulak

III

Produsen besar

Exportir

Gambar 5
Model Rantai Nilai Pemasaran Bawang Merah Brebes yang Adil
Sumber : Analisis, 2016

Jurnal InovisiTM Volume 12 Nomor 2, Oktober 2016 94


Rantai Nilai Pemasaran Bawang Merah Di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah

Daftar Pustaka Presented in Bellagio Workshop, September


Agung, I. Gusti Ngurah. 1992. Metode Penelitian 2000.
Sosial: Pengertian dan Pemakaian Praktis.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. L. Becchetti, M. Costantino, 2006. “Fair Trade on
marginalised producers: an impact analysis
Alexander, J. 1987, Trade, Traders and Trading in on Kenyan farmers.” World Development,
Rural Java. Oxford: Oxford University Vol. 36, No. 5, pp. 823–842.
Press.
Lundy, Mark et al. 2004. Increasing the
Amin, A. and N. Thrift. 1995. Living in the global. Competitiveness of Market chains for
Mengutip dari Amin and N. Thrift (eds). Smallholder producers. Canada: International
“Globalization, Institutions, and Regional Centre for Tropical Agriculture (CIAT).
Development in Europe.” Oxford: Oxford
University Press, pp. 1-22. Munir, Risfan. 2008. “Prinsip-prinsip
Pengembangan Ekonomi Lokal Partisipatif.”
Astuti, Puji. 2005. “Pengaruh Nilai Marjin Makalah disampaikan pada seminar
Pemasaran terhadap Pendapatan Pengrajin kerjasama LGSP/USAID-UNDP-Pemprov
Gula Kelapa di Desa Karang Duren, Kec. JATENG & DIY, Solo, 24-26 November
Tengaran, Kab. Semarang.” Tesis tidak 2008.
diterbitkan, Program Studi Ekonomi, Fakultas
Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang, Pariente W. 2000. The impact of fair trade on a
Semarang. coffee cooperative in Costa Rica. A producers
behaviour approach. Paris: Université Paris I
Becchetti, L. and Constantino, M. 2006. Fair trade Panthéon Sorbonne.
on marginalized producers: an impact
analysis on Kenyan farmers. Mengutip dari Porter, Michael E. 1985. “Competitive Advantage".
Zuniga and Ruben.” How Standards The Free Press New York, Ch. 1, pp 11-15.
Compete: Comparative impact of coffee
certification in Northern Porter, E.Michael. 1990. “Location, Competition
Nicaragua.”Netherlands: Radboud University and Economic Development: Local Clusters
Nijmegen, p.5. in a Global Economy.” Economic
Development Quarterly, Vol 14, no. 1.
Blakely, Edward J. 1994. Planning Local Economic
Development – Theory and Practice. Saefudin,AM. 1982. Pemasaran Produk Pertanian.
California: Sage Publications. Bogor: IPB.

Campbell, Ruth. 2008. “Kerangka Kerja Sebuah Sheng, Yap Kioe. Poverty Alleviation through
Rantai Nilai.” Competitiveness at the Rural Urban Linkages: Policy Implications.
Frontier. Vol 3,p3-4. USAID dan SENADA. (Homepage of Unescap) (online) Available at:
http://www.unescap.org/pdd/prs/
Gaile, Gary L. 1992. “Improving rural-urban ProjectActivities/Ongoing/Rural-Urban.pdf.
linkages through small town marketbased Diakses pada tanggal 5 Agustus 2010.
development. “Third World Planning Review,
Volume 14, No.2, pp.135-136. Tallec, Fabien dan Louis Bockel. 2005. Commodity
Chain Analysis – Constructing the
Gibb, Arthur. 1984. “Tertiary Urbanization: the Commodity Chain Functional Analysis and
Agricultural Market Center as a Flow Charts. FAO.
Consumption-related Phenomenon.” Regional
Development Dialogue. 5:1. Spring, 110-148. Zulkifli, Azzaino. 1982. Pengantar Tataniaga
Pertanian. Bogor : Fakultas Pertanian IPB.
Humphrey, John. 2005. Shaping Value Chains for
Development:Global Value Chains in
Agribusiness. Brighton, UK: GTZ, Institute of
Development Sudies,University of Sussex.

Kaplinsky, Raphael and Mike Morris. 2000. “A


Handbook for Value Chain Research.” Paper

Jurnal InovisiTM Volume 12 Nomor 2, Oktober 2016 95

You might also like