Professional Documents
Culture Documents
BAB II
ISI
A. Agama dan Kekerasan
Didalam sejarah kekrisstenan banyak tindakan kekerasan yang dilakukan oleh gereja
karena kesalahan dalam melakukan penafsiran terhadap Kitab Suci. Orang-orang yang tekstualis
memahami apa yang tertulis didalam Alkitab secara riteral dan menerapkannya didalam konteks
yang berbeda. Proses eksegese yang sebenarnya diabaikan sehingga mereka gagal untuk
mendapatkan makna dari apa yang tertulis dan memusatkan perhatian terhadap teks secara
mentah tanpa melakukan penggalian apapun.1
Hal itu pun sama terjadi terhadap agama Islam, khususnya di Indonesia. Berdasarkan
survey yang dilakukan, perilaku agama di Indonesia berkorelasi positif dengan pemahaman
agama yang tekstual, ajaran-ajaran agama tentang kekerasan baik itu berasal dari AL-Qur’an,
seperti kebolehan suami memukul istrinya bila ia mangkir dari kewajibannya. Maupun sunnah
seperti hadis yang menyatakan anak perlu diperintahkan salat ketika berumur tujuh tahun dan
boleh dipukul bila tidak salat ketika berumur sepuluh tahun, adalah sedikit contoh dari ajaran
Islam tentang perlunya kekerasan.2
Lintasan sejarah penyebaran Islam, baik pada masa Nabi SAW maupun sesudahnya,
memang ditemui peistiwa-peristiwa peperangan dan kekerasan. Sejarah agama-agama dan
Negara/bangsa manapun didunia juga tidak pernah sepi dari konflik dan kekerasan. Jika
demikian, apakah isam mendorong terjadinya kekerasan dan kerusuhan ataukah perdamaian?
Kiranya perlu dicermati terlebih dahulu sebab-sebab, latar belakang, motif, kondisi dan
proses berlangsungnya peristiwa peperangan dan kekerasan tersebut. Jika tidak berarti bahwa
semua agama dan bangsa didunia ini perpotensi konflik dan menimbulkan kekerasan.suatu
perang juga tidak mungkin berlangsung secara sepihak. 3
Jika tidak mendapat gangguan dari pihak lain, kaum muslimin tidak dibenarkan
mengangkat senjata. Rasulullah SAW pun terlibat dalam perang, dan semuanya dilakukan untuk
membela diri bukan menyerang atau tindakan agreesif. Hl ini dikarenakan ajaran Islam
berpegang pada prinsip perdamaian. Dalam kegiatan dakwah sekalipun, Al-Qur’an telah
menggariskan : “tidak ada paksaan untuk memasuki agama islam; sesungguhnya telah jelas
jelan yang benar daripada jalan yang sesat”.4
Menurut pendapat para ahli biologi, fisiologi, dan psikologi, manusia melakukan
kekerasan karena kecenderungan bawaan (innate) atau sebagai konsekuensi dari kelainan genetik
atau fisiologis. Kelompok pertama (ahli biologi) meneliti hubungan kekerasan dengan keadaan
biologis manusia, namun mereka gagal memperlihatkan faktor-faktor biologis sebagai penyebab
kekerasan. Juga belum ada bukti ilmiah yang menyimpulkan bahwa manusia dari pembawaannya
memang suka kekerasan.5
Dalam realitas Negara kita sekarang ini, tetorisme adalah bentuk paling nyata dari
kekerasan politik-agama di Indonesia. Dalam konteks teologis, terorisme bisa mengambil
bentuknya dari agama sebagai landasan dan alat untuk mendapatkan kekuasaan sebagai tujuan
dari terror tersebut. Factor-faktor yang menyebabkan para pelaku terror melakukan kekerasan
antara lain adalah: Kurangnya pendidikan agama yang ia peroleh atau dengan kata lain ia tidak
menghayati atau memahami keseluruhan esensi dari agama yang dia anut, kurangnya
pengawasan dan perharian dan pengawasan dari orang tua, lingkungan pergaulan dimanapun itu
yang tidak kondusif serta berpotensi menumbuhkan pola pikir sempit terhadap agama yang ia
anut, ketidakpuasan ekonomi atau hal-hal yang bersifat material, agama memberikan bahasa,
mitologi, ilustrasi, yang bisa digunakan oleh para pemimpin politik keagamaan untuk
memotivasi umatnya melakukan kekerasan.6
3 Islam dan perdamaian global. Islam menyuruh damai atau rusuh. (madya press:Yogyakarta).hlm.161
4
Q.S. Al-Raqarah (2:256).
