Professional Documents
Culture Documents
a
Sūtra
n mahāyāna yang bernama genderang Dharma agung
Mongolian:qutuγ-tu
s yeke kenggerge-yin bölüg neretü yeke kölgen sudur
k
Chinese:大法鼓經 (da fa gu jing) Di
r
i
Teratai
t
:
आ
vvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvv
रर
र
य Zurmangprostation tsem T270
-
म
रर
大法鼓經【Mahā-bherī-hāraka-parivarta-sūtra]
रर
रर SUTRA GENDERANG DHARMA AGUNG
diterjemahkan dari bahasa Sanskrit ke bahasa Mandarin pada jaman Dinasti Liu Song
रर oleh
Guru Ahli Tripitaka Gunabhadra dari India
र Jilid 1 (dari 2)
र
क
[0290b15] Demikianlah yang telah saya dengar :
-
[0290b15]
प Pada suatu ketika, Buddha sedang berdiam di Kebun Anathapindika, Taman Jetavana, Kota
Śrāvastī, bersama dengan : 500 bhiksu agung, juga 100.000 Bodhisattva Mahasattva dan sejumlah
रर
besar dewa, naga, yaksa, dan gandharva. Juga hadir 100.000 upasaka dan upasika.
र
Hadir pula Raja Brahma - penguasa dari dunia Saha ini, jugaSakra - Raja Dewa, Empat Raja Dewa
व
Langit, beserta dengan pengikut mereka masing-masing.
रर
Dari dunia-dunia di sepuluh penjuru alam semesta datang pula tak terhitung bhikṣu, bhikṣuṇī,
र
upāsaka, dan upāsikā, jugaBodhisattva.
त
[0290b20] Pada saat itu, Tathāgata membabarkan Dharma sebagai berikut kepada empat
-kelompok muridNya :
रर
“Dengan adanya keberadaan,
maka terdapat penderitaan dan kegembiraan.
र
Dengan tiadanya keberadaan,
म
maka tidak terdapat penderitaan maupun kegembiraan,
Oleh karena itu, menjauhkan diri dari penderitaan dan kegembiraan
-adalah kebahagiaan tertinggi dari nirvana. “
म
[0290b23] Semua 500 bhiksu Sravakayang hadir adalah Arhat.Mereka telah menghentikan
रर
kekotoran batin [klesa]dan kebocoran batin [asrava]mereka, batin mereka telah mencapai
रर
keleluasaan dan kebebasan.Laksana naga yang besar, dengan terbebaskannya batin mereka dan
terbukanya kebijaksanaan mereka, mereka telah menyelesaikan upaya mereka [untuk mencapai
र
kearahatan]. Dengan telah dilepaskannya beban berat mereka, mereka telah memperoleh
न
manfaat bagi diri mereka sendiri yaitu mengakhiri ikatanakankeberadaan. Terbebaskan atas dasar
-
रर
pengetahuan sejati, mereka telah mencapai paramita tertinggi dan kendali penuh akan batin
mereka.
Dari antara mereka yang ‘masih harus belajar’[śaikṣa],ada tak terhitungyang telah mencapai
buah [Sravaka], menjadi Srotāpanna, Sakṛdāgāmin, atau Anāgāmin. Tak terhitung bhikṣu,
walaupun mereka masih memiliki klesa, telah sampai pada suatu pencapaian.
Juga telah datang dari banyak dunia di sepuluh penjuru alam semesta, tak terhitung Bodhisattva-
Mahāsattvayang telah mencapai pahala kebajikan yang tak terhingga. Jumlah mereka adalah di
luar perhitungan atau analogi, tidak dapat diketahui oleh para Sravaka atau pun Pratyekabuddha.
Di luarBodhisattva-Mahasattvapemimpin seperti Mañjuśrī, Mahāvikrāmin, Avalokiteśvara dan
Maitreya, ada tidak terhingga Bodhisattva-Mahāsattva pemimpin,laksana rerumputan dan
pepohonan yang tumbuh di atas bumi. Demikian pula halnya dengan Bodhisattva yang datang
dari penjuru lainnya, adalah tidak terhitung jumlahnya.
[0290c05] Juga hadir pada saat itu, Bhikṣuṇī Kṣema, beserta dengan satu kelompok
bhikṣuṇī.Juga hadir Nyonya Viśākhā dan Ratu Mallikā, beserta dengan pelayan mereka yang tak
terhitung jumlahnya.Tetua Sudatta juga hadir beserta dengan tak terhitung upāsaka Di antara
tak terhitung mahluk yang hadir dalam persamuan tersebut,
[0290c10] Sementara itu, Raja Prasenajit, begitu bangun dari tidurnya, berpikir:
“Saya seharusnya pergi mengunjungi Bhagavan.”
Setelah berpikir demikian, ia langsung berangkat ke tempat Buddha berada, dengan genderang
ditabuh dan terompet cangkang kerang ditiup.
[0291a01] Buddha di dunia yang lain tidak mengajarkan ketidakpermanenan, dukkha, kekosongan
atau ketidakmurnian. Mengapa? Karena Dharma di Buddha kshetra lain tersebu tharuslah sesuai
demikian adanya. Tathāgata-tathagata tersebut berkata kepada Bodhisattva mereka, ‘Betapa
menakjubkan! Śākyamuni, Bhagavan, mengambil jalur yang berat, muncul di dunia yang penuh
dengan lima kekeruhan. Demi kepentingan para mahluk yang menderita, menggunakan berbagai
pendekatan yang trampil, Beliau membabarkan Sutra Genderang Dharma Agung. Oleh karena itu,
pria berbudi, kamu hendaknya juga belajar hal yang serupa.“
Bohisattva-bodhisattva tersebut telah datang ke persamuan ini, karena semuanya ingin melihatKu
dan memberi penghormatan kepadaKu.Setelah datang ke persamuan ini, mereka akan mencapai
“Tahapan Kediaman” [bhumi] tingkat yang pertama bahkan hingga tingkat ke sepuluh [dari
rangkaian tahapan spiritual bodhisattva menuju ke ke-buddha-an]. Oleh karena itu, Sutra
Genderang Dharma Agung ini adalah sangat sulit dijumpai. Demi mendengar Dharma ini, tak
terhitung bodhisattva agung dari dunia lain di sepuluh penjuru alam semesta telah datang
berkumpul di sini”.
[0291a20] Oleh karena itu, Ānanda, layaknya genderang perang yang besar dipukul hanya oleh
sang raja sebelum bertarung dalam peperangan, demikian pula halnya genderang dharma agung
ini, rahasia pengetahuan di antara para Buddha, dibabarkan hanya oleh seorang Buddha yang
muncul di dunia.”
[0291b27] Mahākāśyapa sekali lagi meninjau mereka yang hadir dan alasan mereka untuk hadir.
Dalam satu ksana, makhluk yang memiliki keyakinan yang rendah, Sravaka, Pratyekabuddha dan
Bodhisattva pemula yang menganggap diri mereka tidak sanggup menerimanya, saat itu memiliki
pemikiran untuk mundur.
Sebagai perumpamaan, seorang pria bernama ‘Ribuan Pria Kuat’ berdiri di antara sejumlah besar
pria-pria kuat yang dimiliki oleh keluarga kerajaan. Dengan menabuh genderang, iamenyerukan,
“Siapa yang mampu bergulat denganku?” Yang merasa tidak sanggup, tetap diam seraya berpikir,
“Saya tidak punya kemampuan bergulat dengannya. Saya bisa saja terluka atau bahkan
kehilangan nyawa saya.”
Orang yang tidak mempunyai satu orang penantang pun yang berani berkelahi dengannya,
adalah orang yang benar-benar pemberani dan sangat kuat, yang dapat menegakkan bendera
kemenangan nan agung.
Oleh karena itu, mahluk yang tidak mampu, Sravaka, Pratyekabuddha, dan Bodhisattva
pemula, masing-masing berpikir,” Saya tidak mampu mendengar atau menerima Dharma ini, yang
mengatakan bahwa Tathāgata telah memasuki parinirvāṇa dan bahwa Beliau berdiam secara
langgeng, tidak akan punah.”
