Professional Documents
Culture Documents
NIM : 030.11.277
Pembimbing,
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan YME, karena atas rahmat dan
izin-Nya penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya. Laporan kasus
ini disusun guna memenuhi tugas kepaniteraan klinik Bagian Ilmu Bedah di RSUD Budhi Asih
Jakarta.
Penyusun mengucapkan terimakasih kepada dr. Tri Endah, Sp.U yang telah
membimbing penyusun dalam mengerjakan laporan kasus ini, serta kepada seluruh dokter yang
telah membimbing penyusun selama di kepaniteraan klinik Bagian Ilmu Bedah di RSUD Budhi
Asih Jakarta. Dan juga ucapan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan di kepaniteraan
ini, serta kepada semua pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penyusun.
Penyusun sadar laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna, masih banyak
kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat
penyusun harapkan. Akhir kata, penyusun mengharapkan semoga laporan kasus ini dapat
berguna dan memberikan manfaat bagi kita semua.
Soraya Alamudi
BAB I
PENDAHULUAN
Benign Prostat Hiperplasia (BPH) atau dalam bahasa umumnya dinyatakan sebagai
pembesaran prostat jinak (PPJ), merupakan suatu penyakit yang biasa terjadi. Ini dilihat dari
frekuensi terjadinya BPH di dunia, di Amerika secara umum dan di Indonesia secara khusus.
Di dunia, diperkirakan bilangan penderita BPH adalah sebanyak 30 juta. Jika dilihat secara
epidemiologinya, insidensi BPH, pada usia 40-an, kemungkinan seseorang itu menderita
penyakit ini adalah sebesar 40%, dan setelah meningkatnya usia, yakni dalam rentang usia 60
hingga 70 tahun, persentasenya meningkat menjadi 50% dan diatas 70 tahun, persentasenya
mencapai hingga 90% (A.K. Abbas, 2005). Di Indonesia, BPH menjadi urutan kedua setelah
penyakit batu saluran kemih. Kanker prostat, juga merupakan salah satu penyakit prostat yang
lazim terjadi dan lebih ganas dibanding BPH, yang hanya melibatkan pembesaran jinak
daripada prostat. Seperti juga BPH, kanker prostat juga menyerang pria berusia lebih dari 50
dan pada usia di bawah itu bukan merupakan suatu yang abnormal. Secara khususnya di
Indonesia, menurut (WHO,2008), untuk tahun 2005, insidensi terjadinya kanker prostat adalah
sebesar 12 orang setiap 100,000 orang, yakni yang keempat setelah kanker saluran napas atas,
saluran pencernaan dan hati. Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat oleh karena sebenarnya
yang terjadi ialah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak jaringan
prostat yang asli ke perifer.1 Berdasarkan data yang ada, sedikitnya gejala yang timbul pada
BPH berhubungan dengan umur, pada umur 55 tahun 25% gejala berkaitan dengan obtruksi
yaitu susah untuk buang air kecil. Pada umur 75 tahun, 50% laki- laki mengeluh kekuatan dan
pancaran urine berkurang. 2
BAB II
LAPORAN KASUS
NIM : 030.011.277
IDENTITAS PASIEN
A. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Os datang ke Poli Bedah Urologi RSUD Budhi Asih bulan Agustus 2016 dengan
keluhan kesulitan berkemih yang dirasakan berulang kurang lebih 2 tahun yang lalu, OS
mengaku perlu mengejan lebih keras dalam berkemih, sering merasa belum tuntas saat
berkemih, hanya beberapa tetes serta memerlukan waktu yang lama, terkadang malam hari
terbangun untuk berkemih beberapa kali. OS juga mengeluhkan perasaan seperti anyang-
anyangan sejak 3 bulan yang lalu. Semakin lama gejala yang dialami os memberat. Os sudah
sering berobat dan konsumsi obat harnal ocas namun os mengatakan selama 2 bulan ini Os
menggunakan kateter dan rutin kontrol ke poli bila kateter dilepas os tidak bias BAK. Os
direncanakan untuk dilakukan operasi TURP.
