Professional Documents
Culture Documents
Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
2) urtikaria nonimunologik: urtikaria fisik, karena obat-obatan dan kontak non alergi.
3) Urtikaria idiopatik.
Menurut European Academy of Allergology and Clinical Immunology (EAACI) tahun 2006 secara klinis
urtikaria diklasifikasikan menjadi
2) Urtikaria fisik: dermografik, delayed pressure, panas, dingin, solar dan getaran.
Para ahli yang lain menambahkan klasifikasi dengan urtikaria yang berhubungan dengan penyakit lain
seperti urtikaria pigmentosa (mastositosis) dan vaskulitis.
Sumber : JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 13 Nomor 2 Agustus 2013. Fitria. ASPEK ETIOLOGI
DAN KLINIS PADA URTIKARIA DAN ANGIOEDEMA. Banda Aceh
(http://download.portalgaruda.org/article.php?article=428854&val=3947&title=ASPEK%20ETIOLOGI%20D
AN%20KLINIS%20PADA%20URTIKARIA%20%20DAN%20ANGIOEDEMA)
- Adanya bentol kemerahan pada kulit yang umumnya mudah dikenali bahkan oleh orangtua pasien.
- Awitan dan riwayat penyakit serupa sebelumnya: untuk membedakan akut atau kronik dan
mengidentifikasi faktor pencetus yang mungkin sama dengan cetusan sebelumnya
- Faktor pencetus, ditanyakan faktor yang ada di lingkungan, seperti: alergen berupa debu, tungau
debu rumah (terdapat pada karpet, kasur, sofa, tirai, boneka berbulu), hewan peliharaan,
tumbuhan, sengatan binatang, serta faktor makanan, seperti zat warna, zat pengawet, zat
penambah/modifikasi rasa, obat-obatan (contoh: aspirin, atau antiinflamasi non steroid lain),
faktor fisik (seperti: dingin, panas, dsb).
- Riwayat sakit sebelumnya: demam, keganasan, infestasi cacing.
- Riwayat pengobatan untuk episode yang sedang berlangsung.
- Riwayat atopi dan riwayat sakit lain pada keluarga: mastositosis
Pemeriksaan fisis
- Pada pemeriksaan fisis ditemukan lesi kulit berupa bentol kemerahan yang memutih di bagian
tengah bila ditekan.Lesi disertai rasa gatal.Yang perlu diperhatikan distribusi lesi, pada daerah yang
kontak dengan pencetus, pada badan saja, dan jauh dari ekstremitas, atau seluruh tubuh. Yang
perlu diperhatikan adalah bentuk lesi yang mirip, bintik kecil-kecil di atas daerah kemerahan yang
luas pada urtikaria kolinergik.
- Yang per diwaspadai: Adanya angioedema adanya distress napas, adanya kolik abdomen, suhu
tubuh meningkat bila lesi luas, dan tanda infeksi fokal yang mencetuskan urticaria
- Pada urtikaria kronik
Hal terpenting pada urtikaria kronik adalah mencari bukti dan pola yang menunjukkan penyakit
lain yang mendasari, misalnya, mastositosis yang terjadi pada kisaran usia 2 tahun pertama dengan
predileksi pada tubuh (bukan ekstremitas):lesi yang menghilang apabila dilakukan eliminasi diet
tertentu, seperti pada penyakit seliak, yaitu urtikaria menghilang setelah diberi diet bebas gluten.
Penatalaksanaannya
Tata laksana
Menghindari pencetus merupakan tata laksana definitif untuk mencegah terjadinya urtikaria.
Medikamentosa
Medikamentosa utama adalah antihistamin karena mediator utama pada urtikaria adalah histamin,
Preparat yang bisa digunakan
- Antihistamin H, generasi I, misal klorfeninamin maleat dengan dosis: 0,25 mg kgBB/hari dibagi
dalam 3 dosis atau antihistamin H, generasi II yang kurang sedatif dibandingkan yang generasi I.
Contoh: setirizin dengan dosis: 0,25 mg/kgBB kali (usia <2 tahun 2 kali per hari: >2 tahun: I kali
perhari)
- Penambahan antihistamin H2, misal simetidin 5 mg/kgBB/kali, 3 kali sehari dapat membantu
efektifitas antihistamin I
- Adrenalin 1:1000, 0.01 ml kg (maksimum 0,3 ml) intramuskular diberikan bila urtikaria luas atau
meluas dengan cepat atau terdapat distres pernapasan
- Kortikosteroid jangka pendek ditambahkan bila urtikaria disertai angioedema, atau bila urtikaria
diduga berlangsung akibat reaksi alergi fase lambat.
