You are on page 1of 18

TUGAS RESUME

PEMBERIAN OBAT, AGD DAN CVP

OLEH:

ALDI MAULANA

NPM. 213216014

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN NON REG

STIKES JENDRAL ACHMAD YANI CIMAHI

TAHUN 2017
PEMBERIAN OBAT

1. Dopamin Hidroklorida
Indikasi:
1. Untuk penanggulangan syok syndrom
2. Pre syok, severe hypotension

Kontra indikasi:
1. Pasien Dehidrasi.
2. Hypotiroidism.

Dosis yang diberikan :


a. Dosis kecil:
- 5 mcg/BB/menit. Memperbaiki aliran darah ke ginjal, jantung dan otak
b. Dosis sedang:
5 - 10mcg/BB/menit. Meningkatkan denyut jantung dan tekan darah.
c. Dosis berat:
> 10mcg/BB/menit. Vasokonstriksi perifer dan dapat menimbulkan
aritmia jantung.

Cara pemberian:

a. Memakai Mikro drip ( Buret).


Rumus: Dosis ( mcg) X kg BB X 60 tts(mikro) = tts/menit

jumlah mcg/ cc

Contoh: 200 mg Dopamin dilarutkan dalam 100 cc D5%

dosis 5 mcg/BB/ menit dengan BB 50 kg.

200 : 100 = 2 mg X 1000 mcg = 2000 mcg.


5 mcg X 50 kb X 60 tts = 15000

2000 2000
7,5 tts(mikro) / menit.

b. Memakai syringe Pump/ infus pump.


Rumus: dosis (mcg) X kb BB X 60 menit = cc/jam

jumlah mcg / cc

Contoh: 400 mg Dopamin dilarutkan dalam 500 cc D5%

dosis 5 mcg / menit BB 50 kg.

400 : 500 = 0.8 mg X 1000 mcg = 800 mcg

5 mcg X 50 X 60 menit = 15000

800 800

18,75 cc/ jam

2. Dobuthamin Hydroklorida ( Dobuthrex )


Indikasi:
1. Pengobatan syok syndrome
2. Pre syok, severe hypotension.

Kontra indikasi:
1. Bukan untuk koreksi aritmia, ventikel fibrilasi
2. Hypothyroidism.

Dosis yang diberikan :


Dosis = 1 - 20 mcg/ BB/ menit.

a. Memakai Buret (micro drip)


Rumus : dosis (mcg) X kg BB X 60 tts
___________________________ = tts/mnt
jumlah mcg / cc
Contoh : Dobutrex 250 mg dalam 50 cc D5%
250 mg Dobutrex
1 cc = ________________ = 5 mg X 1000 mcg = 5000 mcg
50 cc D5%

Dosis : 3 mcg BB : 50 kg
3 X 50 kg X 60 tts 9000
1 cc = __________________ = _____ = 1,8 tts/mnt
5000 5000
b. Memakai Syringe pump/ infus pump
Dosis dalam mcg X kg BB X 60 mnt
Rumus = _________________________________ = cc/jam
jumlah mcg / cc
Contoh : Dobutrex 250 mg dalam 50 cc D5% / NaCl 0,9%

1 cc = _250____ = 5 X 1000 mcg = 5000 mcg

50

Dosis : 3 mcg / BB / mt BB : 50 kg

3 X 50 X 60 mnt 9000
= __________________ = ________ = 1,8 cc / jam
5000 5000

3. Isuprel ( Isoprotenorol Hidroclorida )


Indikasi :
1. Untuk meningkatkan curah jantung dan kerja myocard
2. Penanganan untuk henti jantung , ventricular tachicardie.
Kontra indikasi :
1. tachiaritmia , tachicardi yang disebabkan intoksikasi
2. Digitalis, angina pectoris.

Dosis drip = 1 - 4 mcg / mnt

a. Memakai Buret (microdrip) :


Dosis (mcg) X 60 tts

Rumus = ______________________ = tts / mnt

jumlah mcg / cc
Contoh : 0,2 mg Isuprel dalam 100 cc D5%
0,2
1 cc = ____ = 0,002 mg x 1000 mcg = 2 mcg
100
Dosis = 2 mcg / mnt

2 x 60 tts
= _________ = 60 tts / mnt
2
b. Memakai Syringe Pump / infus pump
kebutuhan x 60 mnt
Rumus = ___________________ = cc / jam
jumlah mcg / cc
Contoh : 0,2 mg Isuprel dalam 50 cc D5%
0,2
1 cc = _____ = 0,004 x 1000 mcg = 4 mcg
50
Dosis : 2 mcg / mnt
2 x 60 mnt
= _____________ = 30 cc / jam
4

