You are on page 1of 46

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Idiopathic Trombositopenia Purpura (ITP) diperkirakan merupakan salah
satu penyebab kelainan perdarahan didapat yang banyak ditemukan oleh dokter
anak, dengan insiden penyakit simtomatik berkisar 3 sampai 8 per 100.000 anak
pertahun.

Penatalaksanaan ITP pada anak terutama ITP akut masih menjadi topik
kontroversi. Meskipun ITP pada anak umumnya bersifat akut dan biasanya
membaik dengan sendirinya dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan,
namun sejak seperempat abad yang lalu terdapat perbedaan pendapat di antara
para ahli tentang pemberian prednison secara rutin pada pasien ITP. Dengan
diperkenalkannya beberapa pengobatan baru akhir-akhir ini, semakin meramaikan
perbedaan pendapat tersebut. Yang menjadi permasalahan sebenarnya adalah
apakah seharusnya pada semua pasien ITP, terutama anak-anak perlu diberikan
pengobatan.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TROMBOSIT

Trombosit disebut juga platelet atau keping darah. Sebenarnya trombosit


tidak dapat dipandang sebagai sel utuh karena ia berasal dari sel raksasa yang
berada disumsum tulang, yang dinamakan megakariosit. Dalam pematangannya,
megakariosit ini pecah menjadi 3000 – 4000 serpihan sel yang dinamai
trombosit. Trombosit mempunyai bentuk bicembung dengan garis tengah 0.75 –
2.25 mm. Ciri-ciri trombosit adalah:2

1. Tidak memiliki inti tetapi masih bila melakukan sintesa protein walaupun
terbatas, karena didaam sitoplasma masih ada sejumlah RNA.
2. Mempunyai mitokondria, butir glikogen yang mungkin berfungsi sebagai
cadangan energi dan 2 jenis granula yaitu granula α yang berisi enzim
hidrolase asam/ lisosom dan granula yang padat yang berisi factor
penggumpalan atau factor V, factor pertumbuhan serta beberapa jenis
glikoprotein.

Umur trombosit setelah pecah dari sel dan masuk ke dalam darah ialah
antara 8 – 14 hari. Konsentrasi trombosit didalam darah ialah antara 10 5 – 106/mL
darah. Perubahan dalam jumlah trombosit umumnya penurunan yang
dihubungkan dengan fungsinya. Keadaan lain yang dapat menyebabkan
trombositopenia ialah kelainan yang disebabkan oleh mekanisme autoimun.
Dalam keadaan ini, tubuh membuat antibody terhadap trombosit yang dibuatnya
sendiri. Trombositopenia dapat pula disebabkan oleh berkurangnya produksi sel-
sel megakariosit oleh sumsum tulang.2

2
B. FUNGSI TROMBOSIT

Fungsi trombosit ialah:

1. Menutup luka dengan membentuk gumpalan trombosit pada tempat


kerusakan pembuluh darah.

2. Membuat faktor pembekuan yaitu faktor trombosit dan trombostenin


untuk memperkuat gumpalan trombosit di samping fibrin.

3. Mengeluarkan serotonin untuk kontraksi pembuluh darah dan ADP


(adenosine diphosphate) untuk mempercepat pembentukan gumpalan
trombosit.

“Lem” yang mempertahankan trombosit dalam pembuluh darah ialah faktor


von Willebrand, suatu protein yang dihasilkan oleh sel-sel pada dinding
pembuluh darah. Setelah trombosit melekat di tempet cedera dan menumpuk
membentuk suatu gumpalan trombosit yang longgar, sebuah proses
pembekuan bernama kaskade koagulasi darah terinisiasi. Mekanisme
pembekuan darah dibagi dalam 3 tahap dasar, yaitu :

1. Pembentukan tromboplastin plasma intrinsik (tromboplastogenesis),


dimulai dengan pekerjaan trombosit, terutama TF3 (faktor trombosit 3) dan
faktor pembekuan lain (IV, V, VIII, IX, X, XI, XII kemudian III dan VII) pada
permukaan asing atau pada sentuhan dengan kolagen.

2. Perubahan protrombin menjadi trombin yang dikatalisasi oleh


tromboplasyin, faktor IV, V, VII dan X. Trombin berperan pada tahap
autokatalitik yang cepat, menyebabkan trombosit labil sehingga mudah
melepas TF dan meninggikan aktivitas tromboplastin.

3. Perubahan fibrinogen menjadi fibrin dengan katalisator trombin, TF1


dan TF2

Hemostasis sebenarnya merupakan proses yang dinamis sehingga setelah


terbentuk bekuan darah, faktor pembekuan tertentu akan teraktivasi agar

3
memperlambat proses pembekuan. Proses fibrinolisis mulai berlangsung
sehingga bekuan darah lenyap saat daerah luka sembuh. Fibrinolisis terjadi
akibat aktivasi plasminogen menjadi plasmin oleh faktor XII. Plasmin tidak
terdapat dalam peredaran darah normal karena dengan cepat akan dinon-
aktifkan oleh inhibitor dalam plasma (antiplasmin). Substrat normal untuk
plasmin ialah fibrin degradation product (FDP) yang merupakan
antikoagulansia dan akan menghambat reaksi trombin-fibrinogen.

Gangguan atau kelainan perdarahan (diatesis hemoragik) ialah suatu


kecenderungan untuk mengalami pembekuan darah dan perdarahan yang
abnormal. Gangguan perdarahan dapat merupakan hasil dari (1) abnormalitas
trombosit kualitatif ataupun kuantitatif, (2) abnormalitas faktor pembekuan
kualitatif maupun kuantitatif, (3) abnormalitas vaskuler, atau (4) fibrinolisis
yang dipercepat.

Perdarahan mukosa yang berlebihan sugestif ke gangguan trombosit,


penyakit von Willebrand, disfibrinogenemia atau vaskulitis. Perdarahan
kedalam otot atau sendi dapat dikaitkan dengan abnormalitas faktor
pembekuan darah. Kelainan perdarahan ini dapat bersifat kongenital atau
didapat. Berikut ini merupakan tabel berisi contoh abnormalitas pada
gangguan perdarahan.

2.1. Definisi
Idiopathic Trombositopenia Purpura (ITP) ialah suatu penyakit perdarahan
yang didapat sebagai akibat dari penghancuran trombosit yang berlebihan, yang
ditandai dengan: trombositopenia (trombosit < 100.000/mm3), purpura, gambaran
darah tepi yang umumnya normal, dan tidak ditemukan penyebab trombositopenia
yang lainnya.(4) ITP merupakan kelainan autoimun yang menyebabkan
meningkatnya penghancuran trombosit dalam sistem retikuloendotelial.(4,6,7)

4
2.2. Epidemiologi
ITP diperkirakan merupakan salah satu penyebab kelainan perdarahan
didapat yang banyak ditemukan oleh dokter anak, dengan insiden penyakit
simtomatik berkisar 3 sampai 8 per 100.000 anak pertahun.(2,4,7)

Delapan puluh hingga 90% anak dengan ITP menderita episode perdarahan
akut, yang akan pulih dalam beberapa hari atau minggu dan sesuai dengan
namanya (akut) akan sembuh dalam 6 bulan. Pada ITP akut tidak ada perbedaan
insiden laki maupun perempuan dan akan mencapai puncak pada usia 2-5 tahun.
Hampir selalu ada riwayat infeksi bakteri, virus ataupun imunisasi 1-6 minggu
sebelum terjadinya penyakit ini. Perdarahan sering terjadi saat trombosit dibawah
20.000/mm3.(4)

ITP dikatakan kronis jika trombositopeni menetap hingga lebih dari 6 bulan.
Insidens kelainan ini berkisar 1 dalam 250.000 anak tiap bulan, termasuk 10%-
20% dari anak dengan ITP. Masih belum jelas apakah ITP akut dan kronis
merupakan kelainan yang berbeda. Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada
anak yang lebih tua (>10 tahun), terutama wanita muda. Biasanya disertai suatu
penyakit yang mendasari atau didapatkan bukti adanya suatu perubahan imunitas.
(2,4,6)

ITP yang rekuren didefinisikan sebagai adanya episode trombositopenia >3


bulan dan terjadi 1-4% anak dengan ITP.(4)

2.3. Etiologi

Kelainan ini biasanya menyertai infeksi virus atau imunisasi yang


disebabkan oleh respon sistem imun yang tidak tepat (inappropriate), yang
biasanya terjadi 1-4 minggu setelah infeksi virus, yaitu pada 50-65% kasus ITP
pada anak. Infeksi virus yang sering berhubungan dengan ITP diantaranya virus
Epstein-Barr dan HIV. Virus Epstein-Barr terkait dengan ITP biasanya dalam
waktu singkat, sedangkan HIV yang terkait dengan ITP biasanya kronik. (2) Selain

5
itu juga ada hubungannya dengan infeksi virus yang lain seperti sitomegalovirus,
rubella, varicella-zooster virus, hepatitis A, B, dan C. Namun demikian. Tidak ada
hubungannya antara beratnya penyakit infeksi virus dengan derajat
trombositopenia.(6)

Pada pengamatan diketahui bahwa seorang ibu yang menderita ITP baik
aktif maupun sedang dalam masa remisi sering melahirkan anak yang kemudian
menderia ITP. Keadaan ini kemudian menimbulkan dugaan bahwa adanya suatu
faktor humoral dari ibu yang masuk ke darah bayi. Diketahui pula pada beberapa
pasien anemia hemolitik autoimun yang sering mendapat episode dari ITP
(sindrom Evan) menunjukkan adanya faktor autoimun sebagai penyebab.
Selanjutnya respon yang baik terhadap steroid dan splenektomi menunjukkan pula
bahwa penyakit ini disebabkan adanya suatu antibodi antitrombosit. Karena
etiologinya saat ini sudah diketahui lewat mekanisme imun, maka ITP disebut
sebagai purpura trombositopenik imun.(4)

