You are on page 1of 5

Dalam studi yang serupa yang dilakukan di India, kuman yang paling banyak

dicegah adalah coagulase negative staphylococcus, dilikuti oleh coagulase positive


staphylococcus, streptococcus fecalis, alpha-hemolytic streptococcus, klebsiella,
proteus, e.coli dan Candida albicans. Organisme penyebab sepsis pada neonatus sangat
beraneka ragam di setiap tempat dan frekuensi dari organisme penyebab sepsis pada
neonatuspun berbeda di setiap rumah sakit, bahkan dalam satu rumah sakit dengan
jangka waktu yang berbeda dapat berbeda pula organisme penyebabnya.

Data lain yang dipublikasikan di Nepal menunjukkan jika E.Coli adalah yang
paling sering menjadi penyebab sepsis neonatus, di Nepal bagian barat menunjukkan
Staphylococcus aureus yang paling sering. E.coli berada pada urutan pertama sebagai
penyebab sepsis neonatus di berbagai penelitian yang dilakukan di Nepal. Di Uganda,
E.coli berada di urutan kedua. Staphylococcus berada di urutan ketiga di India.
Klebsiella pneumonia berada pada urutan keempat namun dari hasil penelitian lain di
Nepal dan India juga ada yang menunjukkan Klebsiella pneumonia berada diurutan
kedua, sedangkan di India bagian barat menunjukkan Klebsiella pneumonia yang
paling sering menyebabkan sepsis neonatus. Pseudomonas spp. disendirikan dari salah
satu kasus pada penelitian ini namun data dari Iran dan India menunjukkan
Pseudomonas spp. adalah yang paling sering menyebabkan sepsis neonatus.

Organisme penyebab sepsis neonatus sangat beraneka ragam di setiap waktu


dan tempat. Ada juga peningkatan tren resistensi antibiotik yang biasa digunakan dan
obat yang tersedia. Penelitian yang berkelanjutan diperlukan untuk mengevaluasi
perubahan epidemiologi dari pathogen dan pola efektifitas dari antibiotik.

Manifestasi klinis yang paling tampak adalah depresi pernafasan, demam


diikuti dengan feeding problems yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Basu R tantang sepsis neonatus yang dianggap positif jika ada dua kriteria berikut yang
tampak.

1. Nilai jumlah neutrophil <1800cumm


2. CRP > 1mg/dl
3. I.T rasio > 0.2
4. mikro ESR > 15 mm
5. Jumlah bilirubin direct >2mg/dL
6. Total jumlah lekosit <5000cumm

Ratio pada hasil kultur kasus sepsis neonatus lebih banyak ditemukan pada laki-
laki dibandingkan perempuan dari hasil penelitian terkini, menunjukan ratio 1.22. lebih
banyak neonatus laki-laki yang terkena sepsis neonatus mungkin berhubungan dengan
factor genetik X-linked yang menjadikan kerentanan terhadap infeksi pada laki-laki.
Hal ini juga disebabkan oleh bayi perempuan system imunnya lebih kompeten
dibandingkan bayi laki-laki.

Kasus dengan hasil kultur positif banyak tampak pada usia < 72 jam (77%)
dibandingkan dengan usia >72 jam (23%). Hal ini juga dibandingkan dengan penelitian
lain yang ada pada tabel 5. Semakin tinggi proporsi dari kasus sepsis dini neonatus
disebabkan karena respon imun neonatus pada minggu pertama kehidupan yang
membuat para neonatus lebih rentan terhadap infeksi pada periode ini.

Pada penelitian ini, persentase kasus dengan hasil kultur positif pada bayi
dengan BBLR sebanyak 70%. Menurut Barbara Stoll et all, jumlah kasus infeksi
berbanding terbalik dengan BBL dan rendahnya kadar IgG akibat belum matangnya
sistem imun seluler pada neonatus dengan BBLSR yang berkontribusi terhadap
meningkatnya kerentanan infeksi pada bayi. Pada penelitian yang lain, sepsis tidak
sering ditemukan pada neonatus preterm. Hasil yang serupa juga dikemukakan oleh
Mondal et al. bagaimanapun juga, pada penelitian yang lain, sepsis lebih sering terjadi
pada bayi premature disbanding bayi aterm. Bayi premature lebih rentan terhadap
infeksi akibat dari kurangnya mekanisme pertahanan humoral dan seluler. Menurut
Barbara J. Stoll et al insiden dari sepsis meningkat seiring dengan turunnya usia
gestasional bayi.

Nilai absolut untuk jumlah hitung neutrophil <1800µl diambil sebagai kriteria
untuk pemeriksaan sepsis. Nilai absolut jumlah hitung neutrophil pada pemeriksaan
sepsis menunjukkan sensitifitas yang lemah (42%) dan spesifisitas yang tinggi (99%).
Nilai prediksi positif adalah 97,5% dan nilai prediksi negatif adalah 65,6%. Jumlah
neutrofil mutlak menunjukkan spesifisitas tertinggi dan nilai prediksi positif di antara
semua parameter sepsis lainnya.

CRP >1mg/dl juga dianggap sebagai parameter sepsis. Keakuratan prediktif


dari CRP di penelitian ini dibandingkan dengan penelitian lain (tabel 8). Pada
penelitian ini, CRP memiliki sensitifitas yang tinggi (77.8%) dan spesifisitas (66.7%),
nilai prediksi positif 68.2% dan nilai prediksi negative 76.5%, CRP terbukti menjadi
yang paling efisien diantara semua parameter penilaian sepsis.
Prinsip utama dari marker CRP adalah fosfokolin, yang ditemukan dalam
lipopolisakarida, dinding sel bakteri, serta di sebagian besar membran biologis. CRP
adalah bagian dari respon fase akut yang bertujuan menetralisir agen inflamasi dan
untuk mempercepat penyembuhan jaringan yang terluka.
Selama fase akut, sintesis CRP di hati akan meningkat dalam beberapa jam dan
dapat mencapai 1000x lipat, Diluar naik turunnya pertanda adanya infeksi baru, CRP
merupakan salah satu yang ketersediaannya luas dan sederhana, cepat, dan biaya efektif
yang menjadikannya salah satu parameter sepsis yang disukai di banyak unit perawatan
intensif neonatal (NICUs).
Dalam penelitian ini, I.T rasio neutrofil total> 0,2 kriteria diagnostik untuk
pemeriksaan sepsis. Sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif dan nilai prediktif
negatif dapat diterima dengan nilai p <0,001. Hal ini dibandingkan dengan studi lain
(Tabel 9)

Micro ESR≥15 mm pada 1 jam terakhir dianggap sebagai parameter positif


untuk sepsis. Hasilnya di penelitian terkini untuk mikro ESR menunjukkan sensitivitas,
spesifisitas, ketebapatan akurasi prediksi positif dan prediksi negatif yang lebih rendah
dibanding parameter sepsis yang lain. Berbagai penelitian yang dilakukan
menunjukkan hasil yang bervariasi untuk ESR mikro. Micro ESR dalam penelitian
kami tidak terbukti seefisien parameter septik lainnya (Tabel 10).

Dua atau lebih parameter sepsis yang abnormal memiliki akurasi yang tinggi
dalam memprediksi sepsis neonatal. Hasilnya di penelitian ini sesuai dengan Gerdes et
al, Jadhav et al, dan Bhale et al yaitu sensitivitas dua atau lebih parameter yang
abnormal adalah 90,3%, spesifisitas adalah 75,6%, nilai prediksi positif adalah 77,0%
dan nilai prediktif negatif adalah 89,0% seperti yang ditunjukkan pada tabel 11. Jika
dua parameter sepsis menunjukkan angka abnormal maka terapi antibiotik dapat
dimulai. Jika ada adalah kecurigaan klinis yang kuat namun parameter pemeriksaan
sepsis negatif, dalam 12 jam pemeriksaan dapat diulang. Jika pemeriksaan masih
negatif bahkan setelah itu, maka kemungkinan sepsis tidak ada.

Kesimpulan
CRP memiliki sensitivitas, spesifisitas, dan nilai prediksi positif tertinggi dan
terbukti menjadi yang paling sensitif dan responsif dalam parameter sepsis neonatal.
Adanya dua atau lebih parameter abnormal memiliki sensitivitas lebih daripada hanya
satu parameter abnormal. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah
parameter yang sederhana, cepat dan hemat biaya.
Di antara onset dini manifestasi klinis sepsis yang dominan tampak adalah
depresi pernapasan (dimanifestasikan oleh tachypnoea dan merintih) diikuti oleh
demam dan makan yang susah. Hasil diperoleh dari berbagai pemeriksaan sepsis diatas
tidak dapat memastikan suatu kondisi sepsis neonatal sepenuhnya. Standar emas tetap
kultur darah. Kasus positif palsu pada pemeriksaan pemeriksaan sepsis dapat
menyebabkan pemberian antibiotic yang tidak diperlukan.

You might also like