You are on page 1of 29

A.

Paradigma Transaksi Syariah

Transaksi syariah yang dimaksud adalah transaksi yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah.
Transaksi syariah berlandaskan pada paradigma dasar bahwa alam semesta dicipta oleh Tuhan
sebagai amanah (kepercayaan ilahi) dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat manusia
untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual (al falah).

Paradigma dasar ini menekankan setiap aktivitas umat manusia memiliki akuntabilitas dan nilai
ilahiah yang menempatkan perangkat syariah dan akhlak sebagai parameter baik dan buruk,
benar dan salahnya aktivitas usaha. Paradigma ini akan membentuk integritas yang membantu
terbentuknya karakter tata kelola yang baik (good governance) dan disiplin pasar (market
discipline) yang baik.

Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas umat manusia yang berisi
perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi vertikal dengan Tuhan maupun
interaksi horisontal dengan sesama mahluk. Prinsip syariah yang berlaku umum dalam kegiatan
muamalah (transaksi syariah) mengikat secara hukum bagi semua pelaku dan pemangku
kepentingan (stakeholder) entitas yang melakukan transaksi syariah. Akhlak merupakan norma
dan etika yang berisi nilai-nilai moral dalam interaksi sesama mahluk agar hubungan tersebut
menjadi saling menguntungkan, sinergis dan harmonis.

B. Asas Transaksi Syariah

Transaksi syariah berasaskan pada prinsip:


1. persaudaraan (ukhuwah)
2. keadilan (‘adalah)
3. kemaslahatan (maslahah)
4. keseimbangan (tawazun)
5. universalisme (syumuliyah)

Prinsip persaudaraan (ukhuwah) esensinya merupakan nilai universal yang menata interaksi
sosial dan harmonisasi kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dengan
semangat saling tolong menolong. Transaksi syariah menjunjung tinggi nilai kebersamaan dalam
memperoleh manfaat (sharing economic) sehingga seseorang tidak boleh mendapat keuntungan
di atas kerugian orang lain. Ukhuwah dalam transaksi syariah berdasarkan prinsip saling
mengenal (ta’aruf), saling memahami (tafahum), saling menolong (ta’awun), saling menjamin
(takaful), saling bersinergi dan beraliansi (tahaluf).

Prinsip keadilan (‘adalah) esensinya menempatkan sesuatu hanya pada tempatnya dan
memberikan sesuatu hanya pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai posisinya.
Implementasi keadilan dalam kegiatan usaha berupa aturan prinsip muamalah yang melarang
adanya unsur:
1. riba (unsur bunga dengan segala bentuk dan jenisnya, baik riba nasiah maupun fadhl)
2. kezaliman (unsur yang merugikan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan)
3. maysir (unsur judi dan sikap spekulatif)
4. gharar (unsur ketidakjelasan)
5. haram (unsur haram baik dalam barang maupun jasa serta aktivitas operasional yang terkait)

Esensi riba adalah setiap tambahan pada jumlah piutang yang dipersyaratkan dalam transaksi
pinjam meminjam uang serta derivasinya dan transaksi tidak tunai lainnya, seperti murabahah
tangguh; dan setiap tambahan yang dipersyaratkan dalam transaksi pertukaran antar barang-
barang ribawi termasuk pertukaran uang (money exchange) yang sejenis secara tunai maupun
tangguh dan yang tidak sejenis secara tidak tunai.

Esensi kezaliman (dzulm) adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, memberikan
sesuatu tidak sesuai ukuran, kualitas dan temponya, mengambil sesuatu yang bukan haknya dan
memperlakukan sesuatu tidak sesuai posisinya. Kezaliman dapat menimbulkan kemudharatan
bagi masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya sebagian; atau membawa kemudharatan bagi
salah satu pihak atau pihak-pihak yang melakukan transaksi.

Esensi maysir adalah setiap transaksi yang bersifat spekulatif dan tidak berkaitan dengan
produktifitas serta bersifat perjudian (gambling).

Esensi gharar adalah setiap transaksi yang berpotensi merugikan salah satu pihak karena
mengandung unsur ketidakjelasan, manipulasi, dan exploitasi informasi serta tidak adanya
kepastian pelaksanaan akad.
Bentuk-bentuk gharar antara lain:
1. tidak adanya kepastian penjual untuk menyerahkan obyek akad pada waktu terjadi akad, baik
obyek akad itu sudah ada maupun belum ada
2. menjual sesuatu yang belum berada di bawah penguasaan penjual
3. tidak adanya kepastian kriteria kualitas dan kuantitas barang/jasa
4. tidak adanya kepastian jumlah harga yang harus dibayar dan alat pembayaran
5. tidak adanya ketegasan jenis dan obyek akad
6. kondisi obyek akad tidak dapat dijamin kesesuaiannya dengan yang ditentukan dalam
transaksi
7. adanya unsur eksploitasi salah satu pihak karena informasi yang kurang atau dimanipulasi dan
ketidaktahuan atau ketidakpahaman yang ditransaksikan.

Esensi haram adalah segala unsur yang dilarang secara tegas dalam Al Quran dan As Sunnah.

Prinsip kemaslahatan (maslahah) esensinya merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat yang
berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif.
Kemaslahatan yang diakui harus memenuhi 2 unsur, yaitu kepatuhan syariah (halal) serta
bermanfaat dan membawa kebaikan (thayib) dalam semua aspek secara keseluruhan yang tidak
menimbulkan kemudharatan. Transaksi syariah yang dianggap bermaslahat harus memenuhi
secara keseluruhan unsur-unsur yang menjadi tujuan ketetapan syariah (maqasid syariah) yaitu
berupa pemeliharaan terhadap:
1. aqidah, keimanan dan ketakwaan (dien)
2. akal (‘aql)
3. keturunan (nasl)
4. jiwa dan keselamatan (nafs)
5. harta benda (mal)

Prinsip keseimbangan (tawazun) esensinya meliputi keseimbangan aspek material dan spiritual,
aspek privat dan publik, sektor keuangan dan sektor riil, bisnis dan sosial, keseimbangan aspek
pemanfaatan dan kelestarian. Transaksi syariah tidak hanya menekankan pada maksimalisasi
keuntungan perusahaan semata untuk kepentingan pemilik (shareholder). Sehingga manfaat yang
didapatkan tidak hanya difokuskan pada pemegang saham, akan tetapi pada semua pihak yang
dapat merasakan manfaat adanya suatu kegiatan ekonomi.

