Professional Documents
Culture Documents
SISTEM KARDIOVASKULER
Disusun oleh
Kelompok 6
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2018
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Jantung adalah organ berongga dan berotot yang berukuran seperti kepalan tangan
manusia dan beratnya 250 – 300 gr. Kemudian, jantung ini terletak di bagian
mediastinum tepatnya di belakang sternum, diantara costa II – costa VI, dan diantara
T5 – T8.
Jantung juga terbungkus oleh pembungkus jantung (perikardium) yang terbagi
menjadi 2 yaitu :
a. Perikardium fibrosa yaitu lapisan pembungkus jantung yang paling luar yang
sifatnya kuat dan tidak elastis,
b. Perikardium serosa yang terbagi lagi menjadi 2 yaitu : Lamina parietalis (luar) dan
lamina visceralis (dalam).
Diantara dua lapisan perikardium ini terdapat ruang atau cavum yang mengandung
cairan sekitar 10-15 ml. Cairan ini berfungsi untuk mengurangi gesekan selama otot
jantung berkontraksi.
Secara fisiologis, jantung itu terdiri dari 2 bagian besar yaitu atrium yang berfungsi
untuk menampung/menerima darah dan ventrikel yang berfungsi untuk memompa.
Atrium dan ventrikel masing – masing terbagi menjadi 2 bagian lagi yaitu :
a. Atrium kanan yang berfungsi untuk menerima darah kaya CO2 yang berasal dari
V.Cava Superior yang membawa darah dari otak dan ekstermitas atas dan juga
V.Cava Inferior yang membawa darah dari ekstremitas bawah dan organ – organ
yang berada di bawah jantung.
b. Atrium kiri yang berfungsi unuk menerima darah kaya O2 yang berasal dari
V.Pulmonalis yang mempunyai 4 percabangan yaitu V. Pulmonalis Dextra
Superior, V.Pulmonalis Dextra Inferior, V.Pulmonalis Sinistra Superior dan
V.Pulmonalis Sinistra Inferior.
c. Ventrikel kanan berfungsi untuk memompa darah kaya CO2 masuk ke paru – paru
melalui A.Pulmonalis Dextra maupun A.Pulmonalis Sinistra.
d. Ventrikel kiri berfungsi untuk memompa darah kaya O2 ke seluruh tubuh melalui
arteri besar yaitu Aorta.
SIRKULASI DARAH
Kemudian, jantung juga memiliki 2 katup yang bertujuan untuk mencegah terjadinya
aliran darah balik. Ke dua katup tersebut adalah
a. Katup atrioventrikularis yakni katup yang terletak diantara atrium dan
ventrikel. Katup ini terbagi 2 : katup trikuspid diantara ventrikel kanan dan
atrium kanan, dan katup bikuspid diantara ventrikel kiri dan atrium kiri.
b. Katup semilunar adalah katup diantara paru – paru, aorta dengan ventrikel,
katupnya terbagi menjadi 2 : katup pulmonalis diantara ventrikel kanan
dengan paru – paru, katup aorta diantara ventrikel kiri dengan aorta.
STRUKTUR KATUP AUSKULTASI BUNYI KATUP
Pembuluh darah yang menyuplai oksigen, nutrisi ke jantung serta membawa
karbon dioksida dan sisa nutrisi dari jantung adala A.Coronaria dan V.Cordis. Arteri
coronaria adalah arteri yang berasal dari percabangan Aorta Ascendes lalu terbagi
menjadi 2 yaitu :
a. Arteri Coronaria Dextra berfungsi untuk memberi nutrisi ke jantung bagian
kanan serta arteri ini berasal dari sinus aorta anterior dari ascendens aorta.
