You are on page 1of 6

10

FRAKTUR SINUS FRONTAL

Tulang frontal adalah tulang paling keras di wajah; dampak langsung berenergi tinggi
biasanya diperlukan untuk mematahkan tulang ini. Sinus frontal absen di 4% individu, 5%
berkembang tidak sempurna, dan unilateral di 10% dari individu.

 Anatomi
Anatomi tulang frontal terdiri dari
o Dua rongga tidak beraturan
o Dinding anterior
o Dinding posterior

 Pemeriksaan Fisik
o Kontusio pada dahi
o Laserasi pada dahi
o Hematom pada dahi atau orbital
o Epistaksis
o Otorrhea atau rhinorrhea dari dural tears – test dengan halo sign diatas handuk
kertas; kirim cairan untuk glukosa dan transfer 0
o Palpasi terasa kelainan bentuk akibat patah tulang; dapat disamarkan oleh
pembengkakan pada atasnya
o Parestesia di distribusi saraf supraorbital

Gambar 10-1 Sinus Frontal


o Ekstensi ke batas supraorbital dan fisura orbital superior dapat menyebabkan
sindrom fisura orbital superior
o Lakukan pemeriksaan okular secara menyeluruh

Evaluasi Radiografi

CT wajah dengan potongan aksial 3 mm dan rekonstruksi koroner adalah modalitas

paling sensitif untuk mendiagnosis fraktur sinus frontal. Manajemen sering kali

bergantung pada apakah ada atau tidak adanya cedera duktus nasofrontal. Fraktur

yang berada inferior dan medial harus menimbulkan kecurigaan tinggi terhadap

cedera duktus nasofrontal (Gambar 10-2; Gambar 10-3).

Gambar 10-2 gambaran fraktur sinus frontal. (A) Gambaran normal. (B) Dinding

anterior. (C) Comminuted anterior dan dinding posterior.


 Managemen

Semua pasien dengam fraktur sinus frontal harus dirawat dan diobservasi.

o Menyingkirkan

 Perdarahan subaraknoid

 Subdural hematom

 Epidural hematom

 Kontusio serebral

 Pneumosepalus

Gambar 10-3 CT Fraktur dinding anterior

 Tidak ada hembusan hidung


 Batuk dan bersin dengan mulut terbuka dan tidak melalui hidung
 Tinggikan kepala tempat tidur untuk meminimalkan edema
 Antibiotik intravena
 Ceftriaxone 1 sampai 2 g IV q24h

Manajemen operasi tergantung pada tingkat perpindahan fraktur, keterlibatan

duktus nasofrontal, dan integritas dural. Fraktur dinding anterior menginduksi deformitas

kosmetik dan morbiditas fungsional jika duktus nasofrontal terlibat. Penghambatan duktus
nasofrontal ditunjukkan saat terlibat dalam garis fraktur. Jika tidak, perpindahan fraktur bisa

dikurangi dan diperbaiki secara tertunda.

Fraktur dinding posterior berkombinasi dengan fraktur dinding anterior dan

menduga penambahan potensi keterlibatan fosa kranial anterior dan penetrasi dural.

Kebocoran CSF terlihat jelas saat pasien hadir dengan rhinorrhea signifikan yang positif

untuk p2 transferrin atau menciptakan cincin kuning pada kertas tisu (uji Halo). Jika dinding

posterior tidak dipindahkan, pasien diamati selama 4 sampai 7 hari. Pasien dengan kebocoran

cairan atau perpindahan CSF yang terus-menerus dan kominusi pada dinding posterior

membutuhkan kraniisasi. Strategi manajemen fraktur spesifik diuraikan pada Gambar 10-4.

Fraktur dinding anterior

Displaced Non displaced

Injuri duktus nasal frontal tidak perlu operasi

+/- antibiotik x 7 hari

followup setelah 23 jam

Tidak observasi
Ya

 Pemusnhan Duktus ORIF Fraktur


frontonasal antibiotik
 Reduksi fraktur
 Pemusnahan sinus
 antibiotik

Gambar 10-4 (A) algoritma untuk fraktur dinding anterior.


Fraktur Dinding Posterior
Konsul Nerosurgery

Displaced
Non displaced

CSF bocor
CSF bocor

Tidak
Tidak Ya
Ya

 Perbaikan dural
Observasi x 4-7 hari Tidak operasi  Pemusnahan duktus Injuri duktus
frontonasal
Antibiotik x 7 hari frontonasal
 ORIF Fraktur
 Antibiotik x14 hari
Kebocoran Ya
persisten

Kranilisasi
Perbaikan dural Tidak

 Pemusnahan duktus
frontonasal
 Pemusnahan sinus/
ORIF Fraktur kranialisasi
antibiotik  ORIF Fraktur
 Antibiotik x14 hari

Gambar 10-4 (B) algoritma untuk fraktur dinding posterior.

You might also like