You are on page 1of 36

Makalah Pengembangan Kurikulum

POSTED BY ASEP SUMARDI ON 21.50 2 COMMENTS

MAKALAH

PENGEMBANGAN KURIKULUM
Disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pengembangan Kurikulum

Oleh:
Asep Sumardi, A.Ma.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM YAMISA
TAHUN 2013
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Penyusunan tugas ini bertujuan untuk memenuhi tugas dan kewajiban kami sebagai
mahasiswa serta agar mahasiswa yang lain dapat melakukan kegiatan seperti yang kami lakukan.
Dalam tugas ini kami akan membahas mengenai “Pengembangan Kurikulum”. Dengan ini kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah mendukung
kami terutama kepada dosen mata kuliah Pengembangan dan Telaah Kurikulum Sekolah selaku
pembimbing kami.

Tiada gading yang tak retak, demikian pepatah mengatakan. Kami sadari tugas ini masih
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun sehingga kami dapat memperbaiki kesalahan kami.

Akhir kata kami ucapkan terima kasih. Semoga tugas ini bermanfaat dan berguna bagi
kita semua.

Penyusun.

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I. PENDAHULUAN
Latar Belakang 1 DAFTAR
Tujuan 1 ISI
Rumusan Masalah 1
Pengertian Kurikulum 1
Landasan dan Aspek Kurikulum 2
BAB II. PEMBAHASAN
Komponen - komponen dari kurikulum
Konsep dan teori kurikulum
Langkah pengembangan kurikulum
Kurikulum KTSP berlangsung
Langkah - langkah telaah kurikulum
BAB III. PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Pengembangan kurikulum merupakan suatu kegiatan yang memberikan jawaban atas
sejumlah tuntutan kebutuhan yang berkembang pada pendidikan. Pengembangan kurikulum
dilakukan atas sejumlah komponen pada pendidikan, di antaranya pada pembelajaran yang
merupakan implementasi dari kurikulum. Hasil dari proses ini adalah adanya perubahan pada
guru dan siswa, serta komponen lainnya. Pandangan tentang kurikulum dikenal dalam dimensi
kurikulum yang membedakan peran dan fungsinya. Oleh karena itu perlu dipahami mengenai
seluk beluk kurikulum.

1. 2. Rumusan Masalah
1. Apa saja komponen - komponen dari kurikulum?
2. Bagaimana konsep dan teori kurikulum?
3. Bagaimana langkah - langkah pengembangan kurikulum?
4. Bagaimana kurikulum KTSP berlangsung?
5. Bagaimana langkah - langkah telaah kurikulum?

1. 3. Tujuan
1. Menjelaskan tentang komponen - komponen dari kurikulum;
2. Menjelaskan konsep dan teori kurikulum;
3. Menjelaskan langkah - langkah pengembangan kurikulum;
4. Menjelaskan tentang kurikulum KTSP berlangsung;
5. Menjelaskan langkah - langkah telaah kurikulum.

1.4. Pengertian Kurikulum


Kurikulum adalah suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses berlajar
mengajar di bawah bimbingan dan tanggunga jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta
staf pengajarnya. Kurikulum merupakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di bawah pengawasan
sekolah, jadi selain kegiatan kulikuler yang formal juga kegiatan yang tak formal. (Nasution,
2008:5)
Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (19) yang berbunyi: Kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Lebih lanjut pada pasal 36 ayat (3) disebutkan bahwa kurikulum disusun
sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan memperhatikan:
a. Peningkatan iman dan takwa;
b. Peningkatan akhlak mulia;
c. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. Keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. Tuntutan dunia kerja;
g. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. Agama;
i. Dinamika perkembangan global;
j. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Pasal ini jelas menunjukkan berbagai aspek pengembangan kepribadian peserta didik yang
menyeluruh dan pengembangan pembangunan masyarakat dan bangsa, ilmu, kehidupan agama,
ekonomi, budaya, seni, teknologi dan tantangan kehidupan global. Artinya, kurikulum haruslah
memperhatikan permasalahan ini dengan serius dan menjawab permasalahan ini dengan
menyesuaikan diri pada kualitas manusia yang diharapkan dihasilkan pada setiap jenjang
pendidikan.

1.4. Landasan dan Aspek Kurikulum


Dalam buku ajar Teori Belajar dan Pembelajaran, Landasan setidaknya mempunyai
makna berikut:
1. Landasan adalah sebuah pondasi yang di atas di bangun sebuah bangunan.
2. Landasan adalah pikiran-pikiran abstrak yang dijadikan titik tolak atau titik berangkat bagi
pelaksanaan suatu kegiatan.
3. Landasan adalah pandangan –pandangan abstrak yang telah teruji , yang yang dipergunakan
sebagai titik tolak dalam menyusun konsep, pelaksanaan konsep dan evaluasi konsep.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Landasan berarti
1) Alas; bantalan; paron (alas untuk menempa, terbuat dr besi);
2) Lapangan terbang: pesawat kami mendarat dengan selamat;
3) Dasar; tumpuan: ~ hukum negara kita ialah pancasila dan uud 45.
Menurut Hornby c. s dalam “The Advance Learner’s Dictionary of Current
English”(Redja Mudyahardjo, 2001:8) mengemukakan definisi landasan sebagai
berikut: “Foundation … that on which an idea or belief rest; an underlying principle ‟s as the
foundations of religious belief; the basis or starting point…”.
Jadi menurut Hornby landasan adalah suatu gagasan atau kepercayaan yang menjadi
sandaran, sesuatu prinsip yang mendasari, contohnya seperti landasan kepercayaan agama, dasar
atau titik tolak.
Dengan demikian landasan pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu
gagasan, suatu asumsi, atau prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam
mengembangkan kurikulum.

Landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat penting, sehingga


apabila kurikulum diibaratkan sebagai sebuah bangunan gedung yang tidak menggunakan
landasan atau fundasi yang kuat, maka ketika diterpa angin atau terjadi goncangan, bangunan
gedung tersebut akan mudah rubuh dan rusak. Demikian pula halnya dengan kurikulum, apabila
tidak memiliki dasar pijakan yang kuat, maka kurikulum tersebut akan mudah terombang-
ambing dan yang akan dipertaruhkan adalah manusia (peserta didik) yang dihasilkan oleh
pendidikan itu sendiri.
Ada empat landasan yang digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu : Landasan
Filosofis, landasan Psikologis, landasan Sosiologis dan landasan Organisatoris.
A. Landasan Filosofis
Filosofis artinya berdasarkan filsafat. Sedangkan Filsafat itu sendiri berasal dari bahasa
yunani, yaitu dari kata “philos“ dan “sophia“. Philos, artinya cinta yang mendalam, dan sophia
adalah kearifan atau kebijaksanaan. Dengan demikian, filsafat secara harfiah dapat diartikan
sebagai cinta yang mendalam akan kearifan. Filsafat sangat penting karena harus
dipertimbangkan dalam mengambil keputusan tentang aspek kurikulum. Untuk itu tiap
keputusan harus ada dasarnya. Jadi filsafat adalah cara berfikir yang sedalam-dalamnya, yakni
sampai akar-akarnya tentang hakikat sesuatu. Para pengembang kurikulum harus mempunyai
filsafat yang jelas tentang apa yang mereka junjung tinggi.
B. Landasan Psikologis
a. Psikologi Perkembangan Peserta Didik
Implikasi dari perkembangan peserta didik terhadap pengembangan kurikulum yaitu: Setiap anak
diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat dan kebutuhannya. Disamping
disediakan pelajaran yang sifatnya umum (Program inti) yang wajib dipelajari setiap anak di
sekolah, disediakan pula pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak. Kurikulum disamping
menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajar yang nersifat
akademik. Bagi anak yang berbakat dibidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan
studi ke jenjang pendidikan selanjutnya. Kurikulum memuat tujuan–tujuan yang mengandung
pengetahuan, nilai atau sikap, dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang
utuh lahir dan batin.
b. Psikologi Belajar
Psikologi atau teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat dikelompokkan kedalam tiga
rumpun yaitu:
1) Teori Daya (Disiplin Mental).
Menurut teori ini sejak kelahirannya (heredities)anak telah memiliki potensi-potensi atau daya-
daya tertentu (Faculties) yang masing-masing memiliki fungsi tertentu, seperti potensi/daya
mengingat, daya berpikir daya mencurahkan pendapat daya mengamati, daya memecahkan
masalah, dan daya-daya lainnya. Karena itu pengertian mengajar menurut teori ini adalah melatih
peserta didik dalam daya- daya itu, cara mempelajarinya pada umumnya melalui hapalan dan
latihan.
2) Teori Behavorisme
Rumpun teori ini mencakup tiga teori, yaitu teori Koneksionisme atau teori Asosiasi, teori
Kondisioning, dan teori Reinforcement (Operent Conditioning), Rumpun teori Behaviorisme
berangkat dari asumsi bahwa individu tidak membawa potensi sejak lahir. Perkembangan
individu ditentukan oleh lingkungan (keluarga, sekolah, masyarakat) Teori Koneksionisme atau
teori Asosiasi adalah kehidupan tunduk kepada hukum stimulus-respon atau aksi-reaksi. Belajar
pada dasarnya merupakan hubungan antara stimulus-respon. Belajar merupakan upaya untuk
membentuk hubungan stimulus-respon. Belajar merupakan upaya untuk membentuk hubungan
stimulus-respon sebanyak-banyaknya.
3) Teori Organismik atau Gestalt
Teori ini mengacu kepada pengertian bahwa keseluruhan lebih bermakna dari pada bagian-
bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai mahluk
organisme yang melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan secara keseluruhan,
hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon.
C. Landasan Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki berbagai gejala sosial hubungan
antar individu, antar golongan, antar lembaga sosial atau masyarakat. Di dalam kehidupan kita
tidak hidup sendiri, namun hidup dalam suatu masyarakat. Dalam lingkungan itulah kita
memiliki tugas yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab sebagai bakti kepada
masyarakat yang telah memberikan jasanya kepada kita.
Tiap masyarakat memiliki norma dan adat kebiasaan yang harus dipatuhi. Norma dan
adat kebiasaan tersebut memiliki corak nilai yang berbeda-beda, selain itu masing-masing dari
kita juga memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda. Hal inilah yang menjadi
pertimbangan dalam pengembangan sebuah kurikulum, termasuk perubahan tatanan masyarakat
akibat perkembangan IPTEK. Sehingga masyarakat dijadikan salah satu asas dalam
pengembangan kurikulum.

