You are on page 1of 11

Kelainan pada Anak Kurang Bergaul

Theresia Cesa Puteri Wongkar


102014027
D3
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
2014
Jalan Arjuna Utara no.6
Jakarta 11510
theresia.2014fk027@civitas.ukrida.ac.id

Pendahuluan
Setiap manusia yang ada di dunia ini pada umumnya mengalami siklus kehidupan yng
dimulai dai saat masih di dalam rahim, bayi, menjadi seorang anak-anak kemudian menjadi seorang
remaja, kemedian menjadi seorang dewasa. Setaip perkembangan dan pertumbuhan manusia pada
umumnya terjadi dandapat di pengaruh beberapa faktor,yaitu: faktor internal dan faktor eksternal.
Dimana adapun faktor-faktor lain yang memperngaruhi yaitu lingkungan, biologis dan faktor
hormonal yang membentuk anak tersebut, Ada beberapa orang yang dapat mengalami kelainan
tingkah laku yang disebabkan oleh adanya tekanan lingungan maupun faktor-faktor lain yang
membuat dampak negatief pada pekembangan tersebut. Pertumbuhan perubahan tubuh yang
bersifat kuantitatif dan perkembangan adalah perubahan yang bersifat kualitatif. Dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan ini, banyak hal yang mempengaruhinya, seperti faktor herediter,
lingkungan, dan internal.1
Tujuan penulisan makalah ini ialah untuk membahas mengenai kelainan tingkah laku yang
terjadi paa anak-anak. Dalam tulisan ini diulas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
sekarang anak dalan perkembangannya, dampak yang diberikan terhadap perkembanga psikologis
anak dan bagaimana cara pemeriksaanya.

Rumusan Masalah
Anak perempuan 15 tahun di bawa ke poli psokiatri karena malu bergaul.

Hipotesis
Adanya faktor-faktor lingkungan dan biologis yang membuat anak malu bergaul.

Sasaran Pembelajaran
1. Mahasiswa/i mampu memahami faktor-faktor yang berpengaruh terhadap psikologis anak.
2. Mahasiswa/i mampu memahami dampak yang terjadi pada psicologia anak.
3. Mahasiswa/i mampu memahami pemeriksaan psikologis anak.

Perkembangan Anak
Seorang anak hidup paling aktif di dalam masa perkembangannya. Kepribadian sedang
dalam pembentukan dan di dalam stadium perkembangan banyak sekali terjadi perubahan atau
modifikasi tingkah laku. Sebab itu perlu mengetahui ciri tingkah laku normal pada setiap stadium
perkembangan anak dan membedakannya dengan gejala patologis. Lingkungan tempat anak
tumbuh dan bergantung ialah keluaraga dan terutama sekali orang tua, sehingga dalam program
pengobatan orang tua selalu diikutsertakan.2
Agar seseorang anak secara psikososial dapat berkembang spontan dan wajar, perlu anak
itu memperoleh kasih sayang, pengertian, perasaan, aman, disiplin, penghargaan dan penerimaan
dari masyarakat sekitarnya. Seorang anak perlu merasakan kepuasan dalam hubungan dengan
orang tua, merasa disayang, dihargai dan mempunyai kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan
dirinya.1
Erickson meninjau perkembangan kepribadian dari segi psikososial tertentu yang harus
diatasi oleh anak itu agar dapat melewati stadium perkembangan manusia dalam delapan masa,
yaitu; 3

Stadium basic trus vs mistrust (oral sensory-infacy)


Dalam masa ini sangat penting adanya mothering process yang penuh kehangatan dan
consistent, karena hal ini akan memberi landasan rasa puas, aman dan kepercayaan kepada orang
tua (dan kelak masyarakat) dan rasa toleransi terhadap frustasi. Tidak adanya mothering process
akan merupakan dasar ketidakpercayaan (mistrust) dan insecurity dalam masa selanjutnya.