Arteri ini akan bercabang menjadi 6 bagian yaitu :
a) R. Coni arteriosi
b) R. Nodi sinuatrialis
c) R. Marginalis dextra (cabang paling besar)
d) R. Posterolateralis dextra
e) R. Nodi atrioventrikularis
f) R. Interventrikularis posterior
b. Arteri Coronaria Sinistra berfungsi untuk memberi nutrisi ke jantung kiri dan
berasal dari sinus aorta posterior dari ascendens aorta. Arteri ini terbagi mejadi
2 cabang besar yaitu :
a) R. Interventricularis anterior
b) R. Circumflexus
Lalu untuk V.Cordis terbagi menjadi 3 cabang dan semuanya bermuara ke sulcus
coronarius. Ke 3 cabang tersebut yaitu :
a. Vena Cordis Magna mengangkut sisa nutrisi dari jantung bagian kiri,
b. Vena Cordis Parva mengangkut sisa nutrisi dari jantung bagian kanan,
c. Vena Cordis Media mengangkut sisa nutrisi dari belakang jantung.
B. KELAINAN JANTUNG
Stenosis pulmonal dengan septum ventrikuler intake bisa disebabkan oleh stenosis
vaskuler, infundibular, atau keduanya. Obstruksi infundibular disebabkan oleh jaringan
fibrosa yang seakan mengikat atau oleh hipertrofi otot. Secara normal lubang katup pulmo
0,5 cm dan akan membesar seiring pertumbuhan badan. Sebagai akibat stenosis derajat
ringan, sedang dan berat terjadi perbedaan tekanan fase sistole antara ventrikel kanan dan
A.pulmonalis, puncak perbedaan tekanan sistolik bisa mencapai 150-240 mmHg atau bisa
lebih tinggi lagi walaupun jarang. Gangguan hemodinamik biasanya terjadi kalau obstruksi
katup pulmo sudah mencapai 60% atau lebih. Pasien dengan perbedaan tekanan puncak pada
saat istirahat kurang dari 50 mmHg termasuk stenosis ringan, antara 50 – 100 mmHg
termasuk stenosis sedang dan diatas 100 mmHg termasuk stenosis berat. Pada stenosis berat
ventrikel mengalami gagal jantung sehingga isi sekuncup turun walaupun pada saat istirahat.
Keadaan ini diikuti dengan kenaikan baik tekanan akhir distole ventrikel dan tekanan rata-
rata atrium kanan. Sebaliknya pada pasien dengan stenosis ringan dan sedang tekanan sistole
ventrikel kanan bisa tidak berubah dengan pertumbuhan anak bertahun-tahun. Ini
menunjukkan lubang daun katup ikut membesar dengan pertumbuhan anak. Tekanan atrium
kanan yang tinggi dapat menimbulkan gejala dan tanda bendungan vena sistemik pada saat
yang sama akan mengakibatkan foramen ovale terbuka dan terjadi aliran darah shunting dari
atrium kanan ke atrium kiri. Hal ini akan mengakibatkan unsaturation arteri dan sianosis.
Pada stenosis pulmonal berat sianosis dapat pula terjadi tanpa adanya pintasan tersebut. Hal
ini disebabkan oleh aliran darah perifer menurun akibat rendahnya isi semenit. Dalam hal ini
saturasi arteri normal. Pada saat yang sama terjadi fibrosis endokardium ventrikel kanan dan
menyebabkan gagal jantung kanan dan kenaikan tekanan diastolik.