D. Landasan Organisatoris
Landasan ini berkenaan dengan organisasi kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum
perlu di susun suatu desain yang tepat dan fungsional. Dilihat dari organisasinya ada tiga tipe
bentuk kurikulum:
a. Kurikulum yang berisi sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah (separated subject
curriculum)
b. Kurikulum yang berisi sejumlah mata pelajaran yang sejenis di hubung-hubungkan(Correlated
curriculum)
c. Kurikulum yang terdiri dari peleburan semua/ hampir semua mata pelajaran (integrated
curriculum)

BAB II
PEMBAHASAN

2. 1. Komponen - Komponen Kurikulum


Merujuk pada fungsi kurikulum dalam proses apendidikan, yakni merupakan alat untuk
mencapai tujuan pendidikan, maka hal ini berarti, sebagai alat pendidikan kurikulum mempunyai
komponen-komponen penunjang yang saling mendukung satu sama lainnya. Para pemikir
pendidikan seperti Subandijah, Soetopo, soemato dan Nasution mempunyai ragam dalam
menentukan jumlah komponen tersebut, meskipun pada dasarnya pemahaman dan pengertiannya
hampir sama.
Subandijah (1993) membagi komponen kurikulum antara lain: tujuan, Isi atau materi,
Organisasi atau strategi, Media, daan Komponen proses belajar mengajar. Sedangkan yang
dikategorikan komponen penunjang kurikulum mencakup: Sistem administrasi dan supervisi,
Pelayanan bimbingan dan penyuluhan dan Sistem evaluasi.
Kemudian Soetopo dan Sumato (1993) membagi komponen kurikulum ke dalam 5
komponen, yaitu:
1. Tujuan,
2. Isi dan struktur program,
3. Organisasi dan strategi,
4. Sarana
5. Evaluasi.
Nasution (1993) membagi komponen kurikulum menjadi tiga, yaitu:
1. Tujuan,
2. Bahan belajar mengajar,
3. Penilaian.
Berikut ini akan diuraikan secara beberapa komponen tersebut:
A. Komponen Tujuan
Tujuan kurikulum mengacu kearah pencapaian tujuan pendidikan nasional, ditetapkan
dalam UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kurikulum menyediakan
kesempatan yang luas bagi peserta didik untuk mengalami proses pendidikan dan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan nasional khususnya dan menciptakan sumber daya manusia
yang berkualitas umumnya.
Tujuan pendidikan yang berkaitan dengan perwujudan domain-domain anak didik
diupayakan melalui suatu proses pendidikan, yang kalau dibuat secara berurutan tujuan
pendidikan sebagai berikut:
1) Tujuan Pendidikan Nasional
2) Tujuan Institusional
3) Tujuan Kurikuler
4) Tujuan Instruksional
Berikut penjelasan mengenai tujuan - tujuan pendidikan nasional:
1) Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan Pendidikan Nasional, merupakan pendidikan yang paling tinggi dalam hirarkis
tujuan-tujuan pendidikan yang ada, yang bersifat ideal dan umum yang dikaitkan dengan falsafah
Pancasila. Di dalam undang-undang No. 20 Tahun 2004, bab II pasal 2 dituangkan, bahwa
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
2) Tujuan Institusional
Tujuan instruksional merupakan tindak lanjut dari tujuan pendidikan nasional. Sistem
Pendidikan Indonesia memiliki jenjang yang melembaga pada suatu tingkatan. Tiap lembaga
memiliki suatu tujuan pendidikan yang disebut dengan tujuan institusional, sehingga dikenal
bermacam-macam tujuan insitusional. Keberadaan tujuan pendidikan mesti menggambarkan
kelanjutan dan memiliki relevansi yang kuat dengan tujuan pendidikan nasional. Agar tidak
terjadi penyimpangan, maka tujuan institusional mesti didahului dengan pengertian pendidikan,
dasar pendidikan, tujuan pendidikan nasional dan tujuan umum lembaga yang dimaksud.
3) Tujuan Kurikuler
Tujuan kurikuler merupakan tindak lanjut dari tujuan institusional. Dalam melaksanakan
kegiatan pendidikan dari suatu lembaga pendidikan, maka isi pengajaran yang telah disusun
diharapkan dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Suatu lembaga pendidikan memiliki
tujuan kurikuler yang biasanya dapat dilihat dari Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP
pada Kurikulum 1994 selanjutnya disebut silabus pada Kurikulum 2006) dari suatu mata
pelajaran. Pada Silabus tersebut terdapat suatu tujuan kurikuler yang perlu dicapai oleh
siswa setelah ia menyelesaikannya. Hal ini yang perlu diperhatikan, bahwa tujuan kurikuler
seharusnya mencerminkan tindak lanjut dari tujuan institusional dan tujuan pendidikan nasional
dan menggambarkan tujuan kurikuler. Sehingga akan terlihat jelas hubungan hirarkis dari ketiga
tujuan pendidikan tersebut.
4) Tujuan Instruksional
a. Tujuan Instruksional Umum (identik dengan standar kompetensi)
b. Tujuan Instruksional Khusus (identik dengan kompetensi dasar, ditunjukkan oleh indikator)
Tujuan instruksional merupakan tujuan akhir dari tiga tujuan yang telah dikemukakan
terdahulu. Tujuan ini bersifat operasional, yakni diharapkan dapat tercapai pada saat terjadinya
proses belajar mengajar yang bersifat langsung dan terjadi setiap hari dibahas. Untuk mencapai
tujuan-tujuan instruksional ini maka biasanya seorang guru perlu membuat Satuan Pelajaran (SP)
atau pada Kurikulum 2006 dikenal sebagai Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPP). Tujuan
instruksional ini dalam upaya mencapai tujuannya sangat ditentukan oleh kondisi proses
mengajar yang ada, antara lain: kompetensi pendidik, fasilitas belajar, anak didik, metode,
lingkungan dan faktor yang lain.
Menurut Bloom, dengan bukunya Taxonomy of Educational Objectives terbitan 1965,
bentuk perilaku sebagai tujuan yang harus dirumuskan dapat digolongkan kedalam 3 domain,
yaitu:
a. Domain Kognitif
Kognitif adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan kemampuan intelektual seperti
mengingat dan memecahkan masalah. Domain kognitif terbagi menjadi 6 tingkatan yaitu;
¬ pengetahuan (knowledge)
¬ pemahaman (comprehension)
¬ penerapan (application)
¬ analisa
¬ sintesis
¬ evaluasi.
b. Domain Afektif
Afektif berkenaan dengan sikaf, nilai-nilai dan afresiasi. Domain ini memiliki 5 tingkatan, yaitu;
¬ Penerimaan
¬ Merespon
¬ Menghargai
¬ mengorganisasi dan
¬ karakterisasi nilai.
c. Domain Psikomotor
Psikomotor adalah tujuan yang berhubungan dengan kemampuan keterampilan atau skill
seseorang. Dan tingkatannya yaitu ;
¬ persepsi (perception)
¬ kesiapan
¬ meniru (imitation)
¬ membiasakan (habitual)
¬ menyesuaikan (adaption)
¬ menciptakan (organization).
B. Komponen Materi
Materi kurikulum pada hakekatnya adalah isi kurikulum yang dikembangkan dan disusun
dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1) Materi kurikulum berupa bahan pelajaran terdiri dari bahan kajian atau topik-topik pelajaran
yang dapat dikaji oleh siswa dalam proses pembelajaran.
2) Mengacu pada pencapaian tujuan setiap satuan pelajaran.
3) Diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
4) Isi / materi kurikulum hakikatnya adalah semua kegiatan dan pengalaman yang dikembangkan
dan disusun untuk mencapai tujuan pendidikan.
Secara umum isi kurikulum itu dapat dikelompokan menjadi :
¬ Logika, yaitu pengetahuan tentang benar salah berdasarkan prosedur keilmuan.
¬ Etika, yaitu pengetahuan tentang baik buruk, nilai dan moral.
¬ Estetika, pengetahuan tentang indah-jelek, yang ada nilai seninya.
Pengembangan materi kurikulum harus berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Mengandung bahan kajian yang dapat dipelajari siswa dalam pembelajaran.
b. Berorientasi pada tujuan, sesuai dengan hirarki tujuan pendidikan.
c. Materi kurikulum mengandung aspek tertentu sesuai dengan tingkat tujuan kurikulum, yang
meliputi :
1) Teori
2) Konsep
3) Generalisasi
4) Prinsip
5) Prosedur
6) Fakta
7) Contoh atau Ilustrasi
8) Istilah
9) Definisi
10) Preposisi
Menurut Hilda Taba (1962) kriteria untuk memilih isi materi kurikulum yaitu :
a. Materi harus sahih dan signifikan, artinya menggambarkan pengetahuan mutakir.
b. Relevan dengan kenyataan social dan kultur agar anak lebih memahaminya.
c. Materi harus seimbang antara keluasan dan kedalaman.
d. Materi harus mencakup berbagai ragam tujuan.
e. Sesuai dengan kemampuan dan pengalaman peserta didik.
f. Materi harus sesuai kebutuhan dan minat peserta didik.
Banyak kegagalan dalam komponen ini karena guru tidak bisa memberikan pengalaman
belajar pada peserta didiknya. Cara untuk mewujudkan pengalaman peserta didik adalah dengan
merancang dan menjabarkan materi pelajaran menjadi berbagai kegiatan belajar. Menurut Taba
kegiatan belajar menimbulkan pengalaman belajar.
C. Komponen Proses
Komponen ini tentunya sangatlah penting dalam suatu proses pengajaran atau
pendidikan. Tujuan akhir dari proses belajar mengajar adalah diharapkan terjadinya perubahan
dalam tingkah laku anak. Komponen ini juga mempunyai keterkaitan erat dengan suasana belajar
kreativitas dalam belajar baik di dalam kelas maupun individual (di luar kelas) merupakan suatu
langkah yang tepat.
Dalam kaitannya dalam kemampuan guru dalam menciptakan suasana pengajaran yang
kondusif agar aktivitas tercipta dalam peroses pengajaran. Subandijah (1993) mengemukakan,
bahwa guru perlu memusatkan pada kepribadian dalam mengajar, menerapkan metode
mengajarnya, memusatkan pada proses yang produknya dan memusatkan pada manager dan
fasilitator merupakan suatu tuntunan dalam memperlancar proses belajar mengajar ini.
Semakin maju dunia pendidikan suatu negara maka peran-peran di atas tentunya semakin
digunakan oleh seorang pendidik suatu negara maka peran-peran di atas tentunya semakin
digunakan oleh seorang pendidik dalam menggeluti profesinya, bagi kita mungkin masih terlalu
ideal. Dan hal yang disampaikan Subandijah tersebut dapat dicapai bila guru dapat:
a. Memusatkan pada kepribadiannya dalam mengajar.
b. Menerapkan metode mengajarnya
c. Memusatkan pada proses dan produknya
d. Memusatkan pada kompetensi yang relevan
D. Komponen Evaluasi
Komponen evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan kurikulum dan menilai
proses implementasi kurikulum secara keseluruhan. Hasil evaluasi sebagai umpan balik guna
perbaikan dan penyempurnaan kurikulum, sebagai masukan dalam penentuan kebijakan
pengambilan keputusan tentang kurikulum pendidikan dapat dilihat dari komponen program,
pelaksanaan dan hasil yang dicapai.
Evaluasi dan kurikulum merupakan dua disiplin ilmu yang berdiri sendiri, ada pihak yang
berpendapat antara keduanya tidak ada hubungan, tetapi ada pihak lain yang menyatakan
keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. Hubungan tersebut merpakan hubungan sebab
akibat, perubahan dalam kurikulum berpengaruh pada evaluasi kurikulum, sebaliknya perubahan
evaluasi perubahan evaluasi akan memberi warna pada pelaksanaan kurikulum, hubungan antara
evaluasi dengan kurikulum bersifat organis dan prosesnya berlangsung secara evolusioner.
Evaluasi kurikulum sukar di rumuskan secara tegas hal itu disebabkan beberapa faktor :

