You are on page 1of 20

VARIKOKEL

(Referat )

Disusun Oleh

Adinda Ayu Lintang Suri


Anugerah Indah Sari
Hendra Efendi
Sekar Mentari
Vincha Rahma Luqman

Perceptor

dr. Saut Hutagalung, Sp. BU

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

1
BAB I
PENDAHULUAN

Varikokel merupakan dilatasi abnormal pleksus pampiniformis, terjadi kira-

kira 15% pria. Beberapa pasien mengalami nyeri skrotal dan pembengkakan, dan

menjadi suatu penyebab potensial infertilitas pada pria. Pada varikokel didapatkan

kelainan dilatasi vena dalam spermatic cord dan yang diklasifikasi menjadi klinis dan

subklinis. Varikokel klinis didiagnosis melalui pemeriksaan fisik dan digolongkan

berdasarkan temuan fisik. Varikokel subklinis pada pemeriksaan fisik tidak teraba dan

memerlukan pencitraan radiologi untuk diagnosis. Selain itu, varikokel terbagi atas

varikokel ekstratestikuler dan varikokel intratestikuler. Varikokel lebih sering

terdeteksi pada populasi pria infertil dibandingkan dengan pria fertil. Adanya

varikokel telah dikaitkan dengan kegagalan fungsi testis, sering menyebabkan

kelainan pada parameter semen. Varikokel umum dijumpai pada anak remaja dan pria

dewasa, terdiagnosis pada 20-40% pasien infertil. Penegakan diagnosis cepat dan

tepat dari kelainan ini sangat penting karena pada sebagian besar kasus,

penatalaksanaan tepat waktu, biasanya dilakukan percutaneous sclerotherapy, bisa

menghasilkan peningkatan kualitas semen.

Pemeriksaan Utrasonografi merupakan pilihan pertama, non invasif, relatif

mudah dan akurat dalam mendeteksi varikokel. Pemeriksaan ultrasonografi Color

Doppler (CDUS) telah menjadi modalitas yang telah diterima secara luas dan sering

digunakan untuk mengevaluasi varikokel. Alasan penulisan referat ini adalah untuk

mengetahui pengaruh varikokel terhadap infertilitas pada pria

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Varikokel merupakan suatu dilatasi abnormal dan tortuous dari vena pada

pleksus pampiniformis dengan ukuran diameter melebihi 2 mm. Dilatasi

abnormal vena-vena dari spermatic cord biasanya disebabkan oleh

ketidakmampuan katup pada vena spermatik internal.

B. Anatomi
Pada pria dewasa, masing-masing testis merupakan suatu organ berbentuk

oval yang terletak di dalam skrotum. Beratnya masing-masing kira-kira 10-12

gram, dan menunjukkan ukuran panjang rata-rata 4 sentimeter (cm), lebar 2

cm, dan ukuran anteroposterior 2,5 cm. Testis memproduksi sperma dan

androgen (hormon seks pria). Tiap testis pada bagian anterior dan lateral

diliputi oleh membran serosa, tunika vaginalis. Membran ini berasal dari

peritoneum cavum abdominal. Pada tunika vaginalis terdapat lapisan parietal

(bagian luar) dan lapisan visceral (bagian dalam) yang dipisahkan oleh cairan

serosa. Kapsul fibrosa yang tebal, keputihan disebut dengan tunika albuginea

yang membungkus testis dan terletak pada sebelah dalam lapisan visceral dari

tunika vaginalis.
Pada batas posterior testis, tunika albuginea menebal dan berlanjut ke dalam

organ sebagai mediastinum testis. Tunika albuginea berlanjut ke dalam testis

dan membentuk septum jaringan konektif halus, yang membagi kavum

3
internal menjadi 250 lobulus terpisah. Tiap-tiap lobulus mengandung sampai

empat tubulus seminiferus yang sangat rumit, tipis dan elongasi. Tubulus

seminiferus mengandung dua tipe sel: (1) kelompok non-dividing support

cells disebut sel-sel sustentacular dan kelompok dividing germ cells yang

terus menerus memproduksi sperma pada awal pubertas.