Regurgitasi pulmonal sering sekali terjadi akibat disfungsi valvular yang sekunder pada
pasien dengan hipertensi pulmonal kronik akibat stenosis mitral rematik (dengan bising
graham steel), penyakit jantung pulmonal dan sebab lain hipertensi pulmonal. Regurgitasi
pulmonal fungsional ini diperkirakan terjadi akibat dilatasi cincin katup pulmonal. Walaupun
jarang regurgitasi pulmonal dapat pula terjadi pada kelainan kongenital tersendiri,
endokarditis infeksiosa yang mengenai katup pulmonal dan penyakit jantung reumatik. Pada
regurgitasi katup pulmonal sangat berat, tekanan arteri ppulmonalis dan ventrikel kanan pada
kahir fase diastolik sama atau mendekati sama. Regurgitasi pulmonal akibat kelainan
kongenital (primer) biasanya tanpa disertai hipertensi pulmonal menimbulkan bising diastolik
dengan nada rendah dan sifatnya crescendo-decrescendo. Sebaliknya pada pasien regurgitasi
pulmonal sekunder (dengan hipertensi pulmonal) sifat bising diastolik yang terjadi
mempunyai nada tinggi, meniup dan decrescendo. Pada pasien yang muda, isolated
pulmonary regurgitation ini biasanya masih bisa ditoleransi dengan baik tanpa hipertensi
pulmonal.
5. PENEGAKAN DIAGNOSA
Biasanya diagnosis stenosis pulmonalis dapat ditegakkan atas dasar pemeriksaan fisis
disertai dengan pemeriksaan penunjang seperti elektrokardiografi, radiologi dan
ekokardiografi. Kriteria untuk membuat diagnosis, pada stenosis pulmonal baik dengan
ataupun tanpa keluhan terdengar bising sistolik ejeksi sepanjang sternum bagian kiri dan
sering disertai dengan ejection klik pada fase awal sistolik. Pembesaran ventrikel kanan dapat
dideteksi dengan pemeriksaan fisis (pulsasi jantung di parasentral kiri), pemeriksaan
elektrokardiografi, foto rongent dada, dan ekokardiografi.
Diagnosis regurgitasi pulmonal ditegakkan atas dasar pemeriksaan fisis, elektrokardiografi
foto dada, ekokardiografi dan terutama dengan pemeriksaan angiografi pulmonal di mana
didapatkan aliran balik cairan kontras dari arteri pulmonalis ke ventrikel kanan pada fase
diastolik.
Penyakit VSD ini, dapat disebabkan oleh 2 jenis faktor yaitu faktor endogen (faktor yang
berasal dari dalam seperti terdapat abnormalitas gen pada bayi yang sampai saat ini belum
diketahui penyebabnya) dan faktor eksogen (faktor yang berasal dari luar seperti ibu hamil
yang terkena infeksi rubella, ibu hamil pecandu alkohol,dsb). Ketika VSD itu terjadi, maka
darah dari ventrikel kiri akan masuk ke ventrikel kanan karena disebabkan oleh 2 hal yaitu
kontraksi ventrikel kiri lebih besar dibandingkan dengan ventrikel kanan serta disebabkan
oleh peningkatan resistensi sistemik dibandingkan dengan resistensi pulmonal. Oleh karena
itu,ketika ventrikel kiri berkontraksi maka darah akan masuk ke dua tempat yaitu ke aorta dan
ventrikel kanan. Lalu karena jumlah darah di ventrikel kanan meningkat maka volume darah
yang akan masuk ke paru – paru akan meningkat pula. Ventrikel Septal Defect ini akan
menyebakan terjadinya penurunan volume sekuncup sehingga terjadilah penurunan nilai
cardiac outputnya yang akan mengakibatkan tubuh tidak menerima darah kaya oksigen dan
nutrisi yang secukupnya sehingga berat badan pasien tidak akan naik. Selain hal tersebut,
VSD juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan ventrikel kanan karena volume darah
yang ada di ventrikel kanan meningkat karena menerima darah dari ventrikel kiri, V.Cava
Superior dan Inferior. Peningkatan tekanan ini dapat menyebabkan terjadinya hipertensi
pulmonal, aliran darah ke paru meningkat, dan hipertropi ventrikel kanan.
a) Hipertensi pulmonal dapat mengakibatkan sesak napas karena volume darah yang
masuk ke paru bertambah sehingga terjadilah edema paru.