4. Adrenalin ( Ephineprin Hidroclorida)


Indikasi :
1. Meningkatkan aliran darah myocard dan susunan saraf pusat saat
ventilasi dan kompresi (RJP).
2. Merubah VF halus menjadi kasar

Kontra indikasi:
dilatasi jantung, kerusakan organ otak, coronary insufficiency, syok setelah
anesthesi umum, anesthesia extremitas

Dosis drip : 1 - 4 mcg / mnt

a. Memakai Burret ( mikro drip )


dosis x 60 tts
Rumus = _____________ = tts/ mnt
jumlah mcg / cc
Contoh : 1 mg (1 amp) dalam 50 cc D5%
1
1 cc = ____ = 0,02 x 1000 mcg = 20 mcg
50
Dosis : 1 mcg / mnt
1 x 60 mnt
= ___________ = 30 cc / jam
20
RESUME INTERPRESTASI AGD
(ANALISA GAS DARAH)

A. Pengertian
Kegiatan untuk menginterpretasi hasil analisa sampel darah arteri melalui
kompenen-komponen gas yang terdapat pada sampel darah arteri
B. Tujuan
a. Untuk mengetahui kondisi keseimbangan komponen-komponen gas
dalam arteri
b. Evaluasi diagnostik pada pemberian terapi oksigen

Tabel Interprestasi
Gas-Gas Darah Normal Dari Sampel Arteri
No Parameter Sampel arteri
1 pH 7,35 – 7,45
2 PaCO2 35-45 mmHg
3 PaO2 80-100 mmHg
4 Saturasi Oksigen 95-100%
5 HCO3 22-26 mEq/L

Gangguan-Gangguan Asam Basa


No Gangguan PaCO2 HCO3 pH
1 Asidosis ↑ Normal ↓
respiratorik atau ↑
2 Alkalosis ↓ Normal ↑
respiratorik atau ↓
3 Asidosis metabolik Normal ↓ ↓
atau ↓
4 Alkalosis metabolik Normal ↑ ↑
atau ↑
Gangguan keseimbangan asam-basa ada 4 macam, yaitu:
1. Asidosis respiratorik (contoh: PPOK)
2. Alkalosis respiratorik (contoh: asthma bronkiale)
3. Asidosis metabolik (contoh: diare)
4. Alkalosis respiratorik (contoh: muntah-muntah)

C. Rentang Nilai
1. pH
Rentang nilai normal : 7,35 – 7,45
Asidosis : <7,35
Alkalosis : >7,45

2. PaO2
Rentang nilai normal : 80 – 100 mmHg
Hipoksemia ringan : 70 – 80 mmHg
Hipoksemia sedang : 60 – 70 mmHg
Hipoksemia berat : <60 mmHg

3. SaO2
Rentang nilai normal : 93% – 98%
Bila nilai SaO2 >80% sudah dapat dipastikan bahwa darah diambil
dari arteri, kecuali pada gagal napas.

4. PaCO2
Rentang nilai normal : 35 – 45 mmHg
Asidosis respiratorik : >45 mmHg (pH turun)
Alkalosis respiratorik : <35 mmHg (pH naik)

5. HCO3
Rentang nilai normal : 22 – 26 mEq/L
Asidosis metabolik : <22 mEq/L (pH turun)
Alkalosis metabolik : >26 mEq/L (pH naik)

6. BE
Rentang nilai normal : -2 s/d +2 mEq/L
Nilai – (negative) : asidosis
Nilai + (positif) : alkalosis

Asidosis
 pH normal dari darah antara 7,35 – 7,45. Jika pH darah di bawah 7,35 berarti
asidosis
 Kadar pCO2 normal adalah 35-45 mmHg. di atas 45 asidosis.
 Kadar normal HCO3 adalah 22-26 mEq/L. Di bawah 22 adalah asidosis.