Prinsip universalisme (syumuliyah) esensinya dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua
pihak yang berkepentingan (stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras, dan golongan,
sesuai dengan kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin).

Transaksi syariah terikat dengan nilai-nilai etis meliputi aktivitas sektor keuangan dan sektor riil
yang dilakukan secara koheren tanpa dikotomi sehingga keberadaan dan nilai uang merupakan
cerminan aktivitas investasi dan perdagangan.

C. Karakteristik Transaksi Syariah

Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan asas transaksi syariah harus
memenuhi karakteristik dan persyaratan sebagai berikut:
1. transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha
2. prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang obyeknya halal dan baik (thayib)
3. uang hanya berfungsi sabagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai komoditas
4. tidak mengandung unsur riba
5. tidak mengandung unsur kezaliman
6. tidak mengandung unsur maysir
7. tidak mengandung unsur gharar
8. tidak mengandung unsur haram
9. tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money) karena keuntungan yang
didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan risiko yang melekat pada kegiatan usaha terebut
sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil ghurmi (no gain without accompanying risk)
10. transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk keuntungan
semua pihak tanpa merugikan pihak lain sehingga tidak diperkenankan menggunakan standar
ganda untuk satu akad serta tidak menggunakan dua transaksi bersamaan yang berkaitan
(ta’alluq) dalam satu akad
11. tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan (najasy), maupun melalui rekayasa
penawaran
12. tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah).

Transaksi syariah dapat berupa aktivitas bisnis yang bersifat komersial maupun aktivitas sosial
yang bersifat nonkomersial. Transaksi syariah komersial dilakukan antara lain berupa:
1. investasi untuk mendapatkan bagi hasil
2. jual beli barang untuk mendapatkan laba
3. pemberian layanan jasa untuk mendapatkan imbalan.
Transaksi syariah non komersial dilakukan antara lain berupa:
1. pemberian dana pinjaman atau talangan (qardh)
2. penghimpunan dan penyaluran dana sosial seperti zakat, infak, sedekah, wakaf, hibah.

Disampaikan oleh: Nyata Nugraha (Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah_MES


Semarang)

Referensi: Standar Akuntansi Keuangan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, 2007


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam memahami akuntansi perbankan syari’ah maupun lembaga syari’ah, maka


ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan
keuangan perbankan syari’ah yang memuat tentang karakteristik bank atau lembaga keuangan
syari’ah, pemakai kebutuhan informasi, tujuan akuntansi keuangan, tujuan laporan keuangan,
asumsi dasar .
Dan yang kedua tentang PSAK 59 yang memuat atau mengatur tentang
pengakuan, pengukuran, pengungkapan dan penyajian tentang produk keuangan perbankan
syari’ah seperti mudharabah, murabahah, musyarakah, istishna’, salam dan berbagai kegiatan
berbasis imbalan lainnya.Hadirnya PSAK 59 tentang akuntansi perbankan syari’ah termasuk pada
pembiayaan musyarakah suatu kebanggaan bahwa bank syari’ah telah mempunyai acuan
melakukan pembukuan transaksinya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa tujuan dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syari’ah?
2. Siapa saja pemakai kebutuhan informasi?
3. Apa saja karakteristik bank syari’ah dan transaksinya?
4. Apa saja Tujuan dari Laporan Keuangan?
5. Apa asumsi dasar laporan keuangan?
6. Apa saja unsure (komponen laporan keuangan)?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tujuan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syari’ah (KDPPLKS)

Kerangka dasar ini menyajikan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan
keuangan bagi para penggunanya. Kerangka ini berlaku untuk semua jenis transaksi syari’ah yang
dilaporkan oleh entitas syariah maupun entitas konvensional baik sektor publik maupun sektor
swasta.[1]Tujuan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syari’ah ini
adalah untuk digunakan sebagai acuan bagi :

1. Penyusun standar akuntansi keuangn syari’ah, dalam pelaksanaan tugasnya;


2. Penyusun laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah akuntansi syari’ah yang belum diatur
dalam standar akuntansi keuangan syari’ah;
3. Auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun sesuai dengan
prinsip syari’ah yang berlaku umum; dan
4. Para pemakai Laporan Keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan syari’ah.[2]

B. Pemakai dan Kebutuhan Informasi

Pemakai laporan keuangan menggunakan laporan keuangn untuk memenuhi beberapa


kebutuhan informasi yang berbeda. Beberapa kebutuhan ini meliputi :

