Professional Documents
Culture Documents
pedoman stabilitas jangka pendek yaitu lereng dapat dibuat relatif lebih terjal. Namun
untuk lereng permanen, pertimbangan utama yang digunakan adalah jangka panjang.
Kemiringan lereng dapat ditentukan dan dicapai dengan pemilihan alat yang tepat.
Menurut Walton & Atkinson (1978), penggunaan shovel dapat membentuk lereng
dengan kemiringan 60º-80º, hydraulic shovel excavator untuk 45º-90º kemiringan,
sedang hydraulic backhoe dapat membentuk 30º-90º dan front end loaders untuk lereng
30º-80º. Sebuah desain pit atau quarry terdiri dari kontur-kontur yang menggambarkan
crest dan toe dari tiap lereng.
(5) Lebar Berm
Lebar jenjang disesuaikan dengan ultimate slope dan single slope pada
ketinggian yang ditentukan. Apabila pit semakin dalam, maka lebar jenjang juga
semakin lebar. Berm dapat pula merefleksikan ukuran endapan. Lebar dari jalan angkut
yang umumnya mengikuti berm, ditentukan oleh ukuran truk yang digunakan, yang
relatif terhadap ukuran ore body dan kapasitas produksi yang diharapkan.
(6) Kedalaman Pit Bottom
Penentuan pit bottom (dasar pit) sangat tergantung pada banyak faktor seperti
perubahan stripping ratio, naiknya biaya produksi dan pengangkutan, nilai mineral yang
ditambang, ukuran (jumlah) deposit, serta kapasitas produksi. Batas kedalaman
penambangan dapat dioptimisasi menggunakan prosedur-prosedur optimisasi
perancangan seperti Lerchs and Grossman.
(7) Jalan angkut (haul road)
Jalan angkut biasanya dibuat setelah dimensi pit bottom ditentukan. Jalan angkut
dirancang pada jenjang dasar kemudian mengikuti naiknya jenjang ke arah permukaan
dengan gradien (kemiringan) berkisar antara 8-12%. Ramp ini dapat berupa jalan yang
melingkar ke atas melalui jenjang-jenjang pit atau switchback yang hanya melalui salah
satu dinding pit (switchback dibuat berdasarkan kekuatan material pada dinding tersebut
dan kapasitas muat dan angkut.)
(8) Faktor-faktor lain dalam parameter desain
a) Informasi geoteknik
Hal yang diperhatikan berdasarkan info geoteknik adalah kekuatan batuan,
diskontinuitas pada massa batuan dan hubungannya terhadap orientasi tiap face
penambangan yang akan dirancang (potensi munculnya longsoran).
20
b) Informasi hidrogeologi
Informasi hidrogeologi antara lain curah hujan tahunan, daerah tangkapan hujan, air
tanah, kedalaman muka air tanah, dan fluktuasi seperti : tekanan piezometrik, gradien
hidrolik, porositas, permeabilitas pada lapisan-lapisan yang akan ditambang, drainase
alami pada permukaan, kemungkinan keberadaan lapisan akuifer, lokasi daerah yang
pernah banjir, dan lain sebagainya.
c) Overburden
Hal yang harus diketahui antara lain kedalaman overburden yang harus dikupas.
d) Kapasitas produksi
e) Batas fisik
f) Lokasi waste dump dan stockpile
g) Lokasi pengolahan
h) Sistem transportasi batubara dan overburden
Ta m p a k a t a s
O rig in a l S u r f a c e
Ra m p
X X’
Ta m p a k S a m p in g
( S a y a t a n X - X ’)
Be n c h
fa c e
B - B' A - A'
2
1 2 A
Batubara
Host Rock
B A B
1. Jalan
2. Jalan masuk tempat kerja
3. Endapan
Tampak Atas
Tampak Samping
Jenjang Sayatan x - x'
Jalan
Dasar
Pit lebar jenjang
tinggi jenjang
Sudut jenjang
R C C1 L
Tanpa skala
Gambar 3.12
Lebar jenjang untuk lapisan lunak
Lebar jenjang atau bench width (Bw) adalah: dua kali radius penggalian
(menggali dan memuat) ditambang jarak garis tengah alat dan jalan dump truck.
Lebar jenjang dinyatakan dengan notasi:
Bw = 2R + C + C1 + L .........................................................................(3.1)
Tahap 1: plot crest pada peta dasar. Plotting crest ini didasarkan pada letak dan ukuran
model cadangan batubara.
100 H
D ................................................................................................................................(3.2)
G (%)
dengan :
H : tinggi jenjang
G : kemiringan jalan dalam %
26
885 m
Tanpa skala
Gambar 3.13
Plotting crest
crest to crest
sudut sin 1
D .........................................................................................................(3.3)
dengan :
Lt : lebar jalan
Sudut : sudut antara lebar jalan dan lebar jenjang
Wt
Wa ..........................................................................................................................(3.4)
cos
dengan :
Wa : lebar jalan
Wt : lebar jalan semu
Tahap 2 : plot crest dan toe dengan dimensi pit bottom yang telah ditentukan. Jarak crest
dan toe diplot berdasarkan geometri jenjang.
27
0.1 m
Lt
Tanpa skala
Gambar 3.14
Plot crest dan toe
Tahap 3 : membuat titik awal sebagai dasar akses masuk ramp. Plot titk selanjutnya
memotong garis crest berikutnya. Jarak antar titik dari crest satu dengan
lainnya berdasarkan geometri jenjang penambangan, lebar dan kemiringan
jalan yang telah ditentukan.
D
Ø 81 m
Tanpa skala
Gambar 3.15
Titik awal sebagai akses jalan masuk
28
Tanpa skala
Gambar 3.16
Membuat garis akses ke tambang
Tahap 5 : membuat garis vertikal dan horisontal yang masing-masing sejajar satu
dengan yang lainnya.
Tanpa skala
Gambar 3.17
Membuat garis vertikal dan horisontal
29
Tahap 6 : menghubungkan garis horisontal dai setiap titik ke garis crest masing-masing,
setelah itu hapuslah garis crest yang tidak terpakai.
Wa
A
B
C
D
Tanpa skala
Gambar 3.18
Menghapus garis crest yang tidak terpakai
Tahap 7 : menghubungkan setiap titik dan plot ke toe hingga membentuk pola ramp ke
arah pit
Tanpa skala
Gambar 3.19
30
Setelah menyelesaikan rancangan pit dan ramp dilanjutkan dengan perancangan yaitu
urut-urutan penambangan yang didasarkan pada produksi yang telah ditentukan.
Geometri jalan angkut yang memenuhi syarat yaitu bentuk dan ukuran dari jalan
angkut sesuai dengan tipe (bentuk, ukuran dan spesifikasi) alat angkut yang
dipergunakan dan kondisi medan yang ada dapat serta menjamin kelancaran dalam
pengangkutan material.
Adapun faktor-faktor yang merupakan geometri penting yang akan
mempengaruhi keadaan jalan angkut adalah:
1) Lebar jalan angkut
Penentuan lebar jalan angkut minimum untuk jalan lurus dengan dua jalur
didasarkan pada “rule of thumb” yang digunakan pada tambang terbuka kurang
lebih 4 kali lebar alat angkut terbesar yang digunakan (Couzens,1979)
Pada jalan lurus, (Gambar 3.20) jalan angkut minimum yang dipakai sebagai
jalur ganda atau lebih menurut Aassho Manual Rural Highway Design, yaitu :
L m n.Wt n 1. 12 .Wt , meter .....................................................(3.5)
dengan :
L m : Lebar jalan angkut minimum, (meter ).
n : Jumlah jalur jalan angkut.
Wt : Lebar alat angkut total, (meter ).
Nilai 0,5 pada rumus di atas menunjukkan bahwa ukuran aman kedua kendaraan
berpapasan adalah sebesar 0,5 Wt, yaitu setengah lebar terbesar dari alat angkut
yang bersimpangan. Ukuran 0,5 Wt juga digunakan untuk jarak dari tepi kanan
atau kiri jalan ke alat angkut yang melintasi secara berlawanan.
Apabila tidak sesuai dengan ketentuan menurut perhitungan, maka harus
dilakukan perubahan karena selain dapat menghambat dalam kegiatan
pengangkutan juga berbahaya bagi keselamatan operator dan kendaraan yang
beroperasi.
31
Tanpa skala
Gambar 3.20
Lebar alat angkut lurus
Pada jalan tikungan (Gambar 3.23), jalan angkut yang dibuat selalu lebih besar
dari pada jalan lurus. Untuk lebar jalan angkut minimum pada belokan dapat
dipergunakan rumus :
L t nU Fa Fb Z C ....................................................................(3.6)
Z C 12 U Fa Fb ..........................................................................(3.7)
dengan :
Lt : Lebar jalan angkut pada tikungan, (meter ).
U Z
Fa
C
U
Fb
Fb Fa
Z
Tanpa skala
Gambar 3.21
Lebar jalan pada tikungan
2) Radius jalan
Jari-jari tikungan (belokan) berhubungan langsung dengan bentuk dan kontruksi
alat angkut yang digunakan. Untuk itu dalam keperluan perencanaan jelan
angkut, diperhitungkan alat angkut yang terbesar yang akan melewati jalan
angkut tersebut. Dalam penerapannya jari-jari tikungan yang dijalani oleh roda
depan dan roda belakang membentuk sudut sama dengan besarnya
penyimpangan roda.
Jari-jari tikungan minimum umumnya digunakan untuk menentukan besarnya
area manuver di permuka kerja (Gambar 3.22).
Besarnya jari-jari tikungan minimum dapat ditentukan dengan persamaan
R = Wb / sin ....................................................................................(3.8)
dengan :
R = Jari-jari lintasan roda depan, meter.
Wb = Jarak sumbu roda depan dan belakang.
= Sudut penyimpangan roda depan.
33
Wb
Tanpa skala
Gambar 3.22
Radius tikungan truck
3) Kemiringan jalan
Super elevasi (Gambar 3.23) merupakan kemiringan jalan pada tikungan yang
terbentuk oleh batas antara tepi jalan terluar dengan tepi jalan terdalam karena
perbedaan kemiringan. Tujuan dibuat super elevasi pada daerah tikungan jalan
angkut yaitu untuk menghindari atau mencegah kendaraan tergelincir keluar
jalan atau terguling.
Berdasarkan teori Atkinson D.I.C. pada kondisi jalan kering, nilai super elevasi
merupakan harga maksimum yaitu 90 mm/m sedangkan pada kondisi jalan
berlumpur atau licin, nilai super elevasi terbesar adalah 60 mm/m.
Secara matematis kemiringan tikungan jalan merupakan perbandingan antara
tinggi jalan dengan lebar jalan. Untuk menentukan besarnya kemiringan
tikungan jalan dihitung berdasarkan kecepatan rata-rata kendaraan dengan
koefisien friksinya.
34
2 )/R
. V
(m
in
N S
N Cos
N
Tanpa skala
Gambar 3.23
Super elevasi tikungan jalan angkut
dengan :
35
1 2
Y
X
Keterangan
1 = Permukaan jalan masuk
2 = Bidang horisantal
Cross Slope
X = Jarak horisontal (meter)
Y = Tinggi jalan dari permukaan tanah, (Meter)
Tanpa skala
Gambar 3.24
Penampang melintang jalan masuk
Cross slope didapat dari perbandingan y : x. untuk jalan yang tidak berlapis salju
atau jalan yang materialnya masih bias meresap air, maka cross slope dibuat 1:
25. jika jalan belum memenuhi cross slope diatas, maka perlu menimbun bagian
tengah jalan, sehingga memenuhi persyaratan cross slope.
Jarak pandang adalah jarak yang diperlukan oleh pengemudi untuk melihat ke
depan secara bebas pada tikungan, baik pandangan vertikal (Gambar 3.25) maupun
horizontal (Gambar 3.26).
Tanpa skala
Gambar 3.25
Jarak pandang vertikal
Tanpa skala
Gambar 3.26
Jarak pandang horizontal
Jarak pandang yang terlalu pendek akan mempengaruhi kecepatan alat angkut,
dan juga akan berpengaruh terhadap safety (keselamatan) karena besar kemungkinan
operator pengemudi alat angkut akan kaget melihat kendaraan lain di depan alat angkut
saat melewati tikungan atau tanjakan. Jarak pandang minimum yang aman adalah sama
dengan jarak berhenti dari kendaraan sedang bergerak secara tiba-tiba dihentikan.
Tabel 3.2
Periode Ulang Hujan untuk Sarana Penirisan Tambang
Letak / Fungsi Periode Ulang Hujan (Tahun)
Daerah Terbuka 0.5
Sarana Tambang 2-5
Lereng Tambang dan Penimbunan 5 - 10
Sumuran Utama 10 - 20
Penirisan Keliling Tambang 25
Pemindahan Aliran Sungai 100
Tabel 3.3
Koefisien Limpasan
38
Berdasarkan data-data curah hujan yang ada maka dapat dilakukan pengolahan
data curah hujan yang langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
1. Penentuan harga rata-rata tinggi curah hujan maksimum :
X
x ................................................................................................(3.11)
n
dengan :
X = Curah hujan rata-rata maksimum, mm/hari
x = Jumlah curah hujan maksimum, mm/hari
n = Jumlah data
2. Penentuan curah hujan harian maksimum :
x
Xr X Yr Yn ..............................................................................(3.12)
n
dengan :
Xr = Curah hujan harian maksimum (R24), mm/hari
X = Curah hujan rata-rata maksimum, mm/hari
x = Expected standart deviasi
n = Standart deviasi
Yr = Variasi reduksi
Yn = Expected Mean
2/3
R 24 24
I (Metode Manonobe) .....................................................(3.13)
24 tc
Dengan :
I = Intensitas curah hujan
R24 = Curah hujan harian maksimum, mm/hari
tc = Waktu konsentrasi, jam
L = Jarak terjauh dalam daerah penyaliran ke titik perhitungan
S = Gradien
d a
b
Gambar 3.27
Penampang Saluran Penirisan
Untuk penampang saluran berbentuk trapezium ( Gambar 3.27), besarnya adalah 60°.
Maka harga m
= Cotg 60° = 0.58
Untuk mencari harga b dipakai persamaan
b/d
= 2 1 m 2
1/2
- m ………………………………………………….(3.21)
= 1,152
Maka, b = 1,152.d ( disubtitusikan ke persamaan 3.16)
A = b.d + m.d2
= 1,152.d2 + (0,58.d2)
= 1,732 d2