You are on page 1of 16

METODE EPIDEMIOLOGI

STUDI EKSPERIMENTAL DAN STUDI KOHORT

A. Studi Eksperimen
A.1 Definisi Studi Eksperimen
Eksperimen adalah studi dimana peneliti dengan sengaja mengubah sebuah atau lebih faktor
pada situasi yang terkontrol dengan tujuan mempelajari pengaruh dari perubahan factor itu.
Dalam epidiomologi, studi elsperimental mengukur suatu perlakuan (intervensi) pada populasi
dengan cara membandingkan hasil-hasil perlakuan pada kelompok perlakuan dan kelompok control
(last, 2001).studi eksperimental disebut juga studi intervensi (hennekens dan Buring,1987). Untuk
menghindari bias, anggota-anggota dari kelompok perlakuan dan kelompok control harus sebanding
(comparable) kecuali perlakuan yang diberikan. Alokasi individu-individu kedalam kelompok
perlakuan atau kelompok control idealnya dilakukan dengan cara randomisasi.
Suatu eksperimen terencana yang penting dicatat dalam sejarah adalah percobaan James Lind
untuk mengatasi scurvy (Gordis, 2000). Lind membag 12 pasien scurvy yang berlayar dari Salisbury
(Inggris), ke dalam enam kelompok. Dua orang mendapat cider (minuman beralkohol, erbuat dari jus
apel), dua orang mendapat 25 tetes eliksir pahit, dua lainnya mendapat dua sendok cuka, dua orang
limau setiap harinya. Pengaruh perbaikan yang paling baik dan cepat dijumpai pada pasien yang
mendapatkan jeruk dan limau, satu diantaranya dapat bekerja kembali setelah 6 hari terapi.
Sejarah mencatat penyelidikan John snow (1813-1858) tentang wabah kolera di London.
Penyelidikan itu kadang-kadang disebut “Natural Eksperimen”. Tetapi betulkah penyelidikan snow
merupakan studi eksperimental? Beberapa orang menyebut jumlah kasus Kolera akibat perbedaan
tingkat perlakuan yang diterima penduduk kota itu, yakni sekelompok subyek mendapat air minum
yang dipasok Lambeth Company dari bagian hulu Sungai Thames yang kuran tercemar, dan
kelompok subyek lainnya disuplai southwark-Vauxhall dari bagian hilir sungai yang tercemar.
Dengan “Shoe-Leather epidemiology” (epidiomologi kulit sepatu),Snow berjalan dari rumah ke
rumah dan menanyai setiap rumah tangga untuk mengumpulkan informasi tentang sumber-sumber
air minum kejadian kolera (Last. 2001). Disebut alamiah, karena sebenarnya bukan snow yang
sengaja mengalokasikan perlakuan, melainkan kedua perusahaan air minum tersebut. “Natural
Eksperiment” dengan demikian sebenarnya bukan merupakan penelitian eksperimen, melainkan studi
kohort (Rothman, 2002).