1. Invertor,mereka membutuhkan informasi untuk membantu menentukan apakah harus membeli,


menahan atau menjual investasi tersebut. Pemegang saham juga tertarik pada informasi yang
memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perbankan syari’ah untuk membayar deviden.
2. Pemberi dana Qard, pemberi dana qard tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan
mereka untuk memutuskan apakah dana qard dapat dibayar pada saat jatuh tempo.
3. Pemilik dana titipan, pemilik dana titipan tertarik dengan informasi keuangn untuk memungkinkan
mereka dalam memutuskan apakah dana titipan dapat diambil setiap saat.
4. Pembayar dan penerima zkat, infak, sedekah, dan wakaf, pembayar dan penerima zakat, infak,
sedekah, dan wakaf, serta mereka yang berkepentingan akan informasi mengenai sumber dan
penyaluran dana tersebut.
5. Karyawan, mereka tertarik pada informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perbankan
syari’ah.Mereka juga tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai
kemampuan perbankan syari’ah dalam memberikan balas jasa, manfaat pensiun dan kesempatan
kerja.
6. Pemasok dan mitra usaha lainnya, pemasok dan mitra usaha lainnya tertarik dengan informasi
yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terhutang akan dibayar pada
saat jatuh tempo. Mitra usaha berkepentingan pada perbankan syari’ah dalam tenggang waktu yang
lebih pendek dari pada pemberian pinjaman qard kecuali kalau sebagai pelanggan utama mereka
tergantung pada kelangsungan hidup perbankan syari’ah.
7. Pelanggan, para pelanggan berkepentingan denagn informasi mengenai kelangsungan hidup
perbankan syari’ah, terutama kalau mereka terlibat dalam perjanjian jangka panjang dengan, atau
tergantung pada perbankan syari’ah.
8. Pemerintah, pemerintah dan berbagai lembaga yang berada dibawah kekuasaannya
berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan karena itu berkepentingan dengan aktivitas
perbankan syari’ah. Mereka juga membutuhkan informasi untuk mengatur aktivitas perbankan
syari’ah, menetapkan kebijakan pajak, dan sebagai dasar untuk menyusuna statistik penpadatan
nasional dan statistik lainnya.
9. Masyarakat, perbankan syari’ah mempengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai cara misalnya
perbankan syari’ah dapat memberikan kontribusi berarti pada perekonomian nasional, termasuk
jumlah orang yang dipekerjakan dan perlindungan pada penanam modal domestic, laporan
keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan infirmasi kecenderungan (tren) dan
perkembangan terakir kemakmuran perbankan syari’ah serta rangkaian aktivitasnya.[3]

Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan bersifat umum. Dengan demikian
tidak sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan informasi setiap pemakai. Berhubung para investor
saham dan pemilik dan syirkah temporer merupakan penanam modal(dana beresiko) ke perbankan
syariah, maka ketentuan laporan keuangan yang memenuhi kebutuhan mereka juga akan
memenuhi sebagian besar kebutuhan pemakai lain. Manajemen perbankan syari’ah memikul
tanggung jawab utama dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan perbankan syari’ah.
Manajemen juga berkepentingan dengan informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan meskipun memiliki akses terhadap informasi manajemen dan keuangan tambahan yang
membantu dalam melaksanakan tanggung jawab perencanaan, pengendalian dan pengambilan
keputusan. Manajemen memiliki kemampuan untuk menentukan bentuk dan isi informasi
tambahan tersebut untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Namun demikian, pelaporan informasi
semacam itu berada diluar ruang lingkup kerangka dasar ini. Bagaimanapun juga, laporan
keuangan yang diterbitkan didasarkan pada informasi yang digunakan manajemen tentang posisi
keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan.[4]

C. Karakteristik Bank Syari’ah dan Transaksi Syari’ah

 Karakteristik Bank syari’ah


Direktorat Perbankan Syari’ah BI menguraikan ada 7 karakteristik utama yang menjadi
prinsip sistem Perbankan Syari’ah di Indonesia yaitu :
1. Universal, memandang bahwa bank syari’ah berlaku untuk setiap orang tanpa memandang
perbedaan kemampuan ekonomi maupun perbedaan agama.
2. Adil,memberikan sesuatu hanya kepada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai
dengan posisinya dan melarang adanya unsure maysir(unsure spekulasi atau untung-untungan),
gharar (ketidak jelasan), haram, riba’.
3. Transparan,dalam kegiatannya bank syari’ah sangat terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat.
4. Seimbang, mengembangkan sektot keuangan melalui aktivitas perbankan syari’ah yang
mencangkup pengembangan sector riil dan UMKM ( Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah)
5. Maslahat, bermanfaat dan membawa kebaikan bagi seluruh aspek kehidupan.
6. Variatif,Produk bervariasi.
7. Fasilitas, banyak fasilitas yang telah disediakan.[5]

 Karakteristik Transaksi Syari’ah


Transaksi syari’ah terkait dengan nilai-nilai etis meliputi aktivitas sector keuangan dan
sector riil yang dilakukan secara koheren tanpa dikotomi sehingga keberadaandan nilai uang
merupakan cerminan aktivitas investasi dan perdagangan. Implementasi transaksi yang sesuai
dengan peradigma dan azas transaksi syari’ah harus memenuhi karakteristik dan persyaratan
berikut :

a. Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha;
b. Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik;
c. Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan prngukur nilai, bukan sebagai komoditas;
d. Tidak mengandung unsure riba ;
e. Tidak mengadung unsur kezaliman;
f. Tidak mengadung unsur maysir;
g. Tidak mengandung unsur gharar;
h. Tidak mengadung unsur haram;
i. Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money) karena keuntungan yang
didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan risiko yang melekat pada kegiatan usaha tersebut
sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil ghurmi (no gain without accompanying risk).
j. Transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk keuntungan
semua pihak tanpa merugikan pihak lain sehingga tidak diperkenankan menggunakan standart
ganda harga umtuk satu akad serta tidak mrnggunakan dua transaksi bersamaan yang berkaitan
(ta’alluq) dalam suatu akad.
k. Tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan maupun melalui rekayasa penawaran.
l. Tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap.
Transaksi syari’ah dapat berupa aktivitas bisnis yang bersifat komersial maupun yang bersifat
social yang bersifat non komersial.Transaksi syari’ah komersial dilakukan antara lain berupa :
investasi untuk mendapatkan bagi hasil , jual beli barang untuk mendapatkan laba, dan atau
pemberian layanan jasa untuk mendapatkan imbalan. Transaksi syari’ah nonkomersial dilakukan
antara lain berupa : pemberian dana pinjaman atau talangan qard, penghimpunan dan penyaluran
dan social seperti zakat, infak, sedekah, wakaf, dan hibah.[6]
D. Tujuan Laporan Keuangan

