Professional Documents
Culture Documents
Transaksi syariah yang dimaksud adalah transaksi yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah.
Transaksi syariah berlandaskan pada paradigma dasar bahwa alam semesta dicipta oleh Tuhan
sebagai amanah (kepercayaan ilahi) dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat manusia
untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual (al falah).
Paradigma dasar ini menekankan setiap aktivitas umat manusia memiliki akuntabilitas dan nilai
ilahiah yang menempatkan perangkat syariah dan akhlak sebagai parameter baik dan buruk,
benar dan salahnya aktivitas usaha. Paradigma ini akan membentuk integritas yang membantu
terbentuknya karakter tata kelola yang baik (good governance) dan disiplin pasar (market
discipline) yang baik.
Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas umat manusia yang berisi
perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi vertikal dengan Tuhan maupun
interaksi horisontal dengan sesama mahluk. Prinsip syariah yang berlaku umum dalam kegiatan
muamalah (transaksi syariah) mengikat secara hukum bagi semua pelaku dan pemangku
kepentingan (stakeholder) entitas yang melakukan transaksi syariah. Akhlak merupakan norma
dan etika yang berisi nilai-nilai moral dalam interaksi sesama mahluk agar hubungan tersebut
menjadi saling menguntungkan, sinergis dan harmonis.
Prinsip persaudaraan (ukhuwah) esensinya merupakan nilai universal yang menata interaksi
sosial dan harmonisasi kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dengan
semangat saling tolong menolong. Transaksi syariah menjunjung tinggi nilai kebersamaan dalam
memperoleh manfaat (sharing economic) sehingga seseorang tidak boleh mendapat keuntungan
di atas kerugian orang lain. Ukhuwah dalam transaksi syariah berdasarkan prinsip saling
mengenal (ta’aruf), saling memahami (tafahum), saling menolong (ta’awun), saling menjamin
(takaful), saling bersinergi dan beraliansi (tahaluf).
Prinsip keadilan (‘adalah) esensinya menempatkan sesuatu hanya pada tempatnya dan
memberikan sesuatu hanya pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai posisinya.
Implementasi keadilan dalam kegiatan usaha berupa aturan prinsip muamalah yang melarang
adanya unsur:
1. riba (unsur bunga dengan segala bentuk dan jenisnya, baik riba nasiah maupun fadhl)
2. kezaliman (unsur yang merugikan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan)
3. maysir (unsur judi dan sikap spekulatif)
4. gharar (unsur ketidakjelasan)
5. haram (unsur haram baik dalam barang maupun jasa serta aktivitas operasional yang terkait)
Esensi riba adalah setiap tambahan pada jumlah piutang yang dipersyaratkan dalam transaksi
pinjam meminjam uang serta derivasinya dan transaksi tidak tunai lainnya, seperti murabahah
tangguh; dan setiap tambahan yang dipersyaratkan dalam transaksi pertukaran antar barang-
barang ribawi termasuk pertukaran uang (money exchange) yang sejenis secara tunai maupun
tangguh dan yang tidak sejenis secara tidak tunai.
Esensi kezaliman (dzulm) adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, memberikan
sesuatu tidak sesuai ukuran, kualitas dan temponya, mengambil sesuatu yang bukan haknya dan
memperlakukan sesuatu tidak sesuai posisinya. Kezaliman dapat menimbulkan kemudharatan
bagi masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya sebagian; atau membawa kemudharatan bagi
salah satu pihak atau pihak-pihak yang melakukan transaksi.
Esensi maysir adalah setiap transaksi yang bersifat spekulatif dan tidak berkaitan dengan
produktifitas serta bersifat perjudian (gambling).
Esensi gharar adalah setiap transaksi yang berpotensi merugikan salah satu pihak karena
mengandung unsur ketidakjelasan, manipulasi, dan exploitasi informasi serta tidak adanya
kepastian pelaksanaan akad.