Alkalosis
 pH normal dari darah antara 7,35 – 7,45. Jika pH darah di atas 7,45 berarti
alkalosis.
 Kadar pCO2 normal adalah 35-45 mmHg. Di bawah 35 adalah alkalosis
 Kadar normal HCO3 adalah 22-26 mEq/L.jika di atas 26 alkalosis

Asidosis Metabolik Dan Respiratorik


Asidosis Metabolik
Ditandai dengan menurunnya kadar HCO3-, sehingga pH menjadi turun.
Biasanya disebabkan oleh kelainan metabolik seperti meningkatnya kadar asam
organik dalam darah atau ekskresi HCO3- berlebihan. Pada kondisi ini, paru-
paru akan memberi respon yang cepat dengan melakukan hiperventilasi
sehingga kadar PCO2 turun. Terlihat sebagai pernafasan kussmaul. Pemberian
ventilasi untuk memperbaiki pola pernafasan justru akan berbahaya, karena
menghambat kompensasi tubuh terhadap kondisi asidosis. Untuk mengetahui
penyebab asidosis metabolik, dapat dilakukan penghitungan anion gap melalui
rumus
(Na+ + K+) – (HCO3– + Cl–)
Batas normal anion gap adalah 10 – 12 mmol/l. Rentang normal ini harus
disesuaikan pada pasien dengan hipoalbumin atau hipofosfatemi untuk
mencegah terjadinya asidosis dengan anion gap yang lebih. Koreksi tersebut
dihitung dengan memodifikasi rumus diatas menjadi

(Na+ + K+) – (HCO3– + Cl–) – (0,2 x albumin g/dl + 1,5 x fosfat mmol/l)
Asidosis dengan peningkatan anion gap, disebabkan oleh adanya asam-asam
organik lain seperti laktat, keton, salisilat, atau etanol. Asidosis laktat biasanya
akibat berkurangnya suplai oksigen atau berkurangnya perfusi, sehingga
terjadilah metabolisme anaerob dengan hasil sampingan berupa laktat. Pada
keadaan gagal ginjal, ginjal tidak mampu mengeluarkan asam-asam organik
sehingga terjadi asidosis dengan peningkatan anion gap. Asidosis dengan anion
gap yang normal disebabkan oleh hiperkloremia dan kehilangan bikarbonat atau
retensi H+. Contohnya pada renal tubular asidosis, gangguan GIT (diare berat),
fistula ureter, terapi acetazolamide, dan yang paling sering adalah akibat
pemberian infus NaCl berlebihan.

Asidosis respiratorik.
Adalah kondisi dimana pH rendah dengan kadar PCO2 tinggi dan kadar HCO3-
juga tinggi sebagai kompensasi tubuh terhadap kondisi asidosis tersebut.
Ventilasi alveolar yang inadekuat dapat terjadi pada keadaan seperti kegagalan
otot pernafasan, gangguan pusat pernafasan, atau intoksikasi obat. Kondisi lain
yang juga dapat meningkatkan PCO2 adalah keadaan hiperkatabolisme. Ginjal
melakukan kompensasi dengan meningkatkan ekskresi H+ dan retensi
bikarbonat. Setelah terjadi kompensasi, PCO2 akan kembali ke tingkat yang
normal.

Alkalosis Metabolik Dan Respiratorik


Alkalosis metabolik
Adalah keadaan pH yang meningkat dengan HCO3- yang meningkat pula.
Adanya peningkatan PCO2 menunjukkan terjadinya kompensasi dari paru-
paru. Penyebab yang paling sering adalah iatrogenik akibat pemberian siuretik
(terutama furosemid), hipokalemia, atau hipovolemia kronik dimana ginjal
mereabsorpsi sodium dan mengekskresikan H+, kehilangan asam melalui GIT
bagian atas, dan pemberian HCO3- atau prekursornya (laktat atau asetat) secara
berlebihan. Persisten metabolik alkalosis biasanya berkaitan dengan gangguan
ginjal, karena biasanya ginjal dapat mengkompensasi kondisi alkalosis
metabolik.

Alkalosis respiratorik
Perubahan primer yang terjadi adalah menurunnya PCO2 sehingga pH
meningkat. Kondisi ini sering terjadi pada keadaan hiperventilasi, sehingga
banyak CO2 yang dilepaskan melalui ekspirasi. Penting bagi dokter untuk
menentukan penyebab hiperventilasi tersebut apakah akibat hipoksia arteri atau
kelainan paru-paru, dengan memeriksa PaO2. Penyebab hiperventilasi lain
diantaranya adalah nyeri hebat, cemas, dan iatrogenik akibat ventilator.
Kompensasi ginjal adalah dengan meningkatkan ekskresi bikarbonat dan K+
jika proses sudah kronik.

Untuk lebih jelasnya dapat melihat gambar di bawah ini.