Stadium autonomy vs shame and doubt (muscular anal-early childhood/todler


Pada masa ini terdapat dua hal yang penting, yaitu motilitas dan kontrol fungsi tubuh. Anak
mulai mengeksplorasi dunia luar dengan aktifitas motorik dan dari pengalaman itu ia kan belajar
untuk mengontrol dorongan impulsifnya untuk bertindak; suatu sense of autonomy mulai
terbentuk. Konflik akan terjadi bila orang tua menghalangi aktifitas motorik si anak dan menuntut
agar anak jadi penurut. Bersamaan dengan itu biasanya timbul masalah toilet training. Bila hak ini
dilakukan terlalu dini, waktu anak masih belum sanggup untuk mengatur sfingter karena secara
fisiologis memang belum bisa dan anak dihukum atau dipermainkan, maka anak tersebut bereaksi
dengan dua cara, yaitu ia kan menjadi takut pada orang tua dan selalu bersuaha agar tidak
dimarahi dengan sangat bersih, sangat rapi dan penurut atau sebaliknya ia marah dengan cara
menjadi jorok, keras penurut atau sebaliknya ia marah dengan cara menjadi jorok, keras kepala dan
tidak dapat dipercaya. Dengan demikian orang tua menanamkan perasn aan malu dan ragu-ragu
dalam diri anak.

Stadium initiative vs guilt (locomotor genital-later childhood/pre-school age)


Kemampuan anak lebih besar, ia lebih banyak berhubungan dengan dunia luar termasuk
ayah dan saudara-saudaranya. Terbuka kesempatan bagi si anak untuk berhubngan dengan dunia
sekitar dan mulai timbul inisiatif untuk menyelesaikan sendiri masalah sederhana yang
dihadapinya. Ia mulai berkompetisi dengan saudaranya untuk dapat menjadi kedudukan pertama
di mata orang tua, mulai sadar bahwa ia dan saudaranya yang lain harus membagi perhatian orang
tua, juga mulai timbul perasaan cemburu, iri, dan perasaan bersalah. Persaingan ini menimbulkan
fantasai kebesaran dan juga kemudian rasa takut akan disakiti, diserang oleh orang lain. Pengertian
perbedaan seksual mulai ada dan dasar identifikasi seksual mulai terbentuk, demikian pula
identifikasi dengan orang tua. Bersamaan dengan hal tersebut, dorongan inisiatif, perasaan
cemburu dan marah serta pembentukan ego (kata hati) menjadi lebih sempurna. Bila dalam
pergolakan ini anak ditekan oleh orang tuanya, maka akan timbul perasaan benci dan perasaan
takut akan disakiti. Anak tersebut kemudian akan mengadaptasikan rasa takutnya (yang dapat
menetap hingga dewasa) dengan mejadi murung, pengunduran diri dan akhirnya internalisasi dari
larangan untuk ekspresi perasaan marah.

Stadium industry vs inferiority (school age)


Sosialisasi anak lebih luas lagi dengan orang di luar keluarganya. Pengaruh mereka
memungkinkan kesempatan identifikasi lagi yang dapat menghambat, mengubah atau menambah
tingkah laku yang telah terbentuk sebelumnya; juga kesempatan memperoleh keterampilan makin
luas. Keinginan anak untuk berhasil dalam belajar, berbuat dan berkarya sangat bear, tetapi bila ia
gagal maka akan terbentuk perasaan inferior dan inadekuat. Identifikasi lebih banyak pada orang
tua dengan seks yang sama, jadi perlu sekali hubungan erat dengan mereka atau subsitut (seks
yang sama) agar si anak lebih menetapkan maskulinisasi atau feminitas. Dalam masa ini juga cita-
cita (ideals) mulai terbentuk.

Stadium identity vs diffusion (adolescense)


Di dalam masa ini termasuk masa pubertas, saat maturasi alat kelamin terjadi. Secara
emosional banyak terjadi variasi besar anatara alam perasaan, pandangan dan hubungan.
Dependensi pada orang tua dan keinginan untuk kembali (tidak meningglakan) kepada masa anak,
terbentur kepada keinginan dan kemampuan untuk menjadi independent sehingga sehingga
menimbulkan konflik. Dorongan instingtual yang makin besar, harus disesuaikan dengan larangan
keluarga dan masyarakat. Ia sangat prihatin terhadap penilaian dirinya oleh orang lain dan
bagaimana ia melihat dirinya sendiri. Ia sedang dalam masa pembentukan suatu identitas diri, yang
identitas biologis dan psikologisnya harus disesuaikan dengan pekerjaan, keluarga dan peranan
sosial.
Intimacy vs isolation
Procreation / generativity

