Professional Documents
Culture Documents
Modul: 2
Al-Wahy atau wahyu adalah kata masdar (infinitif); dan materi kata itu menunjukkan dua
pengertian dasar, yaitu: tersembunyi dan cepat. Oleh sebab itu, maka dikatakan bahwa wahyu
ialah pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat yang khusus ditujukan kepada orang yang
diberitahu tanpa diketahui orang lain. Menurut ilmu bahasa, wahyu ialah : isyarat yang cepat
dengan tangan dan sesuatu isyarat yang dilakukan bukan dengan tangan. Juga bermakna
surat, tulisan, sebagaimana bermakna pula, segala yang kita sampaikan kepada orang lain
untuk diketahuinya.
Wahyu itu ialah : yang dibisikkan kedalam sukma, diilhamkan dan isyarat cepat yang lebih
mirip kepada dirahasiakan daripada dilahirkan.
1. Ilham sebagai bawaan dasar manusia, seperti wahyu terhadap ibu Nabi Musa:
Qasas [28]:7).
Ilham yang berupa naluri pada binatang, seperti wahyu kepada lebah:
وأوحى ربك إلى النحل أن اتخذي من الجبال بيوتا ومن الشجر ومما يعرشون
Dan Tuhanmu telah mewahyukan (ilhamkan) kepada lebah: ‘Buatlah sarang di bukit-bukit,
di pohon-pohon kayu, dan di rumah-rumah yang didirikan manusia. (an-Nahl [16]:68).
1. Isyarat yang cepat melalui rumus dan kode, seperti isyarat Zakaria yang diceritakan
Qur’an:
“Maka keluarlah dia dari mihrab, lalu memberi isyarat kepada mereka: ‘Hendaklah kamu
bertasbih di waktu pagi dan petang. “‘
(Maryam [19]:11).
1. Bisikan dan tipu daya setan untuk menjadikan yang buruk kelihatan indah dalam diri
manusia.
…وإن الشياطين ليوحون إلى أوليآئهم ليجادلوكم وإن أطعتموهم إنكم لمشركون
وكذلك جعلنا لكل نبي عدوا شياطين اإلنس والجن يوحي بعضهم إلى بعض زخرف القول غرورا
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan dari
jenis manusia dan dari jenis jin; sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain
perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu manusia.” (al-An’am [61:112).
1. Apa yang disampaikan Allah kepada para malaikatnya berupa suatu perintah untuk
dikerjakan.
إذ يوحي ربك إلى المآلئكة أني معكم فثبتوا الذين آمنوا
“Ingatlah ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya Aku bersama
kamu, maka teguhkanlah pendirian orang-orang yang beriman. “‘ (al-Anfal [8]:12).
Sedangkan menurut istilah, wahyu ialah : sebutan bagi sesuatu yang dituangkan dengan cara
yang cepat dari Allah kedalam dada Nabi-nabi-Nya, sebagaimana dipergunakan juga untuk
lafadz Al-Qur’an. Dapat diartikan juga bahwa wahyu Allah kepada nabi-nabi-Nya adalah :
pengetahuan pengetahuan yang Allah tuangkan kedalam jiwa Nabi, untuk mereka sampaikan
kepada manusia untuk menunjuki dan memperbaiki mereka didalam dunia serta
membahagiakan mereka diakhirat.
Oleh sebab itu para ulama berpendapat mengenai cara turunnya wahyu Allah yang berupa
Qur’an kepada Jibril dengan beberapa pendapat:
1. Bahwa Jibril menerimanya secara pendengaran dari Allah dengan lafalnya yang
khusus.
2. Bahwa Jibril menghafalnya dari lauhul mahfuz.
3. Bahwa maknanya disampaikan kepada Jibril, sedang lafalnya adalah lafal Jibril, atau
lafal Muhammad s.a.w.
Pendapat pertama itulah yang benar; dan pendapat itu yang dijadikan pegangan oleh Ahlus
Sunnah wal Jama’ah, serta diperkuat oleh hadis Nawas bin Sam’an yakni:
Hadis dari Nawas bin Sam’an r.a. yang mengatakan: Rasulullah s.a.w. berkata: Apabila Allah
hendak memberikan wahyu mengenai suatu urusan, Dia berbicara melalui wahyu, maka
langit pun tergetarlah dengan getaran atau dia mengatakan dengan goncangan yang dahsyat
karena takut kepada Allah ‘azza wa jalla. Apabila penghuni langit mendengar hal itu, maka
pingsan dan jatuh bersujudlah mereka itu kepada Allah. Yang pertama sekali mengangkat
muka di antara mereka itu adalah Jibril, maka Allah membicarakan wahyu itu kepada Jibril
menurut apa yang dikehendakiNya. Kemudian Jibril berjalan melintasi para malaikat. Setiap
kali dia melalui satu langit, maka bertanyalah kepadanya malaikat langit itu: Apakah yang
telah dikatakan oleh Tuhan kita wahai Jibril? Jibril menjawab: Dia mengatakan yang hak dan
Dialah yang Mahatinggi lagi Mahabesar. Para malaikat itu semuanya pun mengatakan seperti
apa yang dikatakan Jibrial. Lalu Jibril menyampaikan wahyu itu seperti diperintahkan Allah
azza wa jalla. (HR. Thabrani).
b. Al-Qur’an
Al-Qur’an menurut pendapat yang paling kuat seperti yang dikemukakan Dr.Subkhi Al-
Shalih berarti “bacaan “, asal katanya adalah “qara ‘a “. Kata A1Qur’an itu berbentuk
masdar dengan arti isim maf ul yaitu “maqru “‘ (yang dibaca).
Sedangkan menurut istilah Al-Qur’an ialah : “Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat
yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW dan yang ditulis di mushaf
dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah, dimulai dari al-Fatihah
dan diakhir dengan al-Nas. Dengan demikian kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-nabi
selain Nabi Muhammad SAW, tidaklah dinamakan Al-Qur’an.
Nabi Muhammad SAW dalam hal menerima wahyu mengalami bermacammacam cara dan
keadaan, diantaranya
1. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi dengan rupanya yang asli. Hal ini tersebut
dalam Al-Qur’an.
“Sesungguhnya Muhammad telah melihatnya (Jibril) pada kali yang lain. Ketika (ia berada)
di Sidratul Muntaha “. (QS. A n-Najm :13-14)
2. Malaikat memasukkan wahyu kedalam hatinya. Dalam hal ini Nabi Muhammad SAW
tidak melihat sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu sudah berada saja dalam
kalbunya. Mengenai hal ini Nabi mengatakan : “Ruhul Qudus mewahyukan ke dalam kalbuku
“. (QSAsySyuura : 51)
3. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi Muhammad SAW berupa seorang laki-laki
yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar akan
kata-kata itu.
4. Wahyu datang kepadanya seperti gemerincing lonceng. Cara yang seperti inilah yang amat
berat yang dirasakan oleh Nabi. Kadang-kadang pada keningnya bercucuran keringat,
terkadang disaat beliau mengendarai unta, untanya berhenti dan terduduk karena merasakan
beban yang teramat berat.
5. Allah berbicara kepada Nabi dari belakang hijab, baik dalam keadaan nabi yang sadar
(jaga), sebagaimana sewaktu beliau Isra’, ataupun dalam keadaan tidur seperti yang
diriwayatkan oleh Turmudzi melalui sebuah hadits dari Muadz.
8. Segolongan ahli ilmu berpendapat, bahwa ada lagi satu cara wahyu itu diturunkan, yaitu
Allah berbicara langsung dengan Nabi dengan bertatap muka tanpa hijab. Adapun pendapat
ini berdasarkan faham bahwa Nabi Muhammad dapat melihat Allah dengan mata kepalnya.
Hal inilah yang kemudian banyak diperselisihkan oleh para ulama. Karena `Aisyah menolak
pendapat bahwa Rasulullah SAW dapat melihat Allah dengan
angsur sudah barang tentu ada hikmah yang terkandung dibalik semua itu. Hikmah
1. Agar lebih mudah dimengerti dan diamalkan. Apabila A1-Qur’an yang berisikan perintah
dan larangan diturunkan sekaligus, maka niscaya manusia akan merasa kesulitan untuk
mengamalkannya. Hal ini disebutkan dala sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari
Aisyah r.a.
2. Turunnya suatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Hal ini tentu akan
lebih mengesankan dan lebih berpengaruh didalam hati manusia. Wahyu itu apabila
diturunkan tiap-tiap waktu kejadian, maka teguhlah hati orang yang menerimanya.