b) Peningkatan aliran darah ke paru secara terus menerus akan menyebabkan
terjadinya kerusakan katup pulmonal sehingga akan menimbulkan terbentuknya
jaringan parut/fibrosis di daerah katup pulmonal. Hal ini akan mengakibatkan
tekanan di ventrikel kanan melebihi tekanan di ventrikel kiri sehinggah terjadilah
aliran darah balik ke ventrikel kiri dan menyebabkan tercampurnya oksigen
dengan karbon dioksida yang kemudian akan mengalir ke seluruh tubuh.
c) Hipertropi ventrikel kanan akan menyebabkan beban kerja ventrikel kanan
meningkat pula sehingga dampaknya atrium kanan juga akan mengalami
hipertropi dan akhirnya akan menimbulkan gejala CHF.
2. KLASIFIKASI BERDASARKAN DERAJAT
Klasifikasi derajat besarnya defek terhadap ukuran annulus katup aorta, terbagi menjadi 3
yaitu :
a) VSD kecil dengan ukuran defek lebih kecil dari 1/3 annulus katup aorta, terjadi
gradien yang signifikan antara ventrikel kiri dan kanan (>64 mmHg). Defek
seperti ini disebut restriktif, dengan berbagai variasi aliran dari kiri ke kanan,
tekanan sistol ventrikel kanan dan resistensi pulmonal
b) VSD moderat dengan restriksi, gradien berkisar 36 mmHg, besar defeknya 1/3 –
2/3 annulus katup aorta. Awalnya derajat aliran dari kiri ke kanan bersifat sedang
berat. Resistensi vaskular paru dapat meningkat, tekanan sistolik ventrikel kanan
dapat meningkat walaupun walaupun tidak melampaui tekanan sistemik. Ukuran
atrium dan ventrikel kiri dapat membesar akibat bertambahnya beban volume.
c) VSD besar non restriktif, besar ukuran defeknya > 2/3 annulus katup aorta.
Sebagian besar pasien akan mengalami perubahan vaskular paru yang menetap
dalam waktu 1 atau 2 tahun kehidupan. Dengan waktu terjadi penurunan aliran
dari kiri ke kanan, bahkan terjadi aliran dari kanan ke kiri.
3. KLASIFIKASI BERDASARKAN ETIOLOGI
Klasifikasinya belum ada karena etiologi atau penyebab terjadinya VSD itu sendiri masih
belum diketahui secara pasti (idiopatik) sampai saat ini.
4. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko untuk Ventrikel Septal Defect terbagi menjadi 2 faktor yaitu:
a) Faktor endogen adalah faktor yang berasal dari dalam dan maih belum diketahui
penyebabnya (idiopatik). Faktor ini dapat meliputi adanya riwayat keluarga PJB
(penyakit jantung bawaan), serta ada abnormalitas gen pada bayi yang dapat
menimbulkan kerusakan septup tersebut.
b) Faktor eksogen adalah faktor yang berasal dari luar yang bisa menyebabkan
terjadinya kerusakan (lubang) pada dinding pemisah ventrikel.Faktor ini meliputi ibu
hamil yang menderita infeksi rubella yang mana virus rubella ini nantinya akan masuk
ke janin melalui plasenta ibu dan akan menetap serta merusaki organ tubuh janin
tersebut seperti salah satunya di jantung sehingga ketika bayi tersebut lahir, bayi itu
dapat mengidap penyakit jantung bawaan ( VSD), serta terjadi juga pada ibu hamil
yang kecanduan minuman alkohol.