Penyebab ITP ini tidak diketahui. Seseorang yang menderita ITP, dalam
tubuhnya membentuk antibodi yang mampu menghancurkan sel-sel darah
merahnya. Dalam kondisi normal, antibodi adalah respons tubuh yang sehat
terhadap bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Tetapi untuk penderita
ITP, antibodinya bahkan menyerang sel-sel darah merah tubuhnya sendiri. (3)

Sumsum tulang adalah jaringan lembut, kenyal yang berada di tengah tulang
panjangdan bertanggung jawab untuk membuat sel-sel darah, termasuk
trombosit.Sumsum tulangmerespon rendahnya jumlah trombosit dan
menghasilkan lebih banyak untuk mengirim ketubuh. Sel-sel di sumsum tulang
pada pasien dengan ITP, akan banyak trombosit muda yangtelah dihasilkan.
Namun, hasil tes darah dari sirkulasi darah akan menunjukkan jumlahtrombosit
yang sangat rendah. Tubuh memproduksi sel-sel normal, tetapi tubuh
jugamenghancurkan mereka.Dalam kebanyakan kasus, tes darah lainnya normal
kecuali untuk rendahnya jumlah trombosit. Pada pasien ITP, trombosit biasanya
bertahan hanya beberapajam, dibandingkan dengan trombosit yang normal yang

6
memiliki umur 7 sampai 10 hari.Trombosit sangat penting untuk pembentukan
bekuan darah.(1)

2.4. Patogenesis

Sindroma ITP disebabkan oleh antibody trombosit spesifik yang berikatan


dengan trombosit autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh
system fagosit mononuklir melalui reseptor Fe makrofag. Pada tahun 1982 Van
Leeuwen pertama mengidentifikasi membrane trombosit glikoprotein IIb/IIIa
(CD41) sebagai antigen yang dominant dengan mendemostrasikan bahwa elusi
autoantibody dari trombosit pasien ITP berikatan dengan trombosit normal.4

Diperkiraan ITP diperantai oleh suatu autoantibody, mengingat kejadian


transient trombositopeni pada neonatus yang lahir dari ibu yang menderita ITP,
dan perkiraan ini didukung oleh kejadian transient trombositopeni pada orang
sehat yang menerima transfuse plasma kaya Ig G, dari seorang pasien ITP.
Trombosit yang diselimuti oleh autoantibody Ig G akan mengalami percepatan
pembersihan di lien dan di hati setelah berikatan dengan reseptor Fcg yang
diekspresikan oleh makrofag jaringan. Pada sebagian besar pasien, akan terjadi
mekanisme kompensasi dengan peningkatan produksi trombosit. Pada sebagian
kecil yang lain, produksi trombsit tetap terganggu, sebagian akibat destruksi
trombosit yang diselimuti autoantibody oleh makrofag di dalam sumsum tulang
(intramedullary) atau karena hambatan pembentukan megakariosit
(megakaryocytopoiesis), kadar trombopoetin tidak meningkat, menunjukkan
adanya masa megakariosit normal.5

Antigen pertama yang berhasil diidentifikasikan berasal dari kegagalan


antibody ITP untuk berikatan dengan trombosit yang secara genetic kekurangan
kompleks glikoprotein Ib/IX, Ia/IIa, IV dan V dan determinan trombosit yang lain.
Juga dijumpai antibody yang bereaksi terhadap berbagai antigen yang berbeda.
Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen diperkirakan dipicu oleh antibody,

7
akan menimbulkan pacuan pembentukan neoantigen, yang berakibat produksi
antibody yang cukup untuk menimbulkan trombositopeni (Gambar I). Secara
alamiah, antibody terhadap kompleks glikoprotein IIb/IIIa memperlihatkan
restriksi penggunaan rantai ringan, sedangkan antibody ang berasal dari display
phage menunjukkan penggunaan gen VH+. Pelacakan pada daerah yang berikatan
dengan antigen dari antibody-antibodi ini menunjukkan bahwa antibody tersebut
berasal dari klon sel B yang mengalami seleksi afinitas yang diperantai antigen
dan melalui mutasi somatic. Pasien ITP pada orang dewasa sering menunjukan
peningkatan jumlah HLA-DR + T cells, peningkatan jumah interleukin 2 dan
peningkatan profil sitokin yang menunjukkan aktivitas precursor sel T helper dan
sel T helper tipe 1. Pada pasien-pasien ini, sel T akan merangsang sintesis
antibody setelah terpapar fragmen glikoprotein IIb/IIIa tetapi bukan karena
terpapar oleh protein alami. Penurunan epitop kriptik ini secara in vivo dan alasan
aktivasi sel yang bertahan lama tidak diketahui dengan pasti.1

Dari gambar 1 dapat memperjelas bahwa, factor yang memicu produksi


autoantibody tidak diketahui. Kebanyakan pasien mempunyai antibody terhadap
glikoprotein pada permukaan trombosit pada saat penyakit terdiagnosis secara
klinis. Pada awalnya glikoprotein II/IIIa dikenali autoantibody, sedangkan
antibody yang mengenali glikoprotein Ib/IX belum terbentuk pada tahap ini (1).
Trombosit yang diselimuti autoantibodi akan berikatan dengan sel penyaji antigen
(makrofag atau sel dendritik) melalui reseptor Fcg kemudian mengalami proses
internalisasi dan degradasi (2). Sel penyaji antigen yang teraktivasi (4)
mengekspresikan peptide baru pada permuakaan sel dengan bantuan kostimulasi
(yang ditunjukkan oleh interaksi antara CD 154 dan CD 40) dan sitokin yang
memfasilitasi proliferasi inisiasi CD4-positif T cellclone (T-cell clone-1) dan
spesifitas tambahan (T-cell clone-2) (5). Reseptor sel immunoglobulin sel B yang
mengenali antigen trombosit (B-cell clone-2) dengan demikian akan menginduksi
proliferasi dan sintesis antiglikoprotein Ib/IX antibody dan juga meningkatkan
produksi anti-glikoprotein IIb/IIIa antibody oeh B-cell clone 1.1

8
Metode yang saat ini digunakan untuk penatalaksanaan ITP diarahkan secara
langsung pada berbagai aspek berbeda dari lingkaran produksi antbosi dan
sensitisasi. Klirens dan produki trombosit (2).

Dari gambar 2 dijelaskan bahwa pada umumnya obat yang digunakan


sebagai terapi awal ITP menghambat terjadinya klirens antibody yang
menyelimuti trombosit oleh ekspresi reseptor Fcg pada makrofag jaringan (1).
Splenektomi sedikitnya bekerja pada sebagian mekanisme ini namun mungkin
pula menggangu interaksi sel-T dan sel-B yang terlibat dalam sintesis antibody
pada beberapa pasien. Kortikosteroid dapat pula meningkatan trombosit dengan
cara menghalangi kemampuan makrofag dalam sumsum tulang untuk
menghancurkan trombosit, seangkan trombopoetin berperan merangsang
progenitor megakariosit (2). Beberapa immunosupresan non spesifik seperti
azathioprin dan siklosporin, bekerja pada tingkat sel-T (3). Antibody monoclonal
terhadap CD 154 yang saat ini menjadi target uji klinik, merupakan kostimulasi
molekul yang diperlukan untuk mengoptimalkan sel-T makrofag dan interaksi sel-

9
T dan sel-B yang terlibat dalam interaksi antibody dan pertukaran klas (4).
Immunoglobulin iv mengandung antiidiopytic antybody yang dapat menghambat
produksi antibody. Antibody monoclonal yang mengenali ekspresi CD20 pada
sel-sel B masih menjadi penelitan (5). Plasmaferesis dapat mengeluarkan
antibody sementara dari plasma (6). Tranfusi trombosit diperlukan pada kondisi
darrat untuk terapi perdarahan. Efek dari stafilokokkus protein A masih dalam
penelitian (7).1

Genetik

ITP telah didiagnosa pada kembar monozigot dan pada beberapa keluarga,
serta telah diketahui adanya kecenderungan menghasilkan autoantibody pada
anggota keluarga yang sama. Adanya peningkatan prevalensi HLA-DRW2 dan
DRB*0410 pada beberapa populasi etnis diketahui. Alel HLA-DR4 dan
DRB*0410 dihubungkan dengan respon yang menguntungkan dan merugikan
terhadap kortikosteroid, dan HLADRB1*1510 dihubungkan dengan respon yang
tidak menguntungkan terhadap splenektomi. Meskipun demikian, banyak
penelitian gagal menunjukkan hubungan yang konsisten antara ITP dan kompleks
HLA yang spesifik.1

10
Antibodi-anti Trombosit

Autoantibody yang berhubungan dengan trombositopenia ditemukan pada


75 % pasien ITP. Autoantibody IgG antitrombosit ditemukan pada + 50 – 85 %
pasien. Antibody antitrombosit IgA serum ditemukan sesering IgG, dan hampir
50 % kasus, kedua serotype immunoglobulin tersebut ditemukan pada pasien yang
sama. Antibody IgM juga ditentukan pada sejumah kecil pasien tetapi tidak
pernah sebagai autoantibody tunggal. Peningkatan jumlah IgG telah tampak di