A.2. Eksperimen Random


Eksperimen dengan control random (Randomized Controlled Trial. RCT), disingkat
eksperimen random , adalah studi eksperimental yang menggunakan prosedur random untuk
mengalokasi berbagai level factor penelitian kepada subyek penelitian. Penunjukkan subyek
penelitian secara random untuk mendapatkan salah satu dari berbagai tingkat factor penelitian disebut
randomisasi ( randomization), alokasi random ( random allocation), atau penunjukkan random
(random assignment). Tema ini harus dibedakan dengan pencuplikan random ( random sampling)
yang merupakan tekhnik memilih sampel dari populasi secara random.
Eksperimen random dipandang sebagai “Gold standard” riset pada umumnya, dan riset
epidiomologi khususnya. Kemampuannya mengendalikan secara maksimal situasi penelitian
(terutama factor- factor perancu) mampu memberikan bukti-bukti empiris kuat bagi inferensi kausal.
Gambar dibawah menyajikan skema umum eksperimen random.peneliti mulai dengan
menentukan populasi sumber. Dengan criteria eligibilitas,anggota-anggota populasi terlebih dulu
“disaring” untuk menentukan siapa boleh (criteria inklusi) dan siapa tidak boleh (criteria ekslusi)
mengikuti penelitian. Sebagian diantara yang memenuhi syarat ada yang menolak berpartisipasi.
Subyek-subyek yang setuju berpartisipasi (informed consent) ditunjuk secara random kedalam
kelompok perlakuan atau kelompok control peneliti mengikuti subyek-subyek penelitian untuk
melihat berapa banyak subyek menunjukkan perbaikan dalam kelompok perlakuan maupun
kelompok control. Jika perbaikan hasil lebih banyak dijumpai pada kelompok perlakuan daripada
control, maka disimpulkan terapi baru memang lebih baik.
Perhatikan, studi eksperimental (random maupun kausal) tidak memilih subyek berdasarkan
status paparan maupun status penyakit, melainkan berdasarkan criteria - criteria eligibilitas ( criteria
restriksi, criteria admisibilitas) tertentu. Criteria eligibilitas merupakan pembatasan subyek penelitian
yang akan diteliti, ditujukan terutama untuk mengontrol factor-faktor perancu tertentu. Setelah
menentukan criteria restriksi,rekrutmen subyek bisa dilakukan sebelum penelitian dimulai (non –
accrual method), atau selama penelitian berlangsung (accrual method) (Grestman, 1998). Jumlah
subyek yang dipilih untuk sampel yang dilakukan sebelum penelitian dimulai.

Randomisasi

Skema umum eksperimen random (RCT)

A.3. Kelompok Kontrol dalam RCT


Subyek-subyek dalam kelompok control dapat menerima salah satu dari tiga kemungkinan
substansi (kleinbaum et al, 1982): (1) Plasebo, (2) terapi kini, (3) No treatment (true eksperimental).
Placebo merupakan obat atau proseduryang bersifat inert (tidak memiliki efek farmakologis), tetapi
dimaksudkan untuk menimbulkan persepsi pada pasien bahwa mereka sedang menerima perlakuan
untuk mengatasi keluhannya (Last, 2001). Untuk itu placebo sengaja di desain sedemikian rupa
sehingga tampilan, rasa, dan bau, sedekat mungkin menyerupai intervensi yang sesungguhnya,
kecuali komponen aktif. Placebo tidak diberikan jika intervensi yang diteliti sudah diketahui
efektivitasnya dan digunakan luas.

A.4. Blinding
Bias dalam eksperimen dapat terjadi jika klinisi/peneliti yang memberikan obat baru juga
mendiagnosis kasus, mengalokasikan pasien kedalam eksperimen dan kelompok control , atau
mengukur variable hasilnya. Blinding (baca:masking, pembuatan) merujuk kepada suatu tekhnik
untuk mengurangi peluang terjadinya bias dalam menentukan status variable hasil, dengan cara
membuat subyek penelitian, pengamat, atau peneliti tidak tidak mengetahui tentang status peninjukan
kelompok (yaitu, apakah kelompok perlakuan atau kelompok control) blinding lazim diguakan dalam
clinical trial: tiga jenis blinding: (1) single blinding (pembutaan tunggal) merupakan tekhnik untuk
menyembunyikan status penunjukkan kelompok kepada subyek-subyek penelitian, sampai studi
berakhir, (2) double blinding adalah tekhnik untuk menyembunyikan status peninjukkan kelompok
kepada subyek penelitian maupun pengamat, maupun analisis dan statistic, sampai studi berakhir. dan
(3) triple blinding adalah tekhnik untukmenyembunyikan status penunjukkan kelompok kepada
subyek penelitian, pengamat, maupun analisis data statistic, sampai studi berakhir. Tujuan triple
Blinding adalah mencegah bias informasi pada semua tahap studi.