Tujuan laporan keungan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan,
kinerja serta pembahasan posisi keuangan suatu perbankan syari’ah yang bermanfaat bagi
sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Disamping itu, tujuan lainnya
adalah :

a. Meningkatkan kepatuhan dalam prinsip syari’ah dalm semua transaksi dan kegiatan usaha.
b. Informasi kepatuhan perbankan syari’ah terhadap prinsip syari’ah, serta informasi asset,
kewajiban , pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syari’ah bila dan bagaimana
perolehan dan penggunaannya.
c. Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab perbankan syari’ah
terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya pad tingkat keuntungan yang
layak, dan
d. Informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh penanam modal dan pemilik
dana syirkah temporer, dan informasi pemenuhan kewajiban fungsi social perbankan syari’ah,
termasuk pengelolaan dan penyaluran dana ZISWAF.

Laporan Keuangan yang disusun untuk tujuan ini memenuhi kebutuhan bersama sebagian
besar pemakai. Namun demikian, laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang
mungkin dibutuhkan pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi karena secar umum
menggambarkan penggaruh keuangan dari kejadian dimasa lalu, dan tidak diwajibkan untuk
menyediakan informasi nonkeuangan. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah
dilakukan manajemen, atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan
kepadanya.Pemakai yang ingin menilai apa yang telah dilakukan atau pertanggungjawaban
manajemen berbuat demikian agar mereka dapat membuat keputusan ekonomi .[7]
E. Asumsi Dasar Laporan Keuangan

Dasar Akrual untuk mencapai tujuannya , laporan keuangan disusun atas dasar
akrual.Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (dan
bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan diungkapkan dalam catatan
akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Laporan
keuangan yang disusun atas dasar akrual memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya
transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas, tetapi juga kewajiban
pembayaran kas dimasa depan serta sumber daya yang merespresentasikan kas yang akan diterima
dimasa depan.Oleh karena itu, laporan keuangan menyediakan informasi transaksi masalalu dan
peristiwa lainnya yang paling berguna bagi pemakai dalam pengambilan keputusan
ekonomi.Perhitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usahs menggunakan dasar kas.
Dalam hal prinsip pembagian hasil usaha berdasrkan bagi hasil, pendapatan atau hasil yang
dimaksud adalah keuntungan bruto (gross profit).
Kelangsungan usaha, laporan keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan
usaha perbankan syari’ah dan akan melanjutkan usahanya dimasa depan. Karena itu, perbankan
syari’ah diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau mengurangi secara
material skala usahanya. Jika yang dimaksud, atau keinginan tersebut timbul, laporan keuangn
mungkin harus disusun dengan dasra yang berbeda dan dasar yang digunakan harus diungkap.[8]

F. Unsur-unsur(Komponen Laporan Keuangan Bank Syari’ah)


Sesuai karakteristik maka laporan keuangan perbankan syari’ah anatara lain meliputi :
a. Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan komersial:
(i) Laporan posisis keuangan
(ii) Laporan laba rugi
(iii) Laporan arus kas;dan
(iv) Laporan perubahan ekuitas
b. Komponen laporan keuangan yang mencermonkan kegiatan ssosial:
(i) Laporan sumber dan penggunaan dana zakat;dan
(ii) Laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan.
c. Komponen laporan keuangan lainnya yang mencerminkan kegiatan dan tanggung jawab khusus
perbankan syari’ah tersebut.

Laporan keuangan menggambarkan dampak keuanagan dari transaksi dan peristiwa lain
yang diklarifikasi dan dalam berdbeda kelompok besar menurut karakteristik ekonomi.Kelompok
besar ini merupakan unsure laporan keuangan.Unsur yang berkaitan secara langsung dengan
pengukuran posisi keuangan adalah asset, kewajiban, dana syirkah temporer, dan ekuitas. Sedang
unsure yang berkaitan dengan pengurangan kinerja dalam laporan laba rugi adalah penghasilan
beban.Laporan perubahan posisi keuanagan biasanya mencerminkan berbagai unsure laporan laba
rugi dan perubahan dalam berbagai unsure neraca denagan demikian, kerangka dasar ini tidak
mengidentifikasikan unsure laporan perubahan posisi keuangan secara khusus.
Penyajian berbagai unsure ini dalam neraca dan laporan laba rugi memerlukan proses
subklasifikasi misalnya, asset dan kewajiban dapat diklasifikasikan menurut hakikat atau
fungsinya dalam bisnis perbankan syari’ah yang paling berguna lagi pemakai untuk tujuan
pengambil keputusan ekonomi.[9]

KESIMPULAN
Kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah ini menyajikan
konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi para penggunanya.
Pemakai laporan keuangan menggunakan laporan keuangn untuk memenuhi beberapa kebutuhan
informasi yang berbeda. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan bersifat umum.
Manajemen juga berkepentingan dengan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan
meskipun memiliki akses terhadap informasi manajemen dan keuangan tambahan yang membantu
dalam melaksanakan tanggung jawab perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan.
Laporan keungan menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta
pembahasan posisi keuangan suatu perbankan syari’ah.