Cavum yang mengelilingi tubulus seminiferus disebut kavum intersisial.

Dalam cavum intersisial ini terdapat sel-sel intersisial (sel leydig). Luteinizing

hormone menstimulasi sel-sel intersisial untuk memproduksi hormon disebut

androgen. Terdapat beberapa tipe androgen, yang paling umum ialah

testosteron. Meskipun korteks adrenal mensekresi sejumlah kecil androgen,

sebagian besar androgen dilepaskan melalui sel-sel intersisial di testis, dimulai

pada masa pubertas. Duktus dalam testis; rete testis merupakan suatu jaringan

berkelok-kelok saling terhubung di mediastinum testis yang menerima sperma

dari tubulus seminiferus. Saluran-saluran rete testis bergabung membentuk

ductulus eferen. Kirakira 12-15 ductulus eferen menghubungkan rete testis

dengan epididimis.

Epididimis merupakan suatu struktur berbentuk koma terdiri dari suatu duktus

internal dan duktus eksternal melingkupi jaringan konektif. Head epididimis

terletak pada permukaan superior testis, dimana body dan tail epididimis pada

permukaan posterior testis. Pada bagian dalam epididimis berisi duktus

epididimis panjang, berkelok yang panjangnya kira-kira 4 sampai 5 meter dan

4
dilapisi oleh epitel berlapis silindris yang memuat stereocilia (microvilli

panjang).

Duktus deferens juga disebut vas deferens, saluran ini meluas dari tail

epididimis melewati skrotum, kanalis inguinalis dan pelvis bergabung dengan

duktus dari vesica seminalis membentuk duktus ejakulatorius pada glandula

prostat. Testis diperdarahi oleh arteri testicular, arteri yang bercabang dari

aorta setinggi arteri renal. Banyak pembuluh vena dari testis pada

mediastinum dengan 4 suatu kompleks pleksus vena disebut pleksus vena

pampiniformis, yang terletak superior. Epididimis dan skrotum diperdarahi

oleh pleksus vena kremaster. Kedua pleksus beranastomose dan berjalan

superior, berjalan dengan vas deverens pada spermatic cord. Spermatic cord

dan epididimis diperdarahi oleh cabang arteri vesical inferior dan arteri

epigastrik inferior (arteri kremaster).

Skrotum diperdarahi cabang dari arteri pudendal internal (arteri scrotal

posterior), arteri pudendal eksternal cabang dari arteri femoral, dan cabang

dari arteri epigastrik inferior (kremaster). Aliran vena testis melalui pleksus

vena pampiniformis, terbentuk pada bagian atas epididimis dan berlanjut ke

vena testikularis melalui cincin inguinal. Vena testikularis kanan bermuara ke

vena kava inferior dengan suatu acute angle, dimana vena testikularis sinistra

mengalir ke vena renalis sinistra dengan suatu right angle.

C. Epidemiologi
Varikokel terdeteksi lebih sering pada populasi pria infertil dibanding pada

pria fertil. Sebagian besar varikokel terdeteksi setelah pubertas dan prevalensi

5
pada pria dewasa sekitar 11-15%. Pada 80-90% kasus, varikokel hanya

terdapat pada sebelah kiri; varikokel bisa bilateral hingga 20% kasus,

meskipun dilatasi sebelah kanan biasanya lebih kecil. Varikokel unilateral

sebelah kanan sangat jarang terjadi. Varikokel pada remaja pria pernah

dilaporkan sekitar 15% kasus. Varikokel biasanya terdiagnosis pada 20-40%

pria infertil. Insidensi varikokel yang teraba diperkirakan 15% pada populasi

umum pria dan 21-39% pria subfertil. Meskipun varikokel pernah dilaporkan

pada pria sebelum remaja, varikokel jarang pada kelompok usia ini.