Mendengar apa yang belum pernah mereka dengar sebelumnya di tengah massa ini, mereka
meninggalkan tempat duduknya dan pergi. Mengapa? Karena mereka telah berlatih dalam jangka
waktu panjang dalam pandangan akan kekosongan berkaitan dengan parinirvāṇa. Begitu
mendengar sutra nan murni, yang bebas dari ketidakjelasan ini, mereka meninggalkan tempat
duduknya dan pergi
[0291b15.] Di antara para Sravaka, Pratyekabuddha, dan Bodhisattva pemula, yang datang dari
dunia-dunia lain di sepuluh penjuru alam semesta, dari skala jutaan koti, hanya satu bagian yang
tersisa. Bodhisattva-Mahāsattva yang tetap tinggal di persamuan, yakin akan keberadaan yang
langgeng dan ketidakberubahan dari dharmakaya [tubuh dharma]. Mereka kemudian dapat
menerima dan menjungjung semua sutra yang berkaitan dengan gudang Tathagata. Mereka juga
dapat menerangkan kepada dan menentramkan dunia, membuat yang lain memahami semua
pernyataan yang tersirat [dalam sutra-sutra tersebut]. Mereka dapat memahami dengan baik
sutra-sutra yang memiliki makna definitif bertolak belakang dengan sutra-sutra yang memiliki
makna non-definitif.Mereka dapat menundukkan para mahluk yang melanggar larangan, dan
mereka semua dapat menghormati dan melayani para suciwan nan budiman. Dengan keyakinan
murni yang besar terhadap Mahayana, mereka tidak akan menganggap Dua Kendaraan sebagai
yang istimewa. Mereka hanya akanmenyuarakan sutra-sutra mahavaipulya, bukan sutra-sutra
jenis lain. Mereka hanya akan menyuarakan bahwa Tathāgata berada dalam kelanggengan dan
bahwa gudang Tathāgata itu ada, tanpa meninggalkan sunyata – bukan hanya kekosongan akan
pandangan tentang diri, tapi juga kekosongan akan tiada sifat inheren dari semua dharma
samskrta [dharma yang berkondisi].
Dengan segera ia bangkit dari tempat duduknya, memperlihatkan sebelah bahu kanannya,
berlutut dengan lutut kanannya, beranjali di bawah kaki Buddha. Ia kemudian mengelilingi Buddha
tiga kali dan kemudian bertanya kepada massa yang hadir,
“Apakah kalian semua ingin mendengarkan Sutra Genderang Dharma Agung ini? Tathāgata
sekarang akan membabarkan kepada kalian semua tentang Satu Kendaraan, Mahāyāna, yang
mengungguli kendaraan dari Sravaka dan Pratyekabuddha.”
[0291c08] Kāśyapa memuji, “Sadhu! Sadhu! Kalian para budiman mampu mendengar Sutra
Genderang Dharma Agung, mempertahankan dan membabarkannya.”
[0291c15]Buddha berkata,
“Sadhu! Sadhu! Kāśyapa, kamu sekarang ingin mendengarkan Aku membabarkan Sutra
Genderang Dharma Agung ?
[0291c29] “Selain itu, Kāśyapa, misalkan, Raja Prasenajit dan raja-raja lain itu bermusuhan, dan
mereka bertempur satu terhadap yang lainnya. Dalam waktu tersebut, prajuritnya dalam 4 jenis
pasukan perang – gajah, kavaleri, kereta, dan infanteri—begitu mendengar suara genderang
agung, tidak memiliki ketakutan sama sekali, dan mereka memegang kuat perisai dan senjata
mereka. Sang raja, didasari atas kebaikan hatinya, secara teratur menganugerahkan makanan
yang baik kepada mereka. Sebagai tambahan, selama perang, mereka juga dianugerahkan
banyak permata bahkan kota-kota.Apabila mereka telah mengalahkan musuh, mereka masing-
masing dimahkotai dengan selendang sutra putih, dihias bagaikan raja.Apabila diantara bhiksu-
bhiksu dan bhiksuni-bhiksuni SravakaKu, juga upāsakadan upāsikā, ada diantara mereka yang
mempelajari sila Pratimoksa dan berhasil dalam melaksanakan aturan-aturan tersebut, Tathāgata
akan memberikan mereka kedamaian dan kegembiraan dari kehidupan sebagai manusia atau
kehidupan surgawi. Apabila ada diantara mereka yang telah mencapai pahala yang besar dengan
mengalahkan empat macam mara, Tathāgata akan memahkotai kepala mereka dengan
selendang sutra putih kebebasan, yang terbuat dari Empat Kebenaran Mulia. Apabila ada diantara
mereka yang, dengan peningkatan keyakinan dan pemahaman, mencari gudang ke-buddha-an,
diri sejati, dan dharmakaya yang berdiam secara langgeng, Tathāgata akan mengucurkan air
sarvajna [kebijaksanaan menyeluruh] di kepala mereka dan memahkotai mereka dengan
selendang sutra putih dari Mahayana.Mahākāśyapa, dalam hal serupa, Aku sekarang memahkotai
kepalamu dengan selendang sutra putih dari Mahayana. Kamu harus menjaga dan
mempertahankan sutra ini di tempat-tempat di mana akan ada tidak terhingga Buddha yang akan
datang. Kāśyapa, ketahuilah bahwa, setelah parinirvāṇaKu, kamu mampu menjaga dan
mempertahankan sutra ini.”
[0292a17] Lalu para dewa, naga di langit memuji dengan satu suara
“Sadhu! Sadhu! Kāśyapa, hari ini para dewa mencurahkan bunga-bunga surgawi, dan raja naga
mencurahkan nektar manis dan bubuk dupa halus. Untuk menenangkan dan menyenangkan
semua mahluk hidup, kamu seharusnya dijadikan sebagai putra tertua dalam Dharma oleh
Bhagavan.”
[0292a20] Selanjutnya jumlah besar dewa dan naga, dengan suara satu suara, menuturkan dalam
gatha:
“Sebagaimana raja dari kota Śrāvastī
Menabuh genderang perang dan
Meniup terompet cangkang kerang perang,
Raja Dharma di Taman Jetavana
Menabuh genderang Dharma agung.”
“Oleh karena itu, Kāśyapa, apabila ada yang mendengar nama bhikṣu “Keyakinan
akanMahāvaipulya”, maka panah keserakahan, kemarahan dan kebodohan batin mereka akan
tercabut semua. Mengapa? Karena bhikṣu tersebut telah menyiarkan Dharma sejati melalui sutra
ini dan memperoleh buah besar ini sebagai pencapaian saat ini.Mahākāśyapa, hendaknya kamu
catat bahwa bahkan dengan batin yang tidak terkonsentrasi menabuh genderang yang biasa saja
yang telah diolesi oleh obat tanpa konsentrasi dan diliputi oleh asapnya, juga memiliki kekuatan
semacam itu untuk memberi manfaat kepada para mahluk. Apalagi para mahluk yang mendengar
nama Bodhisattva-Mahāsattva atau nama bhiksu “Keyakinan akan Mahāvaipulya” dapat
menyingkirkan tiga racun mereka.
Oleh karena itu Kāśyapa, di kehidupan yang akan datang, kamu akan seperti Aku. Mengapa?
Karena apabila empat kelompok muridmu mendengar namamu, panah tiga racun mereka akan
tercabut.
Oleh karena itu, Kāśyapa, hendaknya kamu memohon Sutra Genderang Dharma Agung, dan
kemudian, setelah parinirvāṇaKu, menjaga, mempertahankannya untuk jangka waktu yang lama
di dunia.”
[0292b27] Selanjutnya, Bhagavan mengucapkan gatha seperti ini untuk menjelaskan kembali
pemahaman akan hal ini:
Tidak berbuat [yang menyebabkan kelahiran kembali selanjutnya] tidak membawa penderitaan
maupun kegembiraan;
Berbuat [yang menyebabkan kelahiran kembali selanjutnya] membawa penderitaan dan
kegembiraan.