11
permukaan trombosit dan kecepatan destruksi trombosit pada ITP adalah
proporsional terhadap kadar yang menyerupai trombosit yang berhubungan
dengan immunoglobulin. Autoantibody dengan mudah ditemukan dalam plasma
atau dalam elusi trombosit pada pasien dengan penyakit yang aktif, tetapi jarang
ditemukan pada pasien yang mengalami remisi. Hilangnya antibody-antibodi
berkaitan dengan kembalinya jumlah trombosit yang normal.1

Masa Hidup Trombosit

Masa hidup trombosit memendek pada ITP berkisar dari 2-3 hari sampai
beberapa menit. Pasien yang trombositopenia ringan sampai dengan mempunyai
masa hidup terukur yang lebih lama dibandingkan dengan pasien dengan
trombositopenia berat.1

Trombosit diproduksi oleh megakariosit di dalam sumsum tulang, dengan


masa hidup rata-rata 10 hari. Sumsum tulang yang normal mengandung 6x106
megakariosit per kilogram berat badan, dan setiap megakariosit akan
menghasilkan sampai 1000 trombosit. Jumlah trombosit normal yaitu 150-400 x
109/l.(6)

ITP disebabkan karena peningkatan penghancuran dini trombosit yang


terutama terjadi di limpa, sumsum tulang dan paru. Keadaan ini terjadi setelah
suatu infeksi, dengan terbentuknya kompleks imun yang kemudian melekat pada
permukaan trombosit dan akhirnya terjadi opsonisasi dan penghancuran trombosit
oleh fagosit.(1)

Kerusakan trombosit pada ITP melibatkan autoantibodi terhadap


glikoprotein yang terdapat pada membran trombosit. Penghancuran terjadi
terhadap trombosit yang diselimuti antibodi (antibody-coated platelets) tersebut
dilakukan oleh makrofag yang terdapat pada limpa dan organ retikuloendotelial
lainnya.

Megakariosit dalam sumsum tulang bisa normal atau meningkat pada ITP.
Sedangkan kadar trombopoitin dalam plasma, yang merupakan progenitor

12
proliferasi dan maturasi dari trombosit mengalami penurunan yang berarti,
terutama pada ITP kronis.

Adanya perbedaan secara klinis maupun epidemiologis antara ITP akut dan
kronis, menimbulkan dugaan adanya perbedaan mekanisme patofisiologi
terjadinya trombositopenia di antara keduanya. Pada ITP akut, telah dipercaya
bahwa penghancuran trombosit meningkat karena adanya antibodi yang dibentuk
saat terjadi respon imun terhadapt infeksi bakteri/virus atau pada imunisasi, yang
bereaksi silang dengan antigen dari trombosit. Mediator-mediator lain yang
meningkat selama terjadinya respon imun terhadap infeksi, dapat berperan dalam
terjadinya penekanan terhadap produksi trombosit. Sedangkan pada ITP kronis
mungkin telah terjadi gangguan dalam regulasi sistem imun seperti pada penyakit
autoimun lainnya, yang berakibat terbentuknya antibosi spesifik terhadap
trombosit.

Hal tersebut di atas yang menjelaskan mengapa beberapa cara pengobatan


terbaru yang digunakan dalam penatalaksanaan ITP memiliki efektifitas terbatas,
disebabkan mereka gagal mencapai target spesifik jalur imunologis yang
bertanggung jawab pada perubahan produksi dan destruksi dari trombosit.

Pada penyakit ini, yang juga dikenal sebagai penyakit Werholf’s, terdapat
difisiensi keping darah (trombosit) di darah perifer. Karena tidak terbentuk
gumpalan trombosit pada pembuluh darah yang cedera, waktu perdarahan
memanjang. Pembentukan trombin terjadi lambat dan bekuan darah yang
terbentuk lunak dan tidak saling melekat erat. Didapati juga sebagai tambahan,
disfungsi kapiler yang belum dimengerti benar mekanismenya.(5)

13
Gambar tersebut dapat menjelaskan bahwa faktor yang memicu produksi
autoantibodi tidak diketahui.Kebanyakan penderita mempunyai antibodi
terhadap glikoprotein pada permukaantrombosit pada saat penyakit
terdiagnosis secara klinis.Pada awalnya glikoprotein IIb/IIIadikenali oleh
autoantibodi, sedangkan antibodi yang mengenali glikoprotein Ib/IX
belumterbentuk pada tahap ini.

1. Trombosit yang diselimuti autoantibodi akan berikatan dengan sel


penyaji antigen(makrofag atau sel dendritik) melalui reseptor Fcg
kemudian mengalami prosesinternalisasi dan degradasi.

2. Sel penyaji antigen tidak hanya merusak glikoprotein IIb/IIIa,


tetapi jugamemproduksi epitop kriITPk dari glikoprotein trombosit
yang lain.

3. Sel penyaji antigen yang teraktifasi

14
4. Mengekspresikan peITPda baru pada permukaan sel dengan
bantuan kostimulasi (yangditunjukkan oleh interaksi antara CD
154 dan CD 40) dan sitokin yang berfungsimenfasilitasi proliferasi
inisiasi CD4 positif Tcell clone (Tcell clone 1) dan
spesifitastambahan (Tcell clone 2)

5. Reseptor sel imunoglobulin sel B yang mengenali antigen


trombosit (Bcell clone 2)dengan demikian akan menginduksi
proliferasi dan sintesis antiglikoprotein Ib/IXantibodi dan juga
meningkatkan produksi antiglikoprotein IIb/IIIa antibodi oleh B
cellclone 1.1,3,5

Sistem kekebalan yang berperan dalam menghancurkan trombosit adalah Ab


anti-trombosit, sistem komplemen, sel fagosit dan sistem Retikulo Endotelial
(RES). Terbentuknya Kompleks Imun (KI), dapat meningkatkan clearance
trombosit oleh sistem monosit-makrofag sebagai sel fagosit, melalui mekanisme
chemotaxis, attachment fagositosis/endocitosis, intracell process/engulf dan
exoxytosis. (5)

Platelet survival. Trombosit, fragmen sitoplasmik anuklear berasal dari


megakariosit sumsum tulang, beredar dalam darah selama 7-10 hari hingga
akhirnya dibuang oleh sistem retikuloendotelial atau beragregrasi di lokasi cedera
subendotelial pada pembuluh darah. Usia trombosit pada ITP berkurang drastis.
Semkin rendah jumlah trombosit semakin rendah pula usia edarnya. Berdasarkan
penelittian, berkurangnya usia trombosit merupakan akibat proses ektrisnsik dari
trombosit. (5,6)

Peran antibodi trombosit. Trombositopenia pada ITP merupakan akibat dari


kerja autoantibodi terhadap trombosit. Ab anti-trombosit digolongkan atas
alloantibody terutama terhadap Ag trombosit yaitu Ag PLA-1 dan Ag HLA. Dua
persen populasi tanpa PLA-1. Bila mereka mendapat transfusi trombosit yang
mengandung PLA-1, dapat terjadi purpura pasca transfusi (PPT). Karena pasca
transfusi tersebut, resipien berespon mensintesa antibodi anti PLA-1 (donor).

15
Ikatan antara antibodi anti PLA-1 dengan PLA-1 pada trombosit donor
membentuk KI. KI tersebut dihancurkan melalui dua mekanisme. Pertama, terjadi
sitolisis oleh komplemen karena reaksi KI dengan komplemen. Kedua, KI yang
telah diopsonisasi komplemen meningkatkan daya kemotaksis. Attachment
monosit-makrofag memfagositosis serta menghancurkan KI (anti trombosit). KI
tersebut juga dapat menempel pada trombosit resipien pada reseptor Fc-R
sehingga berfungsi sebagai faktor kemotaksis. Sistem monosit-makrofag
memfagositosis trombosit resipien tersebut. Kemudian, dihancurkan dalam
phegolisozym oleh enzim dan peroxide atau SRE. Ibu hamil yang trombositnya
tidak mengandung PLA-1, dapat disensitisasi oleh trombosit janinnya yang
mempunyai PLA-1 (dari ayah). Dengan ini, ibu akan berespon mesintesa IgG anti
PLA-1 dan ditransfer lewat plasenta ke janin, sehingga menimbulkan Neonatal
Isoimmune Thrombocytopenia (NIT). (5)

Peran proses imunologis lainnya. Kemungkinan adanya proses imunologis


yang cell-mediated pada ITP muncul karena penelitian yang membuktikan
kapasitas trombosit dari pasien ITP kronik menginduksi transformasi limfosit
secara in vitro. Satu hingga empat minggu setelah terkena infeksi virus biasa,
sebagian kecil anak membentuk suatu autoantibodi terhadap permukaan
trombosit. Target antigenik utama dari antibodi tersebut pada ITP akut masih
belum diketahui. adanya riwayat infeksi virus didapatkan pada 50-65% kasus ITP
pada anak. Frekuensi dimana kejadian ITP akut yang didahului oleh infeksi virus
dan adanya periode latent karakteristik (1-4 minggu) antara infeksi akut tersebut
dengan onset trombositopenia menimbulkan dugaan adanya kompleks antigen-
antibodi viral, dibanding autoantibodi trombosit, yang bertanggung jawab
terhadap sensitisasi dan destruksi trombosit pada bentuk akut yang self-limited.
Alasan mengapa sebagian anak merespon suatu infeksi biasa dengan penyakit
autoimune masih belum jelas. Bisa dikatakan hampir semua virus penyebab
infeksi telah dihubungkan dengan ITP termasuk virus Epstein-Barr (EBV) dan
HIV. (6,7)