DAFTAR PUSTAKA

http://lidonarta.blogspot.com/2012/07/kerangka-dasar-penyusunan-dan-penyajian.html.diakses pada 17-09-13


Pkl.12.30
Suwiknyo Dwi.,Analisis Laporan Keuangan Perbankan Syari’ah. 2010

http://www.slideshare.net/namlaelfa/kerangka-dasar-penyusunan-dan-penyajian-laporan-
keuangan-syariah

[1] http://lidonarta.blogspot.com/2012/07/kerangka-dasar-penyusunan-dan-penyajian.html.diakses pada 17-


09-13 Pkl.12.30
[2] Dwi Suwiknyo.,Analisis Laporan Keuangan Perbankan Syari’ah.(Yogyakarta:Pustaka
Pelajar.2010) hlm.69-70
[3] Ibid,Dwi Suwiknyo, Analisis Lap.Keuangan.hlm.70-72
[4]Ibid,Dwi Suwiknyo, Analisis Lap.Keuangan,hlm.73-74
[5]http://www.slideshare.net/namlaelfa/kerangka-dasar-penyusunan-dan-penyajian-
laporan-keuangan-syariah
[6] Ibid, Dwi Suwiknyo,Analisis Lap.Keuangan.hlm.78-80
[7]Ibid,Dwi Suwiknyo,Analisis Lap.Keuangan.hlm80-81
[8]Ibid,Dwi Suwiknyo,Analisis Lap.Keuangan.hlm.85
[9]Ibid,Dwi
Suwiknyo,Analisis Lap.Keuangan.hlm.94-95
Diposkan oleh indra riski di 00.54

Kerangka Dasar Penyusunan Dan Penyajian Laporan Keuangan Syari'ah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam makalah ini kami sama sekali tidak menganggap, tulisan ini telah
menguraikan secara terperinci mengenai semua ilmu yang berkaitan tentang pengantar akuntansi
syari’ah. Karena, dalam pembelajaran tentang akuntansi syari’ah itu sangat luas cangkupannya
dan melibatkan beberapa ilmu.
Pembahasan seputar ilmu akuntansi syari’ah yang kami paparkan mungkin belum cukup

sempurna dan masih terdapat kesalahan. Yang pada akhirnya, kami sarankan kepada para

pembaca, semoga dengan makalah ini dapat membangun rasa cinta kita kepada Sang Kholik.

B. Rumusan Masalah

1. Apa tujuan kerangka dasar penyusunan akuntansi syari’ah ?

2. Bagaimana asas transaksi syari’ah ?

3. Apa saja karakteristik transaksi syari’ah ?

4. Bagaimana tujuan akuntansi syari’ah ?

5. Bagaimana syarat-syarat laporan keuangan ?

6. Bagaimana bentuk laporan keuangan syariah ?

7. Bagaimana unsur-unsur laporan keuangan ?

8. Bagaimana unsur-unsur laporan keuangan Bank Syariah ?

9. Bagaimana karakteristik kualitatif laporan keuangan ?


C. Tujuan Masalah

Untuk mengetahui tujuan kerangka dasar penyusunan akuntansi syari’ah, asas transaksi

syari’ah, karakteristik transaksi syari’ah, tujuan akuntansi syari’ah, syarat-syarat laporan

keuangan, bentuk laporan keuangan syariah, unsur-unsur laporan keuangan, unsur-unsur laporan

keuangan Bank Syariah dan karakteristik kualitatif laporan keuangan.

BAB II

KERANGKA DASAR PENYUSUNAN DAN PENYAJIAN LAPORAN

KEUANGAN SYARI’AH

A. Tujuan Kerangka Dasar

Dalam kerangka dasar ini menyajikan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian

laporan keuangan bagi para penggunanya. Kerangka ini berlaku untuk semua jenis transaksi
syariah yang dilaporkan oleh entitas syariah maupun entitas konvensional baik sektor publik

maupun sektor swasta. Tujuan kerangka dasar ini adalah untuk digunakan sebagai acuan bagi :1[1]

1. Penyusun standar akuntansi keuangan syariah, dalam pelaksanaan tugasnya.

2. Penyusun laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah akuntansi syariah yang belum di atur

dalam standar akuntansi keuangan syariah.

3. Auditor dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun sesuai dengan

prinsip akuntansi syariah yang berlaku umum.

4. Para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam keuangan

yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan syariah.

Sebagaimana diketahui proses melahirkan laporan keuangan ini dalam Akuntansi Barat sudah

jelas dan sangat sudah teratur. Karena bukan saja diatur oleh penyusunan laporan keuangan

(General Accepted Accounting Principe) juga system atau proses melahirkannya (Accounting

System). Bahkan dalam Akuntansi Barat hasil penyusunan laporan keuangan ini tidak begitu saja

diterima oleh masyarakat harus melalui verifikasi (audit) dari lembaga independen yang juga

memiliki disiplin dan aturan tersendiri. Profesi pemeriksa ini disebut independent auditor. Untuk

menjadi independen auditor ini diperlukan persyaratan antara lain diperoleh dari General Accepted

Accounting Principle :2[2]

a) Ia harus memiliki keahlian dalam bidang audit.

b) Ia harus bertindak objektif tidak memihak dan independen.

c) Dalam melaksanakan tugasnya ia harus menerapkan prinsip kehati-hatian.

d) Untuk berbagai Negara diatur lagi persyaratan pemberian izin praktek.

1[1] Sri Nurhayati, 2012. Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta : Salemba Empat, hal. 92

2[2] Sofyan Syafri Harahap, 2004. Akuntansi Islam, Jakarta : PT Bumi Aksara, hal. 38-39
e) Profesi sendiri memiliki disiplin ilmu auditing ketat.

B. Asas Transaksi Syariah

Dalam penyusunan kerangka dasar dan penyajian laporan keuangan syariah terdapat asas-

asas transaksi syariah yang harus dipenuhi, yaitu sebagai berikut :3[3]

1. Persaudaraan (ukhuwah), yang berarti bahwa transaksi syariah menjunjung tinggi dalam

memperoleh manfaat, sehingga seseorang tidak boleh mendapatkan keuntungan di atas kerugian

orang lain. Prinsip ini didasarkan atas prinsip saling mengenal (ta’aruf), saling memahami

(tafahum), saling menolong (ta’awun), saling menjamin (tafakul), saling bersinergi dan beraliansi

(tahaluf).

2. Keadilan (‘adalah), yang berarti selalu menempatkan sesuatu hanya pada yang berhak dan sesuai

dengan posisinya.