Jangan bersenang hati dalam samskrta dharma [dharma yang berkondisi]
Juga jangan terlibat dengannya.
[0292c23] “Namun demikian, Kāśyapa, mereka yang memahami maknanya, tidak memerlukan
sebab dan kondisi. Apabila mereka tidak memahami maknanya, mereka memerlukan sebab dan
kondisi. Sungguh, Kāśyapa, para Buddha-Bhagavānsenantiasa mengindikasikan pembebasan
lewat tak terhitung sebab dan kondisi.”
Buddha tersebut berkata kepadaRaja Agung, ‘Seorang Raja Pemutar Roda Dharma adalah
seorang Bodhisattva.Tidak ada perbedaan antara keduanya.Mengapa ?Karena tidak ada lagi
yang dapat menjadi Raja Dewa Śakra, Raja Brahma, atau Raja Pemutar Roda Dharma.Seorang
Bodhisattva adalah Raja Dewa Śakra, Raja Brahma, atau Raja Pemutar Roda Dharma.Pertama,
ia terlahir kembali sebagai Raja Dewa Śakra atau Raja Brahma beberapa kali, kemudian ia terlahir
kembali sebagai Raja Pemutar Roda Dharma untuk memerintah dan melintaskan orang banyak
melalui Dharma Sejati. Kamu telah menjadi Raja DewaŚakra atau Raja Brahma berkali-
kali,jumlahnya sama dengan banyaknya pasir dari Sungai Gangga yang tidak terhingga.
Sekarang, kamu adalah seorang Raja Pemutar Roda Dharma.’
Kemudian Raja bertanya kepada Buddha, ‘Seperti apa rupa Raja Dewa Śakra atau Raja Brahma?’
Buddha Kevala berkata kepadaRaja Agung, ‘Raja Dewa Śakra atau Raja Brahma itu rupanya mirip
dengan rupamu sekarang, memakai suatu mahkota langit, namun keeleganannya tidaklah dapat
menyamaimu.Contohnya, rupa seorang Buddha adalah sangat agung dan istimewa, tidak bisa
ditandingi oleh para Sravaka, Pratyekabuddha, dan Bodhisattva.Seperti halnya seorang Buddha
adalah agung, kamu dalam statusmu juga adalah menakjubkan.’
[0294b12] “Kāśyapa, Raja Agung kemudian bertanya kepadaBuddha Kevala, ‘Berapa lama yang
dibutuhkan oleh saya untuk mencapai kebuddha-an? Buddha tersebut menjawab, ‘Raja Agung,
mencapai ke-buddha-an membutuhkan waktu yang sangat sangat panjang.Misalkan kamu, Raja
Agung, meninggalkan semua pahala kebajikanmu, menjadi orang biasa, dan menggunakan
sehelai rambut untuk mengambil tetes demi tetes air dari samudera luas. Saat air samuderanya
hampir lenyap semuanya, dan air yang tersisa adalah seperti [genangan air di] jejak kaki sapi, di
dunia, akan muncul Tathāgata bernama “Cahaya Pelita”, Tathāgata, Arhat, Samyak-Saṁbuddha.
Pada saat itu, akanada Raja bernama “Berkuasa atas Bumi”, dan Tathāgata “Cahaya Pelita” akan
memberikan ramalan kepastian baginya bahwa ia akan menjadi seorang Buddha. Raja Agung
[Sarvalokananda-darśana], kamu akan menjadi putera pertama Raja tersebut, kepada siapa
Buddha “Cahaya Pelita” juga akan memberikan ramalan kepastian pencapaian ke-buddha-an.
Buddha tersebut akan mengatakan kalimat berikut: “Raja Agung [Berkuasa atas Bumi], putera
pertamamu terlahir untukmu, adalah seperti air di samudera luas, telah berkurang volumenya
sejak waktu yang lampau, dan mendekati terkuras habis. Selama waktu ini, ia tidak pernah
menjadi raja kecil, namun telah menjadi Raja Dewa Sakra, Raja Brahma, atau Raja Pemutar Roda
Dharma agung memerintah dan mentransformasi dunia dengan Dharma Sejati.
“Putera pertamamu berketetapan kuat, penuh keberanian dan giat penuh semangat. Raja Agung
“Berkuasa atas Bumi”, Bodhi itu sangatlah sulit dicapai. Karena sebab dan kondisi ini, Akuakan
memberimu sebuah perumpamaan.
“Berkuasa atas Bumi”, putra pertamamu ini memiliki 60.000 pelayan wanita.Bagaikan dewi-dewi,
mereka bertubuh indah, cantik, dihiasi oleh kalung permata. Ia akan meninggalkan mereka semua
seperti air liur. Memahami bahwa nafsu keinginan adalah tidak permanen, berbahaya dan
berubah-ubah, ia akan mengatakan, ‘Saya akan meninggalkan kehidupan sebagai perumah
tangga.’ Setelah mengatakan hal ini, dengan keyakinan bahwa kehidupan berkeluarga bukanlah
jalan hidupnya, ia akan meninggalkan kehidupan berkeluarga untuk mempelajari Jalan.” Oleh
karena itu, Buddha “Cahaya Pelita”akan memberikan ramalan kepastian pencapaian ke-buddha-an
kepada pemuda itu: “Di masa mendatang, akan ada Buddha bernama Śākyamuni. DuniaNya
disebut Saha.Anak muda, kamu akan terlahir kembali di sukuLicchavi dan menjadi seorang
pemuda bernama “Sarvalokananda-darśana”. Setelah parinirvāṇa dari Buddha Śākyamuni,
Dharma sejati akan lenyap. Saat masihtersisa 80 tahun lagi, kamu akan [terlahir kembali
sebagai]seorang bhikṣuyang menjunjung tinggi dan melafalkannamaBuddha tersebut dan
menyebarkan sutra ini, tidak peduli bahkan terhadap hidupnya sendiri.
Setelah bhikṣu ini meninggal dunia pada usia 100 tahun, ia akan terlahir kembali di Tanah Suci
Sukhavati dan akan memperoleh kekuatan spiritual besar. Berada dalam tingkat Boddhisatva ke-8,
ia akan memanifestasikan satu tubuh di Surga Tuṣita, tubuh lainnya di Sukhavati dan tubuh ke
tiga menanyakan pertanyaan tentang sutra ini kepada Buddha Ajita.
Kemudian setelah mendengar ramalan kepastian mencapai Kebuddha-an dari putranya, Raja
“Berkuasa atas Bumi” akan dengan riang gembira mengatakan, “Hari ini Tathāgata telah
meramalkan bahwa putra saya akan mencapai tingkat Boddhisatva bhumi ke-8. Anak tersebut,
setelah mendengar ramalan ini, akan membuat perkembangan dengan penuh semangat.
Begitu pula halnya, Bodhisattva-Mahāsattvamengetahui bagaimana air dalam lautan yang luas
berkurang tetes demi tetes, juga berapa banyak yang masih tersisa.
Bahkan lebih dari itu, Bhagavan sudah tentu mengetahui akhir dari massa tak terhingga mahluk
hidup. Namun, mahluk hidup tidaklah memiliki akhir.Semua Sravaka dan Pratyekabuddhatidak
mampu mengetahui hal ini. Hanya para Buddha-Bhagavānyang dapat mengetahui hal ini.”
Oleh karena itu, Kāśyapa, para Buddha-Bhagavān setelah parinirvāṇa berdiam secara langgeng.
Oleh karena arti ini, para Buddha-Bhagavān, setelah memasuki parinirvāṇa, selamanya tidaklah
pernah punah.”
