You are on page 1of 11

MULTI CRITERIA DECISION MAKING

2.1 Multi Criteria Decision Making (MCDM)

Keputusan wisatawan dalam memilih destinasi adalah suatu keputusan


yang kompleks dalam pemilihan untuk elemen-elemen yang berbeda yang saling
berhubungan satu sama lain dengan kuat. Mamprioritaskan faktor dan atribut yang
mempengaruhi pilihan destinasi adalah proses pengambilan keputusan
multikriteria yang kompleks. Kriteria atau alternatif yang ada dapat mengandung
multi tafsir dari semua orang yang terlibat sehingga menunjukkan derajat
kesamaran (fuzziness) yang tinggi. Ada banyak kriteria yang dapat digunakan
untuk menyeleksi atau memilih destinasi yang terbaik tergantung pada kesesuaian
minat (permasalahan pilihan) dan memprioritaskan alternatif yang terbaik
(permasalahan rangking). Analisis kesesuaian dievaluasi dari berbagai alternatif
destinasi. Alternatif ini bersaing satu dengan yang lain berdasarkan kriteria
kualitatif dan kuantitatif. Jadi, analisis kesesuaian minat merupakan proses Multi
Criteria Decision Making (MCDM).
MCDM memberikan alternatif untuk memanfaatkan pertimbangan objektif
dan subjektif sebagai basis dalam pengambilan keputusan. Proses pengambilan
keputusan multi criteria diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria
(Malczewski, 1999) :
1. Klasifikasi penentuan keputusan berdasarkan atribut yang dipilih atau
sering dikenal dengan istilah Multiple Attribute Decision Making
(MADM) dan kelompok yang dalam pemilihannya berdasarkan
sintesa terhadap atribut pilihan (objective) atau sering disebut Multiple
Objective Decision Making (MODM)
2. Klasifikasi penentuan keputusan berdasarkan jumlah orang yang
terlibat dalam proses pengambilan keputusan, yaitu keputusan
individu (Individual Decision Making) dan keputusan kelompok
(Group Decision Making)
3. Klasifikasi penentuan keputusan berdasarkan kepastian dan penentuan
keputusan berdasarkan ketidakpastian, dimana keputusan didasarkan
pada situasi saat keputusan dibuat dan juga menyangkut sifat dasar
dari kriteria

Multiple Objective Decision Making (MODM) memakai pendekatan


optimasi, sehingga untuk menyelesaikannya harus dicari terlebih dahulu model
matematis dari persoalan yang akan dipecahkan. Kemudian, barulah
dimaksimumkan atau diminimumkan sesuai model matematis yang telah
didapatkan. Subjek dari MODM adalah permasalahan dengan multi (lebih dari
satu) tujuan. Metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah Multiple
Objective Decision Making (MODM), antara lain :
1. Ideal Point Method
2. Goal Programming Method
3. The Interactive Step Trade-off Method (ISTM)
4. Geoffrion Method

Multiple Attribute Decision Making (MADM) menggunakan pendekatan


seleksi dengan menetapkan terlebih dahulu atribut kuantitatif dan atribut kualitatif
dari komponen-komponen yang akan diseleksi, dimana kriteria pertimbangan-
pertimbangan dalam melakukan suatu pemilihan tidak dapat dikuantifikasikan
keseluruhannya, sehingga proses seleksi akan cenderung memenuhi kriteria
MADM. Selain itu, beberapa alasan dipilihnya MADM adalah karena mudah
digunakan oleh orang yang bukan ahli yang dalam hal ini setingkat operator.
MADM memiliki kemudahan dan kejelasan alur dalam menyelesaikan masalah
sehingga ada kemungkinan dikembangkan untuk persoalan yang lebih rumit dan
persoalan MADM lebih mudah untuk dikomputerisasi karena tidak menggunakan
optimasi. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan
masalah Multiple Attribute Decision Making (MADM), antara lain :
1. Simple Additive Weighting Method (SAW)
2. Weighted Product (WP)
3. Elimination EtChoix Traduisant la Realite (ELECTRE)
4. Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution
(TOPSIS)
5. Analytical Hierarchy Process (AHP)

2.1.1 Simple Additive Weighting Method (SAW)

Metode SAW sering juga dikenal dengan istilah metode penjumlahan


terbobot. Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari
rating kinerja setiap alternatif pada semua atribut (Fishburn, 1967 ; MacCrimmon,
1968). Metode SAW membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan (𝑥) ke
suatu skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada.

𝑥𝑖𝑗
𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑗 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑡 𝑘𝑒𝑢𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 (𝑏𝑒𝑛𝑒𝑓𝑖𝑡)
𝑚𝑎𝑥𝑖 . 𝑥𝑖𝑗
𝑟𝑖𝑗 = 𝑚𝑖𝑛𝑖 . 𝑥𝑖𝑗
𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑗 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑡 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 (𝑐𝑜𝑠𝑡)
{ 𝑥𝑖𝑗

Dimana 𝑟𝑖𝑗 adalah rating kinerja ternormalisasi dari alternatif 𝐴𝑖 pada


atribut 𝐶𝑗 ; 𝑖 = 1, 2, 3, ..., m dan 𝑗 = 1, 2, 3, ..., n. Dimana nilai 𝑉𝑖 yang lebih besar
mengindikasikan bahwa alternatif 𝐴𝑖 lebih terpilih. Nilai preferensi untuk setiap
alternatif 𝑉𝑖 diberikan sebagai berikut :

𝑉𝑖 = ∑ 𝑤𝑗 𝑟𝑖𝑗
𝑗=1

2.1.2 Weighted Product (WP)

Metode WP menggunakan perkalian untuk menghubungkan rating atribut,


dimana rating setiap atribut harus dipangkatkan dulu dengan bobot atribut yang
bersangkutan (Yoon, 1989). Proses ini sama halnya dengan proses normalisasi.
Preferensi untuk alternatif 𝐴𝑖 diberikan sebagai berikut :

𝑤𝑗
𝑆𝑖 = ∏𝑛𝑗=1(𝑥𝑖𝑗 ) ; dengan 𝑖 = 1, 2, 3, ..., 𝑚
Dimana ∑ 𝑤𝑗 = 1 . 𝑤𝑗 adalah pangkat bernilai positif untuk atribut
keuntungan dan bernilai negatif untuk atribut biaya. Preferensi relatif dari setiap
alternatif adalah sebagai berikut :

𝑤𝑗
∏𝑛
𝑗=1(𝑥𝑖𝑗 )
𝑉𝑖 = 𝑤𝑗 ; dengan 𝑖 = 1, 2, 3, ..., 𝑚
∏𝑛 ∗
𝑗=1(𝑥𝑗 )

2.1.3 Elimination EtChoix Traduisant la Realite (ELECTRE)

Elimination EtChoix Traduisant la Realite (ELECTRE) didasarkan pada


konsep perangkingan melalui perbandingan berpasangan antar alternatif pada
kriteria yang sesuai. Suatu alternatif dikatakan mendominasi alternatif yang
lainnya jika satu atau lebih kriterianya melebihi (dibandingkan dengan kriteria
dari alternatif yang lain) dan sama dengan kriteria lain yang tersisa. Hubungan
perangkingan antara dua alternatif 𝐴𝑘 dan 𝐴𝑙 dinotasikan sebagai 𝐴𝑘 𝜖 𝐴𝑙 jika
alternatif ke-𝑘 tidak mendominasi alternatif ke-𝑙 secara kuantitatif, sehingga
pengambil keputusan lebih baik mengambil resiko 𝐴𝑘 daripada 𝐴𝑙 (Roy, 1973).
ELECTRE dimulai dari membentuk perbandingan berpasangan setiap
alternatif di setiap kriteria (𝑥𝑖𝑗 ). Nilai ini harus dinormalisasikan ke dalam suatu
skala yang dapat diperbandingkan (𝑟𝑖𝑗 ) :

𝑥𝑖𝑗
𝑟𝑖𝑗 = dengan 𝑖 = 1, 2, 3, ..., m ; dan 𝑗 = 1, 2, 3, ..., n
√∑𝑚
𝑖=1 𝑥𝑖𝑗
2

Selanjutnya pengambil keputusan harus memberikan faktor kepentingan


(bobot) pada setiap kriteria yang mengekspresikan kepentingan relatifnya (𝑤𝑗 ) :

𝑊 = (𝑤1 , 𝑤2 , 𝑤3 , … , 𝑤𝑛 ) dengan,
𝑛

∑ 𝑤𝑗 = 1
𝑗=1
Bobot ini selanjutnya akan dikalikan dengan matriks perbandingan
berpasangan membentuk matriks 𝑉 :

𝑣𝑖𝑗 = 𝑤𝑗 . 𝑥𝑖𝑗

Pembentukan concordance index dan discordance index untuk setiap


pasangan alternatif dilakukan melaui taksiran terhadap relasi perangkingan. Untuk
setiap pasangan alternatif 𝐴𝑘 dan 𝐴𝑙 (𝑘 , 𝑙 = 1, 2, 3, ..., m dan 𝑘1 𝑙), matriks
keputusan untuk kriteria 𝑗, terbagi menjadi dua himpunan bagian. Pertama,
himpunan concordance index {𝑐𝑘𝑙 } menunjukkan penjumlahan bobot-bobot
kriteria yang mana alternatif 𝐴𝑘 lebih baik dari alternatif 𝐴𝑙 dan sebaliknya yang
kedua adalah himpunan discordance index {𝑑𝑘𝑙 }, dengan persamaan sebagai
berikut :

𝑐𝑘𝑙 = {𝑗 | 𝑣𝑘𝑗 ≥ 𝑣𝑙𝑗 } , untuk 𝑗 = 1, 2, 3, ..., n


𝑑𝑘𝑙 = {𝑗 | 𝑣𝑘𝑗 < 𝑣𝑙𝑗 } , untuk 𝑗 = 1, 2, 3, ..., n

Matriks concordance (𝐶) berisi elemen-elemen yang dihitung dari


concordance index dan berhubungan dengan bobot atribut, yaitu :

𝑐𝑘𝑙 = ∑ 𝑤𝑗
𝑗 ∈ 𝑐𝑘𝑙

Demikian juga matriks discordance (𝐷) berisi elemen-elemen yang


dihitung dari discordance index (Triantalphyllou, 2000). Matriks ini berhubungan
dengan nilai-nilai atribut, yaitu :

max{|𝑣𝑘𝑗 − 𝑣𝑖𝑗 |} 𝑗 ∈ 𝑑𝑘𝑙


𝑑𝑘𝑙 =
max{|𝑣𝑘𝑗 − 𝑣𝑖𝑗 |} ∀ 𝑗

Matriks-matriks ini dapat dibangun dengan bantuan suatu nilai ambang


(threshold) 𝑐. Nilai 𝑐 dapat diperoleh dengan formula:
∑𝑚 𝑚
𝑘=1 ∑𝑙=1 𝑐𝑘𝑙
𝑐=
𝑚(𝑚−𝑙)

Alternatif 𝐴𝑘 dapat memiliki kesempatan untuk dominasi 𝐴𝑙 , jika


concordance index 𝑐𝑘𝑙 melebihi threshold 𝑐 dan elemen-elemen dari matriks
concordance dominan 𝐹 ditentukan sebagai berikut :

𝑐𝑘𝑙 ≥ 𝑐
1, 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑐𝑘𝑙 ≥ 𝑐
𝑓𝑘𝑙 = {
0, 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑐𝑘𝑙 < 𝑐

Hal yang sama juga berlaku untuk matriks discordance dominan 𝐺 dengan
threshold 𝑑. Nilai 𝑑 dapat diperoleh dengan formula :

∑𝑚 𝑚
𝑘=1 ∑𝑙=1 𝑑𝑘𝑙
𝑑=
𝑚(𝑚−𝑙)

1, 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑑𝑘𝑙 ≥ 𝑑
𝑔𝑘𝑙 = {
0, 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑑𝑘𝑙 < 𝑑

Agregasi dari matriks dominan 𝐸 yang menunjukkan urutan preferensi


parsial dari alternatif-alternatif, diperoleh dengan formula :

𝑒𝑘𝑙 = 𝑓𝑘𝑙 . 𝑔𝑘𝑙

Jika 𝑒𝑘𝑙 = 𝑙 maka mengindikasikan bahwa alternatif 𝐴𝑘 lebih dipilih


daripada alternatif 𝐴𝑙 .

2.1.4 TOPSIS

Metode MCDM telah disajikan oleh Hwang C. L. dan Yoon pada tahun
1981, salah satu dari metode MCDM klasik juga pertama kali dikembangkan oleh
Hwang C. L. dan Yoon pada tahun 1981. Konsep dasarnya adalah alternatif yang
dipilih harus memiliki jarak terpendek dari Positive Ideal Solution (PIS), yaitu
solusi yang dapat memaksimalkan manfaat dari kriteria dan meminimalkan
kriteria biaya dan terjauh dari Negative Ideal Solution (NIS), yaitu solusi yang
dapat memaksimalkan kriteria biaya dan meminimalkan kriteria manfaat.
TOPSIS memiliki dua keunggulan utama, yaitu matematisnya sederhana
dan fleksibilitas yang sangat besar dalam definisi pilihan yang ditetapkan serta
mudah dipahami. Konsep ini banyak digunakan pada beberapa model MADM
untuk menyelesaikan masalah keputusan secara praktis (Hwang C. L. dan Lai &
Liu, 1993 ; Liang, 1999 ; Yeh, 2000). Secara umum prosedur TOPSIS mengikuti
langkah-langkah sebagai berikut :
 Membuat matriks keputusan yang ternormalisasi
 Membuat matriks keputusan yang ternormalisasi terbobot
 Menentukan matriks solusi ideal positif dan matriks solusi ideal
negatif
 Menentukan jarak antara nilai setiap alternatif dengan matriks solusi
ideal positif dan matriks solusi ideal negatif
 Menentukan nilai preferensi untuk setiap alternatif

TOPSIS membutuhkan rating kinerja setiap alterntif 𝐴𝑖 pada setiap


kriteria 𝐶𝑗 yang ternormalisasi, yaitu membuat matriks keputusan 𝑅 dimana
elemen 𝑟𝑖𝑗 dari 𝑅 dihitung sebagai berikut :

𝑥𝑖𝑗
𝑟𝑖𝑗 = ; dimana, 𝑖 = 1, 2, 3, ..., m ; 𝑗 = 1, 2, 3, ..., n
√∑𝑚
𝑖=1 𝑥𝑖𝑗
2

Kemudian dibuatlah matriks keputusan bobot 𝑉 dimana bobot (𝑊 = 𝑤1 ,


𝑤2 , . . . 𝑤𝑛 ) dari pembuat keputusan adalah mengakomodasi matriks keputusan
dalam tahap ini. Elemen 𝑣𝑖𝑗 dari 𝑉 dihitung sebagai berikut :

∑ 𝑤𝑗 = 1
𝑗=1

𝑣𝑖𝑗 = 𝑤𝑗 . 𝑟𝑖𝑗 ; dimana, 𝑖 = 1, 2, 3, ..., m ; 𝑗 = 1, 2, 3, ..., n


Selanjutnya menentukan matriks solusi ideal positif 𝐴+ dan matriks solusi
ideal negatif 𝐴− dengan perhitungan sebagai berikut :

𝐴+ = {(max 𝑣𝑖𝑗 | 𝑗 ∈ 𝐽), (𝑚𝑖𝑛 𝑣𝑖𝑗 | 𝑗 ∈ 𝐽)} , untuk 𝑖 = 1, 2, 3, ..., m


𝐴− = {(min 𝑣𝑖𝑗 | 𝑗 ∈ 𝐽), (𝑚𝑎𝑥 𝑣𝑖𝑗 | 𝑗 ∈ 𝐽)} , untuk 𝑖 = 1, 2, 3, ..., m
dimana,
𝐽+ = [𝑗 = 1, 2, 3, … , 𝑛 | 𝑗 𝑘𝑟𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎 𝑘𝑒𝑢𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛]
𝐽− = [𝑗 = 1, 2, 3, … , 𝑛 | 𝑗 𝑘𝑟𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎]

Setelah menentukan matriks solusi ideal positif 𝐴+ dan matriks solusi ideal
negatif 𝐴− kemudian ditentukan jarak antara setiap alternatif dengan matriks
solusi ideal positif dan matriks solusi ideal negatif yang dirumuskan sebagai
berikut :

2
𝐷𝑖 + = √∑𝑛𝑗=1(𝑣𝑖𝑗 − 𝐴+ ) ; dimana 𝑖 = 1, 2, 3, ..., m

2
𝐷𝑖 − = √∑𝑛𝑗=1(𝑣𝑖𝑗 − 𝐴− ) ; dimana 𝑖 = 1, 2, 3, ..., m

Tahap selanjutnya adalah menentukan relative closeness to ideal solution


dari alternatif 𝐴𝑖 dengan mengikuti solusi ideal 𝐴+ . Diketahui bahwa 𝐶𝑖 + = 1 jika
dan hanya jika 𝐴𝑖 = 𝐴+ dan 𝐶𝑖 + = 0 jika dan hanya jika 𝐴𝑖 = 𝐴− yang ditentukan
dengan rumus sebagai berikut :

+ 𝐷𝑖 −
𝐶𝑖 =
(𝐷𝑖 + + 𝐷𝑖 − )
0 ≤ 𝐶𝑖 + ≤ 1 ; dimana 𝑖 = 1, 2, 3, ..., m

Tahap yang terakhir yaitu menentukan nilai peringkat minat (preferensi)


untuk setiap alternatif. Kumpulan dari alternatif-alternatif sekarang dapat
diperingkatkan menurut 𝐶𝑖 + . Nilai 𝐶𝑖 + yang lebih besar menunjukkan bahwa
alternatif 𝐴𝑖 lebih dipilih.

2.1.5 Analytical Hierarchy Process (AHP)

Analytical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Saaty pada tahun


1980. Pertama-tama dirinci masalah pengambilan keputusan multi criteria yang
kompleks ke dalam hirarki. Dalam setiap tingkatan merupakan susunan dari
elemen-elemen yang khusus. Tujuan (goal) secara keseluruhan berada pada paling
atas kemudian disusul kriteria, sub-kriteria, dan alternatif-alternatif yang berada
pada setiap tingkat di bawah dari hirarki. Saaty (1986) dan Harker (1987)
memberikan pendapat yang rinci perihal AHP yang ditekankan pada banyak
aplikasi. Salah satu hirarki yang telah dibangun, pembuat keputusan memulai
dengan prosedur prioritas untuk menentukan kepentingan relatif dari elemen pada
setiap tingkat. Diasumsikan bahwa pengambil keputusan sudah memiliki
pengetahuan dan mengerti elemen-elemen tersebut. Elemen-elemen dalam setiap
level yang dibandingkan, berpasangan dalam terminologi dari kepentingan elemen
paling atas.
Dimulai dari atas dan bekerja ke bawah, jumlah dari matriks kuadrat dan
matriks peringkat minat dibuat dalam proses dari elemen-elemen yang
dibandingkan pada satu level. Saaty (1980) menggambarkan pengembangan 9 titik
skala perbandingan yang yang terintegrasi dengan AHP. Pengambil keputusan
dapat cepat membuat peringlat minatnya (preferensi) diantara dua elemen-elemen
sebagai kepentingan yang sama, moderat, penting, sangat penting, dan paling
penting. Peringkat minat (preferensi) ini ditegaskan kemudian ke dalam rating 1,
3, 5, 7, dan 9 kemudian ditanggapi dengan rating 2, 4, 6, dan 8 sebagai nilai
intermediate untuk menggabungkan dua kualitas antara. Skala ini adalah tidak
sensitif untuk perubahan yang kecil dalam suatu pengambil keputusan peringkat
minat. Dengan demikian mengurangi pengaruh dari evaluasi yang tidak tepat.
Setelah bentuk matriks peringkat minat, bobot relatif dari elemen-elemen setiap
level dengan merespek elemen level di atasnya dihitung sebagai komponen-
komponen yang menormalkan kumpulan eigenvector dengan eigenvalue yang
terbesar dari perbandingan matriksnya, nilai ini dapat diestimasi dengan rata-rata
geometrik dari setiap baris dalam matriks peringkat minat (Saaty, 1980).
Gabungan bobot dari alternatif-alternatif kemudian ditentukan oleh hirarki bobot
agregat. Salah satu keuntungan penting dalam menggunakan AHP adalah dapat
mengukur derajat perbandingan yang konsisten. Pengukuran ini, perbandingan
konsisten (consistency ratio), mengikuti pengaturan untuk mengetahui ketidak
hati-hatian dalam melakukan perbandingan. Tidak hanya mengurangi kesalahan,
tetapi dapat juga mengungkapkan kepada manager, dapat seperti yang
diperkirakan atau pernyataan yang dibesar-besarkan yang tertarik satu atau lebih
perbandingan. Jika CR adalah besarnya melebihi 0,1 , disarankan agar pengambil
keputusan mengevaluasi kembali perbandingannya, selanjutnya beberapa dari
pendapat ada yang berlawanan. Forman dan Gass (2001) menunjukkan AHP
adalah relatif lebih baik dibandingkan metodologi untuk pemilihan situasi. Tidak
hanya sebagai analisis yang lain, kedengaran teoritis, mudah dimengerti, mudah
diimplementasikan, dan hasil produksinya dapat diterima yang diakui dengan
harapan-harapan.
Tiga fungsi AHP yang utama adalah kompleksitas struktur, pengukuran
pada skala perbandingan dan sintesis membuat AHP sesuai untuk aplikasi pada
tingkat yang luas. Ia menggunakan sepasang perbandingan dari faktor-faktor
untuk turunan, pengukuran skala perbandingan yang dapat diinterpretasikan
sebagai akhir atau penyelesaian prioritas rangking (bobot) dari elemen-elemen
pada kebanyakan level yang ditentukan dengan prioritas multiplying dari elemen
di dalam level oleh prioritas-prioritas dari elemen utama. Ini adalah sangat penting
jika prioritas-prioritas digunakan tidak hanya dalam aplikasi pemilihan, tetapi juga
untuk tipe yang lain dari aplikasi seperti peramalan. Fungsi yang sama pentingnya
adalah AHP mempunyai kemampuan untuk mengukur dan mempersatukan faktor-
faktor dengan jumlah yang besar di dalam sebuah hirarki. Tidak ada metode lain
yang memfasilitasi penggabungan seperti yang dilakukan AHP.
AHP adalah multi kriteria umum, proses pengambilan keputusan multi
tujuan, sangat sesuai untuk situasi dimana sebagian besar data penting subjektif.
Hal ini dapat secara konsisten digunakan dalam pengaturan prioritas yang
berhubungan dengan masalah keputusan yang melibatkan dimensi multi kriteria.
AHP adalah unik dalam arti bahwa metode ini mengakui bias dan inkonsistensi
dalam penilaian subjektif. Inkonsistensi ini dapat diuji dan diperbaiki,
mengakibatkan lebih konsisten pada peringkat akhir. Selama bertahun-tahun AHP
telah digunakan dalam perencanaan pariwisata (Moutinho dan Curry, 1994),
namun belum ada penelitian empiris dengan menggunakan AHP dalam pilihan
destinasi. AHP ini menyajikan model pengambilan keputusan untuk tujuan pilihan
dan tidak hanya memberikan pemahaman umum tentang faktor-faktor keputusan
tetapi juga akan mengevaluasi bobot relatif atribut kritis yang mempengaruhi
pilihan destinasi.

You might also like