1. Evaluasi kurikulum berkenaan dengan fenomena-fenomena yang terus berubah


2. Objek evaluasi kurikulum adalah sesuatu yang berubah-ubah sesuai dengan konsep yang
digunakan
3. Evaluasi kurikulum merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh manusia yang sifatnya
juga berubah

Konsep-konsep evaluasi kurikulum dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Deskriptif
2. Preskriptif

Luas atau sempitnya suatu suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh
tujuannya. Doll (1976) mengemukakan syarat-syarat suatu program evaluasi kurikulum yaitu
suatu evaluasi kurikulum harus nilai dan penilaian. Punya tujuan atau sasaran yang jelas, bersifat
menyeluruh dan terus menerus berfungsi diagnostik dan tevintegrasi.
Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi yang menjadi
fokus evaluasi, salah satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah kuantitas dan kualitas.
Konsep kurikulum yang menekankan isi, memberikan peranan besar pada analisis
pengetahuan baru yang ada, konsep penilaian menutut penilaian secara rinci tentang lingkungan
belajar, dan konsep organisasi memberi perhatian besar pada struktur belajar. Pengembangan
kurikulum yang menekankan isi membutuhkan waktu mempersiapakan situasi belajar dan
menyatukannya dengan tujuan pengajaran yang cukup lama. Kurikulum yang menekankan pada
situasi waktu untuk mempersiapkannya lebih pendek, sedangkan kurikulum yang menekankan
pada organisasi waktu persiapannya hampir sama dengan kurikulum yang menekankan pada isi,
kurikulum yang menekankan organisasi, strategi penyebarannya sangat mengutamakan latihan
guru.
Model evaluasi kaitannya dengan teori kurikulum perbedaan konsep dan strategi
pengembangan dan penyebaran kurikulumnya. Juga menimbulkan perbedaan dalam rancangan
evaluasi. Model evaluasi yang bersifat komporatif atau menekankan pada objek sangat sesuai
bagi kurikulum yang bersifat rasional dan menekankan isi, dalam kurikulum menekankan situasi
sukar disusun evaluasi yang bersifat kompratif karena konteksnya bukan terhadap guru atau satu
tujuan tetapi terdapat banyak tujuan.
Pada kurikulum yang menekankan organisasi, tugas evaluasi lebih sulit lagi, karena isi
dan hasil kurikulum bukan hal yang utama, yang utama adalah aktivitas dan kemampuan siswa
salah satu pemecahan bagi masalah ini dengan pendekatan yang bersifat elektrik seprti dalam
proyek kurikulum humanistik dan care (center for applied research in education) dalam proyek
itu dicari perbandingan materi antara proyek yang menggunakan guru yang terlatih dengan yang
tidak terlatih. Dalam evaluasinya juga diteliti pengaruh umum dari proyek, dengan cara
mengumpulkan bahan-bahan secara studi kasus dari sekolah-sekolah proyek.
Teori kurikilim dan teori evaluasi, model evaluasi kurikulum berkaitan erat dengan
konsep kurikulum yang digunakan, seperti model pengembangan dan penyebaran dihasilkan oleh
kurikulum yang menekankan isi.
Macam-macam model evaluasi yang dipergunkan bertumpu pada aspek -aspek tertentu
yang diutamakan dalam proses pelaksanaan kurikulum. Model evaluasi yang bersifat kompratif
berkaitan erat dengan tingkah-tingkah laku individu, evaluasi yang menekakan tujuan berkaitan
erat dengan kurikulum yang menekankan pada bahan ajar atau isi kurikulum model (pendekatan)
antropologis dalam evaluasi ditujukan untuk mengevaluasi tingkah-tingkah laku dalam suatu
lembaga sosial, dengan demikian sesungguhnya terdpat hubungan yang sangat erat antara
evaluasi dengan kurikulum.
a. Peranan evaluasi kurikulum
Evaluasi kurikulum dapat dilihat sebagai proses sosial dan sebagai institusi sosial mempunyai
asal usul, sejarah struktur serta intersef sendiri, beberapa karakteristik dari proyek-proyek
kurikulumyang telah dikembangkan di inggris, misalnya :
1. Lebih berkenaan dengan inovasi daripada dengan kurikulum yang ada
2. Lebih berskala nasional daripada lokal
3. Dibiayai oleh grant dari luar yang berjangka pendek daripada oleh anggaran tetap
4. Lebih banyak dipengaruhi oleh kebiasaan penelitian yang bersifat psikometris daripada kebiasaan
lamayang berupa penelitian social.

Peranan evaluasi kebijaksanaan dalam kurikulum khususnya pendidikan umumnya


minimal berkenaan dengan 3 hal yaitu :
1. Evaluasi sebagai moral judgement, konsep utama dalam evaluasi adalah masalah nilai, hasil dari
suatu evaluasi berisi suatu nilai yang akan digunakan untuk tindakan selanjutnya hal ini
mengandung dua pengertian, evaluasi berisi suatu skala nilai moral, berdasarkan skala tersebut
suatu objek evaluasi dapat dinilai, dan evaluasi berisi suatu perangkat kriteria praktis
berdasarkan kriteria-kriteria suatu hasil dapat dinilai.
2. Evaluasi dan penentuan keputusan, pengambilan keputusan dalam pelaksanaan pendidikan atau
kurikulumbanyak yaitu:guru, murid, orang tua, kepala sekolah, para inspektur, pengembangan
kurikulum dll, beberapa diantara mereka yang memegang peranan paling besar dalam penetuan
keputusan. Pada prinsipnya tiap individu diatas membuat keputusansesuai dengan posisinya.
3. Evaluasi dan konsesus nilai dalam berbagai situasi pendidkan serta kegiatan pelaksanaan evaluasi
kurikulum sejumlah nilai-nilai dibawakan oleh orang-orang yang ikut terlibat dalam kegiatan
penilaian atau evaluasi, para partisipan dalam evaluasi pendidikan dapat terdiri dari :orang tua,
murid, guru, pengembang kurikulum, administrator, ahli politik, ahli ekonomi, penerbit, arsitek
dsb. Bagaimana caranya agar dapat diantara mereka terdapat kesatuan penilaian hanya dapat di
capai melalui suatu konsensus.
Evaluasi merupakan komponen untuk melihat efektifitas pencapaian tujuan. Dalam konteks
kurikulum evaluasi dapat berfungsi untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah
tercapai atau belum, juga digunakan sebagai umpan balik dalam perbaikan strategi yang
ditetapkan.
Evaluasi juga merupakan salah satu komponen kurikulum, dengan evaluasi dapat diperoleh
informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran, keberhasilah siswa, guru dan
proses pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan hasil evaluasi dapat dibuat keputusan kurikulum itu
sendiri, pembelajaran, kesulitan dan upaya bimbingan yang diperlukan. Aspek yang dinilai
bertitik tolak dari tujuan yang akan dicapai.
Persyaratan suatu instrument penilaian adalah aspek validitas, realiabilitas, obyektivitas,
kepraktisan dan pembedaan. Penilaian harus bernilai objektif, dilakukan berdasarkan tanggung
jawab kelompok guru, rencana terkait dengan pelaksanaan kurikulum sesuai tujuan dan materi
kurikulum dengan alat ukur yang handal dan mudah dilaksanakan serta memberikan hasil yang
akurat.
Dalam evaluasi dapat di kelompokan kedalam dua jenis yaitu:
a) Tes
Tes biasanya digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam asfek kognitif. Tes
memiliki dua kriteria yaitu tes memiliki tingkat validitas seandainya dapat mengukur yang
hendak diukur. Kedua memiliki tingkat reliabilitas/kendalan jika tes tersebut bisa menghasilkan
informasi yang konsisten. Tes berdasarkan jumlah peserta dibedakan jadi tes kelompok yaitu
dilakukan terhadap sejumlah siswa secara bersama-sama dan tes individu adalah tes yang
dilakukan kepada seorang individu secara perorangan. Tes dilihat dari cara penyusunannya yaitu
tes buatan guru yaitu untuk menghasilkan informasi yang dibutuhkan oleh guru bersangkutan
dan tes standar adalah tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dan memprediksi
kemampuan siswa pada masa yang akan datang. Tes dilihat dari pelaksanaannya dibedakan
menjadi tes tertulis adalah dengan cara siswa menjawab sejumlah soal secara tertulis dan tes
lisan adalah tes yang dilakukan langsung komunikasi dengan siswa secara verbal.
b) Non Tes
Non tes adalah alat evaluasi yang biasanya digunakan untuk asfek tingkah laku termasuk
sikap, minat dan motivasi. Beberapa jenis non tes yaitu :
· Observasi
Observasi adalah penilaian dengan cara mengamati tingkah laku pada situasi tertentu. Observasi
dibedakan jadi observasi partisipatif yaitu dimana observer ikut kedalam objek yang sedang dia
observasi. Observasi non partisipatif yaitu observasi yang dilakukan dengan cara observer murni
sebagai pengamat.
· Wawancara
Wawancara adalah komunikasi langsung antara pewawancara dan yang diwawancarai. Ada dua
jenis wawancara yaitu wawancara langsung apabila pewawancara melakukan komunikasi
dengan subjek yang akan dievaluasi. Wawancara tidak langsung apabila pewawancara
mengumpulkan data subjek melalui pelantara.
· Studi kasus
Studi kasus dilaksanakan untuk mempelajari individu dalam periode tertentu secara terus
menerus.
· Skala Penilaian
Skala penilaian/rating acale adalah salah satu alat penilaian dengan mengunakan alat yang telah
disusun dari yang negatif sampai positif, sehingga pada skala tersebut penilai tunggal
membubuhi tanda.
2.2. Konsep dan Teori Kurikulum
Teori kurikulum adalah suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap
kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-
unsur kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan/penggunaan dan evaluasi kurikulum.
Konsep terpenting yang perlu mendapat penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep
kurikulum.

1. Konsep kurikulum
Konsep terpenting yang perlu mendapatkan penjelasan dalam teori kurikulum adalah
konsep kurikulum. Ada tiga konsep tentang kurikulum, kurikulum sebagai substansi, sebagai
sistem, dan sebagai bidang studi.
a. Konsep pertama, kurikulum sebagai suatu substansi:
Suatu kurikulum, dipandang orang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di
sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum juga dapat
menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan
belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai
dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara para penyusun kurikulum dan
pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan masyarakat. Suatu kurikulum juga dapat mencakup
lingkup tertentu, suatu sekolah, suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara.
b. Konsep kedua, adalah kurikulum sebagai suatu sistem:
Yaitu sistem kurikulum. Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem
pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia,
dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi,
dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu
kurikulum, dan fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap
dinamis.
c. Konsep ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi:
Yaitu bidang studi kurikulum. Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli
pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu
tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum
mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan berbagai
kegiatan penelitian dan percobaan, mereka menemukan hal-hal barn yang dapat memperkaya dan
memperkuat bidang studi kurikulum.
Seperti halnya para ahli ilmu sosial lainnya, para ahli teori kurikulum juga dituntut untuk:
1) Mengembangkan definisi-definisi deskriptif dan preskriptif dari istilah-istilah teknis,
2) Mengadakan klasifikasi tentang pengetahuan yang telah ada dalam pengetahuan-pengetahuan
baru,
3) Melakukan penelitian inferensial dan prediktif,
4) Mengembangkan subsubteori kurikulum, mengembangkan dan melaksanakan model-model
kurikulum.
Keempat tuntutan tersebut menjadi kewajiban seorang ahli teori kurikulum. Melalui
pencapaian keempat hal tersebut baik sebagai subtansi, sebagai sistem, maupun bidang studi
kurikulum dapat bertahan dan dikembangkan.