Bentuk-bentuk gharar antara lain:
1. tidak adanya kepastian penjual untuk menyerahkan obyek akad pada waktu terjadi akad, baik
obyek akad itu sudah ada maupun belum ada
2. menjual sesuatu yang belum berada di bawah penguasaan penjual
3. tidak adanya kepastian kriteria kualitas dan kuantitas barang/jasa
4. tidak adanya kepastian jumlah harga yang harus dibayar dan alat pembayaran
5. tidak adanya ketegasan jenis dan obyek akad
6. kondisi obyek akad tidak dapat dijamin kesesuaiannya dengan yang ditentukan dalam
transaksi
7. adanya unsur eksploitasi salah satu pihak karena informasi yang kurang atau dimanipulasi dan
ketidaktahuan atau ketidakpahaman yang ditransaksikan.
Esensi haram adalah segala unsur yang dilarang secara tegas dalam Al Quran dan As Sunnah.
Prinsip kemaslahatan (maslahah) esensinya merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat yang
berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif.
Kemaslahatan yang diakui harus memenuhi 2 unsur, yaitu kepatuhan syariah (halal) serta
bermanfaat dan membawa kebaikan (thayib) dalam semua aspek secara keseluruhan yang tidak
menimbulkan kemudharatan. Transaksi syariah yang dianggap bermaslahat harus memenuhi
secara keseluruhan unsur-unsur yang menjadi tujuan ketetapan syariah (maqasid syariah) yaitu
berupa pemeliharaan terhadap:
1. aqidah, keimanan dan ketakwaan (dien)
2. akal (‘aql)
3. keturunan (nasl)
4. jiwa dan keselamatan (nafs)
5. harta benda (mal)
Prinsip keseimbangan (tawazun) esensinya meliputi keseimbangan aspek material dan spiritual,
aspek privat dan publik, sektor keuangan dan sektor riil, bisnis dan sosial, keseimbangan aspek
pemanfaatan dan kelestarian. Transaksi syariah tidak hanya menekankan pada maksimalisasi
keuntungan perusahaan semata untuk kepentingan pemilik (shareholder). Sehingga manfaat yang
didapatkan tidak hanya difokuskan pada pemegang saham, akan tetapi pada semua pihak yang
dapat merasakan manfaat adanya suatu kegiatan ekonomi.
Prinsip universalisme (syumuliyah) esensinya dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua
pihak yang berkepentingan (stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras, dan golongan,
sesuai dengan kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin).
Transaksi syariah terikat dengan nilai-nilai etis meliputi aktivitas sektor keuangan dan sektor riil
yang dilakukan secara koheren tanpa dikotomi sehingga keberadaan dan nilai uang merupakan
cerminan aktivitas investasi dan perdagangan.
Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan asas transaksi syariah harus
memenuhi karakteristik dan persyaratan sebagai berikut:
1. transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha
2. prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang obyeknya halal dan baik (thayib)
3. uang hanya berfungsi sabagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai komoditas
4. tidak mengandung unsur riba
5. tidak mengandung unsur kezaliman
6. tidak mengandung unsur maysir
7. tidak mengandung unsur gharar
8. tidak mengandung unsur haram
9. tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money) karena keuntungan yang
didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan risiko yang melekat pada kegiatan usaha terebut
sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil ghurmi (no gain without accompanying risk)
10. transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk keuntungan
semua pihak tanpa merugikan pihak lain sehingga tidak diperkenankan menggunakan standar
ganda untuk satu akad serta tidak menggunakan dua transaksi bersamaan yang berkaitan
(ta’alluq) dalam satu akad
11. tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan (najasy), maupun melalui rekayasa
penawaran
12. tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah).
Transaksi syariah dapat berupa aktivitas bisnis yang bersifat komersial maupun aktivitas sosial
yang bersifat nonkomersial. Transaksi syariah komersial dilakukan antara lain berupa:
1. investasi untuk mendapatkan bagi hasil
2. jual beli barang untuk mendapatkan laba
3. pemberian layanan jasa untuk mendapatkan imbalan.
Transaksi syariah non komersial dilakukan antara lain berupa:
1. pemberian dana pinjaman atau talangan (qardh)
2. penghimpunan dan penyaluran dana sosial seperti zakat, infak, sedekah, wakaf, hibah.
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa tujuan dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syari’ah?