Pada suatu penelitian oleh Oster (1971) pada 1072 anak sekolah laki laki di

Denmark, tidak ditemui adanya varikokel pada 188 anak laki-laki yang

berusia antara 6 sampai 9 tahun. Insidensi varikokel pada anak yang lebih tua

(usia 10-25 tahun), bervariasi antara 9% sampai 25,8% dengan suatu rerata

16,3%. Varikokel ekstratestikular merupakan kelainan yang diketahui umum

terjadi, dimana terdapat pada 15% sampai 20% pria. Varikokel intratestikular

sebaliknya suatu kelainan yang jarang dan sesuatu yang relatif baru dimana

dilaporkan kurang dari 2% pada pria yang menjalani sonografi testis dengan

gejala.

D. Etiologi
Terdapat beberapa etiologi varikokel ekstratestikular seperti refluks

renospermatik, insufisiensi katup vena spermatika interna, refluks

ileospermatik, neoplastik, atau penyakit retroperitoneal lainnya, sindrom

malposisi visceral, dan pembedahan sebelumnya pada regio inguinal dan

skrotum. Varikokel intratestikular sering dihubungkan dengan atrofi testikular

6
ipsilateral terkait kelainan parenkhimal, tetapi apakah varikokel intratestikular

merupakan suatu penyebab atau akibat dari atrofi testikular tetap belum jelas.

Varikokel intratestikular biasanya, tetapi tak selalu, terjadi berkaitan dengan

suatu varikokel ekstratestikular ipsilateral.

E. Patofisiologi
Varikokel terjadi akibat peningkatan tekanan vena dan ketidakmampuan vena

spermatika interna. Aliran retrograde vena spermatika interna merupakan

mekanisme pada perkembangan varikokel. Varikokel ekstratestikular

merupakan suatu kelainan yang umum terjadi. Sebagian besar kasus

asimptomatik atau berhubungan dengan riwayat orchitis, infertilitas,

pembengkakan skrotum dengan nyeri. Varikokel intratestikular merupakan

suatu keadaan yang jarang, ditandai oleh dilatasi vena intratestikular.

Varikokel lebih sering ditemukan pada sebelah kiri karena beberapa alasan

berikut ini: (a) vena testikular kiri lebih panjang; (b) vena testikular sinistra

memasuki vena renal sinistra pada suatu right angle; (c) arteri testikular

sinistra pada beberapa pria melengkung diatas vena renal sinistra, dan

menekan vena renal sinistra; dan (d) distensi colon descendens karena feses

dapat mengkompresi vena testikular sinistra.

Varikokel dapat menimbulkan gangguan proses spermatogenesis melalui

beberapa cara,antara lain:


1. Terjadi stagnasi darah balik pada sirkulasi testis sehingga testis

mengalami hipoksia karena kekurangan oksigen.


2. Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (antara lain katekolamin dan

prostaglandin) melalui vena spermatika interna ke testis.

7
3. Peningkatan suhu testis.
4. Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan,

memungkinkan zat-zat hasil metabolit tadi dapat dialirkan dari testis kiri ke

testis kanan sehingga menyebabkan gangguan spermatogenesis testis kanan

dan pada akhirnya terjadi infertilitas.


Definisi infertilitas menurut WHO adalah tidak terjadinya kehamilan

pada pasangan yang telah berhubungan intim tanpa menggunakan kontrasepsi

secara teratur minimal 1-2 tahun.

Varikokel dapat menginduksi infertilitas dijelaskan dalam beberapa

mekanisme:
1. Hypertermia
Temperatur pada skrotum ditetapkan beberapa derajat lebih rendah

dibandingkan suhu inti tubuh supaya dapat mengoptimlaisasikan

lingkungan untuk fungsi testis. Aliran darah arteri didinginkan di spermatic

cord dengan cara mengembalikan aliran darah vena melalui pleksus

pampiniform. Dilatasi dari vena akibat varikokel dapat mempengaruhi

efisiensi dari fungsi ini. Mekanisme bagaimana panas mempengaruhi

spermatogenesis masih spekulatif. Penelitian sebelumnya menunjukkan

bahwa panas dapat mempengaruhi produksi androgen yang dapat

menyebabkan efek penghapusan pada produksi sperma. Raifer, et al dalam

penelitiannya menyebutkan bahwa varikokel dapat menyebabkan tidak

berfungsinya 17,20-desmolase dan 17α-hydroxylase enzym dalam pathway

biosintetik steroid. Beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa

8
hipertermia pada scrotum meningkatkan apoptosis sel germ yang ada pada

testis.