Jilid 2 (dari 2)
[0295a10] “Kāśyapa, di Uttarakuru, kontinen di sebelah utara, tanaman konsumsi tumbuh secara
alamiah, dan tidak pernah berkurang walau banyak yang mengambil bagian dalam
mengonsumsinya. Mengapa? Karena orang-orang yang hidup di sana, selama hidupnya, tidak
pernah memiliki pikiran mengenai kepemilikan, kekikiran, atau keserakahan. Begitu pula halnya,
Kāśyapa, di sini di Jambudvipa, kontinen di sebelah selatan, apabila, di antara para bhikṣu,
bhikṣuṇī, upāsaka, dan upāsikā, ada yang, setelah memperoleh sūtra yang sifatnya mendalam ini,
membaca dan melantunkan, menyalin dan mempertahankannya, mempenetrasikan maknanya
secara sungguh-sungguh, dan menuturkan secara luas kepada yang lain, tidak pernah
menistakan sutra ini atau merasa bosan terhadap sutra ini, atau ragu-ragu terhadap sutra ini,
maka mereka akan senantiasa menerima secara alamiah, melalui kemampuan spiritual para
Buddha, berbagai persembahan yang memuaskan mereka. Hingga mereka mencapai bodhi,
persembahan bagi mereka tidak akan pernah kurang, berlangsung terus tanpa berhenti, kecuali
untuk mereka yang dibatasi oleh buah karma yang pasti. Sepanjang hidup mereka, selama
bhikṣu-bhikṣu tersebut menjalankan sila mereka tanpa kendur, para dewa dan mahluk tak kasat
mata lain akan melayani mereka dan memberikan persembahan kepada mereka. Apabila mereka
dapat menjauh dari bahkan satu pikiran buruk yang menistakan sūtra dengan makna mendalam
ini pun, mereka akan memperoleh pengetahuan mengenai gudang Tathāgata dan keberadaan
para Tathāgata yang langgeng, dan mereka akan senantiasa bertemu dengan para Buddha,
dekat dengan para Buddha, memberikan persembahan kepada para Buddha.”
“Seperti halnya tujuh harta karun senantiasa mengikuti Raja Pemutar Roda Dharma kemana
pun ia pergi, demikian halnya sūtra ini akan senantiasa berada di mana penutur sutra yang
memberikan kententraman tersebut berada. Tujuh harta karun hanya ada di tempat di mana Raja
Pemutar Roda Dharma berada, bukan di tempat lain, sementara harta karun biasa ada di mana-
mana. Demikian halnya, di mana penutur sutra yang memberikan kententraman tersebut tinggal,
maka sūtra ini akan datang kepadanya dari suatu tempat lain, sementara sutra-sutra yang sejalan
dengan makna kekosongan yang non-definitif akan berada di tempat lain. Saat penuturnya pergi
dari tempat tinggalnya, sūtra ini akan senantiasa menyertainya. Kemana pun Raja Pemutar Roda
Dharma pergi, mahluk hidup yang mengikutinya masing-masing akan berpikir: ‘Di mana sang raja
tinggal, saya juga seharusnya ada di sana.’ Begitu pula, ke mana pun penutur sutra ini pergi, sūtra
ini akan senantisasa mengikutinya.Saat seorang Raja Pemutar Roda Dharma muncul di dunia,
tujuh harta karunpun muncul. Begitu pula, saat seorang penutur sutra ini muncul di dunia, sūtra ini
akan muncul. Bila ada satu harta karun yang dimiliki oleh Raja Pemutar Roda Dharma hilang dan
sang raja mencarinya, ia pasti akan sampai di tempat di mana harta karun itu berada. Demikian
pula, apabila penutur sutra ini, demi mendengar sūtra ini, mencari ke mana-mana, ia pasti akan
sampai di tempat di mana sūtra ini berada.
[0295b04] “Selanjutnya, saat seorang Raja Pemutar Roda Dharma tidak muncul di dunia, raja-
raja kecil, bertindak layaknya seorang Raja Pemutar Roda Dharma, akan muncul di dunia
bersama dengan raja-raja lain. Namun demikian, tidak ada di satu tempat pun, seseorang
akanmembabarkan sūtra dengan makna yang mendalam ini. Ada mereka yang menuturkan sūtra-
sutra berdasarkan penggolongan serupa [kindred sutras],yang utama dan sekunder.Para mahluk
lalu mempelajari dan mengikutinya. Dalam proses pembelajaran tersebut, ketika mereka
mendengar sūtra tertinggi dengan makna yang mendalam mengenai gudang Tathāgata dan
keberadaan Tathāgata yang langgeng ini, muncul keraguan dalam pikiran mereka. Terhadap
penutur sutra yang memberikan ketentraman, mereka memunculkan kebencian, tidak
menghormatinya dan mencemoohnya.Tanpa ada sedikit pun sikap menghargai, mereka
menghina dan mengkritik, mengeluarkan pernyataan seperti, “Perkataan-perkataan tersebut
adalah perkataan māra”.
Menghakimi bahwa sūtra ini akanmenyebabkan kerusakan bagi Dharma, mereka semua
menolaknya dan kembali ke tempat mereka masing-masing.
Karena mereka mencederai Dharma, melanggar sila, dan berpegang pada pandangan salah,
mereka tidak akan pernah memperoleh sūtra semacam ini. Mengapa tidak dapat?Karena sūtra ini
hanya tinggal bersama dengan penutur yang memberikan ketentraman.
[0295b13] “Akan ada banyak mahluk yang memfitnah sūtra-sūtra Mahāyāna yang dilihat atau
didengarnya. Janganlah takut. Mengapa ?karena saat Dharma sejati mengalami kemunduran
selama era Lima Kekeruhan, akan ada banyak mahluk yang memfitnah Mahāyāna. Seperti dalam
sebuah desa yang terdiri dari tujuh keluarga, pasti ada satu setan dhāyini, demikian pula lah, di
mana pun sūtra ini berada, dalam kelompok yang terdiri dari tujuh anggota, pasti akan ada
seorang pemfitnah.
[0295b17] “Kāśyapa, seperti mereka yang menjalankan sila yang sama akan senang bertemu satu
sama lain, demikian pula halnya mereka yang melanggar sila. Saat, di tengah kerumunan orang
banyak, mereka mendengar sūtra ini, mereka saling memandang dan dengan sikap merendahkan
mengatakan, ‘Apa itu domain mahluk hidup? Apa itu langgeng ?’ Seraya saling memandang
ekspresi wajah sesamanya, mereka berpikir, ‘Mereka ini adalah sahabatku.’ Mereka berempati
satu terhadap yang lain, mempertahankan jalan mereka dan pergi sesuai dengan jalan mereka.
Sebagai perumpamaan, seorang orang tua dari kasta brahmana memiliki seorang putra yang
telah mempelajari jalan yang salah. Setelah didekati dan ditegur oleh orang tuanya, ia tidak juga
menyesal atau pun mengubah tindakannya. Ia meninggalkan keluarganya untuk mengikuti
teman-temanya yang tidak baik, menghibur diri mereka sendiri dengan hiburan adu burung dan
binatang. Ia lalu pergi ke tanahlain, untuk bergabung dengan orang sejenis, dan melakukan
kegiatan non-dharma bersama-sama. Mereka adalah rekan sejawat. Mereka yang tidak
menghargai sūtra ini juga akanmelakukan hal serupa. Saat mereka melihat orang lain
melantunkan atau menuturkan sūtra ini, mereka akan mentertawakannya. Mengapa ?karena
kebanyakan mahluk itu lalai dan lamban. Longgar dalam menjalankan sila, mereka akan
menyebabkan kesulitan bagi upaya mempertahankan Dharma. Saling mengikuti yang lain, rekan
sejawat tersebut mengkritik dengan tebal hati”
Bhagavan, lebih baik saya dimiliki oleh seseorang sebagai budak daripada menoleransi mereka
yang durjana, yang melanggar sila, bertolak belakang dari Dharma, meninggalkan Dharma, atau
merusak Dharma. Perbuatan durjana semacam itu bukanlah suara Dharma.