5. GEJALA DAN TANDA
Gejala dan tanda VSD adalah sebagai berikut :
a) Pada defek kecil di septum akan terdengar bunyi bising sistolik dan biasanya
defek kecil ini tidak menggangu pertumbuhan.
b) Pada defek besar akan terdapat sesak napas dan gangguan pertumbuhan oleh
karena meningkatnya aliran pulmonal.
c) Terdapatnya hipertensi pulmonal.
d) Terdapatnya kerusakan katup pulmonal.
e) Peningkatan tekanan vena jugularis (JVP) sebagai akibat kegagalan jantung
bagian kanan.
f) Hepatomegali dan edema tungkai yang juga merupakan akibat gagal jantung
kanan.
g) Hipotensi yang disebabkan oleh volume darah yang dipompa ventrikel kiri tidak
dapat masuk ke seluruh bagian tubuh secara merata.
6. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis VSD dapat dilakukan dengan beberapa pemeriksaan penunjang
seperti :
a) Elektrokardiografi
Biasanya dapat ditemukan gelombang melebar P pada atrium kiri yang membesar,
atau gelombang Q dalam dan R tinggi pada daerah lateral. Adanya gelombang R
tinggi di V1 dan perubahan aksis ke kanan menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan
dan hipertensi pulmonal.
b) Foto Rontgen dada
Pada VSD kecil ukuran jantung akan terlihat normal, dan VSD moderat atau besar
dapat terlihat pembesaran segmen pulmonal dan kardiomegali.
c) Ekokardiografi
Dapat menentukan lokasi defek, ukuran defek, arah dan gradien aliran, perkiraan
tekanan ventrikel kanan dan pulmonal, gambaran beban volume pada jantung kiri,
keterlibatan katup aorta ataupun katup trikuspid.
d) MRI
Memberikan gambar yang lebih baik terutama VSD dengan lokasi apikal yang sulit
dilihat dengan ekokardiografi. Juga dapat dilakukan besarnya curah jantung, besarnya
pirau, dan evaluasi kelainan yang menyertai seperti pada aorta ascendens dan arkus
aorta.
Tatalaksana Farmakologis
1. Dopamin
Dopamin sering digunakan untuk mengatasi curah jantung yang rendah. Pada
c) Defek septum atrium primum, merupakan bagian dari defek septum atrioventrikular
dan pada bagian atas berbatas dengan fosa ovalis sedangkan bagian bawah dengan
katup atrioventrikular.
III. ETIOLOGI
Penyebab Atrial Septal Defect (ASD) belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada
beberapa factor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.
Faktor-faktor tersebut diantaranya:
1. Faktor genetic
Resiko penyakit jantung kongenital meningkat 2 sampai 6% jika terdapat riwayat
keluarga yang terkena sebelumnya. Selain itu, 5 sampai 8% penderita penyakit
jantung kongenital mempunyai keterkaitan dengan kelainan kromosom.
2. Factor lingkungan
Penyakit jantung kongenital juga dihubungkan dengan lingkungan ibu selama
kehamilan. Seringnya terpapar dengan sinar radioaktif dipercaya dapat menjadi factor
pencetus terjadinya penyakit jantung kongenital pada bayi.
3. Obat-obatan
Meliputi obat-obatan yang dikonsumsi ibu selama masa kehamilan, misalnya litium,
busulfan, reinoids, trimetadion, thalidomide, dan agen antikonsulvan, antihipertensi,
eritromicin dan clomipramin.
4. Kesehatan ibu
Beberapa penyakit yang diderita oleh ibu hamil dapat berakibat pada janinnya,
misalnya diabetes mellitus, feniketouria, lupus eritematosus sistemik, sindrom rubella
congenital.