2. Perkembangan Teori Kurikulum


Perkembangan teori kurikulum tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangannya.
Perkembangan kurikulum telah dimulai pada tahun 1890 dengan tulisan Charles dan McMurry,
tetapi secara definitif berawal pada hasil karya Franklin Babbit tahun 1918. Bobbit Bering
dipandang sebagai ahli kurikulum yang pertama, is perintis pengembangan praktik kurikulum.
Bobbit adalah orang pertama yang mengadakan analisis kecakapan atau pekerjaan sebagai cara
penentuan keputusan dalam penyusunan kurikulum. Dia jugalah yang menggunakan pendekatan
ilmiah dalam mengidentifikasi kecakapan pekerjaan dan kehidupan orang dewasa sebagai dasar
pengembangan kurikulum.
Menurut Bobbit, inti teori kurikulum itu sederhana, yaitu kehidupan manusia. Kehidupan
manusia meskipun berbeda-beda pada dasarnya sama, terbentuk oleh sejumah kecakapan
pekerjaan. pendidikan berupaya mempersiapkan kecakapan-kecakapan tersebut dengan teliti dan
sempurna. Kecakapan-kecakapan yang harus dikuasai untuk dapat terjun dalam kehidupan
sangat bermacam-macam, bergantung pada tingkatannya maupun jenis lingkungan. Setiap
tingkatan dan lingkungan kehidupan menuntut penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap,
kebiasaan, apresiasi tertentu. Hal-hal itu merupakan tujuan kurikulum. Untuk mencapai hal-hal
itu ada serentetan pengalaman yang harus dikuasai anak. Seluruh tujuan beserta pengalaman-
pengalaman tersebut itulah yang menjadi bahan kajian teori kurikulum.
Werrett W. Charlters (1923) setuju dengan konsep Bobbit tentang analisis
kecakapan/pekerjaan sebagai dasar penyusunan kurikulum. Charters lebih menekankan pada
pendidikan vokasional.
Ada dua hal yang sama dari teori kurikulum, teori Bobbit dan Charters:
1. Keduanya setuju atas penggunaan teknik ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah
kurikulum. Dalam hal ini mereka dipengaruhi oleh gerakan ilmiah dalam pendidikan yang
dipelopori oleh E.L. Thorndike, Charles Judd, dan lain-lain.
2. Keduanya bertolak pada asumsi bahwa sekolah berfungsi mempersiapkan anak bagi kehidupan
sebagai orang dewasa. Untuk mencapai hal tersebut, perlu analisis tentang tugas-tugas dan
tuntutan dalam kurikulum disusun keterampilan, pengetahuan, sikap, nilai, dan lain-lain yang
diperlukan untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan orang dewasa. Bertolak pada hal-hal
tersebut mereka menyusun kurikulum secara lengkap dalam bentuk yang sistematis.
Mulai tahun 1920, karena pengaruh pendidikan progresif, berkembang gerakan
pendidikan yang berpusat pada anak (child centered). Teori kurikulum berubah dari yang
menekankan pada organisasi isi yang diarahkan pada kehidupan sebagai orang dewasa (Bobbit
dan Charters) kepada kehidupan psikologis anak pada saat ini. Anak menjadi pusat perhatian
pendidikan. Isi kurikulum harus didasarkan atas minat dan kebutuhan siswa. pendidikan
menekankan kepada aktivitas siswa, siswa belajar melalui pengalaman. Penyusunan kurikulum
harus melibatkan siswa.
Perkembangan teori kurikulum selanjutnya dibawakan oleh Hollis Caswell. Dalam
peranannya sebagai ketua divisi pengembang kurikulum di beberapa negara bagian di Amerika
Serikat (Tennessee, Alabama, Florida, Virginia), itu mengembangkan konsep kurikulum yang
berpusat pada masyarakat atau pekerjaan (society centered) maka Caswell mengembangkan
kurikulum yang bersifat interaktif. Dalam pengembangan kurikulumnya, Caswell menekankan
pada partisipasi guru-guru, berpartisipasi dalam menentukan kurikulum, menentukan struktur
organisasi dari penyusunan kurikulum, dalam merumuskan pengertian kurikulum, merumuskan
tujuan, memilih isi, menentukan kegiatan belajar, desain kurikulum, menilai hasil, dan
sebagainya.
Pada tahun 1947 di Univeristas Chicago berlangsung diskusi besar pertama tentang teori
kurikulum. Sebagai hasil diskusi tersebut dirumuskan tiga tugas utama teori kurikulum:
a. Mengidentifikasi masalah-masalah penting yang muncul dalam pengembangan kurikulum dan
konsep-konsep yang mendasarinya,
b. Menentukan hubungan antara masalah-masalah tersebut dengan struktur yang mendukungnya,
c. Mencari atau meramalkan pendekatan-pendekatan pada masa yang akan datang untuk
memecahkan masalah tersebut.
Ralph W. Tylor (1949) mengemukakan empat pertanyaan pokok yang menjadi inti kajian
kurikulum:
1. Tujuan pendidikan yang manakah yang ingin dicapai oleh sekolah?
2. Pengalaman pendidikan yang bagaimanakah yang harus disediakan untuk mencapai tujuan
tersebut?
3. Bagaimana mengorganisasikan pengalaman pendidikan tersebut secara efektif?
4. Bagaimana kita menentukan bahwa tujuan tersebut telah tercapai?
Empat pertanyaan pokok tentang kurikulum dari Tylor ini banyak dipakai oleh para
pengembangan kurikulum berikutnya. Dalam konferensi nasional perhimpunan pengembang dan
pengawas kurikulum tahun 1963 dibahas dua makalah penting dari George A. Beauchamp dan
Othanel Smith. Beauchamp menganalisis pendekatan ilmiah tentang tugas-tugas pengembangan
teori dalam kurikulum. Menurut Beauchamp, teori kurikulum secara konseptual berhubungan
erat dengan pengembangan teori dalam ilmu-ilmu lain.
Hal-hal yang penting dalam pengembangan teori kurikulum adalah penggunaan istilah-
istilah teknis yang tepat dan konsisten, analisis dan klasifikasi pengetahuan, penggunaan
penelitianpenelitian preckktif untuk menambah konsep, generalisasi atau kaidahkaidah, sebagai
prinsip-prinsip yang menjadi pegangan dalam menjelaskan fenomena kurikulum.
Dalam makalah kedua, Othanel Smith menguraikan peranan filsafat dalam
pengembangan teori kurikuklm yang bersifat ilmiah. Menurut Smith, ada tiga sumbangan utama
filsafat terhadap teori kurikulum, yaitu dalam :
(1) Merumuskan dan mempertimbangan tujuan pendidikan,
(2) Memilih dan menyusun bahan,
(3) Perluasan bahasa khusus kurikulum.
James B. MacDonald (1964) melihat teori kurikulum dari model sistem. Ada empat
sistem dalam persekolahan yaitu kurikulum, pengajaran (instruction), mengajar (teaching), dan
belajar. Interaksi dari empat sistem ini dapat digambarkan dengan suatu diagram Venn. Melihat
kurikulum sebagai suatu sistem dalam sistem yang lebih besar yaitu persekolahan dapat
memperjelas pemikiran tentang konsep kurikulum. Penggunaan model sistem juga dapat
membantu para ahli teori kurikulum menentukan jenis dan lingkup konseptualisasi yang
diperlukan dalam teori kurikulum.
Broudy, Smith, dan Burnett (1964) menjelaskan makalah persekolahan dalam suatu
skema yang menggambarkan komponen-komponen dari keseluruhan proses mempengaruhi
anak. Beauchamp merangkumkan perkembangan teori kurikulum antara tahun 1960 sampai
dengan 1965. la mengidentifikasi adanya enam komponen kurikulum sebagai bidang studi, yaitu:
a. Landasan kurikulum,
b. Isi kurikulum,
c. Desain kurikulum,
d. Rekayasa kurikulum,
e. Evaluasi dan penelitian,
f. Pengembangan teori.
Thomas L. Faix (1966) menggunakan analisis struktural-fungsional yang berasal dari
biologi, sosiologi, dan antropologi untuk menjelaskan konsep kurikulum. Fungsi kurikulum
dilukiskan sebagai proses bagaimana memelihara dan mengembangkan strukturnya. Ada
sejumlah pertanyaan yang diajukan dalam analisis struktural-fungsional ini. Topik dan subtopik
dari pertanyaan ini menunjukkan fenomena-fenomena kurikulum. Pertanyaan-pertanyaan itu
menyangkut:
(1) Pertanyaan umum tentang fenomena kurikulum,
(2) Sistem kurikulum,
(3) Unit analisis dan unsurunsurnya,
(4) Struktur sistem kurikulum,
(5) Fungsi sistem kurikulum,
(6) Proses kurikulum, dan
(7) Prosedur analisis struktural-fungsional.
Alizabeth S. Maccia. (1965) dari hasil analisisnya menyimpulkan adanya empat teori
kurikulum, yaitu:
1. Teori kurikulum (curriculum theory),
2. Teori kurikulum-formal (formal-curriculum theory),
3. Teori kurikulum valuasional (valuational curriculum theory),
4. Teori kurikulum praksiologi (praxiological curriculum theory).
Teori kurikulum (curriculum Theory atau event theory) merupakan teori yang
menguraikan pemilihan dan pemisahan kejadian/peristiwa kurikulum atau yang berhubungan
dengan kurikulum dan yang bukan. Menurut Maccia, kurikulum merupakan bagian dari
pengajaran, teori kurikulum merupakan subteori pengajaran. Teori kurikulum formal
memusatkan perhatiannya pada struktur isi kurikulum. Teori kurikulum valuasional mengkaji
masalah-masalah pengajaran apa yang berguna/ berharga bagi keadaan sekarang.
Teori kurikulum praksiologi merupakan suatu pengkajian tentang proses untuk mencapai
tujuan-tujuan kurikulum. Walaupun mungkin, kita tidak setuju dengan seluruh pendapat Maccia,
tetapi is telah berhasil menunjukkan sejumlah dimensi kurikulum yang cukup berharga untuk
menjelaskan teori kurikulum.
Mauritz Johnson (1967) membedakan antara kurikulum dengan proses pengembangan
kurikulum. Kurikulum merupakan basil dari sistem pengembangan kurikulum, tetapi sistem
pengembangan bukan kurikulum. Menurut Johnson, kurikulum merupakan seperangkat tujuan
belajar yang terstruktur. Jadi, kurikulum berkenaan dengan tujuan dan bukan dengan kegiatan.
Berdasarkan rumusan kurikulum tersebut, pengalaman belajar anak menjadi bagian dari
pengajaran.
Johnson menganalisis enam unsur kurikulum, yaitu:
1. A curriculum is a structured series of intended learning out comes.
2. Selection is an essential aspect of curriculum formulation.
3. Structure is an essential charactistic of curriculum.
4. Curriculum guide instrcution
5. Curriculum evaluation involeves validation of both selection and structure.
6. Curriculum is the criterion for instructional evaluation.
Jack R. Frymier (1967) mengemukakan tiga unsur dasar kurikulum, yaitu aktor, artifak,
dan pelaksanaan. Aktor adalah orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan kurikulum. Artifak
adalah isi dan rancangan kurikulum. Pelaksanaan adalah proses interaksi antara aktor yang
melibatkan artifak. Studi kurikulum menurut Frymier meliputi tiga langkah: perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi.
Ada beberapa masalah atau isu substansial dalam pembahasan tentang teori kurikulum,
yaitu:
a. Definisi kurikulum,
b. Sumber-sumber kebijaksanaan kurikulum,
c. Desain kurikulum, rekayasa kurikulum,
d. Peranan nilai dalam pengembangan kurikulum,
e. Implikasi teori kurikulum.
Semua rumusan teori kurikulum diawali dengan definisi. Definisi di sini bukan sekadar
definisi istilah, melainkan definisi konsep, isi dan ruang lingkup, serta struktur. Beberapa
pertanyaan umum tentang karakteristik kurikulum sebagai bidang studi yang perlu didefinisikan
umpamanya, apakah kurikulum merupakan suatu konsep dalam sistem persekolahan? Apakah
kurikulum mencakup mengajar dan pengajaran? Sampai sejauh mana kegiatan belajar siswa
menjadi bagian kurikulum? Apakah ruang lingkup kurikulum sebagai bidang studi? Beberapa
pertanyaan yang lebih khusus, yang lebih berkenaan dengan karakteristik desain kurikulum,
umpamanya apakah kurikulum harus memiliki serangkaian tujuan khusus? Apakah kurikulum
perlu memiliki sejumlah materi untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut? Apakah kurikulum perlu
mengadakan rumusan yang lebih spesifik tentang rencana dan bahan pengajaran? Apakah perlu
ada spesifikasi tentang makna perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum?