2. Venous pressure
Pada keadaan tekanan balik vena yang tinggi dapat menyebabkan aliran

arteri yang terhambat sebagai bentuk kompensasi agar tekanan dalam

intratesticular tetap stabil. Karena ketidakstabilan tekanan intrakapiler,

dapat menganggu tekanan hidrostatik dan onkotik yang meregulasikan

regulasi osmotik hasil metabolik. Selain itu pula, peningkatan tekana balik

vena dapat menyebabkan drainase vaskuler terhambat. Aliran statis dalam

vena dapat menyebabkan defek pada regulasi suhu dan juga dapat

menyebabkan terjadinya akumulasi toksin yang menyebabkan varikokel.

Kenaikan tekanan balik vena juga melibatkan perubahan pada aliran darah

di testis. Peningkatan aliran darah di testis dapat menyebabkan hipertermia

pada testis.
3. Ketidakseimbangan hormon
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pasien dengan infertilitas akibat

varikokel mempunyai hormon testosteron yang rendah. Hal ini dapat

membuktikan hipotesis bahwa varikokel dapat mempengaruhi fungsi dari

sel leydig. World Health Organization (WHO) mengkonklusikan bahwa

varikokel merepresentasikan lesi progresif pada sel leydig yang

dipengaruhi oleh waktu. Kadar androgen yang dapat dipengaruhi oleh

varikokel lebih kepada kadar testosteron di intratestikuler dibandingkan

kadar sistemik.

9
Beberapa penelitian lain menyebutkan bahwa, secara histologis testis

dengan varikokel menunjukkan gambaran penurunan jumlah sel leydig.

Efek varikokel pada sel sertoli juga sudah diteliti. Kegagalan sel sertoli

dalam mengekspresikan protein E-cadherin dan alpha-catenin dapat

mengganggu blood-testis barrier.


4. Substansi toksik
Akumulasi substansi endogen dari sirkulasi renal dan adrenal sudah

ditetapkan sebagai salah satu penyebab rusaknya fungsi testis. Aliran balik

vena yang meningkat dapat berkontribusi dalam akumulasi produk

metabolik dari sirkulasi vena renal dan adrenal. Penelitian menyebutkan

bahwa tingginya kadar katekolamin dari adrenal dapat menyebabkan

vasokontriksi pembuluh darah testis yang berlanjut pada gangguan aliran

darah testis.
5. Reactive Oxygen Species (ROS)
ROS sangat berfungsi pada sperma normal dalam mentrasduksi sinya

intraseluler yang memfasilitasi kapasitas sperma, reaksi akrosom dan

pengikatan sperma ke oosit. Peningkatan ROS dapat menyebabkan

peroksidasi lemak pada membran sperma yang pada akhirnya mengubah

morfologi dan motilitas sperma.

F. Manifestasi Klinis
Beberapa pasien dengan varikokel dapat mengalami nyeri skrotal dan

pembengkakan, namun yang lebih penting, suatu varikokel dipertimbangkan

menjadi suatu penyebab potensial infertilitas pria. Hubungan varikokel

dengan fertilitas menjadi kontroversi, namun telah dilaporkan peningkatan

10
fertilitas dan kualitas sperma setelah terapi, termasuk terapi oklusif pada

varikokel. Varikokel pada remaja biasanya asimptomatik dan untuk itu

diagnosis khususnya diperoleh saat pemeriksaan fisik rutin. Kadang kadang

pasien akan datang karena adanya massa skrotum atau rasa tak nyaman di

skrotum, seperti berat atau rasa nyeri setelah berdiri sepanjang hari.