3. Kemaslahatan (maslahah), yaitu segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi

dan ukhwari, material dan spiritual, serta individual dan kolektif.

4. Keseimbangan (tawazun), yaitu keseimbangan antara aspek material dan spiritual, antara aspek

privat dan publik, antara sektor keuangan dan sektor riil, antara bisnis dan sosial serta antara aspek

pemanfaatan serta pelestarian.

5. Universalisme (syumuliyah), di mana esensinya dapat dilakukan oleh, dengan dan untuk semua

pihak yang berkepentingan tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan sesuai dengan

semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin).

C. Karakteristik Transaksi Syariah

3[3] Sri Nurhayati, 2012. Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta : Salemba Empat, hal. 93-94
Ada beberapa implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan asas transaksi

syariah harus memenuhi karakteristik dan persyaratan antara lain :4[4]

1. Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling rida.

2. Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik (thayib).

3. Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai komoditas.

4. Tidak mengandung unsur riba.

5. Tidak mengandung unsur kezaliman.

6. Tidak mengandung unsur maysir.

7. Tidak mengandung unsur gharar.

8. Tidak mengandung unsur haram.

Karakteristik tersebut dapat diterapkan pada transaksi bisnis yang bersifat komersial maupun

yang bersifat nonkomersial.

D. Tujuan Laporan Keuangan

Tujuan utama laporan keuangan adalah menyediakan informasi, menyangkut posisi

keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi

sebagian besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Dalam rangka mencapai tujuan

tersebut, suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas syari’ah yang meliputi

:5[5]

(a) Aset

(b) Kewajiban

(c) Dana syirkah temporer

4[4] Sri Nurhayati, 2012. Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta : Salemba Empat, hal. 94-95

5[5] Dwi Suwiknyo, 2010. Pengantar Akutansi Syariah, Yogyakarta : Pustaka Belajar, hal. 123
(d) Ekuitas

(e) Pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian

(f) Arus kas

(g) Dana zakat dan

(h) Dana kebajikan.

Dan beberapa tujuan lainnya adalah:6[6]

1. Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan usaha.

2. Informasi kepatuhan entitas syariah tidak sesuai dengan prinsip syariah, serta informasi aset,

kewajiban pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah bila ada dan bagaimana

perolehan dan penggunaannya.

3. Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tangung jawab entitas syariah terhadap

amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikan pada tingkat keuntungan yang layak.

4. Informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh penanam modal dan pemilik

dana syirkah temporer dan informasi mengenai pemenuhan kewajiban (obligatio) fungsi social

entitas termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah, dan wakaf.

Laporan keuangan harus menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan, dan

arus kas entitas syariah dengan menerapkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan secara benar

disertai pengungkapan yang diharuskan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan dalam Catatan

atas Laporan Keuangan. Informasi lain tetap diungkapkan untuk menghasilkan penyajian yang

wajar walaupun pengungkapkan tersebut tidak diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi

Keuangan.

6[6] Sri Nurhayati, 2012. Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta : Salemba Empat, hal. 95
Laporan keuangan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bersama sebagai pengguna laporan

keuangan, serta dapat digunakan sebagai bentuk laporan dan pertanggungjawaban manajemen atas

sumber daya yang dapat dipercayakan kepadanya.

E. Syarat-Syarat Laporan Keuangan

Salah satu untuk membuat laporan keuangan harus memenuhi beberapa syarat-syarat yang

harus dipenuhi, yaitu sebagai berikut :7[7]

1. Relevan merupakan data yang diolah ada kaitannya dengan transaksi.

2. Jelas dan dapat dipahami merupakan informasi yang disajikan harus ditampilkan sedemikian rupa

sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh semua pembaca laporan keuangan.

3. Dapat diuji kebenarannya merupakan data dan informasi yang disajikan harus dapat ditelusuri

pada bukti asalnya.

4. Netral merupakan laporan keuangan yang disajikan dapat dipergunakan oleh semua pihak.

5. Tepat waktu merupakan laporan keuangan harus memiliki periode pelaporan

6. Dapat diperbandingkan merupakan laporan keuangan yang disajikan harus dapat diperbandingkan

dengan periode-periode sebelumnya.

7. Lengkap merupakan data yang disajikan dalam informasi akuntansi harus lengkap.

F. Bentuk Laporan Keuangan

Laporan keuangan entitas syariah terdiri atas :8[8]

7[7] Veithzal Rivai, 2010. Islamic Banking, Jakarta : PT Bumi Aksara, hal. 877

8[8] Sri Nurhayati, 2012. Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta : Salemba Empat, hal. 95-96
 Posisi Keuangan Entitas Syariah, disajikan sebagai neraca. Laporan ini menyajikan informasi

tentang sumber daya yang dikendalikan, struktur keuangan, likuiditas dan solvabilitas serta

kemampuan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Laporan ini berguna untuk memprediksi

kemampuan perusahaan dimasa yang akan datang.

 Informasi Kinerja Entitas Syariah, disajikan dalam laporan laba rugi. Laporan ini diperlukan

untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa

depan.

 Informasi Perubahan Posisi Keuangan Entitas Syariah, yang dapat disusun berdasarkan definisi

dana seperti seluruh sumber daya keuangan, modal, kerja, asset likuid atau kas. Kerangka ini tidak

mendefinisikan dana secara spesifik. Akan tetapi, melalui laporan ini dapat diketahui aktivitas

investasi, pendanaan, dan operasi selama periode pelaporan.

 Informasi Lain, seperti Laporan Penjelasan tentang Pemenuhan Fungsi Sosial Entitas Syariah.

Merupakan informasi yang tidak diatur secara khusus tetapi relevan bagi pengambilan keputusan

sebagian besar pengguna laporan keuangan.