IV. FAKTOR RESIKO ASD
Faktor resiko pada DSA dapat berupa orang yang memiliki gen mutan tunggal, kelainan
kromosom. Pada kelainan kromosom dapat menyebabkan penyakit jantung kongenital
sebagai bagian suatu kompleks lesi. Berikunya ada factor gen multifaktorial yang dipercaya
merupakan dasar duktus arteriosuspatent. Factor ini juga merupakan dasar bagi factor
kongenital lain, tetapi beberapa bukti yang sekarang ada menunjukan factor lain seperti,
pengaruh gen tunggal yang dimodulasi. Umumnya bila anak pertama mengalami DSA maka
kemungkinan besar anak berikutnya mengalami hal serupa. Resiko penurunan DSA pada
anak jika orang tua terutama ibu sebagai penderita adalah sekitar 10% dengan tipe yang sama
dengan orang tua atau saudara kandungnya. Berikutnya ada factor lingkungan dan meternal
berupa lingkungan janin. Ibu yang meminum garam litium saat hamil dapat memperoleh anak
yang menderita penyakit jantung kongenital, dengan insiden lesi katup mitral dan tricuspid
yang abnormal tinggi, terutama sindrom ebstein. Ibu diabetic atau yang meminum
progesterone saat hamil mungkin mengalami peningkatan resioko untuk mempunyai anak
dengan penyakit jantung kongenital. Sekitar separuh anak dari ibu yang alkoholik menderita
penyakit jantung kongenital. Asam retinoal yang digunakan untuk mengobati jerawat dapat
menyebabkan berbagai tipe lesi jantung kongenital dan terpajan sinar X atau radiasi lainnya
yang dapat menyebabkan mutasi. Lesi viral berupa embriopari rubella sering menyebabkan
stenosis pulmonal perifer, duktus aretriosus paten dan kadang-kadang stenosis katup
pulmonal. Virus lain terutama koksakivirus diduga menyebabkan penyakit jantung kongenital
berdasarkan pertambahan frekuensi titer serum untuk virus tersebut pada ibu yang bayinya
menderita penyakit jantung kongenital.
V. GEJALA DAN TANDA ASD
Defek atrium sekundum lebih sering terjadi pada perenpuan dengan rasio 2 : 1 antara
perempuan dan pria sedangkan pada tipe sinus venosus rasionya 1 : 1. Defek septum atrium
sering tidak terdeteksi sampai dewasa karena biasanya asimtomatik, dan tidak memberi
gambaran diagnosis fisik yang khas. Lebih sering ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan rutin foto toraks atau ekokardiografi.
Walaupun angka kekerapan hidup tidak seperti normal, cukup banyak yang bertahan hidup
sampai usia lanjut. Oleh karena itu DSA tipe sekundum merupakan kelainan jantung
kongenital yang paling sering ditemukan pada dewasa.
Sesak napas dan rasa capek paling sering ditemukan keluhan awal, demikian pula infeksi
napas yang berulang. Pasien dapat terasa sesak pada aktivitas, dan berdebar-debar akibat
takiaritmia atrium. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan pulsasi ventrikel kanan pada
daerah parasternal kanan, wide fixed splitting bunyi jantung kedua walaupun tidak selalu ada,
bising sistolik tipe ejeksi pada daerah pulmonal pada garis sternal atas, bising mid diastolic
pada daerah tricuspid, dapat menyebar ke apex. Bunyi jantung kedua mengeras di daerah
pulmonal, oleh karena kenaikan tekanan pulmonal, dan perlu diingat bahwa bising bising
yang terjadi pada DSA merupakan bising fungsional akibat adanya beban volume yang besar
pada jantung kanan. Akan ditemukan sianosis bila defek besar atau common atrium, defek
sinus koronarius, kelainan vascular paru, stenosis pulmonal.
VI. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosis pada defek septal atrium ditegakkan berdasarkan anamnesis yang cermat,
pemeriksaan fisik yang teliti dan dengan beberapa pemeriksaan penunjang, antara lain ;
1. Elektrokardiografi
Pada penderita defek septal atrium gambaran EKGnya menunjukan aksis ke
kanan, blok bundle kanan, hipertrofi ventrikel kanan, interval PR memanjang,
aksis gelombang P abnormal, aksis ke kanan secara ekstrim biasanya akibat defek
ostium primum.
2. Foto rontgen dada
Pada foto lateral terlihat daerah retrosternal terisi, akibat pembesaran ventrikel
kanan, terapat dilatasi atrium kanan, dan terdapat segmen pulmonal menonjol,
corakan vascular paru prominen.
