Professional Documents
Culture Documents
Dokter Pembimbing
Disusun Oleh
Menurut WHO sepertiga penduduk dunia telah tertular TB, tahun 2000 lebih dari 8 juta
penduduk dunia menderita TB aktif. Penyakit TB bertanggung jawab terhadap kematian hampir
2 juta penduduk setiap tahun, sebagian besar terjadi di negara berkembang. World Health
Organization memperkirakan bahwa TB merupakan penyakit infeksi yang paling banyak
menyebabkan kematian pada anak dan orang dewasa. Kematian akibat TB lebih banyak daripada
kematian akibat malaria dan AIDS. Pada wanita kematian akibat TB lebih banyak dari pada
kematian karena kehamilan, persalinan, dan nifas. Menurut perkiraan antara tahun 2000–2020
kematian karena TB meningkat sampai 35 juta orang. Setiap hari ditemukan 23.000 kasus TB
aktif dan TB menyebabkan hampir 5000 kematian. Total insidens TB selama 10 tahun, dari
tahun 1990- 1999 diperkirakan 88,2 juta dan 8 juta di antaranya berhubungan dengan infeksi
HIV. Pada tahun 2000 terdapat 1,8 juta kematian akibat TB 226.000 di antaranya berhubungan
dengan HIV.1,2 Setiap tahun didapatkan 250.000 kasus TB baru di Indonesia dan kira-kira
100.000 kematian karena TB. Tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor satu diantara
penyakit infeksi dan menduduki tempat ketiga sebagai penyebab kematian pada semua umur
setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit infeksi saluran napas akut. Pasien TB di Indonesia
terutama berusia antara 15-5 tahun, merupakan kelompok usia produktif. Menurut perkiraan
WHO pada tahun 1999, jumlah kasus TB baru di Indonesia 583.000 orang per tahun dan
menyebabkan kematian sekitar 140.000 orang per tahun.1
Data TB Anak Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB Anak di antara semua kasus
TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun 2011 dan 8,2% pada
tahun 2012. Apabila dilihat data per provinsi, menunjukkan variasi proporsi dari 1,8% sampai
15,9%. Hal ini menunjukan kualitas diagnosis TB anak yang masih sangat bervariasi pada level
provinsi. Kasus TB Anak dikelompokkan dalam kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun,
dengan data jumlah kasus pada kelompok umur 5-14 tahun yang lebih tingi dari kelompok umur
0-4 tahun. Sesuai dengan epidemiologinya, seharusnya jumlah kasus TB pada kelompok umur 0-
4 tahun lebih tinggi dari kelompok umur 5-14 tahun. Kasus BTA positif pada TB anak tahun
2010 adalah 5,4% dari semua kasus TB anak, sedangkan tahun 2011 naik menjadi 6,3% dan
tahun 2012 menjadi 6%.2
Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex. Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit
melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan
panjang 1 – 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup
tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks
(complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial
sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai
panjang (C60 – C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan
dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel
bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding
sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu
apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan
larutan asam – alkohol.
Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid,
polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis dapat diidentifikasi dengan
menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah dikenal purified antigens dengan berat
molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa yang memberikan sensitiviti dan
spesifisiti yang bervariasi dalam mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen M.
tuberculosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen
yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000 a, protein MTP
40 dan lain lain.2
Biomolekuler
Genom M. tuberculosis mempunyai ukuran 4,4 Mb (mega base) dengan kandungan guanin (G)
dan sitosin (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah diketahui lebih dari 165 gen dan
penanda genetik yang dibagi dalam 3 kelompok. Kelompok 1 gen yang merupakan sikuen DNA
mikobakteria yang selalu ada (conserved) sebagai DNA target, kelompok II merupakan sikuen
DNA yang menyandi antigen protein, sedangkan kelompok III adalah sikuen DNA ulangan
seperti elemen sisipan. Gen pab dan gen groEL masing masing menyandi protein berikatan
posfat misalnya protein 38 kDa dan protein kejut panas (heat shock protein) seperti protein 65
kDa, gen katG menyandi katalase-peroksidase dan gen 16SrRNA (rrs) menyandi protein
ribosomal S12 sedangkan gen rpoB menyandi RNA polimerase. Sikuen sisipan DNA (IS)
adalah elemen genetik yang mobile. Lebih dari 16 IS ada dalam mikobakteria antara lain IS6110,
IS1081 dan elemen seperti IS (IS-like element). Deteksi gen tersebut dapat dilakukan dengan
teknik PCR dan RFLP.3
Patogenesis
Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru
sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer.
Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang
reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai
kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
Klasifikasi pasien TB
Selain dari pengelompokan pasien sesuai definisi pasien juga diklasifikasikan menurut :
a. Lokasi anatomi dari penyakit
b. Riwayat pengobatan sebelumnya
c. Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
d. Status HIV
Tuberkulosis paru:
Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB dianggap sebagai TB paru
karena adanya lesi pada jaringan paru. Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan atau
mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung TB pada
paru, dinyatakan sebagai TB
ekstra paru. Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru,
diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.
Tuberkulosis ekstra paru:
Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura, kelenjar limfe,
abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang. Diagnosis TB ekstra paru dapat
ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru
harus diupayakan berdasarkan penemuan Mycobacterium tuberculosis. Pasien TB ekstra paru
yang menderita TB pada beberapa organ, diklasifikasikan sebagai pasien TB ekstra paru pada
organ menunjukkan gambaran TB yang terberat.
Pemeriksaan bakteriologis
Pemeriksaan bakteriologis adalah pemeriksaan yang penting untuk menentukan diagnosis
TB, baik pada anak maupun dewasa. Pemeriksaan sputum pada anak terutama dilakukan pada
anak berusia lebih dad 5 tahun, HIV positif, dan gambaran kelainan pan luas. Namun demikian,
karena kesulitan pengambilan sputum pada anak dan sifat pausibasiler pada TB anak,
pemeriksaan bakteriologis selama ini tidak dilakukan secara rutin pada anak yang dicurigai sakit
TB. Dengan semakin meningkatnya kasus TB resistan obat dan TB FIN, saat ini pemeriksaan
bakteriologis pada anak merupakan pemeriksaan yang seharusnya dilakukan, terutama di fasilitas
pelayanan kesehatan yang mempunyai fasilitas pengambilan sputum dan pemeriksaan
bakteriologis. Cara Mendapatkan sputum pada anak
a. Berdahak
Pada anak lebih dari 5 tahun biasanya sudah dapat mengeluarkan sputum/dahak
secara langsung dengan berdahak.
b. Silas lambung
Bilas lambung dengan NGT (nasogastric tube) dapat dilakukan pada anak yang tidak
dapat mengeluarkan dahak. Dianjurkan spesimen dikumpulkan minimal 2 hari
berturut-turut pada pagi hari.
c. Induksi sputum
lnduksi sputum relatif aman dan efektif untuk dikerjakan pada anak semua umur,
dengan hasil yang lebih baik dari aspirasi lambung, terutama apabila menggunakan
lebih dari 1 sampel. Metode ini bisa dikerjakan secara rawat jalan, tetapi diperlukan
pelatihan dan peralatan yang memadai untuk melakukan metode ini.
2. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk membantu menegalckan diagnosis TB
pada anak:
a. Uji tuberkulin
1) Uji tuberkulin bermanfaat untuk membantu menegakkan diagnosis TB pada anak, khususnya
jika riwayat kontak dengan pasien TB tidak jelas. Uji tuberkulin tidak bisa membedakan antara
infeksi dan sakit TB. Hasil positif uji tuberkulin menunjukkan adanya infeksi dan tidak
menunjukkan ada tidaknya sakit TB. Sebaliknya, basil negatif uji tuberkulin belum tentu
menyingkirkan diagnosis TB.
2) Cara melakukan dan pembacaan basil uji tuberkulin diuraikan sccara rind di lampiran.
3) Pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya infeksi TB adalah dengan Imunoglobulin Release
Assay (IGRA). IGRA tidak dapat membedakan antara infeksi TB laten dengan TB aktif.
Penggunaannya untuk deteksi infeksi TB tidak lebih unggul dibandingkan uji tuberkulin.
Program nasional belum mcrckomcndasikan pcnggunaan IGRA di lapangan.
b. Foto toraks
Foto toraks merupakan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis TB pada anak.
Namun gambaran foto toraks pada TB tidak khas kecuali gambaran TB miller. Secara umum,
gambaran radiologis yang menunjang TB adalah sebagai berikut: 1) Pembesaran kelenjar hilus
atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat (visualisasinya selain dengan foto toraks AP, harus
disertai foto toraks lateral) 2) IConsolidasi segmental/lobar 3) Efusi pleura 4) Miller 5)
Atelektasis 6) Kavitas 7) Kalsifikasi dengan infiltrate 8) Tuberkuloma.
d. Pemeriksaan histopatologi
(PA/Patologi Anatomi) Pemeriksaan PA akan menunjukkan gambaran granuloma dengan
nekrosis perkijuan di tengahnya dan dapat pula ditemukan gambaran sel datia langhans dan atau
kuman TB.