 Catatan dan Skedul Tambahan, merupakan penampung dari informasi tambahan yang relevan

termasuk pengungkapan tentang resiko dan ketidakpastian yang mempengeruhi entitas. Informasi

tentang segmen industri dan geografi serta pengaruh perubahan harga terhadap entitas juga dapat

disajikan.

G. Unsur-Unsur Laporan Keuangan

Sesuai karakteristik, laporan keuangan entitas syariah, antara lain meliputi:9[9]

9[9] Sri Nurhayati, 2012. Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta : Salemba Empat, hal. 99-100
1. Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan komersial yang terdiri atas laporan

keuangan, laporan laba rugi, laporan arus kas, serta laporan perubahan ekuitas

a.Posisi keuangan

Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aset,

kewajaban dana syirkah temporer dan ekuitas. Pos-pos ini di definisikan sebagai berikut.

1) Asset adalah sumber daya yang di kuasai oleh entitas syariah sebagai akibat dari peristiwa masa

lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan di harapkan akan di peroleh entitas syariah.

2) Kewajiban merupakan utang entitas syariah masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu,

penyelesaiannya di harapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya entitas syariah yang

mengandung manfaat ekonomi.

3) Dana syirkah temporer adalah dana yang di terima sebagai investasi dengan jangka waktu

tertentu dari individu dan pihak lainnya di mana entitas syariah mempunyai hak untuk mengelola

dan menginvestasikan dana tersebut dengan pembagian hasil investasi berdasarkan kesepakatan.

Dana syirkah temporer tidak dapat digolongkan sebagai kewajiban, karena entitas syariah

tidak berkewajiban untuk mengembalikan dana awal dari pemilik dana ketika mengalami

kerugian kecuali akibat kelalaian atau wanprestasi entitas syariah. Namun demikian, dia juga

tidak dapat di golongkan sebagai ekuitas karena mempunyai waktu jatuh tempo dan tidak

memiliki hak kepemilikan yang sama dengan pemegang saham.

4) Ekuitas adalah hak residual atas aset entitas syariah setelah dikurangi semua kewajiban dan dana

syirkah temporer. Ekuitas dapat di subklasifikasikan menjadi setoran modal pemegang saham,

saldo laba, penyisihan saldo laba dan penyisihan penyusuaian pemeliharaan modal.

b. Kinerja
Unsur yang langsung berkaitan dengan pengukuran penghasilan bersih( laba) adalah

penghasilan dan beban.unsur penghasilan dan bebandi devinisikan sebagai berikut:

a) Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi

dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan

kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal, penghasilan (income)

meliputi pendapatan (revenues) maupun keuntungan (gain)

b) Beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam

bentuk arus keluar atau bekurang nya aset atau terjadi kewajiban yang mengakibatkan penurunan

ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal ,termasuk di dalam nya

beban untuk pelaksanaan aktivitas entitas syariah maupun kerugian yang timbul.

H. Unsur-Unsur Laporan Keuangan Bank Syariah

Ada beberapa yang harus dipenuhi dalam unsure-unsur keuangan Bank Syariah, sebagai

berikut :10[10]

1. Laporan posisi keuangan ( statement of financial position)

2. Laporan laba rugi (statement of income)

3. Laporan arus kas (statement of cash flows)

4. Laporan laba ditahan atau saldo laba (statement of retained earning)

5. Laporan perubahan dana investasi terikat (statement of change in restricted investment)

6. Laporan sumber dan penggunaan dana zakat, infaq, dan shadaqah (statement of source and

use of fund in zakat and charity fund)

7. Laporan sumber dan penggunaan dana qadhuk hasan (statement of source of fund in qard

fund)

10[10] Sri Nurhayati, 2012. Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta : Salemba Empat, hal. 101
Empat laporan pertama adalah unsur laporan keuangan yang sudah dikenal selama ini secara

konvensional, sedangkan tiga yang terakhir bersifat khas. Ketiga laporan yang terakhir muncul

akibat perbedaan peran dan fungsi bank syariah, dibandingkan bank konvensional.

I. Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan

Karakteristik kualitatif merupakan cirri khas yang membuat informasi dalam laporan

keuangan berguna bagi pemakai. Terdapat empat karakteristik kualitatif pokok, yaitu : dapat

dipahami, relevan, keandalan, dan dapat diperbandingkan.11[11]

1. Dapat dipahami

Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya

untuk segera dapat dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini, pemakai diasumsikan memiliki

pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk

mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar. Namun demikian, informasi kompleks yang

seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan tidak dapat dikeluarkan hanya atas dasar

pertimbangan bahwa informasi tersebut terlalu sulit untuk dapat dipahami oleh pemakai tertentu.

2. Relevan

Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam

proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan kalau dapat mempengaruhi

keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa

kin atau masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu.

11[11] Sri Nurhayati, 2012. Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta : Salemba Empat, hal. 96-97
Relevan berarti juga harus berguna untuk peramalan (predictive) dan penegasan (confirmatory)

atas transaksi yang berkaitan satu sama lain.

Relevan juga dipengaruhi oleh hakikat dan tingkat meterialitasnya. Tingkat meterialitas

ditentukan berdasarka pengaruh kelalaian (ambang batas) terhadap keputusan ekonomi pemakai

yang diambil atas dasar laporan keuangan. Oleh karena itu, meterialitas dipengaruhi oleh

besarnya kesalahan dalam mencantumkan atau pencatatan.

Sementara itu, dasar penerapan dalaam bagi hasil harus mencerminkan jumlah yang

sebenarnya tanpa mempertimbangkan konsep materialitas.

3. Keandalan

Andal, diartikan sebagai bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan

dapar diandalkan sebagai penyajian yang jujur (faithful representation) dari yang seharusnya

disajikan atau yang diharapkan dapat disajikan.