Psikologis Pubertas dan Remaja


Dalam masa ini terjadi proses pematangan seksuil dan hal ini diperlukan untuk membentuk
ciri-ciri kelakuan dalam pergaulan antara anak-anak berlainan jenis kelamin. Selain proses ini, juga
persamaan hak dari orangtua merupakan hal yang penting. Persamaan hak ini membawa perubahan
terakhir dalam keseimbangan antara keadaan masih tergantung dengan kemampuan berdiri sendiri.
Hubungan satelit yang terjadi pada anak berumur 1-4 tahun akan dihilangkan dalam masa ini.
Tujuannya ialah menghapus kedudukan anak yang lebih rendah dari orangtua dan selanjutnya
menempatkan anak sebagai remaja.
Istilah pubertas berasal dari perkataan pubercere yang berarti menjadi matang, sedangkan
istilah adolesen berasal dari kata adolescere yang artinya menjadi dewasa. Telah diketahui bahwa
proses ini berjalan dengan berbagai konflik. Selama konflik tidak menimbulkan perpecahan dengan
orangtua, maka konflik handa merupakan suatu aspek yang memang perlu dalam perkembangan
anak yang sehat. Pada bangsa yang primitif, seorang remaja akan memperlihatkan
keberanian/kejantanannya dengan emnjalankan sesuatu upacara pubertas. Di negeri barat, seseorang
remaja mempertunjukkan ketabahnnya dengan menentang kekuasaan. Jika sama sekali tidak
tampak adanya konflik dengan pemegang kekuasaan, maka hal ini mungkin merupakan suatu
bahaya karenna dal am hal ini mungkin terdapat sikap pura-pura mampu berdiri sendiri.
Bila orangtua terlalu mudah melepaskan anak remaja, maka orang tua tidak akan dihargai,
karena mereka ingin berjuang untuk mendapatkan kebebasannya, tetapi disamping itu mereka juga
menginginkan bantuan bila suatu saat membutuhkannya. Selain itu dalam keluarga, ia mencari
hubungan yang mengandung sifat tergantung diluar lingkungan keluarga. Hubungan baru ini dapat
diadakan dengan seorang dewasa atau dengan teman-teman sebaya. Bila dilakukan oleh anak laki-
laki maka hubungan ini dinamakan pendewasan dan bila dilakukan oleh anak perempuan
dinamakan pemujian.
Hubungan dengan teman-teman sebaya penting dan baik, karena hubungan ini akan
memberikan rasa aman dan kepastian kepada seorang remaja dan merupakan hubungan yang tidak
diperoleh dalam rumah. Seorang remaja yang senang salam suasa memberontak terhadap orang
tuanya, mengetahui bahwa ia tidak mau melaksanakan apa yang sebenarnya harus ia lakukan. Ia
akan mencontoh perbuatan orang lain.4 Dalam membiasakan diri pada corak kelakuan dalam
pergaulan dengan jenis kelamin berbeda, kelompok merupakan bantuan yang penting. Dengan
mencontoh perbuatan kelompok, seseorang remaja akan memperlihatkan bahwa ia masih
bergantung kepada orang lain, yaitu ketua kelompok. Tetapi melalui kelompok ini, ia juga mampu
berdiri sendiri karena dalam kelompok ia dapat memaksakan sesuatu terhadap dunia luar,
sedangkan sebagai individuia tidak dapat melaksanakannya. Perkembangan kemampuan berdiri
sendri pada masa ini tidal terbatas pada pergaulan, tetapi juga pada bidang lain, misalnya ileum
pengetahuan, moral, dan sebagainya. Dengan demikian seseorang remaja dapat memperluas
pengetahuan dan pandangannya,tetapi juga dapat mengubah kelakuan yang mash kekaknak-
kanakan menjadi yang lebih sesuai dengan norma-norma yang semestinya.