RESUME PROSEDUR PENGUKURAN CVP

A. Pengertian
CVP adalah memasukkan kateter poli ethylene dari vena tepi sehingga
ujungnya berada di dalam atrium kanan atau di muara vena cava. CVP
disebut juga kateterisasi vena sentralis (KVS). Tekanan vena sentral secara
langsung merefleksikan tekanan pada atrium kanan. Secara tidak langsung
menggambarkan beban awal jantung kanan atau tekanan ventrikel kanan
pada akhir diastole. Menurut Gardner dan Woods nilai normal tekanan vena
sentral adalah 3-8 cmH2O atau 2-6 mmHg. Sementara menurut Sutanto
(2004) nilai normal CVP adalah 4 – 10 mmHg.
Perawat harus memperhatikan perihal :
1. Mengadakan persiapan alat – alat
2. Pemasangan manometer pada standard infus
3. Menentukan titik nol
4. Memasang cairan infus
5. Fiksasi
6. Fisioterapi dan mobilisasi
B. Tujuan
1. Mengetahui tekanan vena sentralis (TVS)
2. Untuk memberikan total parenteral nutrition (TPN) ; makanan kalori
tinggi secara intravena
3. Untuk mengambil darah vena
4. Untuk memberikan obat – obatan secara intra vena
5. Memberikan cairan dalam jumlah banyak dalam waktu yang singkat
6. Dilakukan pada penderita gawat yang membutuhkan erawatan yang
cukup lama
CVP bukan merupakan suatu parameter klinis yang berdiri sendiri, harus
dinilai dengan parameter yang lainnya seperti :
a. Denyut nadi
b. Tekanan darah
c. Volume darah
d. ditentukan oleh kekuatan kontraksi otot jantung. Misal : syock
hipovolemik –> CVP rendah
C. Persiapan untuk pemasangan
1. Persiapan pasien
2. Memberikan penjelasan pd klien dan klg ttg:
- tujuan pemasangan,
- daerah pemasangan, &
- prosedur yang akan dikerjakan
3. Persiapan alat

- Kateter CVP
- Set CVP
- Spuit 2,5 cc
- Antiseptik
- Obat anaestesi lokal
- Sarung tangan steril
- Bengkok
- Cairan NaCl 0,9% (25 ml)
- Plester
4. Cara Kerja
a. Daerah yang Dipasang :
- Vena femoralis
- Vena cephalika
- Vena basalika
- Vena subclavia
- Vena jugularis eksterna
b. Cara Pemasangan :
Cara pengukuran CVP bisa dilakukan dengan 2 metode, yaitu
secara manual dan membaca melalui monitor yang sudah
dihubungkan oleh tranduser. Cara melakukan pengukuran CVP
secara manual, diantaranya :