Informasi mungkin relevan tetapi jika hakikat atau penyajian tidak dapat diandalkan maka

penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Misalnya, jika keabsahan

dan jumlah tuntunan atas kerugian dalam suatu tindakan hukum masih dipersengketakan,

mungkin tidak tepat bagi entitas syariah untuk mengakui jumlah seluruh tuntunan tersebut dalam

neraca, meskipun mungkin tepat untuk mengungkapkan jumlah serta keadaan dari tuntunan

tersebut. Agar dapat diandalkan maka informasi harus memenuhi hal sebagai berikut.

a) Menggambarkan dengan jujur transaksi (penyajian jujur) serta peristiwa lainnya yang

seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapaat diharapkan untuk disajikan. Misalnya, neraca

harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya dalam bentuk aset,

kewajiban, dana syirkah temporer, serta ekuitas entitas syariah pada tanggal pelaporan.
b) Penggambaran tersebut harus memenuhi kriteria pengakuan, walaupun terkadang mengalami

kesulitan yang melekat untuk mengidentifikasikan transaksi baik disebabkan oleh kesuitan yang

melekat pada transaksi atau oleh penerapan ukuran dan teknik penyajian yang sesuai dengan

makna transaksi atau peristiwa tersebut.

Dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi yang sesuai dengan prinsip

syariah dan bukan hanya bentuk hukumnya (substansi mengungguli bentuk).

c) Harus diarahkan untuk kebutuhan umum pemakai dan bukan pihak tertentu saja (netral).

d) Didasarkan atas pertimbangan yang sehat dalam hal menghadapi ketidakpastian peristiwa dan

keadaan tertentu. Pertimbangan ini mengandung unsur kehati-hatian pada saat melakukan

perkiraan atas kepastian tersebut.

e) Lengkap dalam batasan materialitas dan biaya. Kesengajaan untuk tidak mengungkapkan akan

berakibat informasi menjadi tidak benar sehingga menjadi tidak dapat diandalkan dan tidak

sempurna.

4. Dapat Dibandingkan

Pamakai harus dapat membandingkan laporan keuangan entitas syariah agar periode untuk

mengidentifikasikan kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Pemakai juga harus

dapat membandingkan laporan keuangan agar entitas syariah untuk mengevaluasi posisi

keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relatif. Oleh karena itu, pembandingan

berupa pengukuran dan penyajian dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang

serupa harus dilakukan serta konsisten untuk entitas syariah yang berbeda, maupun entitas lain.

Agar dapat dibandingkan, informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan dalam

penyusunan laporan keuangan dan perubahan kebijakan serta pengaruh perubahan tersebut juga

harus diungkapkan termasuk ketaatan atas standart akuntansi yang berlaku. Bila pemakai ingin
membandingkan posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan antar periode, maka

entitas syariah syariah perlu menyajikan informasi periode sebelumnya dalaam laporan

keuangan.

Dalam tradisi Islam, manusia adalah Khalifatullah fil Ardh (wakil Tuhan di bumi) terdapat

pada Surat Al-Baqarah [2] ayat 30, sebagai berikut :

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang

khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang

akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji

Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Terdapat juga pada Surat Al-Fathir [35] ayat 39 dengan misi khusus “menyebarkan rahmat

bagi seluruh alam”, berbunyi :

Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir, Maka (akibat)

kekafirannya menimpa dirinya sendiri. dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah

kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah

kerugian mereka belaka.

Demikian juga, terdapat pada Surat Shaad [38] ayat 26 sebagai amanah dari Tuhan dengan

bunyi :

Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan

(perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan

kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat,

karena mereka melupakan hari perhitungan.

Dengan misi khusus ini, manusia diberi amanah untuk mengelola buni berdasarkan keinginan

Tuhan (the will of God). Ini artinya bahwa manusia berkewajiban mengelola bumi berdasarkan
pada etika syari’ah (Triyuwono 1997, 18-19), yang konsekuensinya harus dipertanggungjawabkan

kepada Tuhan. Ini merupakan premis utama dari akuntabilitas, yaitu akuntabilitas vertical.12[12]

PENGUKURAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN


Januari 12, 2013 by marsuking

Biaya Historis ( Historical Cost )

 Aset dicatat sebesar pengeluaran kas atau setara kas yang dibayar atau sebesar nilai wajar dari
imbalan yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut pada saat diperoleh
 Kewajiaban dicatat sebesar jumlah yang diterima sebagai penukar dari kewajiban atau dalam
keadaan tertentu ( misalnya pph ), dalam jumlah kas atau setara kas yang diharapka akan
dibayarkan untuk memperoleh kewajiban dalam pelaksanaan usaha yang normal

Biaya Kini ( Curent Cost )

 Asset dinilai dalam jumlah kas atau setara kas yang seharusnya dibayar bila aset yang sama atau
setara aset diperoleh sekarang.
 Kewajiaban dinyatakan dalam jumlah kas atau setara kas yang tidak didiskontokan yang
mungkin akan diperlukan untuk untuk menyelesaikan kewajiban sekarang.

Nilai Realisasi/Penyelesaian ( realizable/settlement value )

 Aset dinyatakan dalam jumlah kas atau setara kas yang dapat diperoleh sekarang dengan menjual
aset dalam pelepasan normal
 Kewajiaban dinyatakan sebesar nilai penyelesaian yaitu jumlah kas atau setara kas yang tidak
didiskontokan ke nilai sekarang yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban
dalam pelaksanaan usaha normal.

Nilai Sekarang ( Present Value )

 Aset dinyatakan sebesar arus kas masuk bersih dimasa depan yang didiskontokan ke nilai
sekarang dari pos yang diharapkan dapat memberika hasil dalam melaksanakan usaha normal.
 Kewajiban dinyatakan sebesar arus kas bersih dimasa depan yang didiskontokan kenilai
sekarang yang diharapkan akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban dalam pelaksanaan
usaha normal.

12[12] Iwan Triyuwono, 2006. Perspektif, Metodologi, dan Teori Akuntansi Syariah, Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, hal. 340

You might also like