2. Siapa saja pemakai kebutuhan informasi?
3. Apa saja karakteristik bank syari’ah dan transaksinya?
4. Apa saja Tujuan dari Laporan Keuangan?
5. Apa asumsi dasar laporan keuangan?
6. Apa saja unsure (komponen laporan keuangan)?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tujuan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syari’ah (KDPPLKS)
Kerangka dasar ini menyajikan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan
keuangan bagi para penggunanya. Kerangka ini berlaku untuk semua jenis transaksi syari’ah yang
dilaporkan oleh entitas syariah maupun entitas konvensional baik sektor publik maupun sektor
swasta.[1]Tujuan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syari’ah ini
adalah untuk digunakan sebagai acuan bagi :
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan bersifat umum. Dengan demikian
tidak sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan informasi setiap pemakai. Berhubung para investor
saham dan pemilik dan syirkah temporer merupakan penanam modal(dana beresiko) ke perbankan
syariah, maka ketentuan laporan keuangan yang memenuhi kebutuhan mereka juga akan
memenuhi sebagian besar kebutuhan pemakai lain. Manajemen perbankan syari’ah memikul
tanggung jawab utama dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan perbankan syari’ah.
Manajemen juga berkepentingan dengan informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan meskipun memiliki akses terhadap informasi manajemen dan keuangan tambahan yang
membantu dalam melaksanakan tanggung jawab perencanaan, pengendalian dan pengambilan
keputusan. Manajemen memiliki kemampuan untuk menentukan bentuk dan isi informasi
tambahan tersebut untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Namun demikian, pelaporan informasi
semacam itu berada diluar ruang lingkup kerangka dasar ini. Bagaimanapun juga, laporan
keuangan yang diterbitkan didasarkan pada informasi yang digunakan manajemen tentang posisi
keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan.[4]
a. Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha;
b. Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik;
c. Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan prngukur nilai, bukan sebagai komoditas;
d. Tidak mengandung unsure riba ;
e. Tidak mengadung unsur kezaliman;
f. Tidak mengadung unsur maysir;
g. Tidak mengandung unsur gharar;
h. Tidak mengadung unsur haram;
i. Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money) karena keuntungan yang
didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan risiko yang melekat pada kegiatan usaha tersebut
sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil ghurmi (no gain without accompanying risk).
j. Transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk keuntungan
semua pihak tanpa merugikan pihak lain sehingga tidak diperkenankan menggunakan standart
ganda harga umtuk satu akad serta tidak mrnggunakan dua transaksi bersamaan yang berkaitan
(ta’alluq) dalam suatu akad.
k. Tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan maupun melalui rekayasa penawaran.
l. Tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap.
Transaksi syari’ah dapat berupa aktivitas bisnis yang bersifat komersial maupun yang bersifat
social yang bersifat non komersial.Transaksi syari’ah komersial dilakukan antara lain berupa :
investasi untuk mendapatkan bagi hasil , jual beli barang untuk mendapatkan laba, dan atau
pemberian layanan jasa untuk mendapatkan imbalan. Transaksi syari’ah nonkomersial dilakukan
antara lain berupa : pemberian dana pinjaman atau talangan qard, penghimpunan dan penyaluran
dan social seperti zakat, infak, sedekah, wakaf, dan hibah.[6]
D. Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan laporan keungan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan,
kinerja serta pembahasan posisi keuangan suatu perbankan syari’ah yang bermanfaat bagi
sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Disamping itu, tujuan lainnya
adalah :
a. Meningkatkan kepatuhan dalam prinsip syari’ah dalm semua transaksi dan kegiatan usaha.
b. Informasi kepatuhan perbankan syari’ah terhadap prinsip syari’ah, serta informasi asset,
kewajiban , pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syari’ah bila dan bagaimana
perolehan dan penggunaannya.
c. Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab perbankan syari’ah
terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya pad tingkat keuntungan yang
layak, dan
d. Informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh penanam modal dan pemilik
dana syirkah temporer, dan informasi pemenuhan kewajiban fungsi social perbankan syari’ah,
termasuk pengelolaan dan penyaluran dana ZISWAF.