1. Persiapan alat
Alat yang biasanya digunakan untuk melakukan pengukuran
CVP diantaranya manometer, cairan, water pass, extension
tube, three way, bengkok, plester, dll.
2. Jelaskan tujuan dan prosedur pengukuran CVP kepada
pasien.
3. Posisikan pasien dalam kondisi yang nyaman. Pasien bisa
diposisikan semi fowler (450)
4. Dekatkan alat-alat ke tubuh pasien
5. Menentukan letak zero point pada pasien. Zero point
merupakan suatu titik yang nantinya dijadikan acuan dalam
pengukuran CVP. Zero point ditentukan dari SIC (spatium
inter costa) ke 4 pada linea midclavicula karena SIC ke 4
tersebut merupakan sejajar dengan letak atrium kanan. Dari
midclavicula ditarik ke lateral (samping) sampai mid axilla.
Di titik mid axilla itulah kita berikan tanda.
6. Dari tanda tersebut kita sejajarkan dengan titik nol pada
manometer yang ditempelkan pada tiang infus. Caranya
adalah dengan mensejajarkan titik tersebut dengan angka 0
dengan menggunakan waterpass. Setelah angka 0 pada
manometer sejajar dengan titik SIC ke 4 midaxilla, maka kita
plester manometer pada tiang infus.
7. Setelah berhasil menentukan zero point, kita aktifkan sistem
1 (satu). Caranya adalah dengan mengalirkan cairan dari
sumber cairan (infus) kea rah pasien. Jalur threeway dari
sumber cairan dan ke arah pasien kita buka, sementara jalur
yang ke arah manometer kita tutup.
8. Setelah aliran cairan dari sumber cairan ke pasien lancar,
lanjutkan dengan mengaktifkan sistem 2 (dua). Caranya
adalah dengan mengalirkan cairan dari sumber cairan ke arah
manometer. Jalur threeway dari sumber cairan dan ke arah
manometer dibuka, sementara yang ke arah pasien kita tutup.
Cairan yang masuk ke manometer dipastikan harus sudah
melewati angka maksimal pada manometer tersebut.
9. Setelah itu, aktifkan sistem 3 (tiga). Caranya adalah dengan
cara mengalirkan cairan dari manometer ke tubuh pasien.
Jalur threeway dari manometer dan ke arah pasien dibuka,
sementara jalur yang dari sumber cairan ditutup.
10. Amati penurunan cairan pada manometer sampai posisi
cairan stabil pada angka/titik tertentu. Lihat dan catat
undulasinya. Undulasi merupakan naik turunnya cairan pada
manometer mengikuti dengan proses inspirasi dan ekspirasi
pasien. Saat inspirasi, permukaan cairan pada manometer
akan naik, sementara saat pasien ekspirasi kondisi
permukaan cairan akan turun. Posisi cairan yang turun itu
(undulasi saat klien ekspirasi) itu yang dicatat dan disebut
sebagai nilai CVP. Normalnya nilai CVP adalah 5-12
cmH2O.
11. Nilai CVP yang kurang/rendah artinya pasien dalam kondisi
kurang cairan, mendapatkan ventilasi tekanan negatif, shock,
dll. Sedangkan jika nilai CVP pada pasien cenderung tinggi
artinya klien mengalami kelebihan volume cairan, gagal
jantung kanan, dan pada pasien dengan ventilasi positif.
c. Cara pemasangan :
- Penderita tidur terlentang (trendelenberg)
- Bahu kiri diberi bantal
- Pakai sarung tangan
- Desinfeksi daearah CVP
- Pasang doek lobang
- Tentukan tempat tusukan
- Beri anestesi lokal
- Ukur berapa jauh kateter dimasukkan
- Ujung kateter sambungkan dengan spuit 20 cc yang diisi
NaCl 0,9% 2-5 cc
- Jarum ditusukkan kira – kira 1 jari kedepan medial, ke arah
telinga sisi yang berlawanan
- Darah dihisap dengan spuit tadi
- Kateter terus dimasukkan ke dalam jarum, terus didorong
sampai dengan vena cava superior atau atrium kanan
- Mandrin dicabut kemudian disambung infus -> manometer
dengan three way stopcock
- Kateter fiksasi pada kulit
- Beri betadhin 10%
- Tutup kasa steril dan diplester
Lihat gambar di bawah ini

D. Interprestasi Hasil Tindakan CVP


Pada pemasangan kateter, infus, manometer dihubungkan dengan stopcock
-> amati infus lancar atau tidak Penderita terlentang. Cairan infus kita
naikkan ke dalam manometer sampai dengan angka tertinggi -> jaga jangan
sampai cairan keluar. Cairan infus kita tutup, dengan memutar stopcock
hubungkan manometer akan masuk ke tubuh penderita.
Permukaan cairan di manometer akan turun dan terjadi undulasi sesuai
irama nafas, turun (inspirasi), naik (ekspirasi) Undulasi berhenti -> disitu
batas terahir -> nilai CVP Nilai pada angka 7 -> nilai CVP 7 cmH2O Infus
dijalankan lagi setelah diketahui nilai CVP
a. Nilai CVP
 Nilai rendah : < 4 cmH2O
 Nilai normal : 4 – 10 cmH2O
 Nilai sedang : 10 – 15 cmH2O
 Nilai tinggi : > 15 cmH2O
b. Penilaian CVP Dan Arti Klinisnya
CVP sangat berarti pada penderita yang mengalami shock dan
penilaiannya adalah sebagai berikut:
1. CVP rendah (< 4 cmH2O)
Beri darah atau cairan dengan tetesan cepat.
Bila CVP normal, tanda shock hilang -> shock hipovolemik
Bila CVP normal, tanda – tanda shock bertambah -> shock septik
2. CVP normal (4 – 14 cmH2O)
Bila darah atau cairan dengan hati – hati dan dipantau pengaruhnya
dalam sirkulasi.
Bila CVP normal, tanda – tanda shock negatif -> shock hipovolemik
Bila CVP bertambah naik, tanda shock positif -> septik shock,
cardiogenik shock
3. CVP tinggi (> 15 cmH2O)
Menunjukkan adanya gangguan kerja jantung (insufisiensi kardiak)
Terapi : obat kardiotonika (dopamin)

You might also like