3. Ekokardiografi
Dengan menggunakan ekokardiografi trastorakal (ETT) dan Doppler berwarna
dapat ditentukan lokasi defek septum, arah pirau, ukuran atrium dan ventrikel
kanan, keterlibatan katub mitral misalnya prolaps yang memang sering terjadi
pada DSA.
4. Kateterisasi jantung
Pemeriksaan ini diperlukan guna :
a. Melihat adanya peningkatan saturasi oksigen di atrium kanan
b. Mengukur rasio besarnya aliran pulmonal dan sistemik
c. Menetapkan tekanan dan resistensi arteri pulmonalis
d. Evaluasi anomali aliran vena pulmonalis
e. Angiografi koroner seleltif pada kelompok umur yang lebih tua, sebelum
tindakan operasi penutupan DSA.
5. Magnetic resonance imaging
a) Sebagai tambahan dalam menentukan adanya dan lokasi DSA
b) Evaluasi anomaly aliran vena, bila belum bisa dibuktikan dengan
modalitas lain
c) Dapat juga dipakai untuk estimasi Qp/Qs
VII. PENATALAKSANAAN
a. Terapi non farmakologi
Pada dewasa sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk keluhan, umur,
ukuran dan anatomi defek, adanya kelainan yang menyertai, tekanan arteri
pulmonal serta resistensi vascular par. Contohnya adalah Tirah baring yang
mana pasien ASD disarankan untuk berbaring saja di tempat tidur dan
diharapkan tidak melakukan aktivitas berat seperti berolahraga karena hal
tersebut dapat memperparah gejala penyakit ASD.
Indikasi penutupan DSA :
a) Pembesaran jantung pada foto toraks, dilatasi ventrikel kanan, kenaikan tekanan arteri
pulmonalis 50% atau kurang dari tekanan aorta, tanpa mempertimbangkan keluhan.
Prognosis penutupan DSA akan sangat baik dibandingkan dengan pengobatan
medikamentosa. Pada kelompok umur 40 tahun ke atas harus dipertimbangkan
terjadinya aritmia atrial, apalagi bila sebelumnya telah ditemui adanya gangguan
irama. Pada kelompok ini perlu dipertimbangkan ablasi operatif pada saat penutupan
DSA
b) Adanya riwayat iskemik transient atau strok pada DSA atau foramen ovale persisten
Operasi merupakan kontraindikasi bila terjadi kenaikan resistensi vascular paru 7-8 unit,
atau ukuran defek kurang dari 8 mm tanpa adanya keluhan dan pembatasan jantung kanan.
Tindakan penutupan dapat dilakukan dengan operasi terutama untuk defek yang sangat besar
lebih dari 40 mm, atau tipe DSA selain tipe sekundum. Sedangkan untuk DSA sekundum
dengan ukuran defek lebih kecil dari 40 mm harus dipertimbangkan penutupan dengan
kateter dengan menggunakan amplatzar septal accluder. Masih dibutuhkan evaluasi jangka
panjang untuk menentukan kejadian aritmia dan komplikasi tromboemboli.
Pemantauan pasca penutupan DSA :
a) Pada anak-anak tidak bermasalah dan tidak memerlukan pemantauan
b) Pada dewasa atau umur yang lebih lanjut perlu evaluasi periodik, terutama bila saat
operasi telah ada kenaikan tekanan arteri pulmonal, gangguan irama atau disfungsi
ventrikel
c) Profilaksis untuk endokarditis diperlukan pada DSA primum, regurgitasi katup, juga
dianjurkan pemakaian antibiotik selama 6 bulan pada kelompok yang mengalami
penutupan perkutan.