4. Diantara ayat -ayat yang turun, ada yang merupakan jawawaban daripada pertanyaan-
pertanyaan atau penolakan terhadap suatu pendapat atau perbuatan. Sebagaimana dikatakan
oleh Ibnu Abbas r.a., hal ini tidak mungkin terjadi jika kalu Al-Qur’an diturunkan sekaligus.
5. Diantara ayat-ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh sesuai dengan kemaslahatan.
Hal ini tidak dapat dilakukan sekiranya Al-Qur’an diturunkan secara sekaligus.
D. KEDUDUKAN AL-QUR’AN
Apabila kita memandang Al-Qur’an dalam konteks dasar-dasar keislaman, maka kedudukan
A1-Qur’an merupakan sumber utama (sumber dari segala sumber) atau pokok-pokok asasy
bagi syari’at Islam. Kemudian dari A1-Qur’an inilah diambil segala pokok-pokok syari’at
dan cabang-cabangnya. Sehungga dapat pula dikatakan bahwa Al-Qur’an merupakan dasar
kully bag] syari’at Islam dan pengumpul segala hukum. Allah berfirman dalam Al-Qur’an.
Oleh karena Al-Qur’an dasar-dasar pokok, maka dalam hal memahaminya memerlukan
tafshil. Oleh karena itu Al-Qur’an memerlukan hadits dalam hal penjelsannya. Maka
dikenallah bahwa hadits (sunnah) merupakan sumber yang kedua dalam Islam setelah Al-
Qur’an.
E. NAMA-NAMA AL-QUR’AN
Alasan penamaan:
ق والقرآن المجيد
Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberi petunjuk pada jalan yang amat lurus. (Al-Isra: ayat 9).
2. Alasan Al-Qur’an dinamai dengan Al-Furqan sebagaimana tertera dalam firman Allah s.
w, t.:
Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al Qur’an) kepada hamba-Nya, agar
dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (al-Furqan: 1)
3. Alasan Alquran diberi nama dengan at-Tanzil sebagaimana tertera dalam firman Allah
asy-Suara: 192-193):
Dan sesungguhnya Al Qur’an (al-Tanzil) ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta
alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al Amin (Jibril).
حم والكتاب المبين إنا أنزلناه في ليلة مباركة إنا كنا منذرين
Haa Miim. Demi Kitab (Al Qur’an) yang menjelaskan, sesungguhnya Kami menurunkannya
pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.
Adapun mengenai sifat-sifatnya sungguh tertera dalam sejumlah ayat-ayat Alquran, bahkan
sedikit sekali (jarang) surat-surat dalam Alquran yang tiak menyebutkan sifat-sifat yang
indah dan mulia terhadap kitab yang diturunkan oleh Tuhan yang Maha Mulia yang dijadikan
mukjizat yang abadi bagi seorang Nabi yang terakhir, Diantaranya:
يا أيها الناس قد جاءكم برهان من ربكم وأنزلنا إليكم نورا مبينا
Hai manusia! Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaian dari Tuhanmu dan
penyembuh bagi penyakit penyakit yang berada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi
orang-orang yang beriman. (Yunus ayat 57).
وننزل من القرآن ما هو شفاء ورحمة للمؤمنين وال يزيد الظالمين إال خسارا
Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang
yang beriman dan Al Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalim selain
kerugian. Al-Isra;: 82.
ولو جعلناه قرآنا أعجميا لقالوا لوال فصلت آياته أأعجمي وعربي قل هو للذين آمنوا هدى وشفاء والذين ال يؤمنون في
آذانهم وقر وهو عليهم عمى أولئك ينادون من مكان بعيد
Dan jika Kami jadikan Al Qur’an itu suatu bacaan dalam selain bahasa Arab tentulah mereka
mengatakan: “Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?”. Apakah (patut Al Qur’an) dalam
bahasa asing, sedang (rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: “Al Qur’an itu adalah petunjuk
dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada
telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Qur’an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu
adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh”.
يا أيها الناس قد جاءتكم موعظة من ربكم وشفاء لما في الصدور وهدى ورحمة للمؤمنين
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh
bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang
yang beriman. Yunus: 57.
Kata “Al-Qur’an” adalah sama halnya dengan kata “Qira’at” adalah masdar dari kata
“qara’a-qira’atan dan qur’anan”. Demikianlah menurut sebagian ulama dengan mengambil
alasan Firman Allah QS. Al-Qiyamah: 17-18:
/
Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu
pandai) membacanya. Apabila kamu telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya
itu.(A1-Qiyamah ayat 17-18).
