You are on page 1of 7

20 Sifat Wajib Allah

1. Wujud (Ada)
Allah SWT pasti ada dan adanya Allah bukan karena ada yang menciptakanNya,
tetapi Allah itu ada dengan Dzat-Nya sendiri. Adanya alam semesta cukup untuk dijadikan
sebagai alasan bahwa Allah itu ada, sebab tidak masuk akal seandainya ada sesuatu yang
dibuat tanpa ada yang membuatnya.
Sebagaimana Allah berfirman:

Artinya: “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah
Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku“ (QS. Thaha: 14)

2. Qidam (Terdahulu)
Allah itu ada sejak semua makhluk belum ada. Allah adalah sumber adanya
makhluk, Ia yang menciptakan sehingga Pencipta itu pasti lebih awal atau lebih dahulu
sebelum adanya sesuatu yang diciptakan.
Sebagaimana dalam firman-Nya:

Artinya: “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir….” (QS. Al-Hadid: 3)

3. Baqa’ (Kekal)
Allah itu kekal yang tiada akhir dan ujungnya. Allah mustahil punah, Dia akan tetap
ada selamanya.
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:

Artinya: “Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nya-lah segala penentuan, dan
hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan“ (QS. Al-Qasas: 88)

4. Mukholafatul Lilhawaditsi (Berbeda dengan makhluk ciptaan-Nya)


Allah tidak serupa dengan makhluk ciptaan-Nya. Itulah keistimewaan dan
keagungan Sang Pencipta.
Sebagaimana telah Allah jelaskan dalam firman-Nya:

Artinya: “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia dan Dialah yang Maha Mendengar
dan Melihat“ (QS. Asy-Syura: 11)
5. Qiyamuhu Binafsihi (Berdiri sendiri)
Allah itu berdiri sendiri, melakukan dan menciptakan apapun tanpa bantuan
makhluk-Nya. Allah berdiri sendiri, Allah menciptakan langit dan bumi, surga dan neraka,
manusia, hewan, gunung-gunung dan lain sebagainya dengan kekuasaan-Nya sendiri.
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman:

Artinya: “Dan katakanlah: “Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak
mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan
penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya“ (QS. Al-Isra:
111)

6. Wahdaniyah (Esa/Tunggal)
Allah bersifat Esa, hanya satu, tidak ada Tuhan kecuali Allah. Sebagaimana telah
ditegaskan dalam firman-Nya:

Artinya: “Katakanlah: “Dialah Allah, Yang Maha Esa“ (QS. Al-Ikhlas: 1)

7. Qudrat (Berkuasa)
Allah itu berkuasa atas segala sesuatu. Kekuasaan Allah tentu sangat berbeda
dengan kekuasaan yang dimiliki makhluk-Nya. Kekuasaan Allah tidak akan terbatas.

Artinya: “Sesungguhnya Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu“ (QS. Al-Baqarah: 20)

8. Iradat (Berkehendak)
Allah itu berkehendak atas segala sesuatu. Jika Allah SWT sudah berkehendak
pada makhluk-Nya, maka tidak ada yang bisa menolak atau memungkirinya. Tidak ada
yang mustahil bagi Allah. Allah bisa melakukan apapun pada ciptaan-Nya.
Allah berfirman:

Artinya: “Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata


kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia“ (QS. Yasiin: 82)

9. ‘Ilmun (Mengetahui)
Allah mengetahui atas segala sesuatu, meskipun tidak terlihat atau
disembunyikan oleh makhluknya, Allah tetap mengetahui. Tidak ada sesuatu pun yang
bisa luput dari pengelihatan-Nya.
Sebagaimana Allah berfirman:

Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang
dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya“ (QS. Qaf:
16)

10. Hayat (Hidup)


Allah tidak akan pernah mati, karena Allah bersifat hayat yakni Allah hidup
selamanya, tidak akan pernah musnah ataupun mati.
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman:

Artinya: “Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati, dan
bertasbihlah dengan memuji-Nya“ (QS. Al-Furqon: 58)

11. Sama’ (Mendengar)


Allah bersifat mendengar, pendengaran Allah tidak akan terbatas. Apapun yang
dibicarakan baik dari hati maupun lisan, Allah tetap mampu mendengar.
Sebagaimana firman-Nya:

Artinya: “Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui“ (QS. Al-Maidah:
76)

12. Bashar (Melihat)


Allah melihat terhadap sesuatu yang terjadi meskipun segala sesuatu itu
dilakukan secara sembunyi-sembunyi, tetap Allah dapat melihatnya.

Artinya: “Dan Allah Maha Melihat atas apa yang kamu kerjakan“ (QS. Al-Hujarat: 18)

13. Kalam (Berfirman)


Allah bersifat kalam artinya Allah itu berbicara, berkata-kata atau berfirman. Mustahil
kalau Allah itu bisu. Al-Qur’an merupakan kalamullah, firman Allah yang menjadi acuan
dan pedoman hidup bagi manusia yang diturunkan kepada Nabiyullah Muhamad SAW.