Varikokel ekstratestikular secara klinis berupa teraba benjolan asimptomatik,

dengan nyeri skrotal atau hanya menyebabkan infertilitas dengan perjalanan

subklinis. Secara klinis varikokel intratestikular kebanyakan hadir dengan

gejala seperti varikokel ekstratestikuler, meskipun sering varikokel

intratestikuler tidak berhubungan dengan varikokel ekstratestikuler ipsilateral.

Manifestasi klinis paling umum pada varikokel intratestikular adalah nyeri

testikular (30%) dan pembengkakan (26%). Nyeri testis diperkirakan

berhubungan dengan peregangan tunika albuginea. Manifestasi klinis lain

yang telah dilaporkan mencakup infertilitas (22%) dan epididimorchitis

(11%).

G. Diagnosis

Diagnosis varikokel ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan radiologi dan analisis semen. Pemeriksaan fisik harus dilakukan

dalam posisi berdiri. Refluks vena dapat dievaluasi dengan cara manuver

valsava.

11
Pemeriksaan radiologi yang dapat digunakan yaitu pemeriksaan

ultrasonografi, CT scan, MRI dan angiografi. Pemeriksaan Utrasonografi

merupakan pilihan pertama dalam mendeteksi varikokel. Pemeriksaan

ultrasonografi dan terutama Color Doppler menjadi metode pemeriksaan

paling terpecaya dan berguna dalam mendiagnosis varikokel subklinis.

Gambaran varikokel pada ultrasonografi tampak sebagai stuktur serpiginosa

predominan echo free dengan ukuran diameter lebih dari 2 mm. Pada CT scan

dapat menunjukkan gambaran vena – vena serpiginosa berdilatasi menyangat.

Pada MRI varikokel tampak sebagai suatu massa dari dilatasi, serpiginosa

pembuluh darah, biasanya berdekatan dengan caput epididimis. Spermatic

canal melebar, dan intrascrotal spermatic cord atau pleksus pampiniformis

prominen. Spermatic cord memiliki intensitas signal heterogen. Spermatic

cord memuat struktur serpiginosa dengan intensitas signal tinggi. Peranan

MRI dalam diagnosis varikokel belum terbukti karena tidak cukupnya jumlah

pasien yang telah diperiksa dengan MRI. Venografi dapat menunjukkan

dilatasi vena testikular, dapat menunjukkan aliran retrograde bahan kontras ke

arah skrotum. Sebagian besar varikokel digambarkan sebagai primer atau

idiopatik dan diperkirakan terjadi karena kelainan perkembangan katup dan /

atau vena.

12
Varikokel primer jauh lebih mungkin pada sebelah kiri, dimana setidaknya

dijumpai 95%. Sebagian kecil terjadi akibat tidak langsung dari suatu lesi

yang mengkompresi atau mengoklusi vena testikular. Varikokel sekunder

akibat dari peningkatan tekanan pada vena spermatik yang ditimbulkan oleh

proses penyakit seperti hidronefrosis, sirosis, atau tumor abdominal. Varikokel

klinis didefinisikan sebagai pembesaran pleksus pampiniformis yang dapat

diraba, dimana dapat dibagi menjadi derajat 1, 2, 3 menurut klasifikasi Dubin

and Amelar. Varikokel subklinis didefinisikan sebagai refluks melalui vena

spermatika interna, tanpa distensi yang dapat teraba dari pleksus

pampiniformis. Dubin and Amelar menemukan suatu sistem penilaian yang

berguna untuk varikokel yang dapat teraba. derajat 1: varikokel dapat diraba

hanya pada waktu manuver valsava; derajat 2: varikokel dapat diraba tanpa

manuver valsava; derajat 3: varikokel tampak pada pemeriksaan sebelum

palpasi.