Laporan Keuangan yang disusun untuk tujuan ini memenuhi kebutuhan bersama sebagian
besar pemakai. Namun demikian, laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang
mungkin dibutuhkan pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi karena secar umum
menggambarkan penggaruh keuangan dari kejadian dimasa lalu, dan tidak diwajibkan untuk
menyediakan informasi nonkeuangan. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah
dilakukan manajemen, atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan
kepadanya.Pemakai yang ingin menilai apa yang telah dilakukan atau pertanggungjawaban
manajemen berbuat demikian agar mereka dapat membuat keputusan ekonomi .[7]
E. Asumsi Dasar Laporan Keuangan
Dasar Akrual untuk mencapai tujuannya , laporan keuangan disusun atas dasar
akrual.Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (dan
bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan diungkapkan dalam catatan
akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Laporan
keuangan yang disusun atas dasar akrual memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya
transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas, tetapi juga kewajiban
pembayaran kas dimasa depan serta sumber daya yang merespresentasikan kas yang akan diterima
dimasa depan.Oleh karena itu, laporan keuangan menyediakan informasi transaksi masalalu dan
peristiwa lainnya yang paling berguna bagi pemakai dalam pengambilan keputusan
ekonomi.Perhitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usahs menggunakan dasar kas.
Dalam hal prinsip pembagian hasil usaha berdasrkan bagi hasil, pendapatan atau hasil yang
dimaksud adalah keuntungan bruto (gross profit).
Kelangsungan usaha, laporan keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan
usaha perbankan syari’ah dan akan melanjutkan usahanya dimasa depan. Karena itu, perbankan
syari’ah diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau mengurangi secara
material skala usahanya. Jika yang dimaksud, atau keinginan tersebut timbul, laporan keuangn
mungkin harus disusun dengan dasra yang berbeda dan dasar yang digunakan harus diungkap.[8]
Laporan keuangan menggambarkan dampak keuanagan dari transaksi dan peristiwa lain
yang diklarifikasi dan dalam berdbeda kelompok besar menurut karakteristik ekonomi.Kelompok
besar ini merupakan unsure laporan keuangan.Unsur yang berkaitan secara langsung dengan
pengukuran posisi keuangan adalah asset, kewajiban, dana syirkah temporer, dan ekuitas. Sedang
unsure yang berkaitan dengan pengurangan kinerja dalam laporan laba rugi adalah penghasilan
beban.Laporan perubahan posisi keuanagan biasanya mencerminkan berbagai unsure laporan laba
rugi dan perubahan dalam berbagai unsure neraca denagan demikian, kerangka dasar ini tidak
mengidentifikasikan unsure laporan perubahan posisi keuangan secara khusus.
Penyajian berbagai unsure ini dalam neraca dan laporan laba rugi memerlukan proses
subklasifikasi misalnya, asset dan kewajiban dapat diklasifikasikan menurut hakikat atau
fungsinya dalam bisnis perbankan syari’ah yang paling berguna lagi pemakai untuk tujuan
pengambil keputusan ekonomi.[9]
KESIMPULAN
Kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah ini menyajikan
konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi para penggunanya.
Pemakai laporan keuangan menggunakan laporan keuangn untuk memenuhi beberapa kebutuhan
informasi yang berbeda. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan bersifat umum.
Manajemen juga berkepentingan dengan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan
meskipun memiliki akses terhadap informasi manajemen dan keuangan tambahan yang membantu
dalam melaksanakan tanggung jawab perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan.
Laporan keungan menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta
pembahasan posisi keuangan suatu perbankan syari’ah.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.slideshare.net/namlaelfa/kerangka-dasar-penyusunan-dan-penyajian-laporan-
keuangan-syariah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam makalah ini kami sama sekali tidak menganggap, tulisan ini telah
menguraikan secara terperinci mengenai semua ilmu yang berkaitan tentang pengantar akuntansi
syari’ah. Karena, dalam pembelajaran tentang akuntansi syari’ah itu sangat luas cangkupannya
dan melibatkan beberapa ilmu.
Pembahasan seputar ilmu akuntansi syari’ah yang kami paparkan mungkin belum cukup
sempurna dan masih terdapat kesalahan. Yang pada akhirnya, kami sarankan kepada para
pembaca, semoga dengan makalah ini dapat membangun rasa cinta kita kepada Sang Kholik.