3. Desain dan Rekayasa Kurikulum


Telah diutarakan sebelumnya bahwa ada dua subteori dari teori kurikulum, yaitu desain
kurikulum (curriculum design) dan rekayasa kurikulum (curriculum engineering).
Desain kurikulum merupakan suatu pengorganisasian tujuan, isi, serta proses belajar yang
akan diikuti siswa pada berbagai tahap perkembangan pendidikan. Dalam desain kurikulum akan
tergambar unsur-unsur dari kurikulum, hubungan antara satu unsur dengan unsur lainnya,
prinsipprinsip pengorganisasian, serta hal-hal yang diperlukan dalam pelaksanaannya.
Dalam desain kurikulum, ada dua dimensi penting, yaitu:
(1) Substansi, unsur-unsur serta organisasi dari dokumen tertulis kurikulum,
(2) Model pengorganisasian dan bagian-bagian kurikulum terutama organisasi dan proses
pengajaran.

Menurut Beauchamp, kurikulum mempunyai tiga karakteristik, yaitu:


(1) Kurikulum merupakan dokumen tertulis,
(2) Berisi garis-garis besar rumusan tujuan, berdasarkan garis-garis besar tujuan tersebut desain
kurikulum disusun,
(3) Isi atau materi ajar, dengan materi tersebut tujuantujuan kurikulum dapat dicapai.
Ada dua hal yang perlu ditambahkan dalam desain kurikulum:
1. Ketentuan-ketentuan tentang bagaimana penggunaan kurikulum, serta bagaimana mengadakan
penyemprunaan-penyempurnaan berdasarkan masukan dari pengalaman.
2. Kurikulum itu dievaluasi, baik bentuk desainnya maupun sistem pelaksanaannya.
Rekayasa kurikulum berkenaan dengan bagaimana proses memfungsikan kurikulum di sekolah,
upaya-upaya yang perlu dilakukan para pengelola kurikulum agar kurikulum dapat berfungsi
sebaik-baiknya. pengelola kurikulum di sekolah terdiri atas para pengawas/penilik dan kepala
sekolah, sedangkan pada tingkat pusat adalah Kepala Pusat Pengembangan Kurikulum Balitbang
Dikbud dan para Kasubdit/Kepala Bagian Kurikulum di Direktorat.
Dengan menerima pelimpahan wewenang dari Menteri atau Dirjen, para pejabat pusat tersebut
merancang, mengembangkan, dan mengadakan penyempurnaan kurikulum. Juga mereka
memberi tugas dan tanggung jawab menyusun dan mengembangkan berbagai bentuk pedoman
dan petunjuk pelaksanaan kurikulum. Para pengelola di daerah dan sekolah berperan
melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan kurikulum.
Seluruh sistem rekayasa kurikulum menurut Beauchamp mencakup lima hal, yaitu:
a. Arena atau lingkup tempat dilaksanakannya berbagai proses rekayasa kurikulum,
b. Keterlibatan orang-orang dalam proses kurikulum,
c. Tugas-tugas dan prosedur perencanaan kurikulum,
d. Tugas-tugas dan prosedur implementasi kurikulum,
e. Tugas-tugas dan prosedur evaluasi kurikulum.
Dari semua uraian tentang hal-hal yang berkaitan dengan teori kurikulum, Beauchamp
(hal. 82) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan teori kurikulum, yaitu:
1. Setiap teori kurikulum harus dimulai dengan perumusan (definisi) tentang rangkaian kejadian
yang dicakupnya.
2. Setiap teori kurikulum harus mempunyai kejelasan tentang nilai-nilai dan sumber-sumber
pangkal tolaknya.
3. Setiap teori kurikulum perlu menjelaskan karakteristik dari desain kurikulumnya.
4. Setiap teori kurikulum harus menggambarkan proses-proses penentuan kurikulumnya serta
interaksi di antara proses tersebut.
5. Setiap teori kurikulum hendaknya menyiapkan diri bagi proses penyempurnaannya.

2.3. Langkah - Langkah Pengembangan Kurikulum


a. Sumber Pengembangan Kurikulum
Dari kajian sejarah kurikulum, kita mengetahui beberapa hat yang menjadi sumber atau
landasan inti penyusunan kurikulum. Pengembangan kurikulum pertama bertolak dari kehidupan
dan pekerjaan orang dewasa. Karena sekolah mempersiapkan anak bag! kehidupan orang
dewasa, kurikulum terutama isi kurikulum diambil dari kehidupan orang dewasa. Para
pengembang kurikulum mendasarkan kurikulumnya atas hasil analisis pekerjaan dan kehidupan
orang dewasa.
Dalam pengembangan selanjutnya, sumber in! menjadi lugs meliputi semua unsur
kebudayaan. Manusia adalah makhluk yang berbudaya, hidup dalam lingkungan budaya, dan
turut menciptakan budaya. Untuk dapat hidup dalam lingkungan budaya, ia harus mempelajari
budaya, maka budaya menjadi sumber utama isi kurikulum. Budaya ini mencakup semua disiplin
ilmu yang telah ditemukan dan dikembangkan para pakar, nilai-nilai adat-istiadat, perilaku,
benda-benda, dan lain-lain.
Sumber lain penyusunan kurikulum adalah anak. Dalam pendidikan atau pengajaran,
yang belajar adalah anak. Pendidikan atau pengajaran bukan memberikan sesuatu pada anak,
melainkan menumbuhkan potensipotensi yang telah ada pada anak. Anak menjadi sumber
kegiatan pengajaran, ia menjadi sumber kurikulum. Ada tiga pendekatan terhadap anak sebagai
sumber kurikulum, yaitu kebutuhan siswa, perkembangan siswa, serta minat siswa. Jadi, ada
pengembangan kurikulum bertolak dari kebutuhan-kebutuhan siswa, tingkat-tingkat
perkembangan siswa, serta hal-hal yang diminati siswa.
Beberapa pengembang kurikulum mendasarkan penentuan kurikulum kepada
pengalaman-pengalaman penyusunan kurikulum yang lalu. Pengalaman pengembangan
kurikulum yang lalu menjadi sumber penyusunan kurikulum kemudian. Hal lain yang menjadi
sumber penyusunan kurikulum adalah nilai-nilai. Beauchamp menegaskan bahwa nilai dapat
merupakan sumber penentuan keputusan yang dinamis.
Pertanyaan pertama yang muncul dalam kurikulum yang berdasarkan nilai adalah:
Apakah yang harus diajarkan di sekolah? Ini merupakan pertanyaan tentang nilai. Nilai-nilai
apakah yang harus diberikan dalam pelaksanaan kurikulum? Nilai-nilai apa yang digunakan
sebagai kriteria penentuan kurikulum dan pelaksanaan kurikulum.
Terakhir yang menjadi sumber penentuan kurikulum adalah kekuasaan sosial-politik. Di
Amerika Serikat pemegang kekuasaan sosial-politik yang menentukan kebijaksanaan dalam
kurikulum adalah board of education lokal yang mewakill negara bagian. Di Indonesia,
pemegang kekuasaan sosialpolitik dalam penentuan kurikulum adalah Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan yang dalam pelaksanaannya dilimpahkan kepada Dirjen Pendidikan Dasar dan
Menengah serta Dirjen Pendidikan Tinggi bekerja sama dengan Balitbangdikbud. pada
pendidikan dasar dan menengah, kekuasaan penyusunan kurikulum sepenuhnya ada pada pusat,
sedangkan pada perguruan tinggi rektor diberi kekuasaan untuk menentukan kebijaksanaan-
kebijaksanaan dalam penyusunan kurikulum.
b. Langkah - Langkah Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum meliputi empat langkah, yaitu merumuskan tujuan pembelajaran
(instructional objective), menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar (selection of learning
experiences), mengorganisasi pengalaman-pegalaman belajar (organization of learning
experiences), dan mengevaluasi (evaluating).
1. Merumuskan Tujuan Pembelajaran (instructional objective)
Terdapat tiga tahap dalam merumuskan tujuan pembelajaran.
· Tahap yang pertama yang harus diperhatikan dalam merumuskan tujuan adalah memahami tiga
sumber, yaitu siswa (source of student), masyarakat (source of society), dan konten (source of
content).
· Tahap kedua adalah merumuskan tentative general objective atau standar kompetensi (SK)
dengan memperhatikan landasan sosiologi (sociology), kemudian di-screen melalui dua landasan
lain dalam pengembangan kurikulum yaitu landasan filsofi pendidikan (philosophy of learning)
dan psikologi belajar (psychology of learning).
· Tahap ketiga adalah merumuskan precise education atau kompetensi dasar (KD).

