Professional Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH:
Kelompok : 3 (tiga)
Nama Anggota : 1. A. Salsabila. N.T (15020031)
2. M. Arief Hidayat (15020042)
3. Umi Mahmudah (15020059)
4. Wahyuningsih (15020060)
Grup : 3 K2
Dosen : Sukirman, S. ST.,MIL
Asisten : 1. Ikhwanul M,S.ST.,M.T
2. Desiriana
POLITEKNIK STTT
BANDUNG
2018
I. MAKSUD DAN TUJUAN
1.1. Maksud
Untuk mengetahui dan memahami bagaimana proses pencapan pada kain
poliester dengan zat warna dispersi
1.2. Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh suhu termofiksasi pada pendapan poliester dengan
zat warna dispersi
B E 1900C 2000C X x V
C SE 2000C 2100C V V V
D S 2100C 2200C V V x
C2H5
O2N N N N
C2H4OH
2. Golongan Antrakuinon
NO2 O OH
OH O NH
N SO2NH
NH
2.3.3. Sifat-sifat
1. Sifat dasar mempunyai berat molekul yang rendah dengan inti kromofor,
diantaranya : azo, antrakuinon, dan dipenilamina.
2. Meleleh pada temperatur tinggi (lebih besar dari pada 150 0C), kemudian
dapat mengkristal lagi.
3. Sifat dasar adalah non ionic meskipun mempunyai gugus –OH, -NH2, dan
gugus –NHR, dansebagainya yang bertindak sebagai gugus pemberi (donor)
hydrogen untuk mengadakan ikatan dengan serat (gugus karbonil).
4. Gugus –OH, -NH2, dan gugus fungsional yang sejenis menyebabkan zat
warna dispersi sedikit larut dalam air (± 0,1 miligram/l), tapi mempunyai
kejenuhan yang tinggi pada serat pada kondisi pencelupan.
5. Penambahan zat pendispersi ke dalam larutan celupnya akan menyebabkan
zat warna dispersi stabil dalam air.
6. Secara relatif kerataan penyerapan zat warna dalam serat adalah tinggi (10 –
50 mg/g serat).
Ikatan yang utama antara zat warna disperse dengan poliester adalah
ikatan hidrofobik, namun untuk beberapa kasus dapat pula terjadi ikatan hydrogen
atau ikatan dwi kutub.
Dalam perdagangan umumnya zat warna disperse mengandung gugus
aromatic dan alifatik yang mengakibatkatkan gugus fungsional seperti : -OH, -
NH2,-NHR. Gugus fungsional tersebut merupakan pengikat dipol atau dwi kutub
juga membentuk ikatan hydrogen dengan gugus karboknil atau gugus asetil.
Berikut adalah reaksi terjadinya ikatan hydrogen pada proses pencelupan serat
poliester dengan zat warna dispersi.
δ- δ+ δ- δ+
O2N N N N H C
O
Ikatan hidrogen
H
OH
2.3.4. Teknik pencapan
Secara umum pencapan zat warna dispersi terdiri dari beberapa cara yaitu
sebagai berikut;
1. Pencapan dengan fiksasi steam tekanan normal
Pasta cap pada metoda ini mengandung zat warna, pengental dan zat
pembantu lainnya, kemudian dicapkan pada bahan. Setelah kering kemudian
dilakukan fiksasi pada uap jenuh dengan suhu 100-102OC selama 20-30’.
Jenis zat warna yang dapat digunakan adalah zat warna tipe B, untuk
mendapatkan kerataan warna digunakan zat warna dalam bentuk pasta dan
atau ditambahkan sedikit carrier.
2. Pencapan dengan fiksasi steam tekanan tinggi
Pasta cap pada metoda ini mengandung zat warna, pengental dan zat
pembantu lainnya, kemudian dicapkan pada bahan. Setelah kering kemudian
dilakukan fiksasi pada uap jenuh dengan suhu 128-130OC (2,5-3atm) selama
20-30’. Jenis zat warna yang dapat digunakan adalah zat warna tipe B dan C,
untuk mendapatkan kerataan warna digunakan zat warna dalam bentuk pasta
dan atau ditambahkan sedikit carrier.