Kelainan Tingkah Laku (Behavior disorder)3


Adalah suatu harapan dan cita-cita dari para orang tua, guru, maupun masyarakat pada
umumnya untuk memiliki anak-anak yang sehat jasmani dan rohani. Betapa tenang dan
tenteramnya hati bila melihat anak-anak bermain dengan riang-gembira, pandai, tekun dalam
belajar dan bekerja ,bebas dan lincah dalam mengutarakan buah pikiran dan kreativitasnya, banyak
teman dan data menyesuaikan diri dengan baik dallas berbagai lingkungan dimana ia berada.
Harapan ini tentunya menyangkut pertumbuhan dan perkembangan yang paling optimal
dari sei fisis, emosi, mental dan sosial setiap anak. Tetapi suatu kenyataan yang tidak dapat
dipungkiri adalah adanya sejumlah anak yang memperlihatkan perilaku sumbang, bertingkah laku
yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku, baik norma budaya, norma umur, norma
kecapakan/keterampilan maupun norma sosial yang berlaku dalam lingkungan dimana anak berada.
Tingkah-laku mereka mengalami gangguan dan kelainan (disorder), yang biasanya lebih dirasakan
oleh lingkungannya daripada oleh anak sendiri.
Suatu kelainan tingkah laku tidak hanya didiagnosis berdasarkan pada tampaknya satu jenis/
bentuk tingkah laku yang spesifik, tetapi berdasarkan gejala-gejala jamak (multiple
symptomatology) yang sifatnya terus menerus (presistent ) dan menyebabkan orang yang
mengalami kelainan ini secara sosial lumpuh. Pada anak-anak, kelainan tingkah laku itu biasanya
berkaitan dengan tahap perkembangan dan situasi tertentu. Anthony (1967) menyatakan ada 2 tipe
kelainan tingkah-laku, yaitu: phase specific dan diffuse variety. Phase specific, yaitu suatu kelainan
yang terjadi hanya pada satu tahap tertentu dari perkembangan. Misalnya anak membangkak pada
fase umur sombong. Pada kelainan jenis ini biasanyakeadaan lingkungan relatif baik dan tidak ada
kelainan konstitusi pada diria anak. Mereka yang mengalami kelainan jenis ini pada umumnya
dapat melewati masa-masa sukar tersebut.
Diffuse variety, yaitu suatu kelainan tingkah laku yang muncul/ ada pada seita tahap
perkembangan. Disini biasanya terdapat lingkungan yang cenderung patologis dan konstituti anak
memang peka untuk terjadinya kelainan ini.

Penyebab Kelainan Tingkah-Laku3


Faktor Turunan
Dalam hal ini dimaksudkan semua unsur yang berhubungan dengan faktor genetik yang
memungkinkan terjadinya kelainan tingkah laku. Anthony (1968) mendasarkan penelitiannya pada
anak-anak yang mempunyai salah satu atau kedua orangtuanya skizofrenia (kurang waras) dan
ternyata 18% dari sample menjadi seperti orangtua mereka. Anak-anak ini pada masa anak-anaknya
menunjukkan tingkah laku menarik diri, curiga, dan tiba-tiba regresi. Dengan demikian berarti
kepekaan untuk bertingkah laku lain dari yang lain telah ditentukan secara genetis, sedangkan faktor
lingkungan hanya tinggal mencetuskannya saja.

Faktor Bawaan
Setiap orang dilahirkan dengan konstitusi (faktor bawaan) yang unik. Konstitutiv ini
manyangkut tanda-tanda fisis dan tempramen. Tanda tisis misalnya hidung mancung, mata jeli, raut
muka cantik/cakap atau keadaan yang sebaliknya. Hal ini dimilili sejak lahir dan dapat
mempengaruhi perkembangan anak, misalnya dalam bentuk kualitas hubungan anak dengan
orangtua, teman-teman dan sebagainya. Lingkungan cenderung memberikan respons positif
terhadap anak-anak yang menarik daripada terhadap anak yang mempunyai kelainan. Dalam hal
temperament (gaya tingkah-laku seseorang), Thomas, Chese, Birch (1968) mengemukakan adana
pola gaya tingkah-laku yang sifatnya individua. Ada beberapa templaren yang tidal langsung
menyebabkan kelainan, tetapi merupakan prediktor dari timbulnya kelainan tingkah-laku (misalnya
ketidak-teraturan, ketidak-sesuaian/ non adaptability, respon menarik diri, mood yang negative
dalam intensities yang tinggi). Untuk mengetahui apakah tempramen mempunyai andil dalam
kelainan tingkah-laku seseorang, diperlukan suatu penelitian tentang hubungan tempramen tertentu
yang dimilili anak tersebut dengan lingkungan.