16
Peran lien. Lien sebagai organ retikuloendotelial sistem berperan sebagai
filter bagi sel-sel darah termasuk trombosit yang bertugas membuang sel-sel
tersebut dari sirkulasi begitu waktu edarnya habis. Fagositosis trombosit oleh
leukosit splenikus telah dibuktikan secara in vitro. Setelah antibodi dan
permukaan trombosit berikatan, antibody-coated platelets dalam sirkulasi dikenali
oleh reseptor Fc pada makrofag spenikus, difagositosis dan dihancurkan. Terdapat
data bahwa faktor-faktor yang terlibat dalam destruksi trombosit pada ITP serupa
dengan yang mengakibatkan destruksi eritrosit yang dirusak oleh antibodi.
Fagositosis retikuloendotelial ini dapat dihambat oleh kortikosteroid dan
difasilitasi oleh hormon estrogen. Kini muncul dugaan bahwa limpa selain
menampung trobosit-terikat antibodi, juga berperan penting sebagai tempat
pembentukan antibodi trombosit. (5,6,7)

Peran gangguan trombopoiesis. Antibodi yang terdapat pada ITP mungkin


berinteraksi dengan megakariosit. Salah satunya yang mendukung teori tersebut
adalah ditemukannya imunoglobulin di permukaan megakariosit melalui
pemeriksaan imunofluoresensi. Pada ITP dapat terjadi peningkatan trombopoiesis
walaupun tetap tidak mampu mengatasi kecepatan penghancuran yang ada. (5,6)

Peran cedera vaskuler. Diduga faktor vaskular berperan dalam ITP karena
perdarahan pada ITP lebih menyulitkan dibanding dengan trombositopenia
sekunder dengan derajat keparahan yang sama, misalnya anemia aplastik.

Peran disfungsi trombosit. Defek yang biasanya timbul adalah defisiensi


reaksi pelepasan yang bisa jadi merupakan akibat dari interaksi trombosit dengan
antibodi IgG atau kompleks imun.

2.5. Manifestasi klinik

Awitan biasanya akut. Memar dan ruam petekie menyeluruh terjadi 1-4
minggu setelah infeksi virus atau pada beberapa kasus tidak ada penyakit yang
mendahului. Gambaran klasik pada ITP ialah mengenai anak yang sebelumnya
sehat dan mendadak timbul petekie, purpura, dan ekimosis yang dapat tersebar ke

17
seluruh tubuh, biasanya asimetris, dan mungkin mencolok di tungkai bawah.(3,4,5)
Keadaan ini kadang-kadang dapat dijumpai pada selaput lendir terutama hidung
dan mulut sehingga dapat terjadi epistaksis dan perdarahan gusi dan bahkan tanpa
kelainan kulit.(2)

Gejala lainnya ialah perdarahan traktus genitourinarius (menoragia,


hematuria), traktus digestivus (hematemesis, melena), pada mata (konjungtiva,
retina) dan yang terberat namun agak jarang terjadi ialah perdarahan pada SSP
(perdarahan subdural dan lain-lain). Pada pemeriksaan fisik umumnya tidak
banyak dijumpai kelainan kecuali adanya petekie dan ekimosis. Mungkin pula
ditemukan demam ringan bila terdapat perdarahan berat atau perdarahan traktus
gastrointestinal. Renjatan (shock) dapat terjadi bila kehilangan darah banyak.(2)

18
Splenomegali jarang ditemukan. Pada seperlima kasus dapat ditemukan
splenomegali ringan. Apabila didapatkan abnormalitas seperti hepatosplenomegali
atau limfadenopati yang bermaksa menimbulkan kecurigaan ke penyakit lain.
Ketika onsetnya insidius atau kambuhan, khususnya pada remaja, kemungkinan
ITP nya bersifat kronis atau trombositopenianya merupakan manifestasi dari
penyakit sistemik seperti systemic lupus erythematosus lebih besar.

Ada klasifikasi dari U.K untuk pembagian derajat perdarahan pada ITP
berdasarkan gejala dan tanda, tetapi tidak berdasarkan jumlah trombosit.(3,6)

None Tidak ada gejala selain jumlah trombosit yang rendah

Ringan Memar dan petekie

Sesekali epistaksis ringan

Sangat sedikit atau tidak ada gangguan dengan kehidupan sehari-hari

Sedang Manifestasi kulit yang lebih berat dengan beberapa lesi di mukosa

Berat Epistaksis dan menoragia yang lebih berat

Episode perdarahan (epistaksis, melena, dan/atau menoragia) yang


memerlukan perawatan rumah sakit dengan/atau tanpa transfusi darah

Gangguan serius yang mempengaruhi kualitas hidup

Tabel 1. Derajat Perdarahan ITP

2.6. Diagnosis

Anamnesis yang lengkap termasuk risiko, pemeriksaan fisik,


pemeriksaanlaboratorium, perlu dilakukan pada setiap pasien saat kunjungan
pertama kali ke saranakesehatan.Hal ini dimaksudkan untuk menegakkan
diagnosis, diperolehnya data dasar mengenai pemeriksaan fisik dan
laboratorium, dan untuk menentukan tata laksanaselanjutnya.

Dari Anamnesis, perlu digali tanda-tanda perdarahan dan faktor resiko.


Tanda perdarahan seperti munculnya petekie, purpura, perdarahan yang sulit

19
berhenti, perdarahan pada gusi, mimisan spontan, perdarahan konjungtiva,
perdarahan saluran cerna sepertimelena, hematuria, dan menstruasi yang
berkepanjangan pada wanita.

Pada pemeriksaan fisik biasanya hanya didapatkan bukti adanya


perdarahan tipe trombosit (platelet-type bleeding), yaitu petekie, purpura,
perdarahan konjungtiva, atau perdarahan mukokutaneus lainnya. Perlu
dipikirkan kemungkinan suatu penyakit lain, jika ditemukan adanya
pembesaran hati dan atau limpa, meskipun ujung limpa sedikit teraba pada
lebih kurang 10% anak dengan ITP.

Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium darah lengkap


dapatditemukan adanya penurunan jumlah trombosit dengan leukosit dan
eritrosit dalam batasnormal (tidak terjadi perdarahan masif), pemeriksaan
darah tepi ditemukan penurunan seltrombosit dengan atau tanpa
megatrombosit, pemeriksaan sumsum tulang didapatkan peningkatan
megakariosit.

Biasanya pasien ITP merupakan anak sehat yang tiba-tiba mengalami


perdarahan baik pada kulit, petekie, purpura atau perdarahan pada mukosa
hidung (epistaksis).(1,2,3,7)

Lama terjadinya perdarahan pada ITP dapat membantu membedakan


antara ITP akut dan kronis. Tidak didapatkan gejala sistemik dapat membantu
menyingkirkan kemungkinan suatu bentuk sekunder dan diagnosis lainnya.
Perlu juga dicari riwayat imunisasi, riwayat tentang penggunaan obat atau
bahan lain yang dapat menyebabkan trombositopenia. Riwayat keluarga
umumnya tidak didapatkan.(4,6)

Selain trombositopenia, pemeriksaan darah tepi lainnya pada anak


dengan ITP umumnya normal sesuai dengan umurnya. Pada lebih kurang 15%
pasien didapatkan anemia ringan karena perdarahan yang dialaminya.

20
Trombosit yang imatur (megatrombosit) ditemukan pada sebagian besar
pasien.

Diagnosis ITP ditegakkan dengan menyingkirkan kemungkinan


penyebab trombositopenia yang lain.(4,6) Bentuk sekunder kelainan ini
didapatkan bersamaan dengan eritematous lupus sistemik (ELS), sindroma
antifosfolipid, leukemia atau limfoma, defisiensi IgA, hipogamaglobulinemia,
infeksi HIV atau hepatitis C, dan pengobatan dengan heparin atau quinidin.

Pada anak yang berumur kurang dari tiga bulan, kemungkinan suatu
trombositopenia kongenital perlu disingkirkan. Pada sindrom Bernard-Soulier
perdarahan sering lebih hebat dari jumlah trombosit yang diduga (contohnya,
perdarahan yang nyata pada jumlah trombosit 30.000/mm3). Pada sindrom
Wiskott-Aldrich didapatkan trombosit yang lebih kecil dari normal, sedangkan
pada ITP biasanya lebih besar dari bentuk trombosit normal. Kelainan
kongenital lain yang dapat menyebabkan perdarahan pada bayi dan
terdiagnosa sebagai ITP adalah penyakit von Willebrand’s tipe IIb, yang
disebabkan faktor von Willebrand abnormal agregasi trombosit dan
trombositopenia.

Anak yang lebih tua dan mereka mengalami perjalanan menjadi kronis,
perlu dipikirkan adanya kelainan autoimun yang lebih luas, serta perlu dicari
adanya tanda-tanda dan atau gejala-gejala dari ELS atau sindrom antifofolipid.