B. Rumusan Masalah
Untuk mengetahui tujuan kerangka dasar penyusunan akuntansi syari’ah, asas transaksi
keuangan, bentuk laporan keuangan syariah, unsur-unsur laporan keuangan, unsur-unsur laporan
BAB II
KEUANGAN SYARI’AH
Dalam kerangka dasar ini menyajikan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian
laporan keuangan bagi para penggunanya. Kerangka ini berlaku untuk semua jenis transaksi
syariah yang dilaporkan oleh entitas syariah maupun entitas konvensional baik sektor publik
maupun sektor swasta. Tujuan kerangka dasar ini adalah untuk digunakan sebagai acuan bagi :1[1]
2. Penyusun laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah akuntansi syariah yang belum di atur
3. Auditor dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun sesuai dengan
4. Para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam keuangan
Sebagaimana diketahui proses melahirkan laporan keuangan ini dalam Akuntansi Barat sudah
jelas dan sangat sudah teratur. Karena bukan saja diatur oleh penyusunan laporan keuangan
(General Accepted Accounting Principe) juga system atau proses melahirkannya (Accounting
System). Bahkan dalam Akuntansi Barat hasil penyusunan laporan keuangan ini tidak begitu saja
diterima oleh masyarakat harus melalui verifikasi (audit) dari lembaga independen yang juga
memiliki disiplin dan aturan tersendiri. Profesi pemeriksa ini disebut independent auditor. Untuk
menjadi independen auditor ini diperlukan persyaratan antara lain diperoleh dari General Accepted
1[1] Sri Nurhayati, 2012. Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta : Salemba Empat, hal. 92
2[2] Sofyan Syafri Harahap, 2004. Akuntansi Islam, Jakarta : PT Bumi Aksara, hal. 38-39
e) Profesi sendiri memiliki disiplin ilmu auditing ketat.
Dalam penyusunan kerangka dasar dan penyajian laporan keuangan syariah terdapat asas-
asas transaksi syariah yang harus dipenuhi, yaitu sebagai berikut :3[3]
1. Persaudaraan (ukhuwah), yang berarti bahwa transaksi syariah menjunjung tinggi dalam
memperoleh manfaat, sehingga seseorang tidak boleh mendapatkan keuntungan di atas kerugian
orang lain. Prinsip ini didasarkan atas prinsip saling mengenal (ta’aruf), saling memahami
(tafahum), saling menolong (ta’awun), saling menjamin (tafakul), saling bersinergi dan beraliansi
(tahaluf).
2. Keadilan (‘adalah), yang berarti selalu menempatkan sesuatu hanya pada yang berhak dan sesuai
dengan posisinya.
3. Kemaslahatan (maslahah), yaitu segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi
4. Keseimbangan (tawazun), yaitu keseimbangan antara aspek material dan spiritual, antara aspek
privat dan publik, antara sektor keuangan dan sektor riil, antara bisnis dan sosial serta antara aspek
5. Universalisme (syumuliyah), di mana esensinya dapat dilakukan oleh, dengan dan untuk semua
pihak yang berkepentingan tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan sesuai dengan
3[3] Sri Nurhayati, 2012. Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta : Salemba Empat, hal. 93-94
Ada beberapa implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan asas transaksi
1. Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling rida.
2. Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik (thayib).
3. Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai komoditas.
Karakteristik tersebut dapat diterapkan pada transaksi bisnis yang bersifat komersial maupun
keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi
sebagian besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Dalam rangka mencapai tujuan
tersebut, suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas syari’ah yang meliputi
:5[5]
(a) Aset
(b) Kewajiban
4[4] Sri Nurhayati, 2012. Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta : Salemba Empat, hal. 94-95
5[5] Dwi Suwiknyo, 2010. Pengantar Akutansi Syariah, Yogyakarta : Pustaka Belajar, hal. 123
(d) Ekuitas
1. Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan usaha.
2. Informasi kepatuhan entitas syariah tidak sesuai dengan prinsip syariah, serta informasi aset,
kewajiban pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah bila ada dan bagaimana
3. Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tangung jawab entitas syariah terhadap
amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikan pada tingkat keuntungan yang layak.
4. Informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh penanam modal dan pemilik
dana syirkah temporer dan informasi mengenai pemenuhan kewajiban (obligatio) fungsi social
entitas termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
Laporan keuangan harus menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan, dan
arus kas entitas syariah dengan menerapkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan secara benar
disertai pengungkapan yang diharuskan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan dalam Catatan
atas Laporan Keuangan. Informasi lain tetap diungkapkan untuk menghasilkan penyajian yang
wajar walaupun pengungkapkan tersebut tidak diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan.
6[6] Sri Nurhayati, 2012. Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta : Salemba Empat, hal. 95
Laporan keuangan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bersama sebagai pengguna laporan
keuangan, serta dapat digunakan sebagai bentuk laporan dan pertanggungjawaban manajemen atas
Salah satu untuk membuat laporan keuangan harus memenuhi beberapa syarat-syarat yang
2. Jelas dan dapat dipahami merupakan informasi yang disajikan harus ditampilkan sedemikian rupa
sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh semua pembaca laporan keuangan.
3. Dapat diuji kebenarannya merupakan data dan informasi yang disajikan harus dapat ditelusuri
4. Netral merupakan laporan keuangan yang disajikan dapat dipergunakan oleh semua pihak.
6. Dapat diperbandingkan merupakan laporan keuangan yang disajikan harus dapat diperbandingkan
7. Lengkap merupakan data yang disajikan dalam informasi akuntansi harus lengkap.
7[7] Veithzal Rivai, 2010. Islamic Banking, Jakarta : PT Bumi Aksara, hal. 877
8[8] Sri Nurhayati, 2012. Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta : Salemba Empat, hal. 95-96
Posisi Keuangan Entitas Syariah, disajikan sebagai neraca. Laporan ini menyajikan informasi
tentang sumber daya yang dikendalikan, struktur keuangan, likuiditas dan solvabilitas serta
kemampuan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Laporan ini berguna untuk memprediksi
Informasi Kinerja Entitas Syariah, disajikan dalam laporan laba rugi. Laporan ini diperlukan
untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa
depan.
Informasi Perubahan Posisi Keuangan Entitas Syariah, yang dapat disusun berdasarkan definisi
dana seperti seluruh sumber daya keuangan, modal, kerja, asset likuid atau kas. Kerangka ini tidak
mendefinisikan dana secara spesifik. Akan tetapi, melalui laporan ini dapat diketahui aktivitas
Informasi Lain, seperti Laporan Penjelasan tentang Pemenuhan Fungsi Sosial Entitas Syariah.
Merupakan informasi yang tidak diatur secara khusus tetapi relevan bagi pengambilan keputusan
Catatan dan Skedul Tambahan, merupakan penampung dari informasi tambahan yang relevan
termasuk pengungkapan tentang resiko dan ketidakpastian yang mempengeruhi entitas. Informasi
tentang segmen industri dan geografi serta pengaruh perubahan harga terhadap entitas juga dapat
disajikan.
9[9] Sri Nurhayati, 2012. Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta : Salemba Empat, hal. 99-100
1. Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan komersial yang terdiri atas laporan
keuangan, laporan laba rugi, laporan arus kas, serta laporan perubahan ekuitas
a.Posisi keuangan
Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aset,
kewajaban dana syirkah temporer dan ekuitas. Pos-pos ini di definisikan sebagai berikut.
1) Asset adalah sumber daya yang di kuasai oleh entitas syariah sebagai akibat dari peristiwa masa
lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan di harapkan akan di peroleh entitas syariah.
2) Kewajiban merupakan utang entitas syariah masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu,
penyelesaiannya di harapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya entitas syariah yang
3) Dana syirkah temporer adalah dana yang di terima sebagai investasi dengan jangka waktu
tertentu dari individu dan pihak lainnya di mana entitas syariah mempunyai hak untuk mengelola
dan menginvestasikan dana tersebut dengan pembagian hasil investasi berdasarkan kesepakatan.