Faktor Lingkungan
Dalam hal ini dimaksudkan hal-hal salam lingkungan yang dianggap mengandung risiko
tinggi untuk terjadinya kelainan tingkah-laku, yaitu:
Lingkungan nonfamilial (tidak mengandung suasana kekeluargaan.
Penelitian Spitz membuktikan bahwa anak-anak yang tinggal disuatu lembaga akan
mengalami deprivasi, yakni dismaying mengalami keadaan terpisahkan dari orangtua, kemiskinan
dan malnutrisi, juga menderita kekurangan rangsangan sensoris, isolasi sosial dan budaya.
Deprivasi pada masa dini merupakan kunci terjadinya kelainan tingkah laku. Bowbly (1951)
menyatakan bahwa untuk mendapatkan kesejateraan jiwa, seseorang hendaknya mendapatkan
kehangatan, kemesraan dan hubungan yang erat dari tokoh ibu (pengganti ibu) pada masa away dari
kehidupannya.

Kelainan hubungan antara orangtua dengan anak


Sikap umum dari orangtua terhadap anak ialah menerima atau menolak. Bila terdapat sikap
menerima yang berlebihan, maka akan timbal syndrom overproteksi. Orangtua yang menerima anak
tetapi dengan caara menguasainya (otokartik), akan memupuk ketergantungan yang berlebihan,
pasif, hubungan yang buruk dengan teman sebagay. Sebaliknya bila sikap menerima dilakukan
dengan cara memberi kebebasan penuh pada anak, maka akan terjadi anak dengan inguled type,
yaitu anak yang tidal patuh, bank menuntut, ingin selalu menguasai dan sebagainya. Denna sikap
menolak, maka kontak dan perhatian pada anak santa kurang atau bahkan tidas ada, sehingga anak
seperti ini tidak pernah mendapatkan pengawasan dan mud menjadi nakal, agresif dan bertingkah
laku antisosial.

Kelainan dalam keluarga


Orang tua secara psikoligis tidak berhasil untuk berkembang dapat menyebabkan
gangguan/kekacauan dalam vectoral relationship. Pada anak akan didapatkan penyesuaian yang
salah akibat orang tua yang terlalu mengabdikan diri pada anak seringa melupakan pengembangan
dirinya sebagai orangtua atau sebaliknya terlalu banyak menuntut dari anak. Demikian pula karena
didalam keluarga terjadi penerusan nilai-nilai norma-budaya, maka suatu kelainan tingkah-laku
dapat saja dijangkitkan melalui hubungan orangtua dengan anak.

Orangtua yang sakit


Anak sangat peka terhadap suasana yang diakibatkan oleh orangtua yang terganggu atau
yang mengganggunya.

Situasi dan Pengalaman


Contoh umum mengenai situasi yang data mempunyai nilai risiko untuk terjadinya kelainan
tingkah-laku ialah keadaan perpisahan (separation). Georgy, dalam penelitiannya menemukan bank
delikuensi pada anak yang kehilangan ayahnya, sedangkan Rutter menemukan bahwa gangguan
tingkah laku biasanya belum muncul dalam 5 tahun setelah kematian orangtuanya. Situasi dan
pengalaman yang memiliki risiko tinggi adalah perawatan di rumah sakit, penyakit dan berbagai
trauma psikis.

Segi Perkembangan
Adanya masa perkembangan yang panjang memungkinkan manusia memeperkaya diri,
tetapi kadang-kadang terjadinya interupsi yang menimbulkan ketidakkeseimbangan dan
maladaptasi. Pada individu tertentu peka terhadap interupsi ini dapat terjadi keadaan yang berakibat
lanjut menjadi kelainan psikiatris. Ada masa-masa terntentu dimana banyak anak yang dibawa ke
klinik bimbingan anak berkaitan dengan pertumbuhan fisis, cara berpikir dan proses memasuki
suatu system pendidikan baru.
Kesimpulan yang tegas mengenai kebab dari suta kelainan tingkah laku tidaklah mudah.
Setiap kelainan tingkah laku dapat dicari sebabnya dari dalam diri anak maupun dari dalam
lingkungannya. Adanya risiko tinggi dari kedua unsur tersebut, memudahkan timbulnya kelinan
tingkah-laku. Suatu kelainan tingkah-laku hendaknya ditinjau dari sudut interaksi antara anak
dengan lingkungannya. Anak pada taraf perkembangan yang berbeda dengan jenis masalah yang
berbeda, memerlukan pengertian dan penanganan yang khas dan sebgai orangtua hendaknya tidak
hanya memberikan label kelainan tingkah-laku secara humus untuk semua pada segala tahap
perkembangannya.