2.7. Pemeriksaan Penunjang

Dilakukan pemeriksaan laboratorium darah lengkap, untuk melihat apakah


ada trombositopenia. Leukosit biasanya normal.(2,4)

Selain itu, dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi untuk menyingkirkan


kemungkinan pseudotrombositopenia, sindroma trombosit raksasa yang
diturunkan (inherited giant platelet syndrome), dan kelainan hamatologi lainnya.
Anemia biasanya normositik dan sesuai dengan jumlah darah yang hilang. Bila
telah berlangsung lama maka dapat berjenis mikrositik hipokromik. Trombosit

21
imatur (megatrombosit) ditemukan pada sebagian besar pasien. Pada pemeriksaan
dengan flow cytometry terlihat trombosit pada ITP lebih aktif secara metabolik,
yang menjelaskan mengapa dengan jumlah trombosit yang sama, perdarahan lebih
jarang didapatkan pada ITP dibanding pada kegagalan sumsum tulang.
Pemeriksaan laboratorium sebaiknya dibatasi terutama pada saat terjadinya
perdarahan dan jika secara klinis ditemukan kelainan yang khas.(4)

Sumsum tulang biasanya memberikan gambaran yang normal, tetapi jumlah


dapat pula bertambah.(2,6) Perlu tidaknya pemeriksaan aspirasi sumsum tulang
secara rutin dilakukan pada anak dengan ITP, masih menimbulkan perbedaan
pendapat di antara para ahli. Umumnya pemeriksan ini dilakukan pada kasus yang
meragukan, namun tidak pada kasus-kasus dengan manifestasi klinis yang khas.
Beberapa ahli berpendapat bahwa leukemia tidak pernah nampak dengan
trombositopeni saja, tapi tidak semua rumah sakit berpengalaman dalam
pemeriksaan hapusan darah pada anak. Pemeriksaan sumsum tulang dianjurkan
pada kasus-kasus yang tidak khas, misalnya pada:

1. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang tidak umum, misalnya


panas, penuruunan berat badan, kelemahan , nyeri tulang, pembesaran
hati dan atau limpa.
2. Kelainan eritrosit dan leokosit pada pemeriksaan darah tepi.
3. Kasus yang akan diterapi dengan steroid, baik sebagai pengobatan awal
atau yang gagal diterapi denan immunoglobulin intravena.

Pada audit yang dilakukan di negera maju, disepakati bahwa pemeriksaan


aspirasi sumsum tulang sebaiknya dilakukan sebelum pengobatan steroid
diberikan. Terdapat pula kesepakatan yang didukung oleh hasil beberapa
penelitian retrospektif, bahwa pemeriksaan sumsum tulang diperlukan pada pasien
yang hanya diobservasi atau dengan terapi imunoglibulin intravena.

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan pada pasien ITP adalah mengukur
antibodi yang berhubungan dengan trombosit (platelet-associated antibody)

22
dengan menggunakan direct assay. Namun pemeriksaan ini juga belum dapat
membedakan ITP primer dengan sekunder, atau anak yang akan sembuh dengan
sendirinya dengan yang akan mengalami perjalanan menjadi kronis.(4,8)

Selain kelainan hematologis di atas, mekanisme pembekuan memberikan


kelainan berupa masa perdarahan memanjang, Rumpel-Leede umumnya positif,
tetapi masa pembekuan normal. Pemeriksaan lainnya normal.(2,6)

2.8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ITP pada anak terutama ITP akut masih menjadi topik
kontroversi. Sebagian dokter meyakini perjalanan penyakit alami yang ringan
penyakit tersebut dan menganjurkan pengobatan hanya untuk mereka yang
mengalami perdarahan secara klinis berupa mulai petekie dan atau purpura yang
banyak sampai perdarahan hebat yang mengancam jiwa. Sedangkan sebagian
yang lain menganjurkan tindakan dan pengobatan dini pada semua anak dengan
trombosit kurang dari 20.000-30.000/ mm3 tanpa menghiraukan tingkat
perdarahan.(6)

Sebagian besar penderita (hanya mengalami petekie atau purpura ringan),


tidak memerlukan pengobatan dan pada sekitar 30-70% pasien, jumlah trombosit
akan naik sendiri dalam waktu 3 minggu. Pemberian medikamentosa dibatasi
untuk hal-hal tertentu, misalnya perdarahan yang masih berlanjut dan cukup berat
(epistaksis, perdarahan saluran cerna, dll). Pendapat lain mengatakan bahwa
medikamentosa diberikan atas dasar jumlah trombosit.(1)

Meskipun ITP pada anak umumnya bersifat akut dan biasanya membaik
dengan sendirinya dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, namun sejak
seperempat abad yang lalu terdapat perbedaan pendapat di antara para ahli tentang
pemberian prednison secara rutin pada pasien ITP. Dengan diperkenalkannya
beberapa pengobatan baru akhir-akhir ini, semakin meramaikan perbedaan
pendapat tersebut. Yang menjadi permasalahan sebenarnya adalah apakah

23
seharusnya pada semua pasien ITP, terutama anak-anak perlu diberikan
pengobatan.

Menurut The American Society of Hematology (ASH), bahwa anak dengan


ITP dan jumlah trombosit kurang dari 20x109/l dan perdarahan mukosa yang
signifikan, atau anak dengan jumlah trombosit kurang dari 10x109/l dan purpura,
diterapi dengan imunoglobulin intravena (IVIG) atau prednison oral.(6)

Sebaliknya, rekomendasi dari British Paediatric Haematology Working


Group mengatakan bahwa terapi anak dengan ITP harus berdasarkan gejala klinis,
tidak hanya berdasarkan jumlah trombosit.(6)

Pada umumnya ITP akut tidak memerlukan perawatan, namun perlu


dihindari aktifitas fisik yang keras dan traumatik. Perawatan diperlukan bila telah
terjadi perdarahan berat yang mengancam hidup penderita tanpa melihat jumlah
trombosit, atau yang memerlukan tindakan tertentu. Kadang-kadang perawatan
diberikan atas indikasi sosial. Selain itu juga perlu untuk menghindari obat yang
dapat menekan produksi dan atau merubah fungsinya, dan yang penting juga
adalah memberi pengertian pada pasien dan atau orang tua tentang penyakitnya.
(1,4,6)

Obat-obat yang dapat menyebabkan trombositopeni dapat dibagi menjadi:


1. Obat yang berhubungan dengan penurunan produksi trombosit:
- Kemoterapi
- Diuretik thiazide
- Alkohol
- Estrogen
- Kloramfenikol
- Radiasi terionisasi I
2. Obat-obatan yang berhubungan dengan destruksi trombosit
- Sulfonamid
- Quinidine
- Kinina

24
- Karbamazepin
- Asam Valproat
- Heparin
- Digoksin
3. Obat-obatan yang berhubungan dengan perubahan fungsi trombosit
- Aspirin
- Dipiridamol

Sebagain besar pasien ITP pada anak tidak perlu dirawat di rumah sakit.
Suasana rumah sakit (bangsal anak) yang sibuk dan ribut tidak lebih baik dari
pada lingkungan rumah sendiri. Pasien dapat kontrol di poliklinik 1-2 kali
seminggu, dengan pemeriksaan darah lengkap dan jumlah trombosit. Bila jumlah
trombosit sudah mulai meningkat, biasanya dalam 1-2 minggu maka pemeriksaan
darah lengkap dan jumlah trombosit boleh dilakukan 2-3 minggu sekali sampai
kembali pada nilai normalnya.

Sebagian besar (80%) pasien biasanya dapat sembuh sempurna secara


spontan dalam waktu kurang dari 6 bulan. Pada beberapa kasus ITP pada anak
didapatkan perdarahan kulit yang menetap, perdarahan mukosa, atau perdarahan
internal yang mengancam jiwa yang memerlukan tindakan atau pengobatan
segera.

Pengobatan yang biasa diberikan pada anak dengan ITP meliputi


kortikosteroid peroral, imunoglobulin intravena (IVIG), dan yang terakhir, anti-D
untuk pasien dengan rhesus D positif. Pengobatan-pengobatan tersebut di atas
potensial memberikan efek samping yang serius, sehingga penting bagi kita untuk
mempertimbangkan risiko-risiko tersebut agar tidak merugikan pasien (“primum
non nocere”). Oleh sebab itu pengobatan pada anak yang menderita ITP,
keputusan mengenai kapan dilakukan terapi, terapi apa yang akan digunakan dan
apakah perlu perawatan di rumah sakit atau tidak sebagian besar tetap berdasarkan
pada pengalaman pribadi, pendekatan filosofis, dan pertimbangan-pertimbangan
praktis.(4,6)

25
Sebagian besar dokter khawatir dengan jumlah trombosit yang rendah.
Namun sebenarnya pengobatan untuk meningkatkan jumlah trombosit walaupun
dengan jumlah trombosit yang sangat rendah (<10.000 mm3) tidak selalu
diperlukan. Jumlah trombosit yang sedikit tersebut dapat berfungsi lebih efisien.

Steroid

Sebelum era IVIG, kortikosteroid peroral merupakan pengobaan utama pada


ITP karena dipercaya dapat menghambat penghancuran trombosit dalam sistem
retikuloendotelial dan mengurangi pembentukan antibodi terhadap trombosit oleh
limfosit B, serta mempupnyai efek stabilisasi kapiler yang dapat mengurangi
perdarahan.(1,4)

Sediaan glokokortikoid (prednison, prednisolon). Dosis yang biasa


digunakan ialah 1-2 mg/kgBB/hari selama kurang lebih 2-3 minggu. Penelitian
terbaru menunjukkan respon yang lebih cepat (secepat IVIG) dalam menaikkan
jumlah trombosit pada dosis prednison yang lebih tinggi (4 mg/KgBB/hari) jangka
pendek. Pilihan pengobatan ini mungkin yang paling sesuai untuk ITP pada anak
dengan gejala yang nyata dan mengganggu (sedang secara klinis).