Artinya: “Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah
Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya“. (QS. Al-A’raf: 143)
14. Qadiran
Dalilnya sama dengan Qudrat (berkuasa). Allah terbukti Maha Berkuasa atas
segala ciptaan-Nya.

15. Muridan
Allah itu Maha Berkehendak. Allah terbukti Maha Berkehendak atas ciptaan-Nya.
Dalilnya sama dengan sifat Iradat.

16. ‘Aliman
Allah Maha Mengetahui. Mustahil Allah itu bodoh. Dalilnya sama dengan sifat
‘Ilmun.

17. Hayyan
Allah Maha Hidup, mustahil jika Allah itu mati atau punah. Dalilnya sama dengan
sifat Hayat.

18. Sami’an
Allah itu Maha Mendengar. Dalilnya sama dengan sifat Sama’.

19. Bashiran
Allah Maha Melihat atas apa yang terjadi dengan ciptaan-Nya. Dalilnya sama
dengan sifat Bashar.

20. Mutakalliman
Allah Maha Berkata-kata atau Berfirman. Dalilnya sama dengan sifat Kalam.
4 Sifat Wajib Nabi dan Rasul

1. Shiddiq (Benar/Jujur)
Setiap rasul pasti benar dalam ucapan dan perbuatannya. Apa apa yang telah
disampaikan kepada manusia baik berupa wahyu atau kabar harus sesuai dengan apa
yang telah diterima dari Allah tidak boleh dilebihkan atau dikurangkan. Dalam arti lain
apa yang disampaikan kepada manusia pasti benar adanya, karena memang bersumber
dari Allah. Apa yang diucapkan atau diperbuat oleh para rasul bukan menurut
kemauannya sendiri. Ucapan dan perbuatannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan atau risalah yang diterima dari Allah.
Sebagai bukti atas kebenaran para rasul, mereka telah dibekali dengan mukjizat
mukjizat yang harus diyakini oleh setiap muslim kebenaranya. Dan tidak mungkin harus
diyakini dan diteladani jika mereka (para rasul) itu tidak benar dan jujur.
Allah Ta'ala berfirman:

ْ‫سو ُل فَ ُخذُوهُ َو َما نَ َها ُك ْم َع ْنهُ فَانت َ ُهوا‬ َّ ‫َو َمآ آت َا ُك ُم‬
ُ ‫الر‬
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah," (al- Hasyr : 7)

َ ‫صدَقَ ۡٱل ُم ۡر‬


٥٢ َ‫سلُون‬ َ ‫َو‬
"Dan benarlah Rosul-rosul-Nya". (QS. Yaasin : 52)

ُ ‫صادِقَ ۡٱل َو ۡع ِد َو َكانَ َر‬


‫س ا‬
٥٤ ‫وٗل نَّ ِب ايا‬ ِ َ ‫َو ۡٱذ ُك ۡر ِفي ۡٱل ِك َٰت‬
َ ‫ب ِإ ۡس َٰ َم ِعي َۚ َل ِإ َّن ۥهُ كَا َن‬
"Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Nabi Ismail di dalam Al
Qur'an. Sesungguhnya dia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang
Rosul dan Nabi" (QS. Maryam : 54)

Karena mereka (para Rosul) jika sifat bohong itu boleh pada diri mereka maka
kebohongan itu ada pada kabar (risalah) Alloh Ta'ala dan hal itu tidak mungkin terjadi.

2. Amanah (Dapat Dipercaya)


Amanah berarti bisa dipercaya baik dhahir atau bathin. Sedangkan yang dimaksud
di sini bahwa setiap rasul adalah dapat dipercaya dalam setiap ucapan dan perbuatannya.
Para rasul akan terjaga secara dhahir atau bathin dari melakukan perbuatan yang
dilarang dalam agama, begitu pula hal yang melanggar etika.
Allah berfirman:

ٌ ‫سو ٌل أ َ ِم‬
‫ين‬ ُ ‫إِنِي لَ ُك ْم َر‬
"Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu,"
(Asy-Syuara' : 143)

Maka hal yang muhal atau mustahil jika rasul itu terjerumus ke dalam perzinahan,
pencurian, meminum minutan keras, berdusta, menipu dan lain sebagainya. Rasul tidak
mungkin memiliki sifat hasud, riya', sombong, dusta dan sebagainya.
Allah berfirman:
ٞ ‫سو ٌل أ َ ِم‬
١٨ ‫ين‬ ُ ‫ٱّللِ ِإنِي لَ ُك ۡم َر‬ َّ َ‫أ َ ۡن أَد ُّٓواْ ِإل‬
ِۖ َّ َ‫ي ِعبَاد‬
"Sesungguhnya Aku bagimu adalah utusan Alloh yang dapat dipercaya" (QS. Ad
Dukhan : 18)

َ‫َّللاَ ٗلَ ي ُِحبُّ الخَائِنِين‬


َّ ‫ِإ َّن‬
"Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang- orang yang berkhianat." (al-Anfal, 58)

3. Tabligh (Menyampaikan)
Sudah menjadi kewajiban para rasul untuk menyampaikan kepada manusia apa
yang diterima dari Allah berupa wahyu yang menyangkut didalamnya hukum hukum
agama. Jika Allah memerintahkan para rasul untuk menyampaikan wahyu kepada
manusia, maka wajib bagi manusia untuk menerima apa yang telah disampaikan dengan
keyakinan yang kuat sebagai bukti atau saksi akan kebenaran wahyu itu.
Allah berfirman:

ً ‫اّللِ َحسِيبا‬ َّ َّ‫َّللاِ َويَ ْخش َْونَهُ َوٗلَ يَ ْخش َْونَ أَ َحداً ِإٗل‬
َّ ‫َّللاَ َو َكفَى ِب‬ َّ ‫ت‬ َ ‫ا َّلذِينَ يُبَ ِلغُونَ ِر‬
ِ َ‫ساٗل‬
"(yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut
kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan
cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan." (al-Ahzab, 39)

‫ٱّللَ َٗل يَهۡ دِي ۡٱلقَ ۡو َم‬ ِۗ ِ َّ‫ص ُمكَ ِمنَ ٱلن‬
َّ ‫اس ِإ َّن‬ َّ ‫سالَت َ َۚۥه ُ َو‬
ِ ۡ‫ٱّللُ يَع‬ ِ ُ ‫سو ُل بَ ِل ۡغ َما ٓ أ‬
َ ‫نز َل ِإلَ ۡيكَ ِمن َّر ِب ِۖكَ َو ِإن لَّ ۡم ت َۡف َع ۡل فَ َما بَلَّ ۡغتَ ِر‬ َّ ‫۞ َٰ ٓيَأ َ ُّي َها‬
ُ ‫ٱلر‬
٦٧ َ‫ۡٱل َٰ َك ِف ِرين‬
"Hai Rosul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan jika
tidak kamu kerjakan maka kamu tidak menyampaikan amanat-Nya (risalah-Nya)" (QS. Al
Maidah : 67)
ُۢ
َّ َ‫س َۚ ِل َو َكان‬
٦٥ ‫ٱّللُ َع ِزي ًزا َح ِك ايما‬ ُّ َ‫ٱّللِ ُح َّجةُ بَعۡ د‬
ُ ‫ٱلر‬ ِ ‫س اٗل ُّمبَش ِِرينَ َو ُمنذ ِِرينَ ِلئ ََّٗل َي ُكونَ ِلل َّن‬
َّ ‫اس َع َلى‬ ُ ‫ُّر‬
"Selaku para Rosul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya
tidak ada alasan bagi manusia membantah Alloh sesudah diutusnya para Rosul itu" (QS.
An Nisa : 165)

Kabar gembira dan peringatan itu tidak sempurna kecuali bila disampaikan.
Karena jika mereka tidak menyampaikan syariat kepada manusia maka mereka berarti
menyembunyikan syariat. Dan hal itu tidak mungkin terjadi karena menyembunyikan
syariat merupakan aib/cacat yang besar. Yaitu ketika orang yang teledor dalam
bersyariat memiliki alasan untuk membantah Alloh SWT atas dasar tidak adanya tabligh.

4. Fathonah (Cerdas)
Dalam menyampaikan risalah Allah, tentu dibutuhkan kemampuan dan strategi
khusus agar wahyu yang tersimpan didalamnya hukum hukum Allah dan risalah yang
disampaikan bisa diterima dengan baik oleh manusia. Karena itu, seorang rasul wajib
memiliki sifat cerdas. Kecerdasan ini sangat berfungsi terutama dalam menghadapi
orang-orang yang membangkang dan menolak ajaran Islam.
Allah berfirman:

َ ‫َوتِ ْلكَ ُح َّجتُنَآ آتَ ْينَاهَآ ِإب َْراه‬


‫ِيم َعلَى قَ ْو ِم ِه‬
"Dan itulah hujah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi
kaumnya." (al-An'am, 83)

Jika sifat fathonah itu tidak ada pada diri Rosul maka mereka (para Rosul tidak
mampu berhujjah dalam berargumentasi, dan hal itu tidak mengkin terjadi, karena Al
Qur'an menunjukkan mengenai kemampuan para Rosul berargumentasi itu banyak
sekali.

َّ َٰ ‫َقالُواْ َٰيَنُو ُح َق ۡد َٰ َجدَ ۡلتَنَا َفأ َ ۡكث َ ۡرتَ ِج َٰدَلَنَا َف ۡأتِنَا بِ َما ت َ ِعدُنَا ٓ إِن ُكنتَ ِمنَ ٱل‬
٣٢ َ‫ص ِدقِين‬
"Mereka berkata, Hai Nuh sesungguhnya kamu telah berargumentassi dengan kami,
dan kamu lelah memperpanjang berargumentasi terhadap kami, maka datangkanlah
kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang
yang benar" (QS. Hud : 32)

٢٥ ... ُ‫س َۚن‬


َ ‫ِي أَ ۡح‬ ۡ
َ ‫ َو َٰ َجدِل ُهم بِٱلَّتِي ه‬...
"Dan berargumentasilah pada mereka dengan cara yang baik" (QS. An Nahl : 125)

You might also like