- Leukotriene pathway modifiers.
Suportif
- Lingkungan yang bersih dan nyaman (suhu ruangan tidak terlalu panas atau pengap. dan ruangan
tidak penuh sesak) Pakaian,handuk.sprei dibilas bersih dari sisa detenien dan diganti lebih sering.
- Pasien dan keluarga diedukasi untuk kecukupan hidrasi, dan menghindarkan garukan untuk
mencegah infeksi sekunder.
Sumber : Badriul Hegar et al. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid 1.
Jakarta.
Dermatitis Atopic
Gejala :
Gejala klinis DA secara umum adalah gatal, kulit kering dan timbulnya eksim (eksematous
inflammation) yang berjalan kronik dan residiv. Rasa gatal yang hebat menyebabkan garukan siang dan
malam sehingga memberikan tanda bekas garukan (scratch mark) yang akan diikuti oleh kelainan-
kelainan sekunder berupa papula, erosi atau ekskoriasi dan selanjutnya akan terjadi likenifikasi bila
proses menjadi kronis.
Penatalaksanaan
rinitis alergi
Gejala
Gejala rinitis alergi yang dari berkhas ialah terdapatnya serangan bersin ulang. Gejala lain ialah
keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang
kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Sering kali gejala yang timbul
tidak lengkap, terutama pada anak. Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan
keluhan utama atau satu satunya gejala yang diutarakan oleh pasien.
Gejala spesifik lain pada anak ialah terdapatnya bayangan gelap di daerah bawah mata yang
terjadi karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung Gejala ini disebut allergic shiner.
Selain dari itu sering juga tampak anak menggosok gosok hidung, karena gatal, dengan punggung
tangan. Keadaan ini disebut sebagai allergic salute. Keadaan menggosok hidung ini lama kelamaan
akan mengakibatkan timbulnya garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah, yang
disebut allergic crease. Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi, sehingga
akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi geligi (facies adenoid). Dinding posterior faring
tampak granuler dan edema (cobblestone appearance), serta dinding lateral faring menebal.
Lidah tampak seperti gambaran peta (geographic tongue).
Saat ini digunakan rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA
(Allergic Rhinitis and its lmpact on Asthma) tahun 2001, yaitu berdasarkan sifat
berlangsungnya dibagi menjadi:
1. Intermiten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4
minggu.
2. Persisten/menetap: bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan lebih dari 4 minggu
Sedangkan untuk derajat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi
1. Ringan bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai,
berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu
2. Sedang-berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas.
Penatalaksanaan
1. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan alergen
penyebabnya (avoidance) dan eliminasi
2. Medikamentosa
Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamin H-1, yang bekerja secara
inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparat farmakologik
yang paling sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rinitis alergi. Pemberian
dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral.
3. Operatif
Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior), konkoplasti
atau multiple outfractured, inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior
hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3
25% atau triklor asetat.
4. lmunoterapi
Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan
sudah berlangsung lama, serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil
yang memuaskan. Tujuan dari imuno- terapi adalah pembentukkan IgG blocking
antibody dan penurunan IgE. Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu
intradermal dan sublingual.
Sumber: FKUI, 2016, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher, Badan
Penerbit FKUI, Jakarta
Syok anafilaktik
Gejala respirasi dapat dimulai berupa bersin, hidung tersumbat atau batuk saja yang kemudian segera
diikuti dengan sesak napas.
Gejala pada kulit merupakan gejala klinik yang paling sering ditemukan pada reaksi anafilaktik. Walaupun
gejala ini tidak mematikan namun gejala ini amat penting untuk diperhatikan sebab ini mungkin
merupakan gejala prodromal untuk timbulnya gejala yang lebih berat berupa gangguan nafas dan
gangguan sirkulasi. Oleh karena itu setiap gejala kulit berupa gatal, kulit kemerahan harus diwaspadai
untuk kemungkinan timbulnya gejala yang lebih berat. Manifestasi dari gangguan gastrointestinal berupa
perut kram,mual,muntah sampai diare yang juga dapat merupakan gejala prodromal untuk timbulnya
gejala gangguan nafas dan sirkulasi.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
a. Posisi trendeleburg atau berbaring dengan kedua tungkai diangkat (diganjal dengan kursi) akan
membantu menaikkan venous return sehingga tekanan darah ikut meningkat.