Ada pula yang memakai dosis 10-30 mg/kgBB/hari, intravena, selama


beberapa hari. Pemberian steroid biasanya mempercepat kenaikan jumlah
trombosit, tetapi tidak mengubah morbiditas ataupun mortalitas.(1)

Intrevenous Immunoglobulin (IVIG)

Dengan munculnya terapi IVIG, beberapa penelitian menunjukkan


peningkatan yang cepat jumlah trombosit.(2,4) Cara kerja IVIG ialah dengan
menutup (blokade) reseptor Fc pada makrofag, sehingga tidak dapat menangkap
trombosit yang telah tersensitisasi dan biasanya bersifat sementara.(1) IVIG dapat
meningkatkan jumlah trombosit dalam waktu cepat (umumnya dalam 48 jam),
sehingga pengobatan pilihan untuk ITP dengan perdarahan yang serius (berat
secara klinis).

26
Meskipun IVIG telah populer digunakan dalam terapi ITP pada anak, data
terbaru menunjukkan lebih dari 75% anak mengalami efek samping nyeri kepala
dan panas. Beberapa mengalami efek samping yang lebih serius, yaitu iritasi
meningeal dan hemiplegia sementara. IVIG merupakan produk dari darah yang
potensial terjadinya penularan virus. Meskipun penularan HIV belum pernah
dilaporkan, namun penularan hepatitis C virus telah dilaporkan dengan hasil yang
cukup membahayakan. Oleh karena itu, sebaiknya IVIG tidak diberikan tanpa
indikasi yang jelas, apalagi kalau hanya untuk menaikkan jumlah trombosit saja.(4)

Dosis yang biasa digunakan pada IVIG adalah 0,4 gram/KgBB/hari selama
5 hari, namun penelitian terbaru menunjukkan lebih baik dan murah
menggunakan dosis yang lebih rendah yaitu dosis tunggal 0,8 gram/KgBB atau
0,25-0,5 gram/KgBB/hari selama 2 hari, dan memberikan efek samping yang
lebih kecil pula. Pengobatan dengan IVIG juga tidak mengurangi morbiditas
ataupun mortalitas.(1,4)

Imunoglobulin anti-D

Pengobatan dengan imunoglobulin anti-D efektif pada anak dengan rhesus


positif dan memiliki keuntungan yaitu berupa suntikan tunggal dalam waktu
singkat. Namun selain mahal, dilaporkan adanya hemolisis dan anemia yang
memerlukan transfusi darah setelah dilakukannya pengobatan ini.(1,2,4)

Terdapat beberapa penelitian yang membandingkan kombinasi dari


beberapa pilihan pengobatan meliputi tanpa terapi, prednison peroral,
metilprednisolon dosis tinggi, IVIG, dan imunoglobulin anti-D intravena. Dari
penelitian-penelitian di atas dapat disimpulkan adanya kemajuan yang pesat dalam
beberapa tahun untuk menetapkan cara tercepat meningkatkan jumlah trombosit
pada pasien ITP. Namun tidak ada penelititan yang menyinggung tentang
toksisitas, biaya, dan kesulitan-kesulitan dari pengobatan tersebut. Semua
pengobatan di atas hanya untuk meningkatkan jumlah trombosit yang rendah, tapi
tidak mengobati penyakit yang mendasarinya, sehingga kekambuhan sering
terjadi.(4)

27
Meskipun proses kesembuhan secara spontan pada anak dengan ITP
mungkin dipercepat dengan pemberian kortikosteroid dosis tinggi atau IVIG,
respon tersebut sering hanya bersifat sementara dan tidak memberi perlindungan
terhadap komplikasi perdarahan hebat yang dapat mengancam jiwa. Juga tidak
didapatkan data yang menunjukkan bahwa pengobatan tersebut menurunkan
kemungkinan menjadi ITP kronis. Pemberian steroid jangka panjang sebaiknya
dihindari karena risiko efek samping yang mungkin lebih membahayakan
penyakitnya sendiri.

Splenektomi

Dari berbagai laporan kasus, dengan observasi yang konsisten dan frekuensi
remisi setelah splenektomi serta hasil yang sama pada pasien dewasa,
menunjukkan bahwa splenektomi merupakan pengobatan efektif. Sekitar 72%
anak dengan ITP yang dilakukan splenektomi mengalami remisi lengkap. Namun
demikian splenektomi hanya dipertimbangakan untuk kasus dengan perdarahan
berulang yang gagal dengan pengobatan medikamentosa dan penyakitnya telah
berlangsung selama 12 bulan sejak diagnosa ditegakkan.(1,2,8)

Perlu diingat pula bahwa kematian pasca splenektomi akibat infeksi berat
(sepsis) dilaporkan sebesar 1 per 300 – 1000 pasien per tahun. Sebelum tindakan
splenektomi sebaiknya pasien diimunisasi terlebih dahulu terhadap haemophillus
influenzae B, pneumococcus dan meningococcus. Pemberian preparat Penisilin
pasca splenektomi juga dianjurkan untuk seumur hidup.(1,2)

Indikasi splenektomi(2)

- Resisten setelah pemberian kombinasi kortikosteroid dan obat


imunosupresif selama 2-3 bulan
- Remisi spontan tidak terjadi dalam waktu 6 bulan pemberian
kortikosteroid saja dengan gambaran klinis sedang sampai berat.

28
- Penderita yang menunjukkan respons terhadap kortikosteroid namun
memerlukan dosis yang tinggi untuk mempertahankan keadaan klinis yang
baik tanpa adanya perdarahan.

Indikasi kontra splenektomi(2)

Sebaiknya splenektomi dilakukan setelah anak berumur lebih dari 2 tahun,


karena sebelum umur 2 tahun fungsi limpa terhadap infeksi belum dapat diambil
alih oleh alat tubuh yang lain (hati, kelenjar getah bening, timus). Hal ini
hendaknya diperhatikan, terutama di negeri yang sedang berkembang karena
mortalitas dan morbiditas akibat infeksi masih tinggi.(4)

Beberapa pengobatan lain yang pernah dilaporkan bisa diberikan pada anak
dengan ITP adalah: gamma interferon, transfusi tukar plasma dan protein A-
immunoadsorption, alkaloid Vinca (vinkristin dan vinblastin), danazol, vitamin C,
dan siklofosfamid.(4) Transfusi trombosit jarang dilakukan dan biasanya tidak
efektif, karena trombosit yang ditransfusikan langsung dirusak.(6)

Pada keadaan tertentu, seperti adanya gejalan neurologis, perdarahan


internal, atau pembedahan darurat memerlukan intervensi segera.
Metilprednisolon (30 mg/KgBB/hari maksimal 1 gram/hari selama 2-3 hari)
sebaiknya diberikan secara intravena dalam waktu 20-30 menit bersamaan dengan
IVIG (1 gram/KgBB/hari selama 2-3 hari) dan transfusi trombosit 2-3 kali lipat
dari jumlah yang biasa diberikan, vinkristin mungkin bisa dipertimbangkan
sebagai bagian dari terapi kombinasi tersebut. Perlu dipertimbangkan pula untuk
dilakukan splenektomi. Pada keadaan dimana terjadi perdarahan hebat yang
menetap, pemberian IVIG dosis tinggi bisa diperpanjang sampai lima hari,
bersamaan dengan transfusi trombosit secara terus-menerus (1 unit tiap jam).

Pengobatan lain dengan menggunakan obat sitostatika seperti vinkristin,


siklofosfamid, azatrioprin, dan lainnya, pernah digunakan, tetapi hasilnya secara
keseluruhan tidak memuaskan, sedangkan toksisitasnya cukup berat. Pemberian
interferon dan danazol pada anak dengan ITP telah dilaporkan, namun demikian

29
hasilnya juga belum memuaskan. Demikian pula pengobatan dengan vitamin C.
(1,8)

Pemahaman yang tepat tentang perjalanan alamiah ITP kronis pada anak
sangat bermanfaat bagi suatu pengobatan yang rasional untuk kelainan tersebut
yang masih kontroversial. Ada yang berpendapat bahwa pasien ITP kronis akan
mengalami perdarahan berulang yang memerlukan splenektomi, infus IVIG yang
teratur, atau obat-obat imunosupresan. Namun pandangan tersebut ditentang oleh
beberapa kelompok peneliti yang berdasarkan suatu studi kasus yang besar
mendapatkan bahwa sebenarnya ITP kronis merupakan suatu kondisi yang ringan,
hanya sedikit di antara mereka yang mengalami perdarahan yang berat.

Banyak di antara anak dengan ITP kronis dapat mempertahankan jumlah


trombosit mereka >30.000/ mm3 tanpa suatu terapi. Pada suatu pengamatan jangka
panjang anak dengan ITP kronis memperlihatkan bahwa kesembuhan dalam
jangka waktu yang lama masih bisa terjadi bahkan sampai usia >10 tahun.
Diperkirakan angka kesembuhan spontan setelah 15 tahun berkisar 61%, hampir
sama dengan 63% pada penelitian yang lain.

Karena ITP kronis umumnya ringan dan kesembuhan spontan kadang-


kadang masih bisa terjadi, maka pengobatan sifatnya individual. Kecuali
splenektomi, tidak ditemukan data yang memperlihatkan manfaat dari berbagai
macam terapi ITP kronis yang ada. Pada pasien yang mengalami perubahan
kualitas hidup karena trombositopenia yang berat dan perdarahan (atau ketakutan
akan hal tersebut pada sebagian pasien, orang tua, atau dokter yang merawat),
perlu dipertimbangkan untuk dilakukan splenektomi.