Faktor Hormonal dalam Pertumbuhan


Dalam pertumbuhan ada banyak hormon yang memperngaruhi perkembangan dan
pertumbuman anak antara lain: Hormon pertumbuhan hipofifis mempengaruhi pertumbuhan jumlah
sel tulang, hromon tiroid yang mempengaruhi pertumbuhan dan kematangan tulang dan hormon
kelamin pria di testis dan kelenjar suprarenal dan pada wanita di kelenjar supra-renais, merangsang
pertumbuhan selama jangka waktu yang tidal lama. 5 Disamping itu hormon tersebutjuga
merangsang pejatangan tulang sehingga pada suta waktu pertumbuhan berhenti. Hormon ini juga
bekerja terutama pada pertumbuhan cepat selama masa akin balik.
Perubahan tubuh pada masa akil balik berlangsung karena pengaruh hormon kelamin dan
hipofisis. Pada permulaan akil balik terdapat penambahan berat badan yang mencolok disertai
dengan penambahan panjang badan. Pada anak wanita terdapat pembesaran uterus,ovarium, vagina
pada umur 8-10 tahun. Organ-organ ini mencapai kedewasaan pada umur 18-20 tahun.
Pertumbuhan kelamin sekunder dimulai dengan membesarnya payudara yang didahului oleh
pembesaran dan pigmentasi puting dan aerial mama. Bersamaan dengan ini pingul menjadi lebar.
satu tahun kemudian terdapat pertumbuhan rambut di daterah pubis, setengah tahun kemudian
disusul dengan pertumbuhan rambut di ketiak. Pada waktu ini terjadi menstruasi pertama, di negeri
maju dimulai pada mulai kira-kira 13,5 tahun. Menstruais ini berlangsung tidak teratur pada tahun
pertama, tetapi kemudian menjadi teratur pada umur 16-18 tahun.
Pada anak pria, permulaan akil balik ditandai dengan pembesaran penis, testis dan scrotum.
Pertumbuhan berupa pigmentasi dan kerut-kerutan juga terjadi pada scrotum. Ejakulasi terjadi pada
umur kira-kira 15-16 tahun. Tidak lama sesudah pembesaran organ kelamin, terdapat pertumbuman
rambit di pubis, ketiak, kumis, janggut. Kemudian terdapat perubahan suara. Muka menjadi lebih
jelas, nbahu menjadi lebih lebar dan terdapat penambahan jumlah dan kekuatan otot-otot. Pada
umumnya dapat dikatakan bahwa anak pria pada umur 18-20 tahun jasmaninya telah meningkat.
Seluruh perkembangan gejala akil balik berlangsung menuntut norma tertentu, walaupun
juga terdapat perbedaan kecepatan antara anak yang satu dibandingkan dengan anak yang lain. Hal
ini disebabkan oleh faktor keturunan, beberapa hormon, makarna, dan adanya hambatan oleh
penyakit. Gejala yang tidak sama untuk seluruh dunia ialah bahwa rata-rata manusia sekarang lebih
cepat mengalami akil bakil dan menjadi lebih tinggi. Hal ini akan mengakibatkan masalah bagi
remaja maupun orangtuanya.

Pemeriksaan Psikologi3,4
1. Anamesis
Ditanyakan mengenai perkembangan anak yang meliputi aspek fisik, mental, emosi, sosial
dan gangguan yang mungkin timbul dalam perkembangannya. Hubungan antara perkembangan
anak dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti misalnya orang tua, saudara-saudara,
lingkungan rumah, lingkungan pergaulan dan lain-lain.

2. Observasi
Sebagai salad satu cara penilaian kepribadian yang meliputi penampilan fisis, sikap dan
tingkah laku dalam pemeriksaan, kebiasaan tertentu yang diperlihatkan dan reaksi terhadap
lingkungan.

3. Wawancara
Wawancara dilakukan terhadap anak yang sudah cutup besar untuk mengetahui lebih
mendalam mengenai kehidupan emosi, sikap dan pendapatnya mengenai orang tua dan saudara-
saudaranya. wawancara juga digunakan sebagai informal test untuk mengetahui fungsi inteleknya
yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, seperti misalnya berapa kakinya dan sebagainya.