2. Merumuskan dan Menyeleksi Pengalaman-Pengalaman Belajar (selection of learning


experiences)
Dalam merumuskan dan menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar dalam
pengembangan kurikulum harus memahami definisi pengalaman belajar dan landasan psikologi
belajar (psychology of learning). Pengalaman belajar merupakan bentuk interaksi yang dialami
atau dilakukan oleh siswa yang dirancang oleh guru untuk memperoleh pengetahuan dan
ketrampilan. Pengalaman belajar yang harus dialami siswa sebagai learning activity
menggambarkan interaksi siswa dengan objek belajar. Belajar berlangsung melalui perilaku aktif
siswa; apa yang ia kerjakan adalah apa yang ia pelajari, bukan apa yang dilakukan oleh guru.
Dalam merancang dan menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar juga memperhatikan
psikologi belajar.
3. Mengorganisasi Pengalaman Pengalaman Belajar (organization of learning experiences)
Pengorganisasi atau disain kurikulum diperlukan untuk memudahkan anak didik untuk
belajar. Dalam pengorganisasian kurikulum tidak lepas dari beberapa hal penting yang
mendukung, yakni: tentang teori, konsep, pandangan tentang pendidikan, perkembangan anak
didik, dan kebutuhan masyarakat. Pengorganisasian kurikulum bertalian erat dengan tujuan
pendidikan yang ingin dicapai. Oleh karena itu kurikulum menentukan apa yang akan dipelajari,
kapan waktu yang tepat untuk mempelajari, keseimbangan bahan pelajaran, dan keseimbangan
antara aspek-aspek pendidikan yang akan disampaikan.
4. Mengevaluasi (evaluating) Kurikulum
Langkah terakhir dalam pengembangan kurikulum adalah evaluasi. Evaluasi adalah
proses yang berkelanjutan di mana data yang terkumpul dan dibuat pertimbangan untuk tujuan
memperbaiki sistem. Evaluasi yang seksama adalah sangat esensial dalam pengembangan
kurikulum. Evaluasi dirasa sebagai suatu proses membuat keputusan , sedangkan riset sebagai
proses pengumpulan data sebagai dasar pengambilan keputusan.
Perencana kurikulum menggunakan berbagai tipe evaluasi dan riset. Tipe-tipe evaluasi adalah
konteks, input, proses, dan produk. Sedagkan tipe-tipe riset adalah aksi, deskripsi, historikal, dan
eksperimental. Di sisi lain perencana kurikulum menggunakan evaluasi formatif (proses atau
progres) dan evaluasi sumatif (outcome atau produk).
Terdapat dua model evaluasi kurikulum yaitu model Saylor, Alexander, dan Lewis, dan
model CIPP yang didesain oleh Phi Delta Kappa National Study Committee on Evaluation yang
diketuai Daniel L. Stufflebeam.
Menurut model Saylor, Alexander, dan Lewis terdapat lima komponen kurikulum yang
dievaluasi, yaitu tujuan (goals, subgoals, dan objectives), program pendidikan secara
keseluruhan (the program of education as a totality), segmen khusus dari program
pendidikan ( the specific segments of the education program, pembelajaran (instructional), dan
program evaluasi (evaluation program). Komponen pertama, ketiga, dan keempat mempunyai
konttribusi pada komponen kedua (program pendidikan secara keseluruhan). Pada komponen
kelima, program evaluasi, disarankan sangat perlu untuk mengevaluasi evaluasi program itu
sendiri, sebab hal ini suatu operasi idependen yang mempunyai implikasi pada proses evaluasi.
Pada model CIPP mengkombinasikan tiga langkah utama dalam proses evaluasi, yaitu:
· penggambaran (delineating),
· perolehan (obtainin),
· penyediaan (providing);
Tiga kelas perubahan yaitu homeostastis, incrementalisme, dan neomobilisme; dan empat
tipe evaluasi (konteks, input, proses, dan produk); serta empat tipe keputusan ( planning,
structuring, implementing, dan recycling).
Evaluator kurikulum yang dipekerjakan oleh sistem sekolah dapat berasal dari dalam maupun
dari luar. Banyak evaluasi kurikulum dibebankan pada guru-guru di mana mereka bekerja.
Dalam mengevaluasi harus memenuhi empat standar evaluasi yaitu:
· utility,
· feasibility,
· propriety,
· accuracy.
Evaluasi kurikulum merupakan titik kulminasi perbaikan dan pengembangan kurikulum.
Evaluasi ditempatkan pada langkah terakhir, evaluasi mengkonotasikan akhir suatu siklus dan
awal dari siklus berikutnya. Perbaikan pada siklus berikutnya dibuat berdasarkan hasil evaluasi
siklus sebelumnya.
Dalam kegiatan mengembangkan suatu kurikulum maka kita memerlukan prinsip-prinsip
yang harus diperhatikan yaitu prinsip:
· relevansi,
· efektifitas,
· efisiensi,
· kesinambungan
· fleksibilitas.
Salah satu fungsi pendidikan dan kurikulum bagi masyarakat adalah menyiapkan peserta
didik untuk hidup di kemudian hari. Dikatakan bahwa bentuk paling sederhana dari kurikulum
adalah merupakan himpunan pengalaman, sistem nilai, pengetahuan, keterampilan dan pola
sikap yang ingin dihantarkan kepada peserta didik dengan harapan bahwa keseluruhan yang
dihantarkan tersebut merupakan bekal para peserta didik dalam mengembangkan diri di dalam
masyarakat dikemudian hari.

Pengembangan kurikulum pada dasarnya berkisar pada hal-hal yang berkenaan dengan
hal-hal berikut :
1. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang melaju terlalu cepat.
2. Pendidikan merupakan proses transisi
3. Manusia dalam keadaan terbatas kemampuannya untuk menerima, menyampaikan dan mengolah
informasi.
Atas dasar inilah, maka diperlukan suatu proses pengembangan kurikulum yang
merupakan suatu masalah pemilihan kurikulum yang penyelesaiannya dapat ditinjau dari
berbagai pendekatan antara lain pendekatan atas dasar keperluan pribadi. Untuk
merealisasikannya, maka diperlukan suatu model pengembangan kurikulum dengan pendekatan
yang sesuai.
Ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar itu disebut model atau konstruksi.
Pengembangan kurikulum model tersebut merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses
kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula ulasan tentang salah satu komponen kurikulum.
Ulasan teoritis tersebut menetapkan titik berat ulasan yang berbeda-beda, ada yang
menitikberatkan pada organisasi kurikulum, ada pula yang menitikberatkan pada hubungan antar
pribadi dalam pengembangan kurikulum.
Banyak model dalam pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan dalam
pelaksanaannya. Namun ada hal yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam menetapkan
model pengembangan kurikulum yang mungkin dapat diterapkan. Hal tersebut adalah bahwa
penerapan model-model tersebut sebaiknya didasarkan pada faktor-faktor yang konstan,
sehingga ulasan tentang model-model yang dibahas dapat terungkapkan secara konsisten.

2.4. Kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)


Dalam sejarah kurikulum di Indonesia, kita mengenal beberapa kurikulum. Pada Masa
orde lama, di kenal kurikulum 1947, 1952 dan 1964. Masa orde baru muncul kurikulum 1975
yang disempurnakan menjadi Kurikulum CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) dan disempurnakan
lagi menjadi kurikulum 1994. Era reformasi, muncul kurikulum 2004, yang diberi nama
kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Selama masa berlakunya, KBK ini mengalami
perubahan pada pola standar isi dan standar kompetensi sehingga melahirkan kurikulum baru
yang diberi nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Setiap kurikulum yang pernah dipakai masing-masing memiliki kelebihan dan
kelemahan. Kelebihan KTSP dibandingkan dengan kurikulum pendahulunya adalah bahwa
KTSP dapat mendorong terwujudnya otonomi penyelenggaraan pendidikan oleh Sekolah.
Dengan otonomi tersebut, sekolah bersama dengan komite sekolah dapat secara bersama-sama
merumuskan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi lingkungan sekolah
tersebut. Dalam merumuskan KTSP, sekolah tidak bisa berjalan sendiri tetapi harus bermitra
dengan stakeholder pendidikan, misalnya, dunia industri, kerajinan, pariwisata, petani, nelayan,
organisasi profesi, dan sebagainya agar kurikulum yang dibuat oleh sekolah benar-benar mampu
menjawab dan memenuhi kebutuhan di daerah di mana sekolah tersebut berada.
KTSP juga dapat mendorong guru dan kepala sekolah untuk meningkatkan kreativitas
mereka dalam penyelenggaraan program pendidikan. Sekolah dan guru diberi keleluasaan untuk
merancang, mengembangkan, dan mengimplementasikan KTSP tersebut sesuai dengan situasi,
kondisi, dan potensi keunggulan lokal yang bisa dimunculkan oleh sekolah. Sekolah dan guru
dapat dengan leluasa mengembangkan standar yang lebih tinggi dari standar isi dan standar
kompetensi lulusan yang telah ditentukan. KTSP juga memberikan ruang bagi setiap sekolah
untuk lebih menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi
kebutuhan siswa. Sekolah dan guru memiliki kebebasan yang luar biasa untuk mengembangkan
kompetensi siswanya sesuai dengan lingkungan dan kultur daerahnya.,karena KTSP tidak
mengatur secara rinci kegiatan belajar mengajar di kelas.
Dalam penerapannya, KTSP menemui banyak kendala seperti masih minimnya kualitas
guru dan sekolah. Sebagian besar guru belum bisa diharapkan memberikan kontribusi pemikiran
dan ide-ide kreatif untuk menjabarkan KTSP tersebut baik di atas kertas maupun di depan kelas.
Selain disebabkan oleh rendahnya kualifikasi, juga disebabkan pola kurikulum lama yang
terlanjur mengekang kreativitas guru. Tidak tersedianya sarana dan prasarana yang lengkap dan
representatif juga merupakan kendala yang banyak dijumpai di lapangan, banyak satuan
pendidikan yang minim alat peraga, laboratorium serta fasilitas penunjang yang menjadi syarat
utama pemberlakuan KTSP.
Terlepas dari kendala tersebut, pada masa awal pemberlakuan KTSP cukup membawa
angin segar pada sistem pendidikan di Indonesia. Secara prinsip, KTSP dikembangkan sesuai
dengan satuan pendidikan, potensi, kerakteristik daerah dan sosial budaya masyarakat setempat.
KTSP dianggap sebagai kurikulum otonom yang berbasis kerakyatan, karena dalam KTSP
dijamin adanya muatan kearifan lokal, guru juga diberikan kesempatan untuk memaksimalkan
segala potensi yang ada dimasing-masing daerah.
KTSP terbukti sangat ideal dalam tataran konsep tertulis, namun ternyata tidak demikian
dalam tataran praktek. KTSP yang dianggap sebagai kurikulum yang otonomi (desentralisasi),
karena disusun oleh setiap satuan pendidikan, namun pada kenyataannya tetap saja bersifat
sentralisme, yaitu melalui penyeragaman-penyeragaman, standar isi dan kompetensinya telah
ditentukan oleh pusat. Standarisasi kelulusan setiap peserta didik tetap diukur dengan
menggunakan UAN yang nota bene bersifat nasional. Ini jelas kontradiktif dengan semangat
KTSP yang mengakomodir kearifan lokal sebagai komponen penting pendidikan. Merupakan
tindakan tidak tepat apabila kualitas pendidikan di desa disamakan dengan kualitas pendidikan di
kota.
a. Landasan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Ketentuan dalam UU 20/2003 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (19); Pasal 18
ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 32 ayat (1), (2), (3); Pasal 35 ayat (2); Pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4);
Pasal 37 ayat (1), (2), (3); Pasal 38 ayat (1), (2). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Ketentuan di dalam PP 19/2005
yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat
(6); Pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8); Pasal 8 ayat (1), (2), (3); Pasal 10 ayat (1), (2),
(3); Pasal 11 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 13 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 14 ayat (1), (2), (3); Pasal
16 ayat (1), (2), (3), (4), (5); Pasal 17 ayat (1), (2); Pasal 18 ayat (1), (2), (3); Pasal 20.
Standar Isi SI mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai
kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Termasuk dalam SI adalah :
kerangka dasar dan struktur kurikulum, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)
setiap mata pelajaran pada setiap semester dari setiap jenis dan jenjang pendidikan dasar dan
menengah. SI ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 22 Tahun 2006. Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan
dan keterampilan sebagaimana yang ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 23 Tahun 2006.