Kelainan analisis semen berupa oligozoospermia, asthenozoospermia dapat

disebabkan oleh varikokel. Mac Leod (1965) pertama kali mengemukakan

trias oligospermia, penurunan motilitas sperma, dan peningkatan persentase

sel-sel sperma immatur merupakan karakteristik semen yang khas pada pria

infertil dengan varikokel. Koreksi varikokel sering menghasilkan peningkatan

kualitas semen, beberapa penelitian menghubungkan ukuran dengan

efektivitas tatalaksana pembedahan varikokel.

13
H. Diagnosis Banding
Beberapa kelainan yang pada pemeriksaan ultrasonografi memberikan

gambaran mirip dengan gambaran varikokel dan menjadi diagnosis banding

yaitu spermatokel dan ektasia tubular. Spermatokel merupakan suatu lesi

kistik jinak yang berisi sperma. Spermatokel umunya ditemukan pada kaput

epididimis. Spermatokel banyak ditemukan secara kebetulan pada saat

skrining ultrasonografi pada pasien usia pertengahan sampai usia tua. Ukuran

spermatokel dapat bervariasi dari beberapa millimeter sampai beberapa

sentimeter. Sebagian besar spermatokel tidak menyebabkan gejala, dan pasien

bisa datang dengan teraba massa lunak pada bagian dalam skrotum. Pada

beberapa kasus, dapat juga terdapat rasa tak nyaman karena efek massa.

Etiologi spermatokel masih belum jelas. Sebagian besar penulis mengarahkan

bahwa suatu obstruksi duktus eferen merupakan asal mula dari kelainan ini.

Ektasia tubular juga dikenal sebagai transformasi kistik rete testis merupakan

dilatasi rete testis sebagai suatu akibat obliterasi parsial atau komplit duktus

eferen. Ektasia tubular sering bilateral dan asimetris, sering berhubungan

dengan spermatokel. Rerata usia pada diagnosis ialah 60 tahun dan secara

umum pasien berusia lebih dari 45 tahun.

I. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari varikokel diantaranya kenaikan temperatur testis,

jumlah sperma rendah dan infertilitas pria. Hambatan aliran darah, suatu

varikokel dapat membuat temperatur lokal terlalu tinggi, mempengaruhi

14
pembentukan dan motilitas sperma. Terdapat bukti yang baik dimana lamanya

varikokel menyebabkan efek merugikan yang progresif pada testis. Chehval

dan Porcell (1992) melakukan analisis semen pada 13 pria dengan varikokel

dan kemudian mengevaluasi kembali semen pria tersebut 9 sampai 96 bulan

kemudian. Hasilnya menunjukkan suatu kemerosotan pada follow up analisis

semen mereka. Potensi komplikasi dari tatalaksana varikokel jarang terjadi

dan komplikasi biasanya ringan. Semua pendekatan pembedahan varikokel

berkaitan dengan suatu resiko kecil seperti infeksi luka, hidrokel, varikokel

berulang dan jarang terjadi yaitu atrofi testis. Potensi komplikasi dari insisi

inguinal karena tatalaksana varikokel mencakup mati rasa skrotal dan nyeri

berkepanjangan.

J. Penatalaksanaan
Terdapat beberapa pedoman dimana suatu varikokel sebaiknya dikoreksi

karena: 1) pembedahan berpotensi mengubah suatu keadaan patologis; 2)

pembedahan meningkatkan sebagian besar parameter semen; 3) pembedahan

memungkinkan meningkatnya fertilitas; 4) resiko terapi kecil.

Suatu varikokel sebaiknya dikoreksi ketika: 1) Varikokel secara klinis teraba;

2) pasangan dengan infertilitas; 3) istri fertil atau telah dikoreksi

infertilitasnya; 4) paling tidak satu parameter semen abnormal. Keputusan

penatalaksanaan sebaiknya terutama berdasarkan pada apakah varikokel

simptomatik atau berhubungan dengan subfertilitas, dan pilihan yaitu antara

terapi pembedahan dan terapi radiologi. Dimana tersedia seorang ahli

radiologi terlatih, embolisasi perkutaneus harus menjadi penatalaksanaan lini

15
pertama, dengan pembedahan dilakukan pada sebagian kecil pasien yang

gagal dengan kateterisasi.