Efektifitas dan Efikasi


Perbedaan kedua konsep perlu dipahami. Efikasi merujuk kepada pengaruh potensial
perlakuan jika diterapkan pada situasi dan kondisi optimal. Efektivitas merujuk kepada sejauh mana
perlakuan spesifik menghasilkan pengaruh yang diinginkan ketika diterapakan dalam setting “Dunia
sesungguhnya”. Dalam konteks desain eksperimen, efikasi merujuk kepada pengaruh perlakuan yang
terukur dalam situasi eksperimental yang sangat terkontrol dan sangat artificial.

Imformed Consent
Informed consent merupakan persetujuan sukarela dari pihak subyek penelitian-baik subyek
langsung maupun proxy (misalnya, orang tua)- yang tidak dipengaruhi peneliti, dan harus diperoleh
peneliti sebelum melakukan penelitian menyangkut manusia sebagai subyek penelitian.Regulasi etis
riset mensyaratkan bahwa subyek penelitian mendapatkan informasi yang memadai tentang butir-
butir berikut:
1. Subyek akan diikutsertakan dalam penelitian
2. Metode dan prosedur yang akan digunakan dalam penelitian
3. Potensi resiko dan ketidaknyamanan yang mungkin dihasilkan dari partisipasi penelitian
4. Potensi manfaat
5. Prosedur-prosedur alternative.
Diperkirakan akan makin banyak calon peserta yang tidak bersedia berpartisipasi dalam clinical trial
karena beberapa alasan (Gross dan Fogg, 2001): (1) tidak bersedia ditunjuk secara random, (2)
penelitian berlangsung dalam jangka waktu yang sangat lama, intrusive, atau irelevan, (3) protocol
tidak sesuai kebutuhan peserta.

Jenis Desain Eksperimen Random


1. Completely Randomized Design meruapakan desain eksperimen random yang paling mendasar.
Dalam desain ini, semua subyek dari populasi studi langsung dialokasikan random kedalam kelompok
perlakuan atau kelompok control.
Tujuan randomisasi supaya semua variable independent yang potensial perancu akan tersebar merata
kedalam kelompok perlakuan maupun kelompok control. Gambar dibawah ini menyajikan skema
Completely Randomized Design.

Randomisasi

Completely Randomized Design

Menganalisis data Completely Randomized Design


a. Jiak variable hasil kategorikal dan perlakuan kategorikal , maka kemaknaan pengaruh perlakuan
dapat diuji dengan uji statistic Chi kuadrat. Besarnya perlakuan diestimasi dalam bentuk ukuran ratio
(misalnya rasio resiko atau odss Rasio), atau ukuran beda ( misalnya risk difference), menggunakan
table silang 2x2 atau analisis regresi logistic.
b. Jika variable hasil kontinu dan perlakuan kategorikal , maka kemaknaan pengaruh perlakuan diuji
dengan Uji F one- way ANOVA (hicks, 1982).sebagian alternative sampel dapat dianalisis dengan
menggunakan uji statistic non parametric yang setara, yakni uji kruskall-wallis jika perlakuan
polikotomi, atau uji median dan uji mann- whitney jika perlakuan dikotomi (Murti, 1996).

Randomized Block Design


Randomisasi memang memperbesar kemungkinan tetapi tidak menjamin.penyebaran karakteristik-
karakteristik yang mempengaruhi variable hasil secara merata ke dalam kelompok perlakuan dan
kelompok control. Karena itu dalam completely randomized design ada kemungkinan terdapat variasi
antar subyek di dalam kelompok (perlakuan maupun control) yang mencerminkan pula variasi karena
factor perancu. (counfounding factor).
Dalam hal ini kesalahan random (error term) tidak hanya merupakan kesalahan eksperimen,
melainkan mencakup variasi factor perancu. Karena tujuan desain eksperimen adalah mengurangi
kesalahan eksperimen, maka desain yang lebih baik mampu mengeluarkan variasi factor perancu dari
error term dan memperhitungkan pengaruhnya secara eksplisit di dalam model.
Desain yang berusaha memastikan bahwa setiap level factor perancu tersebar dalam kelompok
perlakuan maupun kelompok control adalah randomized block design. Desain ini memungkinkan
pengujian pengaruh perlakuan dalam lingkungan yang homogeny (yakni, homogeny dalam masing-
masing blok) (hicks, 1982). Dengan kata lain, penyebaran factor perancu ke dalam kelompok
perlakuan dan kelompok control dalam masing-masing blok lebih merata sehingga analisis
perbandingan dapat dilakukan dengan lebih baik. Secara umum tekhnik pengelompokkan
homogenitas karakteristik tertentu dinamakan blok, dan randomisasi kini dibatasi dalam masing-
masing blok. Menyajikan randomized block design.