Banyak diantara pasien ITP kronis yang tidak sembuh, meskipun dengan
trombositopeni yang sedang tidak disertai klinis yang berarti. Sebagian besar
dapat hidup dengan perdarahan ringan pada kulit dan sedikit keterbatasan,
pengobatan sebaiknya diberikan jika diperlukan tindakan pembedahan dan
kecelakaan.

30
2.9. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding trombositopenia pada populasi pediatrik sangat luas.


Anamnesis mengenai riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga
sangat penting untuk ditanyakan.

Trombositopenia herediter, seperti penyakit von Willebrand tipe 2B atau


pseudo-von Willebrand memiliki gejala yang sama dengan ITP, dengan adanya
riwayat pada keluarga dan dengan adanya gejala perdarahan mukosa yang lebih
berat. Adanya infeksi berulang mengarah ke penyakit kongenital atau penyakit
imunodefisiensi yang didapat. Sindrom Wiskott-Aldrich ditandai dengan
trombositopenia, terdapat eksema dan adanya riwayat infeksi berulang. Ini terjadi
pada bulan pertama kehidupan. Amegakariositik trombositopenia kongenital
adalah sindrom kegagalan sumsum tulang yang ditandai dengan trombositopenia
yang berat. HIV dengan trombositopenia, biasanya terdapat riwayat pada keluarga
atau adanya riwayat transfusi.(4,6)

Selain anamnesis, diperlukan juga pemeriksaan fisik pada anak dengan


trombositopenia. Pada anemia Fanconi, didapatkan malformasi rangka dan
perawakan pendek. Adanya bercak kemerahan kutaneus dan pembengkakan sendi
kemungkinan suatu penyakit autoimun yang lebih berat seperti Systemic Lupus
Erythematosus yang biasanya terdapat pada anak lebih dari 10 tahun. Adanya
hepatosplenomegali, limfadenopati, nyeri tulang mengarah ke kanker darah.(4,6)

Dan terakhir, pemeriksaan dengan seksama sediaan hapus darah tepi, tidak
oleh dilupakan. Morfologi dan ukuran trombosit sangat berguna untuk membuat
diagnosis. Sindrom Bernard-Soulier dikarakteristikkan dengan abnormal bentuk
trombosit yang besar dan perdarahan yang signifikan. Anomali May-Heggalin
juga ditandai dengan adanya trombosit raksasa, inclusion bodies dan monosit
yang disebut sebagai Dohle bodies.(4,6)

Tabel 2. Diagnosis Banding ITP(4)

31
KELAINAN GAMBARAN KLINIS LABORATORIUM
Penurunan Produksi Trombosit
Kongenital
Trombositopenia Absent - Tidak ada tulang radius - Hitung trombosit 15.000
Radius (TAR) Syndrome saat lahir - 30.000/mm3
- Ada kelainan skeletal
yang lain
- Ada penyakit jantung
bawaan (1/3 kasus)
Anemia Fanconi - Perawakan pendek - Pansitopenia karena
- Hiperpigmentasi kulit anemia aplastik
- Hipoplasia ibu jari dan
radius
- Kelainan ginjal
- Mikrosefali
- Mikroftalmi
Trombositopenia - Tidak ada kelainan - Trombositopenia pada
amegakariositik skeletal seperti pada periode neonatal
sindrom TAR
Didapat
Leukemia - Riwayat kelalahan, - Leukosit meningkat
demam, berat badan - Anemia
turun, pucat, nyeri - Sel blas pada hapusan
tulang darah tepi
- Limfadenopati (leukoeritoblastosis)
- Splenomegali
- Hepatomegali
(mungkin)
Anemia aplastik - Riwayat lelah, - Pansitopenia
perdarahan atau - Neutropenia berat
infeksi berulang - Hitung retikulosit
- Pemeriksaan fisik non rendah
spesifik
- Tidak ada
splenomegali-

Neuroblastoma - Massa di abdomen - Trombositopenia


- Ada sindrom karena metastasis
paraneoplastik sumsum tulang
- Gejala neurologik dari

32
korda spinalis
Defisiensi nutrisi - Riwayat nutrisi buruk - Anemia megaloblastik
atau diet khusus - Hipersegmentasi
- Pucat, lemah, lelah neutrofil
- Defisit neurologik - Retikulosit rendah
karena defisiensi vit - Kadar vit B12 dan
B12 asam folat rendah
Obat-obatan - Riwayat penggunaan
obat atau perubahan
dosis obat
Peningkatan Destruksi Trombosit
Imun
Neonatal allomimune - Ptekie menyuluruh - Hitung trombosit ibu
Trombositopenia beberapa jam setelah normal
lahir
- Obat-obatan - Riwayat penggunaan
obat atau perubahan
dalam dosis
- Infeksi HIV - Gejala dan tanda infeksi - Kelainan sebagian atau
sistemik HIV seluruh deret sel
- Konfirmasi diagnostik
serologi HIV
- Purpuran pasca - Riwayat transfusi - Trombositopenia akut
transfusi trombosit beberapa jam
sebelum
trombositopenia
- Penyakit kolagen - Gejala sistemik, termasuk - Ada anemia karena
vaskular/autoimun nyeri/pembengkakan penyakit kronik
sendi - Leukosit kadang
abnormal
Non imun
Sindrom uremic - Riwayat diare berdarah - Anemia mikrositik
hemolitik (Escheria coli mikroangiopati
O157:H7, Shigella sp)
- Gagal ginjal
DIC (Disseminated - Tanda/gejala sepsis - PPT dan APTT
intravascular (demam, takikardi, meningkat
coagulation) hipotensi) - Anemia mikrositik
mikroangiopati
- Kadar fibrinogen
menurun

33
- D-dimer
- Polisitemia kompensasi
Penyakit jantung sianotik - Sianosis
- Gagal jantung
Gangguan Kualitas Trombosit
Sindrom Wiskott-Aldrich - Menurun secara X-linked - Trombosit 20.000-
- Eksema 100.000/mol
- Infeksi berulang karena - Trmobosit sangat kecil
defisiensi imun
Sindrom Bernard-Soulier - Menurun secara dominan - Ukuran trombosit
autosom besar, kadang lebih
- Sering ada ekimosis, besar dari limfosit
perdarahan gusi dan
gastrointestinal
Anomali May-Hegglin - Menurun secara dominan - Ukuran trombosit
autosom raksasa (Giant
- Kebanyakan pasien platelet)
asimptomatik - Ada Inclusion bodies
pada leukosit (Dohle
bodies)
Sindrom Gray platelet - Perdarahan ringan - Trombosit kelihatan
oval dan pucat
Sekuestrasi
Sindrom Kasabach- - Peningkatan ukuran
Merritt hemangioendothelioma
pada periode neonatal
Hiperspenisme - Riwayat penyakit - Ada anemia dan hitung
hepar/hipertensi portal leukosit abnormal
- Splenomegali (tergantung
penyakit)
- Dihubungkan dengan
leukemia dan
penyakit infiltratif
lainnya

2.10. Prognosis

34
Anak dengan yang didiagnosa menderita ITP memiliki prognosis yang baik.
Kira-kira 80% - 90% anak dengan ITP menderita episode perdarahan akut, yang
akan pulih dengan jumlah trombosit yang normal dalam waktu 6 bulan.(2,4,6)

Pada ITP akut bergantung kepada penyakit primernya. Bila penyakit


primernya ringan, 90% akan sembuh secara spontan. Prognosis ITP kronik kurang
baik, terutama bila merupakan stadium praleukemia karena akan berakibat fatal.
Pada ITP kronik yang bukan merupakan stadium praleukemia, bila dilakukan
splenektomi pada waktunya akan didapatkan angka remisi sekitar 90%.(2)

BAB III
PENUTUP

Idiopathic Trombositopenia Purpura (ITP) merupakan kelainan perdarahan


didapat pada anak yang paling sering dijumpai. ITP merupakan kelainan autoimun
yang menyebabkan munculnya suatu antibodi terhadap trombosit. Diagnosis ITP
ditegakkan dengan menyingkirkan kemungkinan penyebab trombositopenia yang
lain. Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang tidak rutin dilakukan pada ITP, hanya
untuk kasus yang meragukan. Pada anak umumnya ITP bersifat akut dan dapat
sembuh spontan dalam waktu kurang dari 6 bulan. Tata laksana ITP khususnya

35
ITP akut pada anak masih kontroversial. Pengobatan umumnya dilakukan hanya
untuk meningkatkan jumlah trombosit, namun tidak menghilangkan risiko
terjadinya perdarahan intrakranial dan perjalanan menjadi ITP kronis. Pengobatan
juga potensial menimbulkan efek samping yang cukup serius.

LAPORAN KASUS

ANAMNESIS

 Nama penderita : An. S


 Jenis kelamin : Perempuan
 Umur : 9 tahun
 Tanggal masuk : 11 juni 2016
 Nama Ayah : Tn. S
 Pekerjaan : Swasta
 Nama Ibu : Ny. G
 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
 Agama : Islam
 Suku : Minang
 Alamat : Sumani

Keluhan utama : Mimisan sejak 12 jam SMRS.

36
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Solok dengan keluhan mimisan yang terjadi
12 jam SMRS (jam 07.00). Mimisan terjadi sesaat setelah pasien bangun
tidur di pagi hari. Darah yang keluar berwarna merah segar dan kental
sebanyak +- 2 sendok makan, setelah 15 menit perdarahan berhenti dan
tidak berulang. Pasien menyangkal adanya pilek, bersin-bersin dan
kebiasaan mengorek hidung. Demam, nyeri ulu hati, mual, nyeri pada otot
dan sendi juga disangkal. Pasien juga menyangkal adanya gusi berdarah,
lebam maupun bintik-bintik merah pada anggota tubuh.