Dikarenakan komplikasi varikokel yang cukup berbahaya yaitu infertilitas,

banyak ahli yang mulai meneliti mengenai penatalaksanaan varikokel. Akan

tetapi sampai saat ini belum ada terapi medikamentosa yang efektif.

Penatalaksanaan varikokel yang berkembang saat ini antara lain:

1. Varikokelektomi (inguinal atau subinguinal)

Tahapan:

16
a. Setelah dilakukan insisi pada SIAS (spina iliaka superior

anterir) kulit luar pasien (biasanya di inguinal kiri) dicari vena yang

membesar dan pembebasan vena dengan mukosa disekitarnya


b. setelah itu pemasangan sejenis clip penjepit vena di vena

plexux pamfini formis lalu dipotong diantar kedua pin tersebut


c. Hal inimembuat aliran balik vena tidak lagi menuju plexux

pamfiniformis melainkan vena vas deferens sehingga aliran vena di

plexus pamfini formis mengecil.


2. Embolisasi atau secara perkutan memasukkan bahan sklerosing ke

dalam vena spermatica

a. Memasukan kateter melalui vena iliaka eksterna dekstra dan

microcateter terus menyusuri vena iliaka dekstra


b. Kemudian mikrokateter menuju venacava inferior dan

membelok memasuki vena renalis sinistra dan menuju plexus

pamfiniformis
c. Lalu dimasukan varicocele coil dengan teknikcoaxcial packing

untuk menutup aliran vena di plexus pamfini formis

17
d. Sehingga aliran darah di plexus pamfiniformis terhambat,

aliran balik vena dari testis melalui vena vas deferens


Ligasi varikokel laparoskopi belum membuktikan superior terhadap operasi

pembedahan dan mungkin berhubungan dengan komplikasi yang serius.

Varikokel intratestikular berhasil diterapi dengan skleroterapi perkutaneus.

Barbalies et al membandingkan ketiga tehnik pembedahan dengan embolisasi

perkutaneus pada suatu penelitian prospektif, acak. Terdapat angka rekurensi

yang sama dengan semua keempat tehnik. Sebagai tambahan, terdapat

peningkatan signifikan pada motilitas sperma pada semua kelompok, dengan

ligasi inguinal secara garis besar memperoleh hasil paling baik. Setelah

prosedur untuk kembali ke aktivitas normal, bagaimanapun secara signifikan

lebih cepat setelah embolisasi dibandingkan dengan pembedahan

18
BAB III
KESIMPULAN

Varikokel merupakan suatu dilatasi abnormal dan tortuous dari vena pada

pleksus pampiniformis dengan ukuran diameter melebihi 2 mm. Dilatasi abnormal

vena-vena dari spermatic cord biasanya disebabkan oleh ketidakmampuan katup pada

vena spermatik internal.

Varikokel terjadi akibat peningkatan tekanan vena dan ketidakmampuan vena

spermatika interna. Aliran retrograde vena spermatika interna merupakan mekanisme

pada perkembangan varikokel. Varikokel ekstratestikular merupakan suatu kelainan

yang umum terjadi. Sebagian besar kasus asimptomatik atau berhubungan dengan

riwayat orchitis, infertilitas, pembengkakan skrotum dengan nyeri. Varikokel

intratestikular merupakan suatu keadaan yang jarang, ditandai oleh dilatasi vena

intratestikular.

Beberapa pasien dengan varikokel dapat mengalami nyeri skrotal dan

pembengkakan, namun yang lebih penting, suatu varikokel dipertimbangkan menjadi

suatu penyebab potensial infertilitas pria.

Tatalaksana varikokel dapat dilakukan dengan pembedahan.

19
20

You might also like