Pemeriksaan serologi TB (misalnya Ig G TB, PAP 7B, la TB, MycoDOT, dsb) tidak
direkomendasikan oleh WHO untuk digunakan sebagai sarana diagnostik TB dan Direktur
Jenderal BUK Kemenkes telah menerbitkan Surat Edaran pada bulan Februari 2013 tentang
larangan penggunaan metode serologi untuk penegakan diagnosis TB.4
b. Jika tersedia fasilitas untuk uji tuberkulin dan foto tonics, hitung skor total
menggunakan sistem skoring:
1) Jika skor total >/= 6 diagnosis TB dan obati dengan OAT
2) Jika skor total < 6, dengan uji tuberkulin positif atau ada kontak erat 3
diagnosis TB dan obati dengan OAT
3) Jika skor total < 6, dan uji tuberkulin negatif atau tidak ada kontak erat
observasi gejala selama 2-4 minggu, bila menetap, evaluasi ulang kemungkinan diagnosis
TB atau rujuk ke faislitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.
Catatan penggunaan alur diagnosis TB anak: Jika ditemukan salah satu keadaan di bawah
ini, pasien dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan: 1. Foto toraks menunjukan
gambaran efusi pleura atau miller atau kavitas 2. Gibbus, koksitis 3. Tanda bahaya: a. Kejang,
kaku kuduk b. Penurunan kesadaran c. Kegawatan lain, misalnya sesak napas.4
Bagan 2. Alur Diagnosis TB Paru Anak.4
a. Isoniazid (H)
Dosis harian 10 (7-15) mg/kgBB/hari, Dosis Maksimal 300 mg /hari
Efek samping: Hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitis
b. Rifampisin (R)
Dosis harian15 (10-20) mg/kgBB/hari, Dosis maksimal 600 mg /hari
Efek samping:Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis, trombositopenia, peningkatan enzim hati,
cairan tubuh berwarna oranye kemerahan
c. Pirazinamid (Z)
Dosis harian 35 (30-40) mg/kgBB/hari,
Efek samping: Toksisitas hepar, artralgia, gastrointestinal
d. Etambutol (E)
Dosis harian 20 (15–25) mg/kgBB/hari,
Efek samping: Neuritis optik, ketajaman mataberkurang, buta warna merahhijau,
hipersensitivitas, gastrointestinal
e. Streptomisin (S)
Dosis harian 15 – 40 mg/kgBB/hari, Dosis maksimal 1000 mg /hari
Efek samping: Ototoksik, nefrotoksik.
Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan pada, kondisi : TB meningitis, sumbatan jalan napas akibat TB
kelenjar (endobronkhial TB), perikarditis TB, TB miller dengan gangguan napas yang berat,
efusi pleura TB, TB abdomen dengan asites.
Obat yang sering digunakan adalah prednison dengan dosis 2 mg/kg/ hari, sampai 4
mg/kg/hari pada kasus sakit berat, dengan dosis maksimal 60 mg/hari selama 4 minggu.
Tappering-off dilakukan secara bertahap setclah 2 minggu pembcrian kecuali pada TB
meningitis pemberian selama 4 minggu sebelum tappering-off .
Piridoksin
Isoniazid dapat menycbabkan defisicnsi piridoksin simptomatik, terutama pada anak
dengan malnutrisi berat dan anak dengan HIV yang mendapatkan ART Suplementasi piridoksin
(5-10 mg/hari) direkomendasikan pada HIV positif dan malnutrisi berat.4
Nutrisi Status
gizi pada anak dengan TB akan maripaiganahi kebahasilan pengobatan TB. Malnutrisi berat
meningkatkan risiko kematian pada anak dengan TB. Penilaian status gizi harus dilakukan secara
rutin selama anak dalam pengobatan. Penilaian dilakukan dengan mengukur berat, tinggi, lingkar
lengan atas atau pengamatan gejala dan tanda malnutrisi seperti edema atau muscle wasting.
Pemberian makanan tambahan sebaiknya diberikan selama pengobatan. Jika tidak
memungkinkan dapat diberikan suplementasi nutrisi sampai anak stabil dan TB dapat di atasi.
Air susu ibu tetap diberikan jika. anak masih dalam masa menyusu.
TB Resisten Obat
Diagnosis TB RO harus dipikirkan pada anak yang mempunyai gejala TB disertai dengan
kondisi berikut: riwayat pengobatan TB 6-12 bulan sebelumnya, tidak ada perbaikan setelah
pengobatan TB lini pertama selama 2-3 bulan, kontak dengan pasien TB RO, kontak dengan
pasien TB yang mcninggal saat pengobatan TB atau pengobatan TB yang gagal. Alur
pemeriksaan anak terduga TB RO seperti alur pemeriksaan dewasa terduga TB RO.