b. Tujuan Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan


Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan
SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan
pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang
bersangkutan.

c. Pengertian
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun
oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan
tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender
pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok
mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi
pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan
sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi
dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian
kompetensi untuk penilaian.
Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan
kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu
kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program
pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan
untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional.Standar nasional pendidikan terdiri atas
standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan,
pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut,
yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi
satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional
Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah
disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKL serta berpedoman pada
panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain dari itu,
penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU
20/2003 dan PP 19/2005. Panduan yang disusun BSNP terdiri atas dua bagian. Pertama, Panduan
Umum yang memuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan pada
satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang
terdapat dalam SI dan SKL.Termasuk dalam ketentuan umum adalah penjabaran amanat dalam
UU 20/2003 dan ketentuan PP 19/2005 serta prinsip dan langkah yang harus diacu dalam
pengembangan KTSP. Kedua, model KTSP sebagai salah satu contoh hasil akhir pengembangan
KTSP dengan mengacu pada SI dan SKL dengan berpedoman pada Panduan Umum yang
dikembangkan BSNP. Sebagai model KTSP, tentu tidak dapat mengakomodasi kebutuhan
seluruh daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan hendaknya
digunakan sebagai referensi.
Panduan pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan
peserta didik untuk :
· belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
· belajar untuk memahami dan menghayati,
· belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
· belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain,
· belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif,
efektif dan menyenangkan.
Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun
pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri.
KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum
tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada
Permendiknas Nomor 24 Tahun 20 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam
persyaratan kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian kompetensi mata pelajaran, dan
silabus pembelajaran yang harus dipenuhi peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan
tertentu.
Standar isi merupakan pedoman untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang
memuat:

 kerangka dasar dan struktur kurikulum,


 beban belajar,

 kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan di tingkat satuan pendidikan,


dan

 kalender pendidikan.

SKL digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari
satuan pendidikan. SKL meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata
pelajaran. Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati.
Pemberlakuan KTSP, sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan Menteri Pendidikan
Nasional No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL, ditetapkan oleh kepala sekolah
setelah memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah. Dengan kata lain, pemberlakuan
KTSP sepenuhnya diserahkan kepada sekolah, dalam arti tidak ada intervensi dari Dinas
Pendidikan atau Departemen Pendidikan Nasional. Penyusunan KTSP selain melibatkan guru
dan karyawan juga melibatkan komite sekolah serta bila perlu para ahli dari perguruan tinggi
setempat. Dengan keterlibatan komite sekolah dalam penyusunan KTSP maka KTSP yang
disusun akan sesuai dengan aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan dan kebutuhan
masyarakat.

d. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan


KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan
pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama
Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.
Pengembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan
kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite
sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh
dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan
kurikulum yang disusun oleh BSNP .
KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
· Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan
lingkungannya.
· Beragam dan terpadu
· Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
· Relevan dengan kebutuhan kehidupan
· Menyeluruh dan berkesinambungan
· Belajar sepanjang hayat
· Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

2.5. Langkah - Langkah Telaah Kurikulum


A. Menelaah Kurikulum Berdasarkan Landasan Penyusunan Kurikulum
1. Landasan Penyusunan Kurikulum
a. Asas Psikologi
Dalam ensiklopedia Indonesia asas berarti kebenaran atau pendirian, atau yang
dijadikan pokok suatu keterangan. Asas psikologi berarti kegiatan yang mengacu pada hal-hal
yang bersifat psikologi. Havighurs mengemukakan, bahwa kebutuhan anak tergantung pad fase-
fase perkembangan. Piaget berpendapat bahwa perkembangan anak untuk tiap-tiap tahap
mempunyai perkembangan yang berbeda-beda. Spranger mengungkapkan bahwa jiwa terbagi
menjadi dua, yaitu jiwa yang bersifat subjektif dan jiwa yang bersifat objektif. Jiwa objektif
terpampang pada fenomena kebudayaan, agama, dan seni. Berbagai aspek lapangan hidup
tersebut perlu mendapat perhatian bagi para pengembang kurikulum untuk dijadikan
pertimbangan isi berbagai bahan ajar.

b. Asas Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki berbagai gejala social hubungan
antara individu dengan individu, antar golongan, lembaga social yang disebut juga ilmu
masyarakat. Di dalam kehidupan sehari-hari anak selalu bergaul dengan lingkungan atau dunia
sekitar. Dunia sekitar merupakan lingkungan hidup bagi manusia. Pada dasarnya dunia sekitar
manusia dapat digolongkan menjadi tiga bagian besar yaitu.
1. Dunia alam kodrat
Dunia alam kodrat yaitu segala sesuatu di luar diri manusia yang bukan buatan manusia,
misalnya gunung, lautan, cuaca, sungai, hutan lebat dan sebagainya. Pengaruh dunia ini terhadap
manusia sangat kuat, sebab masuknya secara wajar. Untuk mengubah dan menjinakkan pengaruh
tersebut manusia berusaha dengan menggunakan jasa ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam
penyusunan isi bahan pelajaran alam kodrat banyak memberi inspirasi untuk dipelajarinya.
Kurikulum hendaknya dapat merangsang para yang bersangkutan untuk berusaha menguak dan
menggunakan isi serta pengaruh alam kodrat untuk kesejahteraan manusia. Misalnya
menggunakan sinar mata hari, gelombang laut, gas alam untuk membangkitkan tenaga listrik,
memanfaatkan air sungai menjadi irigasi, memanfaatkan kekayaan dalam bumi menjadi bahan-
bahan tambang yang berharga dan sebagainya. Dengan demikian penyusunan kurikulum
hendaknya berusaha untuk memasukkan problem-problem yang berupa gejala-gejala dalam alam
kodrat pada lembaga pendidikan yang sesuai, dimulai dari gejala yang paling sederhana sampai
dengan yang sangat kompleks dengan cara pendekatan secara langsung mulai dari observasi,
survey sampai dengan penelitian yang serius dengan didasari pengalaman dan teori-teori yang
mendukung sehingga dapat diarahkan kebutuhan masyarakat laus.
2. Dunia sekitar benda-benda buatan manusia
Dunia sekitar benda-benda buatan manusia ini dapat dibuat oleh manusia untuk keperluan
pemuasan kebutuhan manusia, yang dapat berupa yang paling sederhana sampai yang sangat
kompleks. Misalnya meja, kursi, alat makan sampai dengan alat-alat elektronik (mulai dari alat-
alat pijat, telpon, radioa, sinar X, radar, TV, computer, internet sampai alat-alat ruang angkasa)
dan sebagainya. Dengan demikian atas dasar landasan ilmu pengetahuan dan diolah dengan
keterampilan baik pisik maupun psikis akan melahirkan teknologi yang canggih, perlu diajarkan
pada lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai, agar dapat menghasilkan segala sesuatu yang
menjadi sarana/prasarana pada masyarakat.
3. Dunia sekitar manusia
Dunia sekitar manusia ini merupakan dunia sekitar yang paling kompleks, selalu berubah dan
dinamis. Interaksi antara individu yang satu dengan yang lain terjadi saling aktif. Oleh karena itu
agar interaksi dapat berjalan dengan tertib diadakan norma-norma, baik yang tertulis maupun
tidak tertulis (adat istiadat). Dalam pergaulan inilah masing-masing individu saling
mendewasakan diri, di mana yang satu dengan yang lain saling to take and to give. Lajunya
jumlah penduduk, terutama pada Negara berkembang akan menimbulkan berbagai model
sekolah. Misalnya: Sekolah Dasar Pamong, SMP Terbuka, Universitas Terbuka, dan berbagai
sekolah aktif seperti: Sekolah Aktif, Sekolah Kerja oleh John Dewey (USA), Metode Aktif oleh
Ovide Decroly (Belgia), CBSA, dan sebagainya.
c. Asas IPTEKS
Ilmu pengetahuan dan teknologi satu sama lain tidak dapat dipisahkan sebab ilmu
pengetahuan. Kadang-kadang suatu karya penemuan yang sekarang telah berkembang menjadi
canggih, mula-mula hanya ditemukan secara kebetulan bahkan secara trial and erroro . Misalnya
penemuan mesin uap oleh James Watt. Dahulu kala nenek moyang kita kalau mau mengangkat
kayu dari hutan ke rumah mula-mula dengan cara dipanggul, ternyata dirasa terlalu berat,
kemudian timbul pemikiran dengan cara ditarik, kemudian timbul pemikiran lebih lanjut kayu
tersebut diganjal dengan kayu penggamnjal di bawahnya. Akhirnya lahirlah roda dengan asnya
yang sekarang dapat merubah wajah dunia, lahirlah berbagai kemajuan transportasi industry-
industri pertambangan, pertanian, pertahanan dan sebagainya.
Jadi karya yang dihasilkan oleh cipta, rasa, dan karsa oleh seseorang akan menghasilkan
kreativitas atau teori, sedang kalau yang berkatya tersebut raganya akan menghasilkan sautu
keprigelan atau keterampilan. Kalau kekreatifan tersebut bertemu dengan keterampilan, hasilnya
adalah jasa teknologi. Dengan demikian sudah selayaknyalah kalau para penyusun kurikulum
terutama dalam pemasukkan bahan ajar hendaknya bersifat dinamis dan fleksibel terhadap
perkembangan teknologi.

d. Asas Filsafat
Asas filosofis dalam penyusunan kurikulum, berarti bahwa dalam penysunan kurikulum
hendaknya berdasar dan terarah pada filsafat bangsa yang dianut. Filsafat atau falsafat berasal
dari bahasa Yunani philoshopis, philo, philein yang berate cinta, pecinta, mencintai, sedang
Sophia berarti kebijaksanaan, wisdom, kearifan, hikmat, hakikat kebenaran. Ada berbagai
pengertian filsafat, yaitu sebagai berikut.
1. Filsafat dalam arti proses atau produk
2. Filsafat sebagai ilmu atau pandangan hidup
3. Filsafat dalam arti teori atau praktis
Dalam hal ini prinsip-prinsip ajaran filsafat yang dianut oleh suatu bangsa seperti
Pancasila, kapitalism, sosialism, fasism, komunism, dan sebagainya dapat digolongkan sebagai
falsafah dalam arti produk/sebagai pandangan hidup dan falsafah dalam arti praktis.
Sistem nilai inilah yang akan menjiwai untuk semua kegiatan yang akan dilakukan tiap-
tiap individu. Seorang yang mengikuti faham demokratis. Ia tunduk terhadap suara terbanyak,
menghargai perbedaan pendapat, menghargai hak-hak asasi manusia, mempersilakan terlebih
dahulu buat yang punya hak dan sebagainya.
Pandangan hidup bangsa Indonesia adalah Pancasila. Dengan sendirinya segala kegiatan
yang dilakukan baik oleh berbagai lembaga maupun oleh perorangan, harapannya tidak boleh
bertentangan dengan asas Pancasila, termasuk dalam kegiatan penyusunan kurikulum.
Ada empat aliran utama dalam filsafat (Nasution, 1989) yaitu Idealisme, Realisme, Pragmatisme,
dan Eksistensialisme
1. Aliran Idealisme
Tujuan hidup pada aliran ini adalah mencari kebenaran metapisik spiritual melalui inkuiri yang
cermat, dengan cara mempelajari berbagai macam buku dari penulis-penulis ulung yang telah
menemukan kebenarannya.
2. Aliran Realisme
Tujuan hidup pada aliran ini adalah untuk memperoleh dan meningkatkan pemahaman manusia
tentang jagad raya melalui penelitian ilmiah, karena kebenaran hanya ditemukan melalui
percobaan-percobaan untuk menemukan hokum-hukum alam.
4. Aliran Pragmatisme
Tujuan hidup menurut aliran ini adalah untuk mencari kebenaran sosial yang menguntungkan
bagi umat manusia dengan lingkungannya dengan menerapkan prinsip falsafah sosial yang
humanistic melalui trial anf error. Kebenaran dipandang sesuatu yang memperbaiki hidup umat
manusia, karenanya menaruh pehatian terhadap masalah-masalah social yang kritis yang
mengancam kesejahteraan manusia.
5. Aliran Eksistensialisme
Tujuan hidup menurut aliran ini adalah untuk menyempurnakan diri sesuai norma yang dipilih
sendiri secara bebas dapat merealisasikan diri. Bagiamanakah kenyataan secara perorangan
jarang seseorang untuk mengikuti secara konsekwen untuk satu aliran saja. Biasanya seseoraang
bertindak sebagai berikut: dalam menyakini agama yang dianutnya ia berpegang pada paham
idealism, dalam kehidupan bermasyarakat ia mengikuti faham pragmatism, sedang dalam usaha
mengembangkan diri ia mengikuti faham ekstensialisme.
Bagaimana dengan Filsafat Hidup Pancasila? Pancasila seperti tercantum dalam
pembukaan Undang –Undang dasar 1945 merupakan kesatuan yang bulat dari kelima sila, yang
Ketuhanan Yang maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan pewakilan,
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Filsafat pendidikan Pancasila adalah Pancasila.
Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945. Tujuan pendidikan
adalah sesuatu yang dicita-citakan yang akan makan waktu jangka panjang.