4. Uji Psikologis
Pemeriksaan ini umumnya digolongkan menjadi 2 golongan, yaitu:
a. Uji Inteligensia
Untuk mengetahui berbagai semi dari funis intelek (misalnya data ingatan, konsentrasi) baik
secara khusus maupun secara umum yang dinyatakan dengan Intelligence Quotient (IQ). Contoh:
Wechesrler Intelligence Scale for Children (WISC)
b. Uji Kepribadian
Banyak dipergunakan dengan metode proyeksi, artinya anak memproyeksi ciri-ciri
karakterologikny (misalnay emosi, cara penyesuaian diri) pada suta screen.
Contoh: Children’s Apperception Test (CAT).

Pengobatan yang Diberikan


Berdasarkan hasil pemeriksaan yang diperoleh, selanjutnya direncanakan tindakan dalam
rangka bantuan terhadap anak dan keluarganya. Bantuan yang dalat diberikan tersebut berupa
langsung, tidak langsung dan secaraa penyaluran. Adapun bantuan secara langsung merupakan
bantuan terhadap anak yang diberikan terapi secara langsung seperti misalnya: psikoterapi, Play
therapy, dan Behaviour therapy.3
Selanjutnya bantuan secara tidak langsung dimana terapi dilakukan terhadap orangtua, agar
mereka dapat mengubah cara bersikap dan bertindak terhadap anaknya. Perubahan cara mendidik
juga dapat diharapkan dari guru. Terhadap saudara-saudara, pengasuh atua orang lain yang
berhubungan dengan anak, dapat pula diberikan petunjuk agar memperlihatkan sikap dan perlakuan
setepat-tepatnya terhadap anak.4
Bantuan selanjutnya yang dapat dilakukan adalah penyaluran. Oleh karena keadaan tertentu,
seringkali terpaksa dibutuhkan pertolongan sepenuhnya dari akhir lain tau diberikan secara
bekerjasama (interdisciplinair). Ahli lain misanya: psikiater, dokter anak, neurolog, pedagog dan
lain-lain. Adapun lembaga atau instansi yang berhubungan dengan anak, misalnya Sekolah
Pendidikan Luar Biasa (SPLB), dengan berbagai golongannya, sekolah lain sesuai dengan bakat
anak (misalnya sekolah Teknik), dinas sosial, pramuka, perkumpulan kesenian, olahraga dan
sebagainya.6

Kesimpulan
Didalam pertumbuhan dan perkembangan anak tidak hanya terjadi akibat perkembangan
secara jasmani saja. Seorang anak akan terus berkembang dengan adanya kemampuan seorang anak
yang terus melakukan interaksi sosial di lingkungan maupun dimana saja. Dallas melakukan
hubungan sosial dengan orang lain akan bank faktor yang membnatu perkembangan anak secara
psikologis yaitu lingkungan, hormonal, situasi dan pengalaman sera sega perkembangan diri anak
tersebut. Dari faktor-faktor yang berlangsung pada anak tersebut, ada dampak yang terjadi dimana
tidak semua yang terjadi dapat di termina anak secara positif tetapi dapat juga menjadi dampak
yang negatief sehingga terjadi kelainan dari tingkah laku anak. Dari kelainan yang terjadi dapat di
lakukan pemeriksaan dengan pendekatan secara psikologi oleh orang tua, saudara, guru maupun
ahi-ahli psikologis. Apabila hacia pemeriksaan keluar diberikan tindakan secara langsung, tidak
langsung, dan penyaluran.

DAFTAR PUSTAKA
1. Supartini Y, Ester M (editor). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC ; 2006.
2. Soetjiningsih, Ranuh IGNG (editor). Tumbuh kembang anak. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC ; 2007.
3. Elvira SD, Gitayanti, Hadisukanto. Buku ajar psikiatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2010.
4. Wong DL, Yudha EK, Yulianti D, Subekti NK, Wahyuningsih NE, Ester M. Buku ajar
keperawatan pediatrik wong volume 1. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2008.
5. Bagian Ilmu Keshatan Anak. Hassan R, Alatas H, editor. Buku kuliah ilmu kesehatan anak 1.
Edisi 5. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2008.
6. Sadock BJ, Sadovk VA. Kaplan & sadock’s concise textbook of clinical psychiatri. 2 nd ed. USA:
Lippincot Williams & Willkins Inc ; 2006.

You might also like