Riwayat Penyakit Dahulu

 Satu tahun yang lalu pasien juga mengalami gejala serupa kemudian
pasien berobat dan didiagnosis menderita ITP oleh Dokter Anak dan sejak
itu pasien sudah dirawat di RS sebanyak 7 kali dan setiap kali dirawat
mendapat transfusi trombosit. Pasien mengaku mimisan sebanyak 1 bulan
sekali, tetapi dalam 6 bulan terakhir membaik menjadi 3 bulan sekali.
Pasien juga pernah mengalami memar-memar yang sukar hilang.

Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada keluarga yang menderita sakit seperti ini.

Riwayat Imunisasi
 Berdasarkan keterangan dari ibu, anak mendapat imunisasi dasar lengkap.

Riwayat Kehamilan
 Ibu pasien sering memeriksakan kehamilannya ke bidan namun tidak ada
keluhan yang berarti selama kehamilannya. Bayi lahir cukup bulan,
spontan, langsung menangis. Berat badan lahir 3200 gram. Pasien anak
pertama.

Riwayat Makanan
Umur
 0 - 4 bulan : ASI
 4 - 6 bulan : ASI + Bubur Susu + Biskuit

37
 6 -12 bulan : ASI +Nasi Tim + Buah + Biskuit
 Kesan : Kuantitas dan Kualitas cukup

Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang, Rewel
 Kesadaran : Compos Mentis
 Nadi : 124 x/menit
 Respirasi : 24 x/menit
 Suhu : 36.6 ºC
 BB : 28 kg
 Status gizi : Cukup

Status Generalis
mukosa kulit/subkutan yang menyeluruh
 Pucat : (-)
 Sianosis : (-)
 Ikterus : (-)
 Perdarahan : (-)
 Oedem umum : (-)
 Turgor : Normal
 Pembesaran KGB : (-)

KEPALA
 Bentuk : bulat simetris
 Rambut : hitam, lurus, tidak mudah dicabut
 Kulit : turgor normal
 Mata : Kelopak mata tidak cekung, konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik, kornea jernih, lensa jernih, refleks cahaya
(+/+), air mata (+)
 Telinga: Bentuk normal, simetris, liang lapang, serumen (-/-)
 Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), pernafasan cuping
hidung (-), sekret (-)
 Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (+) tremor dan
pinggir hiperemis

LEHER
 Bentuk : Simetris
 Trakhea : Di tengah (tidak deviasi)
 KGB : Tidak membesar

THORAKS

38
PARU
 Inspeksi : Bentuk simetris, retraksi sela iga (-), Tidak ada
kelainan

JANTUNG
 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus kordis teraba sela iga IV garis midklavikula sinistra
 Perkusi : Redup, batas jantung sulit untuk ditentukan.
 Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, murmur (-)

ABDOMEN
 Inspeksi : Datar, lemas, simetris
 Palpasi : Turgor normal, hepar dan lien tidak teraba.
 Perkusi : Timpani
 Auskultasi : Bising usus (+)

GENITALIA EXTERNA
 Kelamin : peempuan, tidak ada kelainan

EKSTREMITAS
 Superior : Oedem (-/-), sianosis (-/-)
 Inferior : Oedem (-/-), sianosis (-/-)

HEMATOLOGI
 Hemoglobin : 10,3 (13,0-18,0 g/dL)
 Hematokrit : 31 (40,0-50,0 %)
 Leukosit : 8,25 (4,0-11,0 x 103/µL)
 Trombosit : 91 (150-400 x 103) µL

IV. DIAGNOSIS KERJA

Idiopathic Trombositopenic Purpura

Diagnosis Banding :

- DHF

V. PENATALAKSANAAN

 IVFD RL 100cc/jam

39
 Ceftizoxime 2 x 1 gr IV

 PROGNOSIS

 Ad Vitam : Bonam

 Ad Functionam : Bonam

 Ad Sanationam : Dubia ad malam

FOLLOW UP

 12 Juni 2016

Mimisan –

S Demam –

Suhu : 36,6 C

Nadi : 124x/menit

O RR : 24x/menit

Ptekie -/-, echymosis -/-, purpura-/-

A ITP

P Terapi :

40
IVFD RL 100cc/jam

Ceftizoxime 2 x 1 gr IV

Diagnostik :

Cek darah lengkap

Tanggal 13 juni 2016

S Keluhan –

O Suhu : 36,6 C

Nadi : 124x/menit

RR : 24x/menit

Ptekie -/-, echymosis -/-, purpura-/-

Hasil lab terlampir

A ITP

P Terapi :

Transfusi thrombocyte concentrate 210 cc

IVFD RL 100cc/jam

Ceftizoxime 2 x 1 gr IV

Pemeriksaan Hasil Nilai normal Satuan


DL 14/06/2016
Hematologi
Hb 9,1 12-16 g/dl
Leukosit 10.500 4.100-10.900 /uL

41
Hematokrit 28 36-46 %
Eritrosit 4,07 4-5 Juta
MCV 68 80-100 fL
MCH 22 26-34 Pg
MCHC 33 31-36 g/dl
Basofil 0 0-2 %
Eusinofil 0 0-5 %
Batang 0 2-6 %
Segmen 92 47-80 %
Limfosit 6 13-40 %
Monosit 2 2-11 %
Trombosit 54.000 140.000- /uL
440.000
LED 22 <15 Mm/jam
RDW 16,3 11,6-14,8

Tanggal 14/06/2016

Keluhan –

Suhu : 36,6 C

Nadi : 124x/menit

O RR : 24x/menit

Ptekie -/-, echymosis -/-, purpura-/-

Hasil H2TL terlampir

A ITP

P Terapi :

42
Transfusi thrombocyte concentrate 180 cc

IVFD RL 100cc/jam

Ceftizoxime 2 x 1 gr IV

Pemeriksaan Hasil Nilai normal Satuan


14/06/2016
Hematologi
Hb 9,4 12-16 g/dl
Leukosit 5.700 4.100-10.900 /uL
Hematokrit 28 36-46 %
Trombosit 25.000 140.000- /uL
440.000

Tanggal 15/06/2016

Keluhan –

Suhu : 36,6 C

Nadi : 124x/menit

O RR : 24x/menit

Ptekie -/-, echymosis -/-, purpura-/-

Hasil H2TL terlampir

Suhu : 36,6 C

Nadi : 124x/menit

43
O RR : 24x/menit

Ptekie -/-, echymosis -/-, purpura-/-

Hasil H2TL terlampir

A ITP

P Terapi :

Transfusi thrombocyte concentrate 180 cc

IVFD RL 100cc/jam

Ceftizoxime 2 x 1 gr IV

Diagnostik :

Cek H2TL/hari, jika trombosit lebih dari 100.000  besok boleh


pulang

Pemeriksaan Hasil Nilai normal Satuan


15/06/2016
Hematologi
Hb 9,7 12-16 g/dl
Leukosit 8.700 4.100-10.900 /uL
Hematokrit 30 36-46 %
Trombosit 91.000 140.000- /uL
440.000

44
Tanggal 16/06/2016

Keluhan –

Suhu : 36,6 C

Nadi : 124x/menit

O RR : 24x/menit

Ptekie -/-, echymosis -/-, purpura-/-

Hasil H2TL terlampir

A ITP

P Terapi :

IVFD RL 100cc/jam

Ceftizoxime 2 x 1 gr IV

 boleh pulang, obat pulang : Prednison 3 x 1

Pemeriksaan Hasil Nilai normal Satuan


16/06/2016
Hematologi
Hb 9,5 12-16 g/dl
Leukosit 9.800 4.100-10.900 /uL
Hematokrit 30 36-46 %
Trombosit 108.000 140.000- /uL
440.000

DAFTAR PUSTAKA

45
1. Corrigan James. Purpura Trombositopenik Idiopatik: behrman, kliegman,
Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15, Volume 2. Jakarta. EGC, 2000.
hal 1746-1747

2. Dr. Rusepno Hasan, Dr. Husein Alatas. Penyakit perdarahan. IIdiopathic


Thromobocytopenic Purpura.. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid
1. Jakarta: Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005.
457-459, 479-482.

3. Permono bambang . H, sutaryo, ugrasena .IDG, windiastuti endang,


abdulsalam maria, purpura trombositopenik imun, buku ajar Hematologi-
onkologi Anak, Edisi 2, jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005.Hal
133-143.

4. Mitchell, Kumar, Abbas & Fausto, Buku Saku Dasar Patologis penyakit.
Edisi7. Purpura Trombositopenik Idiopatik, Jakarta: penerbit EGC. 2009. Hal
378-379

5. Mitchell Richard N, Cotran Ramzi S, Robbins Buku Ajar Patologi. Edisi 7.


Gangguan Hemodinamik, Tombosis dan Syok, Jakarta: penerbit EGC. 2007.
Hal 91 - 96

6. Bakta, I Made. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura, Hematologi Klinik


dan Ringkas Jakarta: Cetakan pertama, penerbit EGC. 2006 hal 127-129

7. Corrigan James.J. Purpura Trombositopenik Idiopatik: behrman, kliegman,


Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15, Volume 2. Jakarta. EGC, 2000.
hal 1746-1747

8. Bromberg Michael E., Immune Thrombocytopenic Purpura — The


Changing Therapeutic Landscape. The New England Journal of Medicine.
October 19 2006 (online 20 desember 2009) Volume 355:1643-1645,
Avalaible from: URL : http://content.nejm.org/cgi/content/full/355/16/1643

46

You might also like