Pengertian “qur’anahu” di sini sama dengan “qira’atahu”. Maka lafaszh “qur’an” menurut
pendapat ini adalah musytak (pengambilan dari kata kerja). Sebagian ulama yang lain
berpendapat bahwa lafazh Al-Qur’an bukanlah musytak dari qara’a melainkan isim alam
(nama sesuatu) bagi kitab yang mulia sebagaimana halnya nama Taurat dan Injil. Ini adalah
pendapat Imam Syafi’i (Lihat kitab “Mabahitsul Qur’an karangan Al-Ustadz Manna’ Al-
Qaththan.
Pcrmulaan turun AI-Qur’anul Karim adalah tanggal 17 Ramadhan tahun ke 40 dari kelahiran
Nabi s a w. yaitu dikala beliau sedang bertahannuts (beribadah) di Gua Hira, dimana kala itu
turun wahyu (Jibril AI-Amin) dengan membawa beberapa ayat AIQur’anul Hakim. la (Jibril)
menyekap Nabi ke dadanya lalu melepaskannya (dan melakukan yang demikian itu berulang
tiga kali), sambil mengatakan “iqra’ (bacalah)” pada setiap kalinya, dan Rasul s a w.
menjawabnya “ma ana bi qaari (saya tidak bisa membaca)”. Pada dekapan yang ketiga
kalinya Jibril membacakan:
اقرأ باسم ربك الذي خلق خلق اإلنسان من علق اقرأ وربك األكرم الذي علم بالقلم علم اإلنسان ما لم يعلم
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang
mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang
tidak diketahuinya. Al-Alaq: 1-5.
واتقوا يوما ترجعون فيه إلى هللا ثم توفى كل نفس ما كسبت وهم ال يظلمون
Dan peliharalah dirimu dari (adzab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua
dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna
terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan).
Ini adalah pendapat yang benar dan kuat menurut basil seleksi para Ulama yang tokohnya As-
Sayuthy. Pendapat ini dikutip dari seorang tokoh ummat, yaitu Abdullah bin Abbas yang
diriwayatkan oleh Nasa’i dari `Ikrimah dari Ibnu Abbas, bahwasanya ia berkata: “Ayat Al-
Qur’an yang terakhir diturunkan.ialah ayat:
Dan Nabi setelah turun ayat itu hanya hidup 9 (sembilan hari) yang kemudian beliau wafat
pada mat am Senin tanggal 3 Robi’ul Awwal. Adapun pendapat sebagian Ulama yang
mengatakan bahwa ayat Al-Qur’an yang terakhir diturunkan ialah firman Allah al-Maidah: 3:
اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم اإلسالم دينا
Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan ni’mat-
Ku kepadamu serta telah Ku- ridhai bagimu Islam itu sebagai agama.(Al-Maidah: ayat 3)
Ini adalah pendapat yang tidak benar, karena ayat tersebut diturunkan kepada Rosul s a w.
pada waktu beliau melaksanakan haji wada` di kala beliau wukuf di ‘Arafah, yang setelah itu
beliau masih sempat hidup selama 81 (delapanpuluh satu) hari, dan sebelum beliau wafat
turun sebuah ayat dari surat Al-Baqarah:
Maka itulah ayat yang terakhir diturunkan, bukan ayat pada surat Al-Maidah. Inilah pendapat
yang benar, dan dengan turunnya ayat ini terputuslah wahyu, dan sekaligus sebagai akhir
hubungan antara langit dengan bumi. Setelah turun penutup/yang terakhir ayatAI-Qur’an ini,
Rosulullah s a w. pindah ke pangkuan Yang Maha Agung (wafat) setelah beliau
menyampaikan amanat dan risalahnya serta menunjukkan manusia kepada ajaran Allah.