3. Pencapan dengan fiksasi suhu tinggi
Pasta cap pada metoda ini mengandung zat warna, pengental dan zat
pembantu lainnya, kemudian dicapkan pada bahan. Setelah kering kemudian
dilakukan fiksasi pada uap lewat jenuh (termik) dengan suhu 160-185OC
selama 8-1’. Jenis zat warna yang dapat digunakan adalah zat warna tipe C.
Untuk mendapatkan kerataan warna dan ketuaan warna yang baik digunakan
zat higroskopik (urea) minimum 50g/kg pasta cap (10% pasta cap) dan
digunakan pengental dengan kandungan high solid conten <12%.
4. Pencapan dengan fiksasi udara panas
Pasta cap pada metoda ini mengandung zat warna, pengental dan zat
pembantu lainnya, kemudian dicapkan pada bahan. Setelah kering kemudian
dilakukan fiksasi pada uap lewat jenuh (termik) dengan suhu 180-210OC
selama 8-1’. Jenis zat warna yang dapat digunakan adalah zat warna tipe C.
Untuk mendapatkan kerataan warna dan ketuaan warna yang baik digunakan
zat higroskopik (urea) minimum 50g/kg pasta dan digunakan pengental
emulsi/semi emulsi.
2.4. Pasta cap
Penggunaan komposisi pasta cap dialuakun dengan memilih kesesuaian
zat warna terhadap jenis serat yang akan dicap. Selanjutnya adalah seleksi
terhadap kesesuaian jenis pengental, zat-zat pembantu, metoda pencapan yang
digunakan dan kondisi-kondisi pengeringan, fiksasi zat warna serta kondisi setelah
pencapan, misalnya pencucian.Pasta cap dibuat dengan disesuaikan selain
terhadap jenis serat/kain juga terhadap jenis mesin yang akan digunakan, sifat
ketahanan warna yang diminta dan beberapa sifat hasil pencapan lainnya yang
digunakan. Resep pasta cap secara garis besar yaitu zat warna, zat pembantu
pelarutan (misalnya urea), air, pengental (misalnya tapioka), zat kimia untuk fiksasi
zat warna, zat anti reduksi, zat anti busa.
Tingkat kekentalan/viskositas pasta cap tergantung beberapa faktor,
antara lain metoda proses pencapan, jenis dan struktur kain yang akan dicap,
kehalusan motif cap dan lain-lain.Dalam pencapan pengental berfungsi unutk
mendapatkan kekentalan pasta cap, memindahkan atau melekatkan zat warna
kedalam bahan, memperoleh warna yang rata, penetrasi yang baik, dan batas
warna motif yang tajam.
2.4.1. Syarat pengental:
- Daya lekat baik (basah maupun kering)
- Stabil selama proses pencapan
- Tidak berwarna dan berbusa
- Mudah kering dan rata
- Dapat menahan resapan larutan / uap sehingga diperoleh motif yang
tajam
- Dapat memindahkan zat warna sebanyak mungkin kedalam bahan
- Dapat dicampur dengan zat pembantu dan tidak bereaksi
- Mudah hilang dalam pencucian.
2.4.2. Pada pasta cap terdapat:
- Zat warna
- Pengental
- Zat pembantu tekstil
- Air
2.5. Pengental CMC
Karboksi metil selulosa (CMC) merupakan turunan dari selulosa yang
dikarboksimetilasi, adalah eter polimer linier dengan gugus karboksimetil
(CH2OCH2COONa) yang terikat pada beberapa gugus OH dari monomer
glukopiranosa. Struktur CMC didasarkan pada β-(1 4)-D-glucopyranose polymer
dari selulosa. CMC berupa senyawa anion yang bersifat biodegradable, tidak
berwarna, tidak berbau, tidak beracun, memiliki rentang pH sebesar 6,5 sampai
8,0 dan stabil pada rentang pH 2 – 10, serta larut dalam air.3 Derajat polimerisasi
(DP) CMC menunjukkan daya pengentalnya, semakin panjang rantai molekulnya,
maka larutannya semakin kental.Carboxy Methyl Cellulose (CMC) adalah turunan
dari selulosa dan ini sering dipakai dalam industri untuk mendapatkan tekstur yang
baik. Fungsi CMC ada beberapa terpenting, yaitu sebagai pengental, stabilisator,
pembentuk gel dan sebagai semi-pengemulsi. Struktur molekul CMC disajikan
pada gambar berikut;
3.4. Resep
3.4.1. Resep Pengental Induk
CMC : 10 %
Air : x gram
1000 gram
3.4.2. Resep Pencapan
Variasi
Resep
1 2 3 4
Zat warna (g/L) 30
Zat Pendispersi (g/L) 20
Asam asetat (g/L) 10
Pengental(g/L) 700
Urea (g/L) 175
Waktu Dry (menit) 2
Suhu Dry (0C) 100
Suhu fixasi (0C) 170 180 190 200
Waktu fixasi (menit) 2
3.5. Fungsi Zat
1. Zat warna dispersi : Sebagai zat yang memberikan warna pada kain
Dari hasil evaluasi visual diperoleh data bahwa pada semua variasi suhu
fiksasi memberikan nilai kerataan warna yang sama yaitu 3. Hal ini menujukan
bahwa variasi suhu fixasi tidak mempengaruhi kerataan warna hasil pencapan,
tetapi pada hasil pencapannya memiliki tingkat kerataan warna yang kurang rata.