b. Terapi farmakologi
Tatalaksana farmakologi umumnya bersifat sekunder sebagai akibat komplikasi dari
penyakit jantungnya sendiri atau akibat adanya kelainan lain yang menyertai. Dalam hal ini
tujuan terapi farmakologi untuk menghilangkan gejala dan tanda disamping untuk
mempersiapkan operasi. Lama dan cara pemberian obat-obatan tergantung pada jenis
penyakit yang dihadapi. DSA merupakan golongan penyakit jantung bawaan kritis. Terapi
farmako yang digunakan adalah untuk mengurangi tanda dan gejala yang ada. Salah satu
gejala adalah hipoksia tindakan yang harus dilakukan adalah memperhatikan suhu lingkungan
yang netral untuk mengurangi kebutuhan oksigen, kadar hemoglobin dipertahankan dalam
jumlah yang cukup, memberikan cairan parenteral dan mengatasi gangguan asam basa,
memberikan oksigen menurunkan resistensi paru, pemberian prostaglandin paru E1 supaya
duktus arteriosus tetap terbuka dengan dosis permulaan 0,1 µg/kg/menit dan bila sudah
terjadi perbaikan maka dosis dapat diturunkan menjadi 0.05 µg/kg/menit. Obat ini akan
bekerja dalam waktu 10-30 menit sejak pemberian dan efek terapi ditandai dengan adanya
kenaikan. Bila pasien mengalami komplikasi berupa gagal gantung diberikan obat inotropik
seperti digoxin atau obat inotropik lain seperti dobutamin atau dopamine digoxin untuk
neonates misalnya, dipakai dosis 30 µg/kg. Dosis pertama diberikan 8 jam kemudian sebesar
seperempat dosis sedangkan dosis ketiga diberikan 8 jam berikutnya sebesar seperempat
dosis. Obat inotropik isoproterenol dengan dosis 0.005-1 µg/kg/menit diberikan bila terdapat
bradikardi, sedangkan bila terdapat takikardi diberikan dobutamin 5-10 µg/kg/menit atau
dobutamin bila laju jantung tidak begitu tinggi dengan dosis 2-5 µg/kg/menit. Digoxin tidak
boleh diberikan pada pasien dengan perfusi sistemik yang buruk dan jika ada penurunan
fungsi ginjal, karena akan memperbesar kemungkinan intoksikasi digitalis. Vasodilator yang
biasa dipakai adalah katopril dengan dosis 0.1-0.5 µg/kg/hari terbagi 2-3 kali per oral.
VIII. SASARAN DAN STRATEGI TERAPI
a) Sasaran terapi
Sasaran terapi medikamentosa dilakukan saat pasien memiliki gejala yang merupakan
bagian dari kontraindikasi pembedahan. Terapi medikamentosa merupakan terapi
sekunder dalam penatalaksanaan DSA.
b) Strategi terapi
Strategi terapi pada pasien DSA adalah operasi. Jika pasien memiliki kontraindikasi
dalam prosedur bedah maka yang dilakukan adalah mengurangi gejala dan tanda
dengan terapi medikamentosa.
DAFTAR PUSTAKA
1. Paulsen, F., & Waschke, J. (2013). Sobotta Atlas Anatomi Manusia Organ-Organ
Dalam (23 ed., Vol. 2). Jakarta: EGC.
2. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia : dari Sel ke Sistem. – Ed. 8. −Jakarta: EGC,
2014
3. Muhammad A Sungkar, A. A. (2014). Penyakit Katup Pulmonal . Dalam Ilmu
Penyakit Dalam Jilid 1 (hal. 1200). Jakarta.
4. Ghanie, A. (2014). Defek Septum Atrium. Dalam P. J. Dewasa, Ilmu Penyakit Dalam
Jilid 1 (hal. 1256). Jakarta.
5. Ghanie, A. (2014). Defek Septum Ventrikel. Dalam P. J. Dewasa, Ilmu Penyakit
Dalam Jilid 1 (hal. 1261). Jakarta.