Os mengaku sudah pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya kurang lebih 2 tahun
yang lalu, os minum obat harnal ocas rutin dan sering menggunakan kateter. Bila terpasang
kateter keluhan os berkurang. Os menderita diabetes mellitus sejak 5 tahun yang lalu, riwayat
penyakit ginjal, jantung, hipertensi, asthma disangkal oleh os.
Riwayat diabetes mellitus, penyakit ginjal, asthma, hipertensi pada keluarga disangkal os.
Riwayat Kebiasaan :
B. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Suhu : 36,5˚C
Status Generalis
Telinga : normotia, liang telinga lapang, reflex cahaya membran timpani (+/+), secret (-
/-)
Leher : trakea di tengah, kelenjar tiroid tidak teraba, KGB tidak teraba pembesaran
Thorax :
Inspeksi :
Palpasi : Pergerakan nafas kiri dan kanan simetris, tidak ada bagian
yang tertinggal
kiri
Perkusi :
Auskultasi :
Abdomen :
Ekstremitas
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Faal Hemostasis
Metabolisme Karbohidrat
Kantong Empedu : besar dan bentuk normal , dinding tipis regular. Tidak tampak batu
maupun sludge.
Lien : besar dan bentuk normal, echostruktur homogeny. Tak tampak lesi fokal/SOL.
Vena lienalis tidak membesar.
Aorta : bentuk dan caliber normal, tak tampak pembesaran pada KGB para aorta.
Ginjal kanan : besar dan bentuk normal, permukaan regular. Batas cortex dan medulla
jelas. System pelviocalises normal. Tak tampak batu maupun/SOL.
Ginjal kiri : besar dan bentuk normal, permukaan regular. Batas cortex dan medulla
jelas. System pelviocalesis normal. Tak tampak batu/ SOL.
Buli – buli : dengan balon kateter. Besar dan bentuk normal. Dinding tebal ukuran
0.65 cm, irregular. Tak tampak bayangan hyperechoik/posterior aucoustic shadow.
Prostat : membesar dengan volume 65.87 cm3. Echostruktur parenkim homogeny, tak
tampak lesi atau kalsifikasi.
Kesimpulan :
1. Hypertrofi Prostat
D. RESUME
Os datang ke Poli Bedah Urologi RSUD Budhi Asih bulan Agustus 2016 dengan
keluhan kesulitan berkemih yang dirasakan berulang kurang lebih 2 tahun yang lalu, OS
mengaku perlu mengejan lebih keras dalam berkemih, sering merasa belum tuntas saat
berkemih, hanya beberapa tetes serta memerlukan waktu yang lama, terkadang malam hari
terbangun untuk berkemih beberapa kali. OS juga mengeluhkan perasaan seperti anyang-
anyangan sejak 3 bulan yang lalu. Semakin lama gejala yang dialami os memberat. Os sudah
sering berobat dan konsumsi obat harnal ocas namun os mengatakan selama 2 bulan ini Os
menggunakan kateter dan rutin kontrol ke poli bila kateter dilepas os tidak bias BAK. Os
direncanakan untuk dilakukan operasi TURP.
Os mengaku sudah pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya kurang lebih 2 tahun
yang lalu, os minum obat harnal ocas rutin dan sering menggunakan kateter. Bila terpasang
kateter keluhan os berkurang. Os menderita diabetes mellitus sejak 5 tahun yang lalu, riwayat
penyakit ginjal, jantung, hipertensi, asthma disangkal oleh os. Riwayat diabetes mellitus,
penyakit ginjal, asthma, hipertensi pada keluarga disangkal os.
E. DIAGNOSA KERJA
BPH Retensi
F. DIAGNOSIS BANDING
Ca Prostat
Batu Buli
G. PENATALAKSANAAN
Ruang Perawatan
- Pro TURP
- Ceftriaxone 2gr
- Puasa
Operatif
H. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
ANALISA KASUS
Sulit berkemih
Perlu mengejan saat
Kontraksi kuat buli Hasil USG , distensi BAK, perlu waktu >
terus-menerus untuk buli penuh nocturia. lama.
melawan tahanan BAK menetes
diakibatkan tekanan
intra buli tinggi,
namun harus
melewati sumbatan.
dengan cara meningkatkan sensitifitas sel- sel prostat terhadap rangsangan hormon
androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel- sel
prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan
terbentuknya sel- sel baru akibat rangsangan testosterone menurun, tetapi sel – sel prostat yang
telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.
Sehingga beberapa pria usia mengalami BPH.
2. Pembesaran Prostat
Proliferasi sel-sel prostat mengarah ke bagian medial yang tersering adalah zona
transversalis. Pertumbuhan ini menyebabkan lumen urethra pars prostatika menyempit, bila
terus-menerus maka menyebabkan obstruksi pada urethra. Sehingga aliran urine keluar
terhambat atau mengalami obstruksi. Tekanan intravesika urinaria meningkat akibat buli terisi
penuh oleh urin. Hal ini menyebabkan timbulnya gejala.
3. Gejala-gejala
Beberapa gejala pada os yang diakibatkan obstruksi :
Sulit berkemih os perlu mengejan saat berkemih dan memerlukan waktu yang lebih
lama.
Urine sering menetes diakibatkan tekanan intravesika yang tinggi, aliran urine harus
melewati sumbatan prostat. Otot-otot buli lambat laun akan terjadi gangguan. Sehingga
lemah menahan urin dalam buli untuk keluar hal ini disebut overflow incontinence.
Sering merasa belum tuntas saat berkemih akibat obstruksi pada urethtra prostatika,
urine masih tersisa dalam vesika urinaria.
Beberapa gejala pada os akibat tekanan vesika urinaria yang tinggi :
Nocturia merupakan gejala iritasi pada BPH, yang diakibatkan residual urine pada
buli dan os dalam keadaan tidur rangsangan untuk miksi (+), namun ada sumbatan
pada uretra os sering terbangun berkalai-kali (> 3 kali) untuk berkemih.
Dari pemeriksaan USG , distensi buli penuh akibat sumbatan pada uretra prostatika
tekanan intravesika tinggi. Kontraksi kuat buli terus-menerus untuk melawan tahanan /
untuk mengeluarkan urin bisa terjadi fatigue & kelemahan saraf untuk m.detrusor
(dapat diakibatkan faktor usia) vesiko urinaria mengalami fase dekompensasi
retensi urine akut sehingga os tidak dapat berkemih os sering dipasang kateter.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Hiperplasia prostat jinak (BPH), juga dikenal sebagai hipertrofi prostat jinak, adalah
pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak ganas. Pembesaran prostat jinak akibat
sel-sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi normal, yang biasanya dialami laki-laki
berusia diatas 50 tahun. BPH merupakan diagnosis histologis ditandai oleh proliferasi dari
elemen seluler prostat, akumulasi seluler dan pembesaran kelenjar dapat hasil dari proliferasi
epitel dan stroma, gangguan kematian sel terprogram (apoptosis), atau keduanya. BPH
melibatkan unsur-unsur stroma dan epitel dari prostat timbul di zona transisi periurethral dan
kelenjar hiperplasia yang diduga hasil pembesaran prostat yang dapat membatasi aliran urin
dari kandung kemih. BPH dianggap sebagai bagian normal dari proses penuaan pada pria dan
hormon tergantung pada produksi testosteron dan dihidrotestosteron (DHT). 2
ANATOMI
Prostat adalah organ fibromuskular dan glandular berbentuk konus terbalik yang
terletak di sebelah inferior buli-buli, di depan rectum dan membungkus uretra posterior.
beratnya kurang lebih 20 gram dengan ukuran 4 x 3 x 2.5 cm.1
Menurut McNeal (1972), prostat memiliki zona perifer, zona sentral, zona transisional,
zona fibromuskuler anterior dan zona periuretra. Segmen uretra yang melintasi kelenjar prostat
adalah uretra prostat. Menurut klasifikasi Lowsley, prostat terdiri dari 5 lobus: anterior,
posterior, median,lateral kanan, dan kiri lateral. Lobus anterior terletak di depan uretra pars
prostatika, tidak ada jaringan kelenjar. Lobus medius terletak diantara uretra pars prostatika
dan duktus ejakulatorius, ada banyak jaringan kelenjar. Lobus posterior terletak di belakang
uretra dan di bawah duktus ejakulatorius, ada jaringan kelenjar. Lobus dekstra dan sinistra
terletak disamping kanan dan kiri uretra pars prostatika, ada banyak jaringan kelenjar.
Pendarahan prostat oleh cabang dari arteri vesikalis inferior, Arteri pudenda interna,
dan Arteri rectalis media. Sedangkan untuk pendarahan vena diatur oleh pleksus venosus
prostaticus.
FISIOLOGI
Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret dari
vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi sejumlah
asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan enzim yang bekerja
sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat
dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos. kelenjar prostat juga menghasilkan
cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula
seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen Bodies
dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol. 3
EPIDEMIOLOGI
Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan sebelum usia 40
tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai
pubertas, yang kontinyu sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa
mengalami perubahan hyperplasia.
Pada usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat jinak. Keadaan ini dialami oleh
50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun.1
ETIOLOGI
Etiologi dari BPH masih belum diketahui pasti karena melibatkan banyak faktor dan dikontrol
oleh sistem endokrin. Prostat terdiri dari stroma dan epitel, dimana salah satu atau gabungan
keduanya dapat berkembang menjadi hyperplasia menimbulkan nodul dan gejala yang terkait
dengan BPH. Beberapa studi klinis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya
dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua). Beberapa
hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah:4,5
1. Teori dehidrotestosteron
Dehidrotestosteron adalah metabolit androgen yang sangat penting dalam pertumbuhan
sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron didalam sel prostat oleh enzim 5α-
reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah berikatan dengan
reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya
terjadi sintesis protein growht factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat
Pada berbagai penilitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda
dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5α-
reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan
sel-sel prostat pada BPH lebih sensitiv terhadap DHT sehingga repliksi sel lebih banyak
terjadi dibandingkan dengan prostat normal.
2. Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat
secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth
factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol,
sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel
stroma itu sendiri secara intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel
secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun
sel stroma.
3. Ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen
relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen dan testosteron relatif meningkat.
Telah diketahui bahwa estrogen dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi
kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitivitas sel-sel prostat terhadap
rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan
menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua
keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan
testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih
panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.
Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan
kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa,
penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang.
Berkurangnya jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga
menyebabkan pertambahan masa prostat.
PATOLOGI
Proses berkembangnya BPH di zona transisional. Suatu proses hiperplastik akibat kenaikan
jumlah sel. Evaluasi mikroskopis mengungkapkan pola pertumbuhan nodular yang terdiri dari
berbagai jumlah stroma dan epitel. Stroma terdiri dari berbagai jumlah kolagen dan otot
polos. Diferensial komponen histologis BPH menjelaskan potensi respon untuk terapi. Jadi
terapi alpha-blocker dapat memberikan respon baik pada pasien dengan BPH yang memiliki
signifikan komponen otot polos, sedangkan BPH yang dominan terdiri dari epitel akan
merespon lebih baik terhadap inhibitor 5-alpha-reductase. Pasien dengan komponen kolagen
dalam stroma yang signifikan mungkin tidak merespon salah satu bentuk terapi
medis. Sayangnya, respon terhadap terapi tertentu tidak dapat diprediksi sebelumnya. Seperti
nodul BPH di zona transisional memperbesar, mereka memadatkan zona luar prostat,
menghasilkan pembentukan kapsul bedah, batas ini memisahkan zona transisi dari zona perifer
dan berfungsi sebagai landasan untuk enuklleasi prostat selama prostatectomi terbuka
sederhana dilakukan untuk BPH. 1
PATOFISIOLOGI
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk
dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.
Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi
otot detrusor. Penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi. Penonjolan serat otot
detrusor dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trabekulasi. Terjadi
penonjolan mukosa yang kecil yang disebut sakula dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur
pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah
bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala
prostatismus. 2,6,7
Sering BAK (frekuensi) disebabkan karena hipersensitivitas otot detrusor
atau karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga
interval antar miksi menjadi lebih pendek. Frekuensi miksi meningkat
terutama pada malam hari (nokturia) disebabkan karena tonus sfingter
uretra berkurang selama tidur.
Pada saat urin keluar terasa panas atau sakit (dysuria) inflamasi buli.
BAK sering berhenti dan lancar lagi terutama bila mengedan (Pancaran
miksi terputus-putus atau intermitency) disebabkan otot detrusor gagal
berkontraksi dengan cukup lama untuk melawan tahanan (resistensi) di
uretra sehingga kontraksinya terputus-putus
Menetes ketika selesai miksi tidak tuntas nya urin yang harus
dikeluarkan.
Apabila buli-buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir
miksi masih ditemukan sisa urin di dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas pada
akhir miksi. Karena produksi urin terus terjadi, maka tekanan intravesika terus meningkat.
Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi daripada tekanan sfingter akan terjadi
inkontinensia paradoks. Retensi urin kronik tidak hanya menyebabkan tekanan intravesika
meningkat tetapi juga meningkatkan tekanan pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua
muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks
vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal
dipercepat bila terjadi infeksi.
Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih.
Batu ini menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat juga
menyebabkan sistitis, dan bila terjadi refluks vesiko-ureter terjadi pielonefritis.
GAMBARAN KLINIS
Hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih baik bagian atas ataupun
bawah dan keluhan diluar saluran kemih.2,7,8
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih bagian bawah,
beberapa ahli/organisasi urologi membuat sistem skoring yang secara subyektif dapat
diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang dianjurkan oleh WHO
adalah Skor International Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom
Score).
Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan
keluhan miksi (LUTS), diberi nilai dari 0 sampai 5. Dan satu pertanyaan yang
berhubungan dengan kualitas hidup, diberi nilai dari 1 sampai 7
Dari skor I-PSS itu dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu (1)
ringan: skor 0-7, (2) sedang: skor 8-19, dan (3) berat: skor 20-35.
Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa di
daerah supra simfisis akibat retensi urin. Kadang didapatkan urine yang selalu menetes
tanpa disadari oleh penderita, yang merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa.
Colok dubur pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal, tidak teraba nodul,
lobus kiri dan kanan simetris. Sedangkan pada Ca prostat menunjukkan konsistensi prostat
keras/teraba nodul,dan mungkin di antara lobus kanan dan kiri asimetris
Colok dubur
Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur pancaran urin pada waktu
miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik
dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan pancaran menurun
antara 6-8 ml/detik, sedangkan pancaran maksimal menjadi 15 ml/detik atau kurang.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Sedimen urin : kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih
Kultur urin : mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan menentukan
sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan
Pemeriksaan darah
o elektrolit
o ureum
o kreatinin
o gula darah
Untuk mengetahui faal ginjal.
Prostate Specific Antigen (PSA) > 4 dicurigai adanya keganasan pada prostat.
Dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini
keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi. Bila nilai PSA 4-10 ng/ml,
hitung PSAD(Prostat specific Antigen Density) yaitu nilai PSA serum dibagi dengan
volume prostat. Bila nilai PSAD ≥ 0,15 maka dilakukan biopsi. Demikian pula jika nilai
PSA > 10 ng/ml dlakukan biopsi
2. Pemeriksaan Pencitraan
Foto polos abdomen : mencari adanya batu opak di saluran kemih. Adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh
terisi urin, yang merupakan tanda dari retensi urin.
IntraVena Pielografi (IVP)
Untuk mengetahui:
Residual urine, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Ditentukan dengan cara
kateterisasi setelah miksi atau dengan USG setelah miksi
Pancaran urine (uroflowmetri), dengan jalan menghitung jumlah urine dibagi dengan
lamanya miksi per detik (ml/detik), atau dengan alat uroflowmetri.2,9
DIAGNOSIS BANDING
Obstruktif lain kondisi saluran kemih bawah, seperti striktur uretra, kontraktur
kandung kemih , batu buli atau karsinoma prostat, harus di pikirkan ketika mengevaluasi
laki-laki dengan dugaan BPH. Riwayat pada uretra sebelumnya, berupa instrumentasi,
uretritis, atau trauma harus dijelaskan untuk menyingkirkan striktur uretra atau kontraktur
kandung kemih, Hematuria dan nyeri yang umumnya terkait dengan batu saluran
kemih. Karsinoma prostat dapat dideteksi pada rectal toucher atau kadar PSA tinggi (>4) .
Infeksi saluran kemih juga dapat memberikan gejala mirip gejala BPH, dapat diidentifikasi
dengan pemeriksaan kultur urin, tapi infeksi saluran kencing juga dapat menjadi komplikasi
BPH. Gejala yg ada juga terkait dengan karsinoma kandung kemih terutama karsinoma in
situ, biasanya menunjukkan gejala hematuria. Demikian pula pasien dengan neurogenik
gangguan kandung kemih mungkin memiliki banyak tanda-tanda dan gejala BPH, tetapi
riwayat penyakit neurologis, stroke, diabetes mellitus. Selain itu, pemeriksaan mungkin
menunjukkan perineum dan ekstremitas mengalami kekurangan sensasi atau perubahan
pada tonus sfingter rectum atau bulbocavernosus refleks. Simulasi perubahan fungsi usus
(konstipasi) mungkin juga waspada satu kemungkinan asal dari neurologis.1
PENATALAKSANAAN
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Tujuan pada pasien
hiperplasia prostat adalah untuk memperbaiki keluhan miksi, meningkatkan kualitas hidup,
mengurangi obstruksi intravesika, mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal,
mengurangi volume residu urin setelah miksi dan mencegah progresilitas penyakit.1,2,5
1 . Watchfull waiting
Ditujukan pada penderita BPH dengan keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas
sehari-hari. Pasien tidak diberikan terapi apapun hanya diberikan anjuran mengenai hal
yang dapat memperburuk keluhan, seperti jangan minum kopi atau alkohol, batasi
penggunaan obat yang mengandung fenilpropanolamin, kurangi makanan pedas dan asin,
dan jangan menahan kencing terlalu lama.
2. Medikamentosa
Penghambat 5 -reduktase
Bekerja dengan cara menghambat pembentukan dehidrotestosteron dari testosteron
yang dikatalisis oleh enzim 5 reduktase di dalam selsel prostat.
Fitofarmaka
Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai anti estrogen, anti androgen,memperkecil
volume prostat dan lain-lain. Fitoterapi yang banyak dipasarkan ialah Pygeum africanum,
Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan lainnya.
3. Terapi bedah
Penyelesaian masalah pasien hiperplasia prostat jangka panjang yang paling baik saat ini
adalah pembedahan, karena pemberian obat-obatan membutuhkan waktu yang lama untuk
melihat hasilnya. Indikasi pembedahan adalah bila :2
1. Prostatektomi terbuka
Sebuah sayatan bisa dibuat di perut (melalui struktur di belakang tulang
kemaluan/retropubik dan diatas tulang kemaluan/suprapubik) atau di daerah perineum (dasar
panggul yang meliputi daerah skrotum sampai anus). Pendekatan melalui perineum saat ini
jarangn digunakan lagi karena angka kejadian impotensi setelah pembedahan mencapai 50%.
Pembedahan ini memerlukan waktu dan biasanya penderita harus dirawat selama 5-10 hari.
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah impotensi (16-32%, tergantung kepada pendekatan
pembedahan) dan inkontinensia uri (kurang dari 1%).
2. Prostatektomi Endourologi
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan
ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka
pada saat reseksi. Kelebihan H2O dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia
relative atau gejala intoksikasi air yang dikenal dengan sindroma TURP. Untuk
mengurangi resiko timbulnya sindroma TURP operator harus membatasi diri untuk
tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam.
Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi ukuran
prostatnya mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar dan pada
pasien yang umurnya masih muda umumnya dilakukan metode tersebut atau incisi leher
buli-buli atau bladder neck incision (BNI) pada jam 5 dan 7. Terapi ini juga dilakukan
secara endoskopik yaitu dengan menyayat memakai alat seperti yangg dipakai pada
TURP tetapi memakai alat pemotong yang menyerupai alat penggaruk, sayatan dimulai
dari dekat muara ureter sampai dekat ke verumontanum dan harus cukup dalam sampai
tampak kapsul prostat. Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TURP
dan menurunnya kejadian ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara TURP.
Waktu yang diperlukan untuk melaser prostat biasanya sekitar 2-4 menit untuk
masing-masing lobus prostat (lobus lateralis kanan, kiri dan medius). Pada waktu ablasi
akan ditemukan pop corn effect sehingga tampak melalui sistoskop terjadi ablasi pada
permukaan prostat, sehingga uretra pars prostatika akan segera akan menjadi lebih
lebar, yang kemudian masih akan diikuti efek ablasi ikutan yang kan menyebabkan
“laser nekrosis” lebih dalam setelah 4-24 minggu sehingga hasil akhir nanti akan terjadi
rongga didalam prostat menyerupai rongga yang terjadi sehabis TURP.
PROGNOSIS
Lebih dari 90% pasien mengalami perbaikan sebagian atau perbaikan dari gejala yang
dialaminya. Sekitar 10 – 20% akan mengalami kekambuhan penyumbatan dalam 5 tahun.8
KESIMPULAN
Prostat adalah organ fibromuskular dan glandular yang terletak di sebelah inferior buli-
buli, di depan rectum dan membungkus uretra posterior. beratnya kurang lebih 20 gram dengan
ukuran 4 x 3 x 2.5 cm. Menurut klasifikasi Lowsley, prostat terdiri dari 5 lobus: anterior,
posterior, median,lateral kanan, dan lateral kiri. Menurut McNeal (1972), prostat memiliki zona
perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan zona periuretra.
Segmen uretra yang melintasi kelenjar prostat adalah uretra prostat
BPH merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan pada usia sebelum 40
tahun. semua pria yang sehat diatas 40 tahun cenderung untuk menderita hipertrofi prostat,
10% dari mereka disertai dengan gangguan-gangguan miksi kelak dikemudian hari. merupakan
kelainan kedua tersering di klinik urologi setelah batu saluran kemih. Etiologi dari BPH masih
belum diketahui pasti karena melibatkan banyak faktor dan dikontrol oleh system endokrin.
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Kadang-
kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi
apapun.
Tujuan terapi pada hiperplasia prostat adalah: (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi infravesika, (4) mengembalikan fungsi
ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urin, dan (6) mencegah
progresifitas penyakit. Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau
tindakan endourologi yang kurang invasif. 2
DAFTAR PUSTAKA
9. De Jong, Wim ; Sjamsuhidajat R. Prostat; di dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Penerbit EGC: Jakarta , 2004, p 782.