Dana syirkah temporer tidak dapat digolongkan sebagai kewajiban, karena entitas syariah
tidak berkewajiban untuk mengembalikan dana awal dari pemilik dana ketika mengalami
kerugian kecuali akibat kelalaian atau wanprestasi entitas syariah. Namun demikian, dia juga
tidak dapat di golongkan sebagai ekuitas karena mempunyai waktu jatuh tempo dan tidak
4) Ekuitas adalah hak residual atas aset entitas syariah setelah dikurangi semua kewajiban dan dana
syirkah temporer. Ekuitas dapat di subklasifikasikan menjadi setoran modal pemegang saham,
saldo laba, penyisihan saldo laba dan penyisihan penyusuaian pemeliharaan modal.
b. Kinerja
Unsur yang langsung berkaitan dengan pengukuran penghasilan bersih( laba) adalah
a) Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi
dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan
kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal, penghasilan (income)
b) Beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam
bentuk arus keluar atau bekurang nya aset atau terjadi kewajiban yang mengakibatkan penurunan
ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal ,termasuk di dalam nya
beban untuk pelaksanaan aktivitas entitas syariah maupun kerugian yang timbul.
Ada beberapa yang harus dipenuhi dalam unsure-unsur keuangan Bank Syariah, sebagai
berikut :10[10]
6. Laporan sumber dan penggunaan dana zakat, infaq, dan shadaqah (statement of source and
7. Laporan sumber dan penggunaan dana qadhuk hasan (statement of source of fund in qard
fund)
10[10] Sri Nurhayati, 2012. Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta : Salemba Empat, hal. 101
Empat laporan pertama adalah unsur laporan keuangan yang sudah dikenal selama ini secara
konvensional, sedangkan tiga yang terakhir bersifat khas. Ketiga laporan yang terakhir muncul
akibat perbedaan peran dan fungsi bank syariah, dibandingkan bank konvensional.
Karakteristik kualitatif merupakan cirri khas yang membuat informasi dalam laporan
keuangan berguna bagi pemakai. Terdapat empat karakteristik kualitatif pokok, yaitu : dapat
1. Dapat dipahami
Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya
untuk segera dapat dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini, pemakai diasumsikan memiliki
pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk
mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar. Namun demikian, informasi kompleks yang
seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan tidak dapat dikeluarkan hanya atas dasar
pertimbangan bahwa informasi tersebut terlalu sulit untuk dapat dipahami oleh pemakai tertentu.
2. Relevan
Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam
proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan kalau dapat mempengaruhi
keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa
kin atau masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu.
11[11] Sri Nurhayati, 2012. Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta : Salemba Empat, hal. 96-97
Relevan berarti juga harus berguna untuk peramalan (predictive) dan penegasan (confirmatory)
Relevan juga dipengaruhi oleh hakikat dan tingkat meterialitasnya. Tingkat meterialitas
ditentukan berdasarka pengaruh kelalaian (ambang batas) terhadap keputusan ekonomi pemakai
yang diambil atas dasar laporan keuangan. Oleh karena itu, meterialitas dipengaruhi oleh
Sementara itu, dasar penerapan dalaam bagi hasil harus mencerminkan jumlah yang
3. Keandalan
Andal, diartikan sebagai bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan
dapar diandalkan sebagai penyajian yang jujur (faithful representation) dari yang seharusnya
Informasi mungkin relevan tetapi jika hakikat atau penyajian tidak dapat diandalkan maka
penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Misalnya, jika keabsahan
dan jumlah tuntunan atas kerugian dalam suatu tindakan hukum masih dipersengketakan,
mungkin tidak tepat bagi entitas syariah untuk mengakui jumlah seluruh tuntunan tersebut dalam
neraca, meskipun mungkin tepat untuk mengungkapkan jumlah serta keadaan dari tuntunan
tersebut. Agar dapat diandalkan maka informasi harus memenuhi hal sebagai berikut.
a) Menggambarkan dengan jujur transaksi (penyajian jujur) serta peristiwa lainnya yang
seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapaat diharapkan untuk disajikan. Misalnya, neraca
harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya dalam bentuk aset,
kewajiban, dana syirkah temporer, serta ekuitas entitas syariah pada tanggal pelaporan.
b) Penggambaran tersebut harus memenuhi kriteria pengakuan, walaupun terkadang mengalami
kesulitan yang melekat untuk mengidentifikasikan transaksi baik disebabkan oleh kesuitan yang
melekat pada transaksi atau oleh penerapan ukuran dan teknik penyajian yang sesuai dengan
Dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi yang sesuai dengan prinsip
c) Harus diarahkan untuk kebutuhan umum pemakai dan bukan pihak tertentu saja (netral).
d) Didasarkan atas pertimbangan yang sehat dalam hal menghadapi ketidakpastian peristiwa dan
keadaan tertentu. Pertimbangan ini mengandung unsur kehati-hatian pada saat melakukan
e) Lengkap dalam batasan materialitas dan biaya. Kesengajaan untuk tidak mengungkapkan akan
berakibat informasi menjadi tidak benar sehingga menjadi tidak dapat diandalkan dan tidak
sempurna.