Bhagavan, lebih baik saya menjunjung bumi, gunung-gunung, dan samudera di kepala saya
selama 100.000 kalpa dari pada menoleransi mereka yang durjana melanggar sila,
menghancurkan Dharma, meninggikan diri mereka atau memfitnah yang lain. Perbuatan durjana
semacam itu bukanlah suaraDharma.
Bhagavan, lebih baik saya menjadi seorang yang tuli, buta, atau bisu daripada menoleransi
mereka yang durjana merusak dan melanggar sila yang murni, atau meninggalkan kehidupan
berumah tangga untuk manfaat seperti kepercayaan dan persembahan dari orang lain. Perbuatan
durjana semacam itu bukanlah suaraDharma.
Bhagavan, lebih baik saya cepat-cepat mencampakkan tubuh saya dan memasuki parinirvāṇa
daripada menoleransi mereka yang durjana merusak dan melangggar sila yang murni, melakukan
perbuatan jahat, menjilat dengan tubuh mereka, atau mengucapkan kata-kata bohong dengan
mulut mereka. Perbuatan durjana semacam itu bukanlah suara Dharma.”
[0295c20] Buddha memberitahukan kepada Kāśyapa,
“Parinirvāṇa-mu akan merupakan parinirvana dari seorang Sravaka, bukanlah parinirvāṇa
tertinggi.”
Para Arhat dan Pratyekabuddha, yang dapat memanifestasikan tubuh buatan pikiran mereka
[manomaya-kaya] dan Bodhisattvadi tingkat bhumi ke sembilan dan sepuluh itu ibarat mentega
cair. Para Tathāgata, juga disebut Arhat, Samyak-Saṁbuddha, itu ibarat ghee.”
Guru pembimbing berkata kepada mereka, “Sadhu! Kita sebaiknya melanjutkan perjalanan”.Saat
mereka maju bersama, ia kemudian berkata kepada himpunan besar orang tersebut, “Kota besar
yang kita tuju semakin nampak. Kamu harus mengamati bagaimana kota besar tersebut makmur
dan penuh kebahagiaan.’ Begitu mereka maju secara bertahap, mereka semua melihat kota
besar tersebut. Kemudian, guru pembimbing mengatakan kepada himpunan besar orang tersebut,
“ Para budiman, ketahuilah bahwa di depanmu adalah kota besar yang dimaksud.’
Kemudiansemua melihatkota besar tersebut dari jauh- penuh kedamaian, makmur, dan penuh
kebahagiaan, mereka menemukan kesenangan dalam batin mereka. Mereka menatap satu sama
lain dengan penuh rasa ingin tahu dan bertanya, ‘Apakah kota besar ini nyata atau hanyalah ilusi
yang lain?’Guru pembimbing menjawab, ‘Kota besar ini dengan segala kedamaian, kemakmuran
dan kebahagiaan yang istimewa-nya adalah nyata’ . Ia menyerukan kepada himpunan besar
orang tersebut untuk memasuki kota besar tersebut, karena itulah kota besar yang paling utama
dan akhir. Tidak ada kota lain di luar yang satu ini. Setelah mereka memasuki kota tersebut,
mereka memuji guru pembimbing mereka dengan penuh kekaguman dan kegembiraan, ‘Sadhu!
Sadhu! Benar-benar seorang yang penuh kebijaksanaan, memperlakukan kita dengan upaya
trampil dan dengan penuh welas asih agung!’
[0296b02] “Kāśyapa, ketahuilah bahwa kota jelmaan itu ibarat pengetahuan murni dari kendaraan
Sravaka dan Pratyekabuddha, kebijaksanaan akan kekosongan [sunyata], ketidaknyataan dari
bentuk [animitta], dan ketiadamelekatan pada perbuatan[anabhisamskara].
Kota yang sesungguhnya itu ibarat pembebasan dari Tathāgata.Oleh karena itu, Tathāgata
membeberkan Tiga Kendaraan dan mengungkapkan dua jenis nirvāṇa.Ia kemudian mengujarkan
Satu Kendaraan.”
“Ada mahluk hidup yang melanggar sila mereka, lalai dan malas dalam latihan dan
pembelajaran mereka, dan menolak teks yang menakjubkan mengenai keberadaan yang
langgeng dari gudang Tathāgata. Mereka lebih suka mempelajari berbagai jenis sutra yang
mengajarkan kekosongan, baik dengan mengikuti kata-kata dan frase-frase, atau mengubah
beberapa kata dan frase. Mengapa? Karena mereka mengatakan kata-kata ini: ‘Sutra-sutra
Buddha, semuanya menyatakan bahwa mahluk hidup tidak memiliki diri.’ Namun demikian,
mereka tidak memahami arti kekosongan dan tanpa diri yang sesungguhnya.Mereka yang tidak
memiliki kebijaksanaan, mengejar kemusnahan.
“Memang, kekosongan dan tanpa diri adalah perkataan dari Buddha. Mengapa? Karena tak
terhitung kekotoran batin ibarat lumpur, telah senantiasa kosong, berdiam dalam nirvana dari
sediakala.Memang benar, nirvāṇa adalah suatu kata yang meliputi semua.Ia merupakan kata
untuk maha parinirvāṇa yang dicapai oleh para Buddha, berada di dalam kedamaian dan
kebahagiaan abadi.”
Kemudian Aku membuat mereka memasuki Buddha Dharma melalui banyak sekali sebab dan
kondisi. Begitu mereka telah memasuki Buddha Dharma dengan keyakinan yang berkembang,
mereka dengan giat melatih dan mencapai kemajuan dengan penuh semangat dalam
pembelajaran mereka akan Dharma mengenai Kekosongan.
Kemudian Saya mengatakan kepada mereka kedamaian dan kebahagiaan abadi, pembebasan
yang tetap memanifestasikan bentuk.
“Mengambil perumpamaan lain, seorang dikejar oleh para bandit yang hendak melukainya
dengan sebilah pisau. Ia berpikir, ‘Saya sekarang tidak memiliki kekuatan. Bagaimana saya dapat
menghindari kematian?’ Dengan beban berkaitan dengan lahir, tua, sakit, mati, para mahluk hidup
berharap agar dirinya dapat menjadi raja dewa Śakra atau raja Brahma.Untuk menyingkirkan
mentalitas semacam ini, Tathāgata memanifestasikan kematian.Tathāgata adalah dewa di atas
semua dewa.Apabila parinirvāṇa-Nya berarti pengakhiran, maka dunia seharusnya juga menuju
pengakhiran.Apabila hal ini tidak berarti pengakhiran, maka ini berarti kedamaian dan
kebahagiaan yang abadi. Berada di dalam kedamaian dan kebahagiaan yang abadi, maka
pastilah ada diri [sejati], seperti halnya ada asap, pasti di sana ada api. Bila tidak ada diri dan
seseorang mengklaim memiliki diri, dunia seharusnya dipenuhi oleh diri-diri.Diri [sejati] tidaklah
menganulir tanpa diri. Apabila tidak ada diri [sejati], diri [nominal] pun tidak dapat terbentuk.”
[0297a27] Aku sekarang akan menjelaskan kepadamu alam-alam dari mahluk hidup menggunakan
empat perumpamaan terselubung.
Ke empatnya adalah :
mata terbutakan oleh penyakit,
bulan terselubungi oleh awan hitam,
air dalam suatu sumur yang harus digali,
dan sinar pelita di dalam suatu wadah.
[0297b01] Ketahuilah bahwa empat perumpamaan ini berkaitan dengan sebab dan kondisi untuk
merealisasikan hakikat ke-buddha-an seseorang.Setiap mahluk memiliki Hakikat ke-buddha-an
dengan tak terukur penampakan istimewa, keagungan dan kecemerlangan.Karena hakikat ke-
buddha-an, semua mahluk dapat mencapai parinirvāṇa.