5
Kekerasan Agama Tanpa Agama, (Jakarta: Pustaka Utan Kayu,), hlm. 1.
6 Terorisme: Tragedi umat manusia.(Jakarta:O.C Kaligis & acociates).hlm.35
Andika Christy/702012095 TAS Rabu/ID100B
haknya, mengakibatkan agama memainkan peran yang lebih besar. Penguasa menganggap
kekerasan, teror dan otoritas mutlak sebagai hak yang tidak bisa dipisahkan dari kekuasaan.
Agama telah dimanipulasi untuk kepentingan politik sebagai upaya untuk membebaskan dirinya
dari kewajiban moral jika merasa eksistensinya terancam. Kekerasan telah dibingkai “agama”
sebagai ekspresi keinginan untuk menetralisir dosa. agama tidak lagi berada pada entitas murni
akan tetapi telah mengalami pereduksian makna sesuai dengan apa yang mereka pahami dan
yakini. Dari keyakinan itu pulalah munculnya sikap pembenaran atas nama kebenaran agama
sehingga tiap gerakan yang muncul merupakan refresentasi dari agama itu sendiri bahkan dari
Tuhan. Agama sebagai ajaran untuk mewujudkan misi kedamaian sungguh sulit diwujudkan
karena kebenaran yang diperjuangkan lebih bersifat ideologis tidak universal. Karena bersifat
ideologis belum tentu bisa diterima pihak lain kecuali bila mereka selalu mengedepankan
prinsip-prinsip ketuhanan. Maka muncullah ajaran lokal yang dipahami melalui metode
tertentu.10
Kesadaran merupakan harapan baru bagi kita untuk terciptanya kedamaian di tengah
kehidupan umat beragama dan berkeyakinan serta paham, terlebih dalam hidup bernegara. Dari
kesadaran itu akan lahirlah rasa aman, tenang dan tentram tanpa ada satupun hambatan, karena
semuanya berjalan berdasarkan sikap pengertian dan kepahaman akan keadaan serta posisinya
masing-masing serta meyakini itu semua dari Tuhan. Ini akan terwujud jika seluruh komponen
yang ada selalu berpegang pada prinsip-prinsip keTuhanan, karena dalam prinsip itulah terdapat
titik temu perbedaan yang akan melahirkan kedamaian. Prinsip itu harus di lengkapi dengan rasa
saling percaya antara satu sama lainnya, untuk meningkatkan rasa saling percaya itu bisa dengan
membiasakan budaya dialog yang akhirnya akan lahir pula sistem kerjasama dalam kerangka
kebinekaan dan keTuhanan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Segala bentuk kekerasan atas nama agama merupakan suatu hal yang tidak bisa diterima
oleh pihak manapun. Karena jika melihat pada bentuk dan ajaran agama, maka tidak ada
satupun agama di dunia ini yang mengajarkan manusia untuk berbuat anarki dan kekerasan
terhadap manusia lainya. Terlebih-lebih jika perbuatan kekerasan tersebut dilakukan atas nama
suatu agama tertentu. Justru sebaliknya, semua agama di dunia ini mengajarkan kasih saying,
torelansi, cinta damai, saling mengasihi antar sesame manusia lainya, sehingga secara otomatis
segala bentuk tindakan kekerasan dilarang oleh semua agama.
Tanggapan
Penyebab yang paling utama hingga menyebabkan orang melakukan tindakan kekerasan
atas nama agama ialah karena orang tersebut memiliki pendangan yang sangat sempit mengenai
agama tersebut atau dengan kata lain dia hanya melihat agama itu sebatas bentuknya saja tanpa
memahami ajaran yang sesungguhnya, sehingga kekerasan yang dia lakukan dipandang sebagai
tindakan yang benar dalam agamanya menurut pandangannya.
Saran
Hidup dikehidupan prural, bukan berarti kita bebas untuk melakukan tindakan kekerasan
atas nama Agama, tetapi seharusnya kita lebih banyak menumbuhkan semangat toleransi antar
umat beragama. Dengan semakin banyaknya aksi kekerasan atas nama agama di Indonesia ini,
membuat kita sebagai masyarakat Indonesia harus mampu memahami dan mempelajari bentuk
dan ajaran agama secara lebih mendalam dan benar, khususnya agama yang di anut, agar kita
semua mampu menggunaka akal, jiwa, hati, nalar, dan rasio kita dalam menerapkan nilai-nilai
kebaikan dari ajaran agama tersebut dengan benar dalam kehidupan nyata dan bukannya
melakukan tindakan kekerasan yang dilandaskan agama tersebut.
Daftar Pustaka