Paduan OAT MDR di Indonesia Pilihan paduan OAT MDR saat ini adalah
paduan standar (standardized treatment), yang pada permulaan pengobatan akan
diberikan kepada semua pasien TB RR/TB MDR.
a. Paduan standar OAT MDR yang diberikan adalah:
Km — Lfx — Eto — Cs — Z — (E) / Lfx — Eto — Cs — Z — (E)
Altematif pengobatan standar pada kondisi khusus adalah sebagai berikut:
1) Jika sejak awal terbukti resistan terhadap kanamisin, maka paduan standar
adalah sebagai berikut:
Cm — Lfx — Eto — Cs — Z - (E) / Lfx — Eto — Cs — Z — (E)
2) Jika sejak awal terbukti resistan terhadap fluorokuinolon maka paduan standar
adalah sebagai berikut:
Km-Mfx-Eto-Cs-PAS-Z-(E) / Mfx-Eto-Cs-PAS-Z-(E)
3) Jika sejak awal terbukti resistan terhadap kanamisin dan fluorokuinolon (TB
XDR) maka paduan standar adalah sebagai berikut:
Cm-Mfx-Eto-Cs-PAS-Z-(E) / Mfx-Eto-Cs-PAS-Z-(E)
b. Paduan standar ini diberikan pada pasien yang sudah terkonfirmasi TB RR/MDR secara
laboratoris.
c. Paduan pengobatan ini diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal dan tahap lanjutan. Tahap
awal adalah tahap pemberian obat oral dan suntikan dengan lama paling sedikit 6 bulan atau 4
bulan setelah terjadi konversi biakan. Tahap lanjutan adalah pemberian paduan OAT oral tanpa
suntikan.
d. Lama pengobatan seluruhnya paling sedikit 18 bulan setelah terjadi konversi biakan. Lama
pengobatan berkisar 19-24 bulan.5
Pencegahan
Vaksinasi BCG
Pemberian BCG meninggikan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis yang
virulen. Imunitas timbul 6 – 8 minggu setelah pemberian BCG. Imunitas yang terjadi tidaklah
lengkap sehingga masih mungkin terjadi super infeksi meskipun biasanya tidak progresif dan
menimbulkan komplikasi yang berat.
Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis primer diberikan pada anak yang belum terinfeksi (uji tuberkulin negatif) tetapi
kontak dengan penderita TB aktif. Obat yang digunakan adalah INH 5 – 10 mg/kgBB/hari
selama 2 – 3 bulan.
Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak dengan uji tuberkulin positif tanpa gejala klinis,
dan foto paru normal, tetapi memiliki faktor resiko menjadi TB aktif, obat yang digunakan
adalah INH 5 – 10 mg/kgBB/hari selama 6 –12 bulan.
Komplikasi
Limfadenitis, meningitis, osteomielitis, arthtritis, enteritis, peritonitis, penyebaran ke
ginjal, mata, telinga tengah dan kulit dapat terjadi. Bayi yang dilahirkan dari orang tua yang
menderita tuberkulosis mempunyai risiko yang besar untuk menderita tuberkulosis.
Kemungkinan terjadinya gangguan jalan nafas yang mengancam jiwa harus dipikirkan pada
pasien dengan pelebaran mediastinum atau adanya lesi pada daerah hilus.6
Prognosis
Pada pasien dengan sistem imun yang prima, terapi menggunakan OAT terkini
memberikan hasil yang potensial untuk mencapai kesembuhan. Jika kuman sensitif dan
pengobatan lengkap, kebanyakan anak sembuh dengan gejala sisa yang minimal. Terapi ulangan
lebih sulit dan kurang memuaskan hasilnya. Perhatian lebih harus diberikan pada pasien dengan
imunodefisiensi, yang resisten terhadap berbagai rejimen obat, yang berespon buruk terhadap
terapi atau dengan komplikasi lanjut. Pasien dengan resistensi multiple terhadap OAT jumlahnya
meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini terjadi karena para dokter meresepkan rejimen terapi
yang tidak adekuat ataupun ketidakpatuhan pasien dalam menjalanin pengobatan. 6
Ketika terjadi resistensi atau intoleransi terhadap Isoniazid dan Rifampin, angka
kesembuhan menjadi hanya 50%, bahkan lebih rendah lagi. Dengan OAT (terutama isoniazid)
terjadi perbaikan mendekati 100% pada pasien dengan TB milier. Tanpa terapi OAT pada TB
milier maka angka kematian hampir mencapai 100%.
Kesimpulan