2. Menelaah Kurikulum Berdasarkan Landasan Penyusunnya


A. KBK
KBK merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil
belajar, serta pemberdayaan sumber daya pendidikan. Batasan tersebut menyiratkan bahwa KBK
dikembangkan dengan tujuan agar peserta didik memperoleh kompetensi dan kecerdasan yang
mumpuni dalam membangun identitas budaya dan bangsanya. Dalam arti, melalui penerapan
KBK tamatan diharapkan memiliki kompetensi atau kemampuan akedemik yang baik,
keterampilan untuk menunjang hidup yang memadai, pengembangan moral yang terpuji,
pembentukan karakteryang kuat, kebiasaan hidupyang sehat, semangat bekerja sama yang
kompak, dan apresiasi estetika yang tinggi terhadap dunia sekitar. Berbagai kompetensi tersebut
harus berkembang secara harmonis dan berimbang. Berdasarkan pengertian kompetensi di atas,
kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang
menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan
standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa
penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan
pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat
melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh
tanggung jawab. KBK memfokuskan pada pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu peserta
didik. Oleh karena itu kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi dan seperangkat tujuan
pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa, sehingga pencapaiannya dapat diamati dalam
bentuk prilaku atau ketrampilan peserta didik sesuai criteria keberhasilan.
a. Landasan Filsafat
Struktur keilmuan dan perkembangan psikologis siswa. Sehingga berdasar pada kompetensi
lulusannya
b. Dasar Hukum atau Yuridis
 Evaluasi Kurikulum 1994
 UUD 1945, GBHN, UU No. 22 tahun 1999
 PP No. 25 tahun 2000
 UU No. 20 tahun 2003
c. Prinsip KBK
Menyadari bahwa pengembangan kurikulum merupakan proses yang dinamis, maka penyusunan
dan pelaksanaan KBK didasarkan pada sembilan prinsip, yaitu:
1. keimanan, nilai, dan budi pekerti luhur;
2. penguatan integritas nasional;
3. keseimbangan antara etika, logika, estetika, dan kinestika;
4. kesamaan memperoleh kesempatan;
5. abad pengetahuan dan teknologi informasi;
6. pengembangan kecakapan hidup (life skill);
7. belajar sepanjang hayat;
8. berpusat pada anak dengan penilaian yang berkelanjutan dan komprehensif;
9. pendekatan menyeluruh dan kemitraan.
Prinsip-prinsip tersebut dikembangkan dan diterapkan dalam rangka melayani dan
membantu siswa mengembangkan dirinya secara optimal, baik dalam kaitannya dengan tuntutan
studi lanjut, memasuki dunia kerja, maupun belajar sepanjang hayat secara mandiri dalam ma-
syarakat.
d. Karakteristik KBK
Depdiknas (2002) mengemukakan hahwa kurikulum berbasis kompetensi memiliki
karakristik sebagai berikut:
 Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
 Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
 Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
 Sumbcr belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur
edukatif.
 Penilaian menekanhan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan suatu
pencapaian suatu kompetensi.
B. KTSP
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang
disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan
oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta
kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
KTSP disusun dan dikembangkan sebagai berikut: (1) Pengembangan kurikulum
mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional; (2)
Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi
sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
Berdasarkan pengertian tersebut, perbedaan esensial antara KBK dan KTSP tidak ada.
Keduanya sama-sama seperangkat rencana pendidikan yang berorientasi pada kompetensi dan
hasil belajar peserta didik. Perbedaannya menurut Masnur menampak pada teknis pelaksanaan.
Jika KBK disusun oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Depdiknas (c.q. Puskur), maka KTSP
disusun oleh tingkat satuan pendidikan masing-masing, dalam hal ini sekolah yang bersangkutan,
walaupun masih tetap mengacu pada rambu-rambu nasional Panduan Penyusunan KTSP yang
disusun oleh badan independen yang disebut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Beberapa hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut:
 KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah,
serta sosial budaya masyarakat setempat dan peserta didik.
 Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan
silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah
supervisi dinas pendidikan kabupaten/kota, dan departemen agama yang bertanggungjawab di
bidang pendidikan.
 Kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk setiap program studi di perguruan tinggi
dikembangkan dan ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi dengan mengacu pada
Standar Nasional Pendidikan.
a. Landasan Filsafat
Struktur keilmuan dan perkembangan psikologis siswa. Sehingga berdasar pada kompetensi
lulusannya
b. Landasan Yuridis atau Hukum
Sedangkan KTSP dilandasi oleh undang-undang dan peraturan pemerintah sebagai berikut:
 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
 Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
 Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.
 Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan permendiknas no. 22 dan 23.
c. Prinsip KTSP
Hampir sama dengan KBK, KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut:
a. berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan
lingkungannya;
b. beragam dan terpadu;
c. tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni;
d. relevan dengan kebutuhan kehidupan;
e. menyeluruh dan berkesinambungan;
f. belajar sepanjang hayat;
g. seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

C. Kurikulum 1994
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan
pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang
memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian suasan pendidikan di
LPTK (lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses
belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu
tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa materi (isi)
pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti
pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai
dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini
berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem
semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun
menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima
materi pelajaran cukup banyak. Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum
1994, di antaranya sebagai berikut. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem
caturwulan Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat
(berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum
untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah
yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan
kebutuhan masyarakat sekitar. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan
menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan
sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada
jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan
penyelidikan. Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan
konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat
keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang
menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang
sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek. Pengulangan-pengulangan materi yang
dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa. Selama dilaksanakannya
kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan
kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut. Beban
belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi
setiap mata pelajaran.
Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat
perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi
kehidupan sehari-hari. Permasalahan di atas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum
1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut.
Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994.
Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan
kurikulum, yaitu Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan
kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan
masyarakat.
Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara
tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta
sarana pendukungnya. Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran
substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan
materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran. Penyempurnaan
kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat
menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap, yaitu
tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.
Landasan Filsafat Kurikulum 1994 ini adalah Struktur keilmuan yang menghasilkan isi
mata pelajaran “daya serap kurikulum”.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kurikulum adalah suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses berlajar
mengajar di bawah bimbingan dan tanggunga jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta
staf pengajarnya. Kurikulum merupakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di bawah pengawasan
sekolah, jadi selain kegiatan kulikuler yang formal juga kegiatan yang tak formal. (Nasution,
2008:5)
Fungsi kurikulum dalam proses apendidikan, yakni merupakan alat untuk mencapai
tujuan pendidikan, maka hal ini berarti, sebagai alat pendidikan kurikulum mempunyai
komponen-komponen penunjang yang saling mendukung satu sama lainnya. Lima komponen
kurikulum yaitu:
1. Tujuan,
2. Isi dan struktur program,
3. Organisasi dan strategi,
4. Sarana
5. Evaluasi.
Teori kurikulum adalah suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap
kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-
unsur kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan/penggunaan dan evaluasi kurikulum.
Ada tiga konsep tentang kurikulum, kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem, dan sebagai
bidang studi.
Ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar itu disebut model atau konstruksi.
Pengembangan kurikulum model tersebut merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses
kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula ulasan tentang salah satu komponen kurikulum.
Model-model pengembangan kurikulum tersebut diantaranya adalah :
1. The Administrative Model
2. The Grass-Roots Model
3. The Demonstration Model
4. Beauchamp’s Model
5. Taba’s Inverted Model
6. Roger’s Interpersonal Relations Model
7. The Systematic Action-Research Model
8. Emerging Technical Models
a. The Behavioral Analysis Model
b. The System Analysis Model
c. The Computer-Based Model
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-
masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan,
struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu
yang mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar.
DAFTAR PUSTAKA

Abbatt. 1998. Pengajaran yang Efektif. Jakarta: IKAPI.

Ali, Mohammad. 2003. Pendidikan untuk Pembangunan Nasional. Bandumg: Grasindo.

Hasan, Said Hamid. 2005. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Imperial Bhakti Utama.

Prayitno. 2002. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Bandung: Grasindo.

Sukmadinata, Nana Saodih. 2007. Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktik. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

READ FULL STORY

2 KOMENTAR:

hanif Muhammad says:


3 November 2014 00.04Reply

Kursus Jahit Yogyakarta


Kursus Jahit Bordir Jogja Kursus Jahit Bordir Yogya
LPK NAVITA

Tempat Pelatihan Orang Mandiri


Pelatihan Jahit, Kaos, Bordir, Tas, Sulam Pita, Payet, Kreasi Flanel, Aplikasi Kain Perca

Mudah-Murah-Hemat-Terampil

Kenapa memilih LPK Navita:


Berpengalaman sejak 2003
Berpengalaman dalam Gugus Kendali Mutu Nasional 2009
Mesin Jahit Bordir Lengkap Kecil-Besar
Magang
GRATIS lebih dari 70 Modul Jahit Terbaik EBOOK senilai 500.000
Biaya Mulai 250rb/program
Tempat terjangkau(200m ke selatan Jalan Kusumanegara)
Disediakan asrama bagi yang berasal luar kota yogya
Terima Order Jahitan Partai Besar/Kecil

Glagah Uh4/196
Warungboto Umbulharjo yogyakarta
PH.(0274)450326/714205
buka cabang di sleman :
Perum Sidoarum Blok III Jl. Kepodang S-42
Godean Sleman Yogyakarta
HP. 085740028487
pin bb 75F08617

Kursus Jahit

You might also like