Randomisasi Randomisasi Randomisasi

Randomized Block Design


Perlu dibedakan antara stratified Random sampling dan Randomized block design. Stratified random
sampling merupakan tekhnik pencuplikan untuk memastikan bahwa sampel yang terpilih memiliki
karakteristik tertentu yang diinginkan. Jadi pertama-tama dibagi dulu dalam starata. Dari masig-
masing strata itu kemudian dilakukan pencuplikan random. Tujuan stratified random sampling untuk
memperoleh sampel dengan sifat-sifat sebagai berikut: (1) menyerupai populasi dalam beberapa
karakteristik tertentu yang penting (2) memiliki jumlah subyek yang cukup di semua strata untuk
dapat dilakukan analisis pada masing-masing strata, (3) memiliki distribusi normal.
Sedangkan tujuan randomized block design memastikan bahwa kelompok perlakuan dan kelompok
control yang dibandingkan tidak berbeda secara bermakana dalam hal variable-variabel tertentu (
yaiyu: factor perancu) yang sudah distratfikasi ke dalam blok-blok.
Crossover Design
Crossover design merupakan metode eksperimental untuk membandingkan dua atau lebih perlakuan
atau intervensi, dimana subyek-subyek atau pasien-pasien setelah menyelesaikan salah sebuah
perlakuan “melintas” kepada perlakuan lainnya (Last, 2002).crossover design dibagi dua jenis
(Gordins, 2000) :
a. Planned Crossover
Subyek-subyek diberikan terapi A atau terapi B secara randomisasi. Setelah diamati selama satu
periode waktu dengan satu terapi, subyek-subyek itu dialihkan kepada terapi lainnya. Dengan
demikian masing-masing pasien berperan sebagai control bagi dirinya sendiri (self control), sehingga
mengatasi variasi antara individu dalam hal karakteristik-karakteristik yang mungkin mempengaruhi
perbandingan efektivitas kedua terapi. Planned crossover menarik dan bermanfaat, tetapi ada hal yang
perlu dicermati. Pertama, masalah satu perlakuan tidak tercampur oleh sisa pengaruh perlakuan
lainnya. Karena itu desain ini memerlukan waktu wash-out yang cukup untuk membuang sisa-sisa
pengaruh terapi A sebelum masuk ke terapi B, demikian pula sebaliknya.

Terapi A Terapi B

----------------------------diamati---------------- -----------------

-----------------------------diamati--------------- -----------------

Planned Crossover Design

Kedua, urutan pemberian terapi mungkin membawa pengaruh respon psikologis. Pasien mungkin
memberikan reaksi yang berbeda terhadap terapi pertama dalam sebuah studi akibat dari antusiasisme
terhadap sesuatu yang baru, antusiasisme ini biasanya menurun dengan bergulirnya waktu.
Unplanned Crossover
Dimulai dengan completely Randomized Design. Sebagai contoh , pasien-pasien penyakit jantung
koroner ditunjuk secara random kedalam kelompok yang akan mendapatkan erapi bedah pintas
koroner dan kelompok yang akan mendapat terapi medis. Tentu randomisasi dilakukan setelah
peneliti memperoleh persetujuan.

Unplanned Crossover Design


Antisipasi dalam analisis data terdiri dari:
1. Subyek-subyek dalam kelompok bedah dan kelompok medis yang asli dianalisis sesuai hasil
randomisasi.
2. Subyek-subyek dianalisis sesuai dengan perlakuan sesungguhnya mereka terima. Jika opsi kedua
dipilih,maka randomisasi batal. Jika pertