You are on page 1of 17

II.

1 Hipertensi

Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada pembuluh

darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat

sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya.(11) Hipertensi sebagai suatu penyakit

kompleks yang ditandai dengan adanya tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg pada saat

istirahat, kecuali pada isolated systolic hypertension, dengan adanya peningkatan tekanan

sistolik tanpa disertai peningkatan tekanan diastolik. Hipertensi biasanya asimptomatik

(tidak ada gejala), tetapi hipertensi kronis menyebabkan komplikasi tertentu (gagal

jantung, gagal ginjal, stroke, dan iskemia miokard).(3) Peningkatan tekanan sistole yang

tingginya tergantung umur individu yang terkena. Tekanan darah berfluktuasi dalam batas-

batas tertentu, tergantung posisi tubuh, umur dan tingkat stres yang dialami.(12)

II.2 Patofisiologi

Tekanan darah arteri adalah tekanan yang diukur pada dinding arteri dalam

millimeter merkuri. Dua tekanan darah arteri yang biasanya diukur, tekanan darah sistolik

(TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD). TDS diperoleh selama kontraksi jantung dan

TDD diperoleh setelah kontraksi sewaktu bilik jantung diisi. Banyak faktor yang

mengontrol tekanan darah berkontribusi secara potensial dalam terbentuknya hipertensi,

faktor-faktor tersebut adalah (13) :

1. Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau variasi diurnal),

mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons terhadap stress psikososial dan

lain-lain

2. Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor

3. Asupan natrium (garam) berlebihan

4. Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium


5. Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya produksi

angiotensin II dan aldosteron

6. Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptide natriuretik

7. Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi tonus vaskular

dan penanganan garam oleh ginjal

8. Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada pembuluh darah

kecil di ginjal

9. Diabetes mellitus

10. Resistensi insulin

11. Obesitas

12. Meningkatnya aktivitas vascular growth factors

13. Perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung, karakteristik

inotropik dari jantung, dan tonus vascular

14. Berubahnya transpor ion dalam sel

Gambar 1. Mekanisme patofisiologi dari hipertensi.(13)


II.3 Etiologi

Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam. Pada

kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui (hipertensi primer).

Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. Kelompok lain dari

populasi dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai

hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder yaitu endogen maupun

eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-

pasien ini dapat disembuhkan secara potensial.(14)

Faktor risiko hipertensi (etiologi) terdiri dari(15) :

1. Usia

Insidens hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Hipertensi pada

yang berusia kurang dari 35 tahun dengan jelas menaikkan insiden penyakit arteri koroner

dan kematian prematur.

2. Kelamin

Pada umumnya insidens pada pria lebih tinggi daripada wanita, namun pada usia

pertengahan dan lebih tua, insidens pada wanita mulai meningkat. Sehingga pada usia di

atas 65 tahun, insidens pada wanita lebih tinggi.

3. Ras

Hipertensi pada yang berkulit hitam paling sedikit dua kalinya pada yang berkulit

putih. Akibat penyakit ini umumnya lebih berat pada ras kulit hitam. Misalnya mortalitas

pasien pria hitam dengan diastole 115 atau lebih 3,3 kali lebih tinggi daripada pria berkulit

putih dan 5,6 kali bagi wanita berkulit putih.

4. Pola hidup

Faktor seperti pendidikan, penghasilan dan faktor pola hidup lain telah diteliti

tanpa hasil yang jelas. Penghasilan rendah, tingkat pendidikan rendah dan kehidupan atau
pekerjaan yang penuh stress agaknya berhubungan dengan insidens hipertensi yang lebih

tinggi. Obesitas dipandang sebagai faktor risiko utama. Bila berat badannya turun, tekanan

darahnya sering turun menjadi normal. Merokok dipandang sebagai faktor risiko tinggi

bagi hipertensi dan penyakit arterikoroner. Hiperkolesterolemia dan hiperglikemia adalah

faktor-faktor utama untuk perkembangan aterosklerosis yang berhubungan erat dengan

hipertensi.

II.4 Epidemiologi

Tekanan darah tinggi (≥ 140/90 mmHg) dengan persentase biaya kesehatan cukup

besar setiap tahunnya di Amerika yang diperkirakan 30% penduduknya (± 50 juta jiwa)

menderita.(16) Insiden hipertensi pada orang dewasa di Amerika tahun 1999-2000 adalah

sekitar 29-31%, yang berarti bahwa terdapat 58-65 juta orang menderita hipertensi, dan

terjadi peningkatan 15 juta dari data NHNES III tahun 1988-1991. Tekanan darah tinggi

merupakan salah satu penyakit degeneratif. Umumnya tekanan darah bertambah secara

perlahan dengan bertambahnya umur. Risiko untuk menderita hipertensi pada populasi ≥

55 tahun yang tadinya tekanan darahnya normal adalah 90%.(17)

Kebanyakan pasien mempunyai tekanan darah prehipertensi sebelum mereka

didiagnosis dengan hipertensi, dan kebanyakan diagnosis hipertensi terjadi pada umur

diantara dekade ketiga dan dekade kelima. Sampai dengan umur 55 tahun, laki-laki lebih

banyak menderita hipertensi dibanding perempuan. Dari umur 55 sampai dengan 74 tahun,

sedikit lebih banyak perempuan dibanding laki-laki yang menderita hipertensi. Pada

populasi lansia (umur ≥ 60 tahun), prevalensi untuk hipertensi sebesar 65.4 %.(16)

II.5 Klasifikasi Penyakit

Hipertensi dapat dikelompokkan berdasarkan tinggi rendahnya sistole dan diastole.

Nilai tekanan darah dapat bervariasi karena berbagai kondisi, termasuk waktu dalam

sehari. Oleh karena itu, evaluasi tekanan darah sebaiknya dilakukan dua kali dalam satu
kali pemeriksaan.(2) Klasifikasi tekanan darah untuk pasien dewasa (umur ≥ 18 tahun)

berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih

kunjungan klinis.(17) (Tabel 2). Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan

nilai normal pada tekanan darah sistolik (TDS) < 120 mm Hg dan tekanan darah diastolik

(TDD) < 80 mm Hg. Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi

mengidentifikasi pasien-pasien yang tekanan darahnya cenderung meningkat ke klasifikasi

hipertensi dimasa yang akan datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi, dan semua pasien

pada kategori ini harus diberi terapi obat.(4)

Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa umur ≥ 18 tahun.(17)

Klasifikasi tekanan Tekanan darah Tekanan darah


darah sistolik (mmHg) diastolik (mmHg)

Normal <120 atau <80

Prehipertensi 120-139 atau 80-89

Hipertensi stage 1 140-159 atau 90-99

Hipertensi stage 2 ≥ 160 atau ≥ 100

II.6 Komplikasi Hipertensi

Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel arteri dan
mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh
seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor
resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit
arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila
penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular lain (tabel 3), maka akan
meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut.
Menurut Studi Framingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko
yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung.4
II.7 Penatalaksanaan Hipertensi

II.7.1 Terapi Non Farmakologi

Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan darah,
dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko permasalahan
kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko
kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal,
yang harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut,
tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko
kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.
Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan darah
adalah mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk; mengadopsi pola
makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan
kalsium; diet rendah natrium; aktifitas fisik; dan mengkonsumsi alkohol sedikit saja. Pada
sejumlah pasien dengan pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat
antihipertensi; mengurangi garam dan berat badan dapat membebaskan pasien dari
menggunakan obat.10
Fakta-fakta berikut dapat diberitahu kepada pasien supaya pasien mengerti
rasionalitas intervensi diet:4
1. Hipertensi 2 – 3 kali lebih sering pada orang gemuk dibanding orang dengan berat
badan ideal
2. Lebih dari 60 % pasien dengan hipertensi adalah gemuk (overweight)
3. Penurunan berat badan, hanya dengan 10 pound (4.5 kg) dapat menurunkan
tekanan darah secara bermakna pada orang gemuk
4. Obesitas abdomen dikaitkan dengan sindroma metabolik, yang juga prekursor dari
hipertensi dan sindroma resisten insulin yang dapat berlanjut ke DM tipe 2,
dislipidemia, dan selanjutnya ke penyakit kardiovaskular.15
5. Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh dapat menurunkan
tekanan darah pada individu dengan hipertensi.16
6. Walaupun ada pasien hipertensi yang tidak sensitif terhadap garam, kebanyakan
pasien mengalami penurunaan tekanan darah sistolik dengan pembatasan natrium.
Tabel 2. Modifikasi Gaya Hidup untuk Mengontrol Hipertensi

II.7.2 Terapi Farmakologi


Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien hipertensi
derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6 bulan menjalani pola
hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2. Beberapa prinsip dasar terapi
farmakologi yang perlu diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek
samping, yaitu :
 Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal
 Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi biaya
 Berikan obat pada pasien usia lanjut ( diatas usia 80 tahun ) seperti pada usia 55 –
80 tahun, dengan memperhatikan faktor komorbid
 Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-i)
dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs)
 Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapifarmakologi
 Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur.
Algoritme tatalaksana hipertensi yang direkomendasikan berbagai guidelines memiliki
persamaan prinsip, dan dibawah ini adalah algoritme tatalaksana hipertensi secara umum,
yang disadur dari A Statement by the American Society of Hypertension and the
International Society of Hypertension 2013;
Gambar 2. Algoritme Tata Laksana Hipertensi dari ASH
Guideline JNC 8 mencantumkan 9 rekomendasi penanganan hipertensi:
1. Pada populasi umum berusia ≥60 tahun, terapi farmakologis untuk menurunkan
tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥150 mmHg atau tekanan darah
diastolik ≥90 mmHg dengan target sistolik ≤150 mmHg dan target diastolik ≤90
mmHg. (Strong Recommendation - Grade A). Pada populasi umum berusia ≥60
tahun, jika terapi farmakologis hipertensi menghasilkan tekanan darah sistolik lebih
rendah, (misalnya >140 mmHg) dan ditoleransi baik tanpa efek samping kesehatan
dan kualitas hidup, dosis tidak perlu disesuaikan. (Expert Opinion - Grade E).
2. Pada populasi umum <60 tahun, terapi farmakologis untuk menurunkan tekanan
darah dimulai jika tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target tekanan darah
diastolik <90 mmHg (untuk usia 30-59 tahun) Strong Recommendation – GradeA),
untuk usia 18-29 tahun Expert Opinion - Grade E).
3. Pada populasi umum <60 tahun, terapi farmakologis untuk menurunkan tekanan
darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dengan target tekanan darah
sistolik <140 mmHg (Expert Opinion - Grade E).
4. Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi
farmakologis untuk menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik
≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target tekanan darah
sistolik <140 mmHg dan target tekanan darah diastolik <90 mmHg (Expert
Opinion - Grade E).
5. Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan diabetes, terapi farmakologis untuk
menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau
tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target tekanan darah sistolik <140
mmHg dan target tekanan darah diastolik <90 mmHg (Expert Opinion - Grade E).
6. Pada populasi non-kulit hitam umum, termasuk mereka dengan diabetes, terapi
antihipertensi awal sebaiknya mencakup diuretik tipe thiazide, calcium channel
blocker (CCB), angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEI), atau angiotensin
receptor blocker (ARB). (Moderate Recommendation – Grade B).
7. Pada populasi kulit hitam umum, termasuk mereka dengan diabetes, terapi
antihipertensi awal sebaiknya mencakup diuretik tipe thiazide atau CCB. (Untuk
populasi kulit hitam: Moderate recommendation - Grade B; untuk kulit hitam
dengan diabetes: Weak Recommendation - Grade C).
8. Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi
antihipertensi awal (atau tambahan) sebaiknya mencakup ACEI atau ARB untuk
meningkatkan outcome ginjal. Hal ini berlaku untuk semua pasien penyakit ginjal
kronik dengan hipertensi terlepas dari ras atau status diabetes. (Moderate
Recommendation - Grade B).
9. Tujuan utama terapi hipertensi adalah mencapai dan mempertahankan target
tekanan darah. Jika target tekanan darah tidak tercapai dalam 1 bulan perawatan,
tingkatkan dosis obat awal atau tambah- kan obat kedua dari salah satu kelas yang
direkomendasikan dalam rekomendasi 6 (thiazide-type diuretic, CCB, ACEI atau
ARB). Dokter harus terus menilai tekanan darah dan menyesuaikan regimen
perawatan sampai target tekanan darah dicapai. Jika target tekanan darah tidak
dapat dicapai dengan 2 obat, tambahkan dan titrasi obat ketiga dari daftar yang
tersedia. Jangan gunakan ACEI dan ARB bersama-sama pada satu pasien. Jika
target tekanan darah tidak dapat dicapai menggunakan obat di dalam rekomendasi
6 karena kontraindikasi atau perlu menggunakan lebih dari 3 obat, obat
antihipertensi kelas lain dapat digunakan. Rujukan ke spesialis hipertensi mungkin
diindikasikan jika target tekanan darah tidak dapat tercapai dengan strategi di atas
atau untuk penanganan pasien komplikasi dan membutuhkan konsultasi klinis
tambahan. (Expert Opinion - Grade E).
Kesembilan rekomendasi ini diringkas menjadi 1 algoritma penanganan hipertensi.
Gambar 3. Algoritme Penanganan Hipertensi menurut JNC 8
Obat antihipertensi perlu dimulai berdasarkan pada 2 kriteria: 1) tingkatan tekanan
darah sistolik dan diastolik, dan 2) tingkatan risiko kardiovaskular. Tujuan pengobatan
hipertensi adalah menurunkan dan mencegah kejadian kardioserebrovaskular dan renal,
melalui penurunan tekanan darah dan juga pengendalian dan pengobatan faktor-faktor
risiko yang reversibel. Saat ini tersedia 5 golongan obat antihipertensi: diuretik tiazida,
antagonis kalsium, ACEi (Angiotensin Converting Enzyme inhibitors), ARB, dan beta-
blockers. Obat-obat ini dapat digunakan sebagai monoterapi maupun sebagai bagian dari
terapi kombinasi. Kelima jenis golongan obat ini telah terbukti dapat menurunkan
morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler pada pengobatan hipertensi jangka panjang. JNC
7 (2003) merekomendasikan pilihan jenis obat antihipertensi berdasarkan ada tidaknya
penyakit komorbid (Compelling Indications for Individual Drug Classes.
Tabel 3. Pilihan obat antihipertensi berdasarkan ada tidaknya komorbid

Data penelitian klinik hipertensi memperlihatkan bahwa mayoritas pasien


hipertensi memerlukan paling sedikit dua golongan obat untuk mencapati target tekanan
darah. JNC 7 (2003) dan ESC/ ESH (2007) menganjurkan untuk langsung mulai dengan
kombinasi dua macam obat pada kelas II hipertensi (≥160/100 mmHg) atau pada
kelompok hipertensi dengan risiko kardiovaskuler tinggi atau sangat tinggi. Kombinasi
dengan garis solid adalah yang bermanfaat dan evidence based, sedangkan kombinasi
dengan garis putus-putus tidak direkomendasikan.
Gambar 4. Terapi Kombinasi Antihipertensi (ESC/ESH)

II.7 Obat Anti Hipertensi


a. Diuretik

Obat antihipertensi jenis ini menurunkan tekanan darah dengan mengeluarkan

kelebihan air dan garam dari dalam tubuh melalui ginjal.(23) Diuretik bekerja meningkatkan

ekskresi natrium, air dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan

ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Diuretika

yang biasa digunakan dalam pengobatan hipertensi dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu

diuretik tiazid, diuretik kuat dan diuretik hemat kalium. Contoh obat golongan diuretik

tiazid antara lain hidroklortiazid, bendroflumetiazid dan klorotiazid. Contoh obat golongan

diuretik kuat yaitu furosemid, bumetamid dan asam etakrinat. Contoh obat diuretik hemat

kalium yaitu amlorid, triamteren dan spironolakton.(24)

b. Alfa-blockers

Zat-zat ini bekerja dengan memblokade reseptor pada otot polos yang melapisi

pembuluh darah. Jika reseptor tersebut diblokade, pembuluh darah akan melebar

(vasodilatasi) sehingga darah mengalir dengan lebih lancar dan tekanan darah menurun.

Contoh obatnya antara lain terazosin dan prazosin. Prazosin merupakan obat hipertensi
yang dengan cepat menurunkan tekanan darah tinggi setelah dosis pertama. Dosis untuk

hipertensi yaitu 2-3 kali sehari 0,5 mg selama 3-7 hari, tingkatkan sampai 2-3 klali sehari 1

mg setelah 3-7 hari. Efek samping prazosiin dapat berupa mengantuk, lemah,pusing, sakit

kepala dan mual.(25)

c. Beta blockers

Obat ini membantu organ jantung memperlambat detaknya sehingga darah yang

dipompa jantung lebih sedikit dibandingkan pembuluh darah sehingga tekanan darah

menurun.(23) Zat-zat ini menurunkan tekanan darah dengan memperlambat denyut dan

mengurangi kekuatan kontraksi jantung. Dengan demikian, tekanan yang disebabkan oleh

pompa jantung juga berkurang. Contoh obat golongan ini antara lain asebutolol,

bisoprolol, propanolol, atenolol dan lain-lain. Bisoprolol adalah derivat selektif lipofil

tanpa ISA (Intrinsic Sympathicomimetic Activity) dengan sifat lokal-anestetik. Dosis yang

digunakan untuk hipertensi yaitu 5-10 mg satu kali sehari. Efek sampingnya antara lain

gagal jantung dan gangguan saluran cerna.(26)

d. Zat-zat dengan kerja pusat

Agonis α 2-adrenergik menstimulasi reseptor α-adrenergik yang banyak terdapat di

susunan saraf pusat (otak dan medulla). Akibat stimulasi ini maka aktivitas saraf

adrenergik perifer dikurangi. Contoh obat golongan ini antara lain metildopa, klonidin,

reserpin, guanfasin, dan lain-lain.(26) Klonidin berkhasiat hipotensif kuat berdasarkan efek

adrenergik sentralnya. Obat ini digunakan pada hipertensi sedang sampai berat. Dosis

untuk hipertensi mulai tiga kali sehari 0,075 mg, berangsur-angsur dinaikkan sampai 0,15-

0,6 mg dalam 2-3 dosis 11. Efek sampingnya dapat berupa pusing, mulut kering dan

gangguan tidur.(25)

e. Antagonis Kalsium
Antagonis kalsium menurunkan tekanan darah dengan memblokade masuknya

kalsium ke dalam sel. Jika kalsium memasuki sel otot, maka otot akan berkontraksi.

Dengan menghambat kontraksi otot yang melingkari pembuluh darah, pembuluh darah

akan melebar sehingga darah mengalir dengan lancar dan tekanan darah menurun. Contoh

obatnya antara lain amlodipin, nifedipin, verapamil, diltiazen, dan lain-lain.(1)

f. Zat penghambat RAAS (Renin-0-Angiotensin-Aldosteron System)

Obat jenis ini mencegah tubuh membentuk hormon angiotensin II yang

menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Sehingga tekanan darah akan segera turun.(26)

Zat penghambat RAAS menurunkan tekanan darahh dengan jalan mengurangi daya tahan

pembuluh perifer dan vasodilatasi tanpa menimbulkan refleks takikardi atau retensi garam.

Menurut titik kerjanya penghambat RAAS dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu ACE-

inhibitor dan ARB (Angiotensin Receptor Bockers). Contoh obat ACEI yaitu kaptopril,

benazepril, lisinopril, kuinapril dan enalapril. Sedangkan obat ARB antara lain losartan,

irbesartan, telmisartan, valsartan dan lain-lain.(26)

g. Vasodilator

Vasodilator adalah zat-zat yang berkhasiat vasodilatasi langsung terhadap arteriol

sehingga dapat menurunkan tekanan darah tinggi. Penggunaannya sebagai obat pilihan

ketiga, terutama bersama dengan beta-blocker dan diuretikum. Contoh obatnya antara lain

beraprost, hidralazin, dihidralazin, minoksidil dan lain lain. Berapost digunakan sebagai

terapi pada hipertensi paru primer. Dosis awal 60 mcg sehari dalam 3 dosis terbagi sesudah

makan, dapat ditingkatkan hingga maksimum 180 mcg sehari dalam 3-4 dosis terbagi.

Efek sampingnya dapat berupa pusing, nyeri kepala, mual dan diare.(25)
Tabel 4. Dosis Obat Anti Hipertensi Berdasarkan Evidence Based

II.8 Interaksi Obat Antihipertensi


Golongan Nama Obat Interaksi
Diuretik thiazide Hydrochlorothiazid
Diuretik kuat Furosemide Pemberian bersama:
Aminoglikosida dan cisplatin: meningkatkan
ototoksisitas; aminoglikosida dan sefaloridin
meningkatkan nefrotoksisitas; ACE inhibitor:
penurunan tekanan darah secara tajam
(hipotensi); Efek antagonisme dengan
indometasin. ; Potensiasi efek dengan salisilat,
teofilin, litium, relaksan otot. Hipokalemia dapat
menimbulkan toksisitas digitalis.
Diuretik hemat Spironolactone Dapat menimbulkan hiperkalemia bila
kalium dikombinasi dengan ACEI, ARB, beta bloker,
OAINS, dan suplemen kalium
ACE inhibitor Captopril, Pemberian bersama dengan diuretik hemat
enalapril,lisinopril, kalium dapat menimbulkan hiperkalemia.
ramipril, imidapril Pemberian bersama antasida mengurangi
absorbsi ACEI. Pemberian bersama OAINS akan
mengurangi efek antihipertensi ACEI dan
menambah resiko hiperkalemia
ARB Losartan, Penggunaan bersama dengan diuretik hemat
(Angiotensin valsartan, kalium, OAINS dan suplementasi kalium akan
reseptor blocker) candesartan, menyebabkan hiperkalemia.
irbesartan,
telmisartan
CCB (Calcium Nifedipine,
Channel Blocker) amlodipine,
golongan nicardipine
dihidropiridin
CCB golongan Verapamil
fenilalkilamin
CCB golongan Diltiazem
bensotiazepine
Penghambat Propanolol, Absorbsi dihambat oleh garam alumunium,
Adrenergik carvedilol kolestiramin, klestipol. Kadar menurun dengan
-Beta Blocker fenitoin, rifampisin, fenobarbital. Bila digunakan
Nonselektif bersama verapamil/diltiazem menyebabkan efek
penghambatan konduksi jantung meningkat.
Pemakaian beta bloker pada pasien yang
mendapat insulin atau obat hipoglikemik oral
dapat menutupi gejala hipoglikemia.
Penghambat Atenolol,
Adrenergik bisoprolol,
-Beta Blocker metoprolol
Kardioselektif
Penghambat Reserpine,
Adrenergik methyldopa,
-Simpatolitik clonidine
sentral
Penghambat Prazosin,
Adrenergik doxazosin,
-α1 Blocker terazosine

You might also like