Diantara dalil yang menunjukkan bahwa ayat pada surat AlMaidah diturunkan dikala Haji
Wad;’ adalah sebuah hadits Fang diriwayatkan dalam Shahih Bukhary bahwa salah seorang
Yahudi pernah datang men1hadap Umar Ihnu Khattah clan herkata: Amirul Mukminin!,ada
sebuah ayat dalam kitabmu yang kalau diturunkan kepada kami golongan Yahudi niscava
hari turunnya itu akan kami jadikan sebagai hari besar (ied). Umar bertanya: Ayat manakah
yang anda maksudkan? la menjawab: “Firman Allah s. W. t.:
Çáíæã ÃßãáÊ áßã Ïíäßã æÃÊããÊ Úáíßã äÚãÊí æÑÖíÊ áßã ÇáÅÓáÇã ÏíäÇ
Seraya Umar menjawab: “Demi Allah, Sungguh aku tahu benar tempat diturunkannya ayat
tersebut serta saat dimana diturunkan. Ayat tersebut diturunkan pada waktu Rasul s a w.
berada di Arafah, Hari Jum’at setelah Ashar”.’) Tegasnya ayat tersebut diturunkan pada suatu
hari raya Islam. yang paling besar, yaitu hari raya yang melebihi hari raya lainnya.
Catatan
kan? la menjawab:
kan ayat
bahwa ayat pada surat Al-Muddatsir adalah ayat yang pertama diturunkan.
Pendapat tersebut dijawab oleh As-Sayuthy dengan beberapa jawaban, yang pertama:
Pertanyaan ini adalah pertanyaan tentang turunnya satu surat secara sempurna. Jelaslah
bahwa surat “Al-Muddatsir” diturunkan secara sempurna sebelum diturunkannya surat “Igra”
(AI-‘Alaq) secara sempurna, karena surat lqra’ yang pertama diturunkan adalah hanya bagian
yang awalnya. Hal ini didukung oleh sebuah Hadits dalam Shahih Bukhary, Muslim, Riwayat
Abdullah bahwa is berkata: Saya mendengar Rasulullah s a w. tatkala beliau menceriterakan
tentang renggangnya wahyu. Beliau hersabda dalam sebuah haditsnya: “Ketika aku berjalan
tiba-tiba aku mendengar suara dari langit dan aku segera melihat ke atas, tiba-tiba Malaikat
yang pernah datang di Gua Hira nampak sedang duduk di kursi (berada pada suatu tempat)
antara langit dan humi. Akupun segera pulang dan segera kukatakan “selimutilah aku”
kemudian Allah menurunkan ayat:
M»
Dengan adanya kata “Malaikat yang pernah datang ke Gua Hira” menunjukkan bahwa kisah
ini (turunnya Al-Muddatsir) adalah lebih belakangan dari kisah Gua Hira (Iqra’ Bismi
Rabbika…….)
Imam As-Sayuthy memberikan jawaban be rikutnya dalam kitab tersebut yang tidak perlu
disebutkan di sini.
اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم اإلسالم دينا
Adalah menunjukkan bahwa Agama Islam telah lengkap dan sempurna, karena itu bagaimana
mungkin masih turun beberapa ayat yang lain? Itulah sebabnya kami mengatakan bahwa ayat
tersebut adalah sebagai ayat Al-Qur’an yang terakhir diturunkan.
Jawaban tentang pendapat.tersebut adalah: Allah s.w.t. telah aaenyempurnakan ajaran Islam
dengan penjelasan berbagai kewajiban dan hukum/ketetapan, penjelasan tentang halal dan
haram. Se gala hal yang dibutuhkan oleh ummat telah dijelaskan oleh Allah s. ww t., juga
telah diperinci tentang segala hukum-hukumnya sehingga mereka berada di atas landasan
yang jelas. Kesemuanya itu bukan berarti menutup samasekali kemungkinan masih turunnya
ayat-ayat lain yang berhubungan dengan peringatan dan ancaman dari Allah, dan yang
berhubungan dengan peringatan kepada manusia akan adanya gejolak yang maha dahsyat di
hadapan Tuhan sebagai penegak hukum Yang Maha Bijaksana pada hari tersebut, yaitu suatu
hari dimana harta dan anak cucu tidak lagi ada manfaatnya kecuali bagi orang yang
menghadap Allah dengan hati yang tulus. Berdasarkan uraian di atas sekelompok Ulama
telah menegaskan bahkan AsSuddy sendiri mengatakan bahwa setelah diturunkan ayat Al-
Maidah tidak lagi akan turun ayat tentang yang halal dan yang haram
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jaya Sakti, Surabaya, 1997.
Teuku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiegy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Our ‘an dan
Tafsir, Pustaka Rizki Putra, Semarang, 1997.