4. Dapat Dibandingkan
Pamakai harus dapat membandingkan laporan keuangan entitas syariah agar periode untuk
mengidentifikasikan kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Pemakai juga harus
dapat membandingkan laporan keuangan agar entitas syariah untuk mengevaluasi posisi
keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relatif. Oleh karena itu, pembandingan
berupa pengukuran dan penyajian dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang
serupa harus dilakukan serta konsisten untuk entitas syariah yang berbeda, maupun entitas lain.
Agar dapat dibandingkan, informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan dalam
penyusunan laporan keuangan dan perubahan kebijakan serta pengaruh perubahan tersebut juga
harus diungkapkan termasuk ketaatan atas standart akuntansi yang berlaku. Bila pemakai ingin
membandingkan posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan antar periode, maka
entitas syariah syariah perlu menyajikan informasi periode sebelumnya dalaam laporan
keuangan.
Dalam tradisi Islam, manusia adalah Khalifatullah fil Ardh (wakil Tuhan di bumi) terdapat
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang
akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Terdapat juga pada Surat Al-Fathir [35] ayat 39 dengan misi khusus “menyebarkan rahmat
Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir, Maka (akibat)
kekafirannya menimpa dirinya sendiri. dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah
kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah
Demikian juga, terdapat pada Surat Shaad [38] ayat 26 sebagai amanah dari Tuhan dengan
bunyi :
Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan
(perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan
kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat,
Dengan misi khusus ini, manusia diberi amanah untuk mengelola buni berdasarkan keinginan
Tuhan (the will of God). Ini artinya bahwa manusia berkewajiban mengelola bumi berdasarkan
pada etika syari’ah (Triyuwono 1997, 18-19), yang konsekuensinya harus dipertanggungjawabkan
kepada Tuhan. Ini merupakan premis utama dari akuntabilitas, yaitu akuntabilitas vertical.12[12]
Aset dicatat sebesar pengeluaran kas atau setara kas yang dibayar atau sebesar nilai wajar dari
imbalan yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut pada saat diperoleh
Kewajiaban dicatat sebesar jumlah yang diterima sebagai penukar dari kewajiban atau dalam
keadaan tertentu ( misalnya pph ), dalam jumlah kas atau setara kas yang diharapka akan
dibayarkan untuk memperoleh kewajiban dalam pelaksanaan usaha yang normal
Asset dinilai dalam jumlah kas atau setara kas yang seharusnya dibayar bila aset yang sama atau
setara aset diperoleh sekarang.
Kewajiaban dinyatakan dalam jumlah kas atau setara kas yang tidak didiskontokan yang
mungkin akan diperlukan untuk untuk menyelesaikan kewajiban sekarang.
Aset dinyatakan dalam jumlah kas atau setara kas yang dapat diperoleh sekarang dengan menjual
aset dalam pelepasan normal
Kewajiaban dinyatakan sebesar nilai penyelesaian yaitu jumlah kas atau setara kas yang tidak
didiskontokan ke nilai sekarang yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban
dalam pelaksanaan usaha normal.
Aset dinyatakan sebesar arus kas masuk bersih dimasa depan yang didiskontokan ke nilai
sekarang dari pos yang diharapkan dapat memberika hasil dalam melaksanakan usaha normal.
Kewajiban dinyatakan sebesar arus kas bersih dimasa depan yang didiskontokan kenilai
sekarang yang diharapkan akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban dalam pelaksanaan
usaha normal.
12[12] Iwan Triyuwono, 2006. Perspektif, Metodologi, dan Teori Akuntansi Syariah, Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, hal. 340