Hal ini terjadi karena kerataaan hasil pencapan dipengaruhi oleh penekanan rakel,
kerataan meja printing, pada zat warna dispersi memiliki tingkat suhu sublimasi
yang berbeda pada tiap zat warnannya (merah dan biru) kemudian dapat juga
disebabkan karenakan adanya motif pada screen yang mampat/tidak berlubang
serta kurang tepat saat meletakan motif kedua diatas motif pertama.
Sedangkan pada evaluasi ketuaan warnanya sample dengan suhu steam
170 C memiliki hasil paling muda, sedangkan untuk sample 180OC ,190OC, 200OC
O
ketuaannya berurutan lebih tua. Sample dengan dengan variasi suhu steam 200OC
memiliki tingkat ketuaan warna paling tua jika dibandingkan dengan variasi suhu
yang lain. Hal ini menunjukan bahwa fiksasi zat warna dispersi dipengaruhi oleh
suhu steam yang digunakan. Semakin besar suhu steam yang digunakan maka
warna yang dihasilkan pun semakin tua karena suhu yang tinggi dapat
menyebabkan zat warna dipersi berdifusi kedalam serat semakin bayak pada suhu
tinggi sehingga ketuaan warnanyapun semakin baik. Pada suhu tinggi serat
poliester akan meleleh sehingga zat warna akan mudah masuk kedalam serat.
Selain menaikan suhu steam, ketuaan warna hasil pencapan juga dapat
dipengaruhi oleh penambahan urea pada pasta capnya. Urea dapat membantu
mendorong zat warna masuk kedalam serat sehingga penambahan urea ini
berpengaruh terhadap ketuaan warna hasil pencapan. Dari hasil praktikum yang
dilakukan kelompok kami yang mengunakan urea sebanyak 175 g/L dibandingkan
ketuaan warna kain hasil pencapannya dengan kelompok lain yang suhu
steamnya 180OC, kemudian diperoleh hasil ketuaan warna paling baik yaitu
dengan konsentrasi 200 g/L, ini dikarenakan urea bekerja secara optimum pada
konsentrasi 200 g/L sehingga ketuaan warnanya paling tua.
Selain itu pula dilakukan evaluasi ketajaman motif untuk masing masing
pasta warna yang digunakan. Kemudian diperoleh hasil untuk pasta warna merah
maupun biru memiliki nilai ketajaman motif yang sama yaitu 98,5%, nilai tersebut
memiliki tingkat ketajam motif yang baik sehingga hasil motif pada pencapan akan
didapat motif yang tajam. Nilai ketajaman motif menentukan tingkat kejelasan dan
keruncingan motif yang dihasilkan, serta ketajaman motif dipengauhi oleh nilai
viskositas dari pasta cap.
VI. KESIMPULAN
Dari data dan pembahasan yang didapatkan, dapat disimpulkan bahwa
sampel memiliki nilai ketajaman motif dan nilai kerataan warna yang baik dan nilai
ketuaan warna yang optimum yang baik menggunakkan suhu fiksasi 200℃ dengan
menggunakkan konsentrasi urea 200 g/L.
DAFTAR PUSTAKA