You are on page 1of 12

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang mana telah
memberikan kami semua kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan makalah
mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang berjudul “Kebudayaan Islam” dapat
selesai seperti waktu yang telah kami rencanakan.
Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari peran serta berbagai pihak
yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak dosen pengasuh mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
2. Orang tua yang telah memberikan bantuan kepada kami sehingga makalah ini
dapat terselesaikan.
3. Teman-teman yang telah membantu dan memberikan dorongan semangat agar
makalah ini dapat kami selesaikan.
Semoga Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang membalas budi baik yang
tulus dan ikhlas kepada semua pihak yang kami sebutkan di atas. Tak ada gading yang
tak retak, untuk itu kamipun menyadari bahwa makalah yang telah kami susun dan
kami kemas masih memiliki banyak kelemahan serta kekurangan baik dari segi teknis
maupun non-teknis. Untuk itu kami membuka pintu yang selebar-lebarnya kepada
semua pihak agar dapat memberikan saran dan kritik yang membangun. Dan apabila
di dalam makalah ini terdapat hal-hal yang dianggap tidak berkenan di hati pembaca
mohon dimaafkan.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANAR.................................................................................................................1

DAFTAR ISI.............................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang.........................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

B. Pengertian Kebudayaan................................................................................. .......................4

1. Kebudayaan menurut bahasa........................................................................................... .4

2. Kebudayaan menurut istilah..............................................................................................4

3. Kebudayaan menurut islam................................................................................................5

4. Contoh kebudayaan dalam islam........................................................................................5

4.1. Dalam bidang ibadah...................................................................................................5

4.2. Dalam bidang perniagaan........................................................................................... 5

4.3. Dalam bidang pertanian...............................................................................................6

5. Prinsip-prinsip kebudayaan dalam islam..........................................................................6

C. Zaman Klasik dan Modern....................................................................................................7

1. Zaman klasik...................................................................................................................7

2. zaman modern................................................................................................................7

D. Masjid Merupakan Kebudayaan Islam ..............................................................................8

BAB III PENUTUP..................................................................................................................9

Kesimpulan...............................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................10

2
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Islam sudah mulai berkembang sejak abad ke-7 dan berkembang secara pesat ke
seluruh dunia dari waktu ke waktu. Dalam penyebarannya secara otomatis Islam telah
meletakkan nilai-nilai kebudayaannya.
Kebudayaan Islam adalah hasil olah akal, budi, cipta, rasa, dan karya manusia yang
berlandaskan pada nilai-nilai tauhid. Islam sangat menghargai akal manusia untuk berkiprah
dan berkembang. Hasil olah akal,budi,rasa,dan karya yang telah terseleksi oleh nilai-nilai
kemanusiaan yang bersifat universal berkembang menjadi sebuah peradaban. Dalam
perkembangannya perlu dibimbing oleh wahyu dan aturan-aturan yang mengikat agar tidak
terperangkap pada ambisi yang bersumber pada nafsu, sehingga akan merugikan dirinya
sendiri. Di sini agama berfungsi untuk membimbing manusia dalam mengembangkan akal
budinya sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab atau perdaban Islam.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebudayaan
1. Kebudayaan menurut bahasa
Secara etimologi, kata “kebudayaan” berasal dari bahasa sansekerta “budhayah”
(merupakan bentuk jamak dari kata “budhi“) yang memiliki pengertian budi, akal, atau hal
yang berkaitan dengan akal. Adapun kata “budaya“, merupakan bentuk jamak dari kata
“budi-daya“, yaitu daya dari budi yang berupa cipta, rasa, dan karsa. Maka, hasil dari cipta,
rasa, dan karsa tersebut diistilahkan dengan “kebudayaan“.
Pengertian budaya menurut bahasa bahwa kebudayaan merupakan gambaran dari
taraf berpikir manusia. Tinggi-rendahnya taraf berpikir manusia akan terlihat pada hasil
budayanya. Kebudayaan merupakan cetusan isi hati suatu bangsa, golongan, atau individu.
Tinggi-rendahnya, kasar-halusnya pribadi manusia, golongan, atau ras, akan terlihat pada
kebudayaan yang dimiliki sebagai hasil ciptaannya. Maka dapat juga dikatakan bahwa
kebudayaan merupakan orientasi dan pola pikir manusia, golongan, atau bangsa. Kebudayaan
merupakan suatu konsep yang sangat luas ruang lingkupnya. Hal ini tidak terlepas dari latar
belakang timbulnya suatu kebudayaan itu sendiri.
Menurut KBBI budaya merupakan kata benda yang terdiri dari lima suku kata “ke-bu-
da-ya-an“. Kata ini merupakan kata turunan yang berasal dari akar kata “budaya” yang
memiliki pengertian “pikiran atau akal budi“. Sedangkan pengertian kebudayaan sendiri
diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal-budi) manusia, sedangkan dari
sudut pandang antropologi, ia dimaknai sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai
makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang
menjadi pedoman tingkah lakunya.

2. Kebudayaan menurut istilah


Kebudayaan diambli dari istilah CULTURE dari bahasa Inggris. Kata culture berasal
dari bahasa latin colore yang berarti mengolah, mengerjakan, menunjuk pada pengolahan
tanah. Ada tujuh unsur-unsur kebudayaan menurut Koentjaraningrat. Koentjaraningrat
menyebutkan sebagai isi pokok kebudayaan. Ketujuh unsur kebudayaan universal tersebut
adalah sistem peralatan dan perlengkapan hidup, Sistem mata pencaharian hidup, Sistem
kemasyarakatan, Bahasa, Kesenian, Sistem Pengetahuan, Sistem Religi.

4
Definisi kebudayaan menurut E.B. Taylor kebudayaan sebagai hal yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adapt-istiadat, kebiasaan serta
kemampuan-kemampuan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Definisi kebudayaan menurut Koentjaningrat kebudayaan adalah keseluruhan ide-
ide, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik diri manusia dengan belajar.
Definisi kebudayaan menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi,
kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

3. Kebudayaan menurut islam


Dalam Islam, tidak ada suatu rumusan yang kongkret mengenai suatu kebudayaan.
Berkaitan dengan masalah kebudayaan. Islam memberi kerangka asas atau prinsip yang
bersifat hakiki atau esensial. Dengan kata lain, Islam hanya memberikan konsep dasar yang
dalam perwujudannya tergantung pada pemahaman pendukungnya. Dalam keadaan atau
waktu yang berbeda, esensinya diwujudkan dan ditentukan oleh aspek ekonomi, politik,
sosial budaya, teknik, seni, dan mungkin juga oleh filsafat.
Ciri-ciri yang membedakan antara kebudayaan Islam dengan budaya lain,
diungkapkan oleh Siba’i bahwa ciri-ciri kebudayaan Islam adalah yang ditegakkan atas dasar
aqidah dan tauhid, berdimensi kemanusiaan murni, diletakkan pada pilar-pilar akhlak mulia,
dijiwai oleh semangat ilmu.
Dari paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudyaan Islam dapat dipahami
sebagai hasil olah akal, budi, cipta, karya dan rasa manusia yang bernafaskan wahyu ilahi
dan sunnah Rasul. Yakni suatu kebudayaan akhlak karimah yang muncul sebagai
implementasi Al-Qur’an dan Al-Hadist dimana keduanya merupakan sumber ajaran agama
Islam, sumber norma dan sumber hukum Islam yang pertama dan utama.

4. Contoh kebudayaan dalam islam


4.1. Dalam bidang ibadah
Al-Qur’an suraah AL-Baqarah ayat 43,yang artinya ; “dan dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat, dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.
4.2. Dalam bidang perniagaan
“Hendaklah kamu berniaga karena sembilan persen dari pada rezeki itu adalah
didalam perniagaan“ (HR. Ahmad)

5
4.3. Dalam bidang pertanian
“Tidaklah percuma seorang islam mananam tanama, lalu dimakan daripadanya
oleh burung dan manusia atau binatang, bahkan mendapat pahala sedekah” (HR.
Bukhori dan Muslim).
Perintah-perintah diatas tersebut bukan termasuk kebudayaan karena ia adalah wahyu
dari Allah Swt. Tetapi apabila kita hendak melaksanakan perintah diatas, semisal :
“Dirikanlah sembahyang“ maka pasti timbulah pemikiran kita, bagaimana hendak
bersembahyang, dimana tempat untuk melaksanakannya dan lain-lain. Dan dari pemikiran
tersebut terwujudlah usaha atau tindakan yang akhirnya menghasilkan sebuah kebudayaan.

5. Prinsip-Prinsip Kebudayaan dalam Islam


Islam, datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju kepada
kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah datang untuk
menghancurkan budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang
bersamaan Islam menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang
yang tidak bermanfaat dan membawa madlarat di dalam kehidupannya, sehingga Islam perlu
meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju
kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.
Prinsip semacam ini, sebenarnya telah menjiwai isi Undang-undang Dasar Negara
Indonesia, pasal 32, walaupun secara praktik dan perinciannya terdapat perbedaan-perbedaan
yang sangat menyolok. Dalam penjelasan UUD pasal 32, disebutkan : “ Usaha kebudayaan
harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-
bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya
kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Idonesia “.
Dari situ, Islam telah membagi budaya menjadi tiga macam :
Pertama : Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam. seperti ; kadar besar kecilnya
mahar dalam pernikahan, di dalam masyarakat Aceh, umpamanya, keluarga wanita biasanya,
menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram emas.
Kedua : Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam, Contoh yang
paling jelas, adalah tradisi Jahiliyah yang melakukan ibadah haji dengan cara-cara yang
bertentangan dengan ajaran Islam , seperti lafadh “ talbiyah “ yang sarat dengan kesyirikan,
thowaf di Ka’bah dengan telanjang.
Ketiga : Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam. Seperti, budaya “ ngaben “ yang
dilakukan oleh masyarakat Bali.

6
B. Zaman Klasik dan Modern
1. Pada Zaman Klasik
Pada masa klasik, lahir ulama’ mahzab, seperti: Imam Hanafi, Imam Hambali, Imam
Syafi’i , dan Imam Maliki. Sejalan dengan itu lahir pula filosof muslim pertama, Al-Kindi
801 M. Diantara pemikirannya, ia berpendapat bahwa kaum Muslimin menerima filsafat
sebagai bagian dari kebudayaan Islam. Selain, Al-Kindi, pada abad itu lahir pula filosof besar
seperti: Al-Razi (865 M) dan Al-Farabi (870 M). keduanya dikenal sebagai pembangun
agung sistem filsafat. Pada abad berikutnya, lahir filosof agung Ibn Miskawaih 930 M.
Pemikirannya yang terkenal tentang pendidikan akhlak. Kemudian Ibn Sina tahun 1037 M,
Ibn Bajjah tahun 1138 M, Ibn Tufail tahun 1147 M,dan Ibn Rusyd tahun 1126 M.
Masa pertengahan yaitu 1250-1800 M dalam catatan sejarah pemikiran Islam masa
itu, merupakan fase kemunduran karena filsafat mulai dijauhkan dari umat Islam sehingga
ada kecenderungan akal dipertentangkan dengan wahyu, iman dengan ilmu, dunia dengan
akhirat. Pengaruhnya masih ada sampai sekarang. Sebagai pemikir muslim kontemporer
sering melontarkan tuduhan pada Al-Ghazali sebagai orang pertama yang menjauhkan filsafat
dari agama. Sebagaimana tertuang dalam tulisannya “Tahafut al-Falasifah” (Kerancuan
Filsafat). Tulisan Al-Ghazali dijawab oleh Ibn Rusyd dengan tulisan Tahafut al-Tahafut
(Kerancuan di atas kerancuan).
2. Pada Zaman Modern
Pada zaman modern merupakan zaman kebangkitan islam. Seperti saat ini, islam
memberikan pendidikan tentang membangun manusia modern yang Qur’ani. Seperti yang
telah dikatakan oleh Ust. Yusuf bahwa kehadiran Islam bukan untuk dirinya sendiri, tetapi
untuk seluruh umat manusia. Periode modern ini dikenal dengan zaman pembaharuan.
Kata “pembaharuan” seakan-akan identik dengan modernisasi yang lahir di dunia Barat.
Modernisasi diambil dari kata dasar “modern” yang artinya terbaru, cara baru, mutakhir
atau sikap dan cara berpikir serta bertindak sesuai dengan tuntunan zaman. Sedangkan
modernisasi adalah proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai masyarakat untuk bisa
hidup sesuai dengan tuntunan hidup masa kini. Artinya cara berfikir, aliran gerakan dan
usaha untuk merubah faham, adat-istiadat dan sebagainya, untuk disesuaikan dengan
suasana baru yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
pada masa modern ini, keadaan malah menjadi terbalik. Justru umat Islam yang
ingin belajar dari Barat lantaran kemajuan bangsa Barat dalam ilmu pengetahuan,
teknologi dan peradabannya. Potret ”keluguan” sekaligus ketertinggalan umat muslim

7
sebagai dimaksud jelas menyerukan bangkitnya kesadaran bahwa keadaan umat Islam
sudah demikian tertinggal jauh di belakang peradaban Barat. Hubungan Islam dengan
Barat sekarang sangat berlainan sekali antara hubungan Islam dengan Barat ketika periode
klasik. Dengan demikian, muncullah apa yang disebut pemikiran dan aliran pembaharuan
atau modernisasi dalam Islam. Para pemuka Islam kembali mengeluarkan pemikirannya
bagaimana caranya membuat umat Islam kembali maju sebagaimana pada periode klasik.
Artinya mereka berusaha menggerakkan umat Islam untuk memperbaharui kehidupan serta
mendorong mereka untuk mengusir dominasi kekuatan asing di negeri-negeri Islam. Para
tokoh pembaharuan Islam itu di antaranya adalah Muhammad Abduh dan Muhammad
Rasyid Ridha. Mereka ini adalah dua dari beberapa tokoh pembaharuan Islam yang
pengaruh pemikirannya tersebar luas hingga ke Indonesia.

D. Masjid Merupakan Kebudayaan Islam


Masjid pada umumnya dipahami oleh masyarakat sebagai tempat ibadah khusus,
seperti sholat, pada fungsi masjid lebih luas dari itu. Pada zaman Rasulullah, masjid berfungsi
sebaagai pusat peradaaban. Nabi mensucikan jiwa kaum muslimin, mengajar Al-Qur’an,
bermusyawarah berbagai permasalahan umat hingga masalah upaya-upaya peningkatan
kesejahteraan umat.
Dalam sejarah perkembangan Islam, Masjid memiliki fungsi yang sangat vital dan
dominan bagi kaum Muslimin, di antaranya:

1. Mesjid pada umumnya dipahami masyarakat sebagai tempat ibadah khusus, seperti sholat.
2. Sebagai “prasasti” atas berdirinya masyarakat Muslim. Jika dewasa ini bendera sebagai
simbol sebuah Negara yang telah merdeka, maka kaum Muslimin pada tempo dulu jika
berhasil “menaklukkan” sebuah Negara, mereka menandainya dengan membangun sebuah
masjid sebagai pertanda bahwa wilayah tersebut menjadi bagian dari “Negara Islam”
3. Masjid merupakan sumber komunikasi dan informasi antar warga masyarakat Islam.
4. Di zaman Nabi SAW masjid sebagai pusat peradaban
5. Sebagai simbol persatuan umat Islam.
6. Sebagai pusat gerakan.
7. Di Masjid kaum tua-muda Muslim mengabdikan hidup untuk belajar ilmu-ilmu Islam,
mempelajari Al-Qur’an dan Al-Hadist , kritisme, tafsir, cabang-cabang syariat, sejarah,
astronomi, geografi, tata bahasa, dan sastra arab.

8
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kebudayaan yang Islami Adalah hasil olah akal, budi, cipta, rasa, karsa, dan karya
manusia yang tidak terlepas dari nilai-nilai ketuhanan. Hasil olah yang universal berkembang
menjadi sebuah peradaban. Dalam perkembangannya, perlu dibimbing oleh wahyu dan
aturan-aturan yang mengikat agar tidak terperangkap pada ambisi yang bersumber dari nafsu
hewani sehingga akan merugikan diri manusia sendiri. Di sinilah, agama berfungsi untuk
membimbing manusia dalam mengembangkan akal budinya sehingga menghasilkan
kebudayaan yang beradab. Masjid selain sebagai tempat ibadah, juga berfungsi sebagai salah
satu simbol bagi Islam, tempat pusat komunikasi dan informasi, tempat belajar tentang ajaran
Islam.

9
DAFTAR PUSTAKA
1. Tim Dosen PAI UNM.2006.Reorientasi Pendidikan Islam: Menuju Pengembangan
Kepribadian Insan Kamil.Malang:Hilal Pustaka
2. Tim Dosen PAI UB.2006.Buku Daras Pendidikan Agama Islam.Malang:PPA UB
3. Gazalba,Sidi.1975.Mesjid: Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam.Jakarta:Pustaka Antara
4. http://sahrul-media.blogspot.com

10
REFERENSI

Ajaran Islam yang berkembang di Indonesia mempunyai tipikal yang spesifik bila
dibandingkan dengan ajaran Islam di berbagai negara Muslim lainnya. Menurut banyak studi,
Islam di Indonesia adalah Islam yang akomodaatif dan cenderung elastis dalam berkompromi
dengan situasi dan kondisi yang berkembang di Indonesia, terutama situasi sosial politik yang
sedang terjadi pada masa tertentu. Muslim Indonesia pun konon memiliki karakter yang khas,
terutama dalam pergumulannya dengan kebudayaan lokal Indonesia. Disinilah terjadi dialog
dan dialektika antara Islam dan budaya lokal yang kemudian menampilkan wajah Islam yang
khas Indonesia, sehingga dikenal sebagai “Islam Nusantara” atau “Islam Indonesia” dimaknai
sebagai Islam yang berbau kebudayaan Indonesia. Islam yang bernalar Nusantara, Islam yang
menghargai pluralitas, Islam yang ramah kebudayaan lokal, dan sejenisnya. “Islam
Nusantara” atau “Islam Indonesia” bukan foto copy Islam Arab, bukan kloning Islam Timur
Tengah, bukan plagiasi Islam Barat, dan bukan pula duplikasi Islam Eropa.
Meskipun Islam lahir di negeri Arab, tetapi dalam kenyataannya Islam dapat tumbuh
dan berkembang dengan kekhasannya dan pada waktu yang sama sangat berpengaruh di bumi
Indonesia yang sebelumnya diwarnai animisme dan dinamisme, serta agama besar seperti
Hindu dan Budha. Dengan demikian, wajah Islam yang tampil di Indonesia adalah wajah
Islam yang khas Indonesia, wajah Islam yang berkarakter Indonesia, dan Islam yang menyatu
dengan kebudayaan masyarakat Indonesia, tetapi sumbernya tetap al-Qur’an dan al-Sunnah.

Oleh karena itulah, wajah Islam di Indonesia merupakan hasil dialog dan dialektika
antara Islam dan budaya lokal yang kemudian menampilkan wajah Islam yang khas
Indonesia. Dalam kenyataannya, Islam di Indonesia memanglah tidak bersifat tunggal, tidak
monolit, dan tidak simple, walaupun sumber utamanya tetap pada al-Qur’an dan al-Sunnah.
Islam Indonesia bergelut dengan kenyataan negara-negara, modernitas, globalisasi,
kebudayaan likal, dan semua wacana kontemporer yang menghampiri perkembangan zaman
dewasa ini.
Tulisan ini ditulis dalam konteks sebagaimana tersebut diatas dalam memandang
event peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. Dalam realitanya memang terdapat berbagai
tradisi umat Islam dibanyak Negara Muslim seperti Indonesia, Malasyia, Brunai, Mesir,
Yaman, Aljazair, Maroko, dan lain sebagainya yang menimbulkan “kontroversi” dari
perspektif hukum tentang boleh atau tidaknya atau halal atau haramnya untuk
mengamalkannya. Di Antara tradisi yang menimbulkan kontroversi itu Antara lain

11
melaksanakan kegiatan-kegiatan seperti peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw, peringatan
Isra’ Mi’raj, peringatan Muharram, dan lain-lain.
Oleh karena kontroversi-kontroversi yang menyelimuti peringatan-peringatan
tersebut, maka tulisan ini berupaya menjelaskan posisi peringatan Maulid Nabi Saw,
perspektif hukum Islam, akan tetapi tidak bersifat tunggal, namun memberikan horizon
pilihan yang memungkinkan kita untuk bersikap arif dan bijaksana terhadap pihak yang
berbeda pahamnya.
Dari riwayat Rasulullah Saw, Islam membiarkan beberapa adat kebiasaan manusia
yang tidak bertentangan dengan syariat dan adab-adab Islam atau sejalan dengannya. Oleh
karena itu, Rasulullah Saw tidak menghapus seluruh adat dan budaya masyarakat Arab (pada
masa itu) yang ada sebelum datangnya Islam. Akan tetapi Rasulullah Saw melarang budaya-
budaya yang mengandung unsur syirik, seperti pemujaan terhadap leluhur dan nenek
moyang, dan budaya-budaya yang bertentangan dengan adab-adab Islami.
Jadi, selama adat dan budaya itu tidak bertentangan dengan Islam, silahkan
melakukannya. Namun jika bertengan dengan ajaran Islam, seperti memamerkan aurat pada
sebagian pakaian adat daerah, atau budaya itu berbau syirik atau memiliki asal-usul ritual
syirik dan pemujaan atau penyembahan kepada dewa-dewa atau Tuhan-Tuhan selain Allah,
maka budaya seperti itu hukumnya haram.

12

You might also like