Contohnya, penyakit mata dapat diobati.Sebelum seseorang bertemu tabib yang kompeten, mata
seseorang tidak dapat melihat. Begitu tabib yang kompeten muncul, ia akan memperoleh
penglihatan kembalinya dengan cepat. Demikianlah, gudang kekotoran batin yang tak terhitung
menyelubungi dan menghalangi hakikat ke-buddha-an seseorang. Kecuali ia bertemu para
Buddha, para Sravaka yang suci, atau Pratyekabuddha, seseorang secara salah menganggap
yang tanpa diri sebagai memiliki diri, dan bukan diri sebagai kepunyaan diri.
Setelah bertemu dengan para Buddha, Sravaka, atau Pratyekabuddha, ia kemudianmengetahui
mengenai diri [sejati]-nya. Seperti terobati dari penyakitnya, matanya membuka dan melihat
dengan jelas. Penyakit mata ini ibarat kekotoran batin seseorang, dan mata ibarat hakikat ke-
Tathāgata-anseseorang.”
[0297b07] “Saat bulan tertutup awan, bulan tidaklah terang maupun jernih. Demikian pula halnya,
saat hakikat ke-Tathāgata-an seseorang tertutup oleh berbagai kekotoran batin, ia tidak terang
maupun jernih. Saat seseorang melenyapkan kekotoran batin yang seperti awan, maka hakikat
ke-Tathāgata-an seseorang akan menjadi terang dan jernih, laksana bulan purnama.”
[0297b09] “Saat seseorang menggali sebuah sumur, tanah kering mengindikasikan bahwa lapisan
air masihlah masih jauh. Saat seseorang mendapatkan tanah basah, ia mengetahui bahwa
lapisan air semakin dekat. Apabila ia mendapatkan air, maka inilah akhir yang final. Apabila ia
bertemu dengan para Buddha, Sravaka yang suci, atau Pratyekabuddha, dan belajar menjalankan
karma yang baik, dan menghilangkan kekotoran batinnya yang seperti lumpur, ia akan
merealisasikan hakikat ke-Tathāgata-annya, yang seperti air. “
[0297b12] “Hakikat ini juga laksana sinar pelita di dalam suatu wadah. Ia tidak ada gunanya bagi
mahluk hidup saat kecemerlangannya tersembunyi. Apabila wadahnya disingkirkan, maka pelita
tersebut akan bersinar ke mana-mana. Demikian pula halnya, kekotoran batin seseorang itu
adalah wadah yang menyembunyikan gudang Tathāgata - yang tidak ada gunanya bagi mahluk
hidup saat penampakan dan keagungannya tidak terang maupun jernih. Bila seseorang
menyingkirkan gudang kekotoran batinnya, menghapuskannya untuk selama-lamanya, maka
hakikat ke- Tathāgata-annya akan memanifestasikan diri secara penuh penampakannya yang
istimewa dan kecemerlangannya untuk pekerjaan Buddha. Ini ibarat mengenyahkan wadah
sehingga mahluk hidup dapat menikmati cahaya pelita.
[0297b17] Oleh karena itu empat perumpamaan di atas menggambarkan berbagai sebab dan
kondisi. Karena diri [sejati] seseorang itu meliputi alam-alam dari mahluk hidup, hal yang sama
berlaku pula terhadap semua mahluk hidup. Alam-alam mahluk hidup adalah tak terbatas,
bercahaya dan murni.”
[0297c04] Waktu yang panjang telah berlalu, dan putranya telah melihat orang tua tersebut
menikmati kehidupan melalui lima keinginan. Kegirangan muncul di dalam hatinya, ia berpikir,
‘Saya berharap orang tua ini, berdasarkan rasa kasihannya, akan menerima saya sebagai
putranya dan memberikan saya kekayaan dan barang berharga’. Dengan ide ini di dalam
pikirannya, ia tidak lagi bekerja dengan giat. Hartawan tua tersebut melihat perbedaan dalam
dirinya, berpikir, ‘Tak lama lagi, ia pasti akan menjadi putra saya.’
Kemudianhartawan tua tersebut mencarinya dan menanyakan, ‘Apakah kamu sekarang memiliki
pemikiran lain yang menyebabkan kamu tidak lagi bekerja keras? Putranya tersebut menjawab,
‘Hatiku menginginkan agar dapat menjadi putramu.’Orang tua tersebut berkata, ‘Sangat baik
!Saya adalah ayahmu, dan kamu adalah putraku.Saya benar-benar adalah ayahmu walaupun
kamu tidak mengetahui hal ini. Saya sekarang memberikan kepadamu semua yang berada di
gudang harta saya.’ Ia kemudianmembuat pengumuman di tengah-tengah massa: ‘Ini adalah
putra saya yang telah lama hilang. Tanpa disadari, ia telah kembali ke rumah. Saya menawarkan
kepadanya untuk menjadi putra saya, namun ia menolaknya. Sekarang, ia dengan kemauan
sendiri menyatakan kehendaknya untuk menjadi putra saya.’
[0297c14] “Kāśyapa, orang tua tersebut telah menggunakan upaya trampil untuk memikat
putranya yang punya kemauan rendah tersebut, pertama-tama memerintahkannya untuk
membersihkan kotoran, selanjutnya memberikan kekayaan kepadanya. Kemudian orang tua
tersebut membuat suatu pengumuman di tengah kerumunan orang banyak, dengan mengatakan
kata-kata berikut:‘Ia aslinya adalah putraku, yang setelah hilang untuk waktu yang lama, sekarang
beruntung telah kembali dengan sendirinya dan menjadi putra saya.’ Demikian pula halnya,
Kāśyapa, terhadap mereka yang tidak mengapresiasi Satu Kendaraan, Saya menuturkan Tiga
Kendaraan. Mengapa? Karena ini adalah pendekatan trampil dari Tathāgata. Semua Sravaka
adalah putra Saya, seperti pembersih kotoran yang baru saja mengetahui identitas dirinya hari
ini.”
[0297c24] Lebih lagi, Kāśyapa, kamu harus mengakomodasi mereka yang memfitnahsutra
ini.Mengapa ?karena pemfitnahnya, setelah kematian, akan jatuhke dalam kegelapan tanpa
batas. Atas dasar welas asih kepada mereka, kamuharusmerancang beberapa cara untuk
membawa mereka pada kematangan melalui Dharma Mahāyāna.Sementaramereka yang tidak
dapat disembuhkan akan jatuh ke dalam neraka, mereka yang setia akan mempercayainya.
Terhadap mahluk hidup, kamu harus menggunakan “Empat Cara Menarik Hati Mahluk ke dalam
Dharma” [dana, perkataan penuh kasih, aksi yang bermanfaat, pekerjaan kolaboratif] untuk
menolong mereka mencapai pembebasan.”
[0297c29] “Selanjutnya, Kāśyapa, apabila ada seorang pria yang baru saja terjangkit demam, ia
tidak seharusnya diberikan obat atau penanganan lain. Mengapa? Karena waktunya belum
datang.Seseorang yang tidak mengetahui penanganan yang tepat dan waktunya dianggap
gagal.Oleh karena itu, pengangan seharusnya diberikan saat penyakitnya telah muncul.Apabila
belum siap, seseorang harus menunggu untuk waktu yang tepat. Demikian pula halnya, untuk
mahluk hidup yang memfitnah sutra ini, saat mereka telah sampai pada kematangan, mereka
akan menegur diri mereka sendiri dengan penyesalan, “Menyedihkan sekali !saya sekarang
akhirnya menyadari apa yang telah saya lakukan.’ Pada saat itu, kamu harus menyelamatkan
mereka dan menarik mereka ke dalam Dharma melalui “Empat Cara Menarik Hati Mahluk ke
dalam Dharma”.
[0298a07] “Lebih lanjut, Kāśyapa, misalkan ada seorang pria yang sedang menyebrangi daerah liar
yang luas, mendengar suara dari sekumpulan burung. Ketakutan karena menganggap suara
burung tersebut berarti ada penyamun, ia mengambil jalur lain. Ia memasuki tanah rawa yang
kosong dan sampai pada tempat di mana terdapat macan dan srigala mengintai.Ia dimakan oleh
macan.Kāśyapa, demikian pula halnya, saat bhikṣu, bhikṣuṇī, upāsaka, dan upāsikādi masa
mendatang mendengar pembicaraan tentang diri, juga pembicaraan tentang tanpa diri, mereka
takut akan pembicaraan tentang diri. Mereka kemudian memasuki kekosongan yang luas,
pandangan tentang pengakhiran, mempelajari tanpa diri.Mereka tidak mengapresiasikan sutra
dengan makna mendalam ini, yang mengajarkan gudang Tathāgata dan keberadaan para Buddha
yang langgeng.
[0298a13] Selanjutnya, Kāśyapa, kamu bertanya kepadaKu apa yang telah katakan kepada
Ānanda: ‘Dengan adanya keberadaan, maka terdapat penderitaan dan kegembiraan. Dengan
tiadanya keberadaan, maka tidak terdapat penderitaan dan kegembiraan.”
Dengarlah dengan seksama sekarang! Kāśyapa, Tathāgata bukanlah keberadaan, bukan pula
mahluk hidup, ia juga tidak punah.”
[0298b05] Di antara massa ini, ada mereka yang mengambil wujud dan berlaku layaknyabhikṣu,
upāsaka, dan non-upāsaka. Memiringkan tubuh, membungkuk ke muka atau ke belakang,
semuanya berada dalam penyamaran, di bawah pengaruh kekuatan māra.
[0298b19] Kāśyapa kemudian mencari dengan mata dewanya, namun tidak dapat melihat māra.Ia
seperti seorang yang liar di kotaŚrāvastī yang telah kehilangan putranya.Mencari di tengah
kumpulan besar orang, ia gagal menemukan putranya, dan ia kembali dengan kelelahan.
Demikian pula halnya, Kāśyapadengan mata dewanya mencari māra di tengah kumpulan besar
orang, namun tidak dapat menemukannya.Segera ia berkata kepadaBuddha, “Saya tidak mampu
menemukan māra jahat.”
[0298b23] Untuk sebab serupa, 80 sravaka agung semuanya mengatakan mereka tidak mampu
mengenalinya.
[0298b24] Kāśyapa juga menugaskan 500 Bodhisattva, termasukBodhisattva Bhadrapala, untuk
mencari māra jahat.Kecuali seorang Bodhisattva bernama “Sarvalokananda-darśana”, semua
tidak mampu menemukannya.
“Bhagavan, pemuda Licchavi yang bernama “Sarvalokananda-darśana” ini pastilah orang yang
dicari.”
[0298c03] Kemudian Kāśyapa, bersama dengan 80 Sravaka agung dan 500 Bodhisattva, termasuk
Bodhisattva Bhadrapala, bersama-sama berkata kepadapemuda Licchavi yang dipanggil
“Sarvalokananda-darśana”: “Anak muda, kamu diidentifikasikan oleh Bhagavansebagai seseorang
yang mampu menemukan māra jahat.”
[0298c11] Ia menjawab,
“Kāśyapa, oleh karena engkau mengetahui di sana ada kebajikan, kamu sebaiknya melakukannya
sendiri. Saya tidak dapat melakukannya sekarang.”
[0298c12] Kemudian Kāśyapa melaporkan kisah ini kepada Buddha.Buddha bertanya kepada
Kāśyapa, “Mengapa pemuda ini mengatakan kalimat seperti itu?”
[0298c28] Kemudian pemuda tersebut, seraya menatap dengan penuh rasa hormat kepada
Buddha, mengatakan,
“Lihatlah pada māra jahat yang telah datang dari tempat lain dan duduk di antara massa ini,
sebagaimana cara para bodhisattva mengambil bentuk para bhikṣu.”
[0299a01] Massa tersebut semua melihat dia terikat oleh lima tali.
[0299a11] Selanjutnya massa berkata kepada pemuda tersebut, “Kamu telah menerima ramalan
dari Buddha.”
“Di tengah massa yang arogan, lalai, malas, ia akan meninggalkan kehidupan berkeluarga,
kehidupan sekuler. Ia akan menarik massa dengan metode “Empat Cara Menarik Hati Mahluk ke
dalam Dharma”. Setelah menerima sutra dengan makna mendalam ini, ia akan membacanya,
melantunkannya, dan menembus maknanya. Ia akan menyucikan Saṅgha, menyebabkan mereka
meninggalkan cara-cara yang tidak murni yang telah mereka terima. Pertama-tama, ia akan
menuturkan kepada mereka Sutra Genderang Dharma Agung ini. Kedua, ia akan menuturkan
kepada mereka sutra Mahāyāna tentang kekosongan. Ketiga, ia akan menuturkan kepada mereka
tentang keberadaan yang langgeng dari Tathāgata dan alam dari para mahluk hidup, sesuai
dengan Sutra Genderang Dharma Agung ini. Ia akan menabuh genderang Dharma agung,
meniup terompet cangkang kerang Dharma agung, menyelenggarakan persamuan Dharma
agung, dan menegakkan bendera Dharma agung. Di tengah kehadiranKu, ia akan mengenakan
perisai ikrar agung. Ia akan mencurahkan hujan Dharma di keseluruhan 100 tahun usianya.
Setelah hidup selama 100 tahun, ia akan memanifestasikan kekuatan spiritual agung dan
menunjukkan parinirvāṇa. Ia akan mengatakan perkataan sebagai berikut: ‘Buddha Śākyamuni
sekarang telah datang ke mari. Semua sebaiknya menyapa Beliau dengan penuh hormat,
memberikan penghormatan, dan menyembahnya.Demikianlah, Tathāgata berdiam secara
langgeng dalam kedamaian dan kebahagian.Kamu para budiman seharusnya mengamati
kebenaran sejati adalah langgeng dan bahagia seperti yang saya katakan.
[0299a28] Segera setelah itu, para Buddha dari sepuluh penjuru alam semesta akan muncul dan
mengatakan perkataan seperti ini, “Demikianlah! Demikianlah! Adalah benar seperti apa yang
kamu katakan. Semua harus percaya pada apa yang telah kamu katakan dengan baik.’”
[0299b10] “Terdapat empat hal lain. Apakah empat hal lain itu?
Pertama, menonjol dalam mempertahankan Dharma.
Kedua, senantiasa merayakan hal-hal yang bajik dan membawa keriangan yang telah
dilakukannya.
Ketiga, bersedia berlindung [pada Triratna] dan mengakuinya sebagai suatu perolehan manfaat
yang besar.
Keempat, secara teguh tidak memiliki keraguan tentang keberadaan yang langgeng dari
Tathāgata dan siang dan malam, merenungkan kebajikan dari Tathāgata.
[0299b13] “Melalui sebab dan kondisi tersebut, sebelum kematiannya, saat itu ia akan melihat
dharmakayanya yang langgeng dan menunjukkan kekuatan spiritual agung.
[0299b15] Kāśyapa, di mana pun pria atau wanita semacam tersebut berdiam di berbagai kota atau
desa, Aku akan mengungkapkan DharmakayaKu kepada mereka dan mengatakan perkataan
sebagai berikut: ‘Pria dan wanita yang berbudi, Tathāgata senantiasa langgeng.’ Sejak hari ini,
kamu harus menerima dan mempertahankan sutra ini, dan membaca serta melantunkannya.
Kamu harus menjelaskannya kepada yang lain, dengan mengatakan kata-kata seperti ini:
‘Ketahuilah bahwa Tathāgata senantiasa berada dalam kedamaian dan kebahagiaan. Kamu
seharusnya mengaspirasikan dapat melihat [dharmakayamu] dengan batin yang tulus, tidak
menjilat juga tidak berbohong.Kamu seharusnya mengetahui bahwa Bhagavan memang
langgeng. Kepada mereka yang suci yang memiliki keinginan untuk melihatKu, Aku akan
memanifestasikan diriKu untuk mereka.
“Mahākāśyapa, kamu hendaknya yakin dan merenungkan. Apabila seseorang tidak berlatih
sesuai dengan Dharma, bagaimana ia dapat melihat dirinya [dharmakayanya sendiri] Bagaimana
ia dapat memperoleh kekuatan transendental dan menunjukkannya ? Sebagaimana Aku katakan
kepada para Sravaka, apabila seorang bhikṣu dapat membuang bahkan satu dharma [buruk] pun,
Aku akan meyakinkannya bahwa ia dapat memperoleh buah [sravaka], menjadi seorang
Anāgāmin. Dengan cara yang sama, ia akan memperoleh pahala kebajikan. Sebagaimana telah
Aku katakan, seorang bhikṣu yang menjalankan silanya akan memiliki para dewa yang mengikuti
dan melayaninya seumur hidupnya. Oleh karena itu, kamu semua hendaknya tidak akan pernah
serakah akan keuntungan-keuntungan ataupun penghormatan. Kamu hendaknya mempraktekkan
kemuakkan saat kamu memeditasikan tubuh fisikmu.
[0299b26] Lebih lagi, Kāśyapa, bhikṣu tersebut, yang menjunjung tinggi dan melafalkan namaKu,
akan membawa kemurnian pada Saṅgha.”
Mereka yang tidak berubah setelah keikutsertaan dan pelatihan harus ditinggalkan.Jangan
biarkan panah beracun menyentuh dan membahayakan orang-orang yang baik dan murni
batinnya. Ia akan mempunyai pemikiran seperti ini, ‘Jangan biarkan bhikṣu yang murni dalam
tingkah laku mereka menjadi melanggar sila mereka karena mereka yang berkelakuan buruk.
Juga mereka tidak boleh menghormati orang-orang yang membabarkan non-Dharma dan
menjalankan cara-cara yang jahat. Juga mereka tidak boleh menjalankan bersama dengan
mereka yang berkelakuan buruk, tugas-tugas Saṅgha, seperti persamuan Dharma, pembacaan
sila, pengakuan kesalahan, dan pertobatan. Sebagaimana seorang raja menundukkan musuh-
musuhnya, ia akan menjinakkan para bhikṣu dengan cara-cara trampil. Setelah menjinakkan
mereka, untuk 100 tahun lamanya, ia akan senantiasa mencurahkan hujan Dharma, menabuh
genderang Dharma agung, meniup terompet cangkang kerang Dharma agung,
menyelenggarakan persamuan Dharma, dan menegakkan bendera Dharma agung. Ia akan
menunjukkan kekuatan spiritual agung, dan pada saat kematiannya, memasuki parinirvāṇa.
Setelah kemunculan 1.000 Buddhadan 100.000 Pratyekabuddha, dan parinirvāṇa dari 8
Tathāgatadalam 62 kalpa, ia kemudian akan mencapai ke-buddha-an. Ia akan dipanggil ‘Cahaya
Akumulasi Kebijaksanaan’, Tathāgata, Arhat, Samyak-Saṁbuddha. Bhikṣu tersebut, yang
akanmenjunjung tinggi dan melafalkan namaKu kemudian pada akhirnya mencapai Samyak-
Saṁbodhi di tanah ini - sekarang ini adalah pemuda Licchavi yang dipanggil “Sarvalokananda-
darśana”.
[0299c14] “Kāśyapa, ketahuilah bahwa adalah sulit untuk mencapai Bodhi yang tak tertandingi.
Kāśyapa, apakah itu sesuatu yang dapat dicapai oleh orang biasa?”
[0299c29] “Kāśyapa, di suatu kehidupan yang jauh di masa lampau, Aku adalah seorang Raja
Pemutar Raja Dharma bernama Nandisena, di kota Vaisali. Pada saat itu kota Vaisali seperti
dunia Sahā ini, Jambudvīpa, satu dari empat kontinen [dari suatu dunia kecil] dalam sistem dunia
besar seribu pangkat tiga[Tri-sahasra-maha-sahasra-loka-dhatu] ini. Jangka waktu kehidupanKu
tidaklah terbayangkan.Sebagai Raja Pemutar Roda Dharma, Aku memberikan dana-dana secara
murah hati dan mengembangkan kebajikan dalam cara yang tak terhitung.Pelaksanaan silaKu
adalah murni, dan Aku berlatih dalam perbuatan-perbuatan bajik, mengakumulasikan tak terhitung
pahala kebajikan. Namun demikian, apabila pria dan wanita yang berbudi, mendengar Sutra
Genderang Dharma Agung mengenai Satu Kendaraan ini, mentertawakan penyampaiannya atau
mengingatnya walaupun dalam satu saat pikiran semata, pahala kebajikan yang akan mereka
peroleh, melampaui kebajikanKu sebagaimana yang telah dijelaskan. Hal ini akan melampaui
pengukuran atau kalkulasi, atau analogi.
Sebagai contoh, saat Raja Mantra bernama “Api Bersinar” [Blazing Flame] melantunkan suatu
mantra, ia akan terlindungi dengan baik oleh kekuatannya selama empat bulan. Kāśyapa,
ketahuilah bahwa kekuatan bahkan dari suatu mantra duniawi seperti itu saja dapat demikian
rupa.Apabila seseorang membaca Sutra Genderang Dharma Agung ini, adalah tidak mungkin
bahwa kekuatannya gagal untuk melindungi seseorang dalam seluruh kehidupannya.Oleh karena
itu, apabila terdapat mahluk hidup yang dapat memberikan persembahan bagi sutra ini, mereka
memiliki sebab pasti untuk mencapai Bodhi yang tak tertandingi. Hingga pencapaian mereka akan
Bodhi yang tertinggi, mereka tidak akan berhenti membabarkan sutra ini.”
[0300a13] Kemudian massa mengucapkan dengan satu suara, “Sadhu! Sadhu! Sungguh
menakjubkan! Bhagavan, pemuda ini akan [terlahir kembali sebagai] bhikṣu yang akanmenjunjung
tinggi dan melafalkan nama Buddha. Apabila bhikṣu ini memasuki parinirvāṇa di selatan, jiwa-jiwa
di Taman Jetavana di sini akan tidak memiliki sesuatu untuk diandalkan. Daripada demikian,
buatlah dia datang dari selatan ke tempat di mana Buddhadulu berada, kemudian memasuki
parinirvāṇa.”
[0300a23] Satu putra dari Raja dewa Śakra bernama Abhimaṁru telah datang ke persamuan ini
melalui kekuatan transendentalnya. Walaupun ia masih muda, ia percaya dan gembira akan
ajaran Mahayana dengan batin yang benar-benar murninya. Unik dan tak tertandingi, ia
menjunjung tinggi Mahāyāna sutra yang memiliki makna mendalam ini. Karena iamenjelaskan
kepada mereka sebab dari pembebasan, ia memperoleh ramalan pencapaian ke-buddha-an dari
Buddha.
Menakjubkan !
pemuda“Sarvalokananda-darśana”.
Akan [terlahir kembali] menjadi seorang bhikṣu,
untuk menabuh genderang Dharma agung
dan melindungi Buddha Dharma,
membuatnya eksis untuk waktu yang panjang.
Setelah parinirvāṇanya,
Dunia akan kosong laksana angkasa.
Setelah parinirvāṇa,
Tiada yang dapat menggantikan tempatnya.
[0300b04] Kāśyapa, Ānanda, Bodhisattva Bhadrapala, dan massa dalam jumlah besar tersebut,
setelah mendengar perkataan Buddha, bergembiradanmelaksanakan ajaran ini dengan penuh
hormat.
Kembali ke pari aw
Inggris
Idawaty Ho
============================================================================
Keterangan: Sutra Genderang Dharma Agung ini diterjemahkan kembali dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia.
Sumber :
http://www.sutrasmantras.info/sutra19.html
Versi Inggris-nya diterjemahkan dari Digital Chinese Canon (T09n0270)
Referensilain :
Versi Mandarin jilid 1:
http://tripitaka.cbeta.org/T09n0270_001
Jilid 2:
http://tripitaka.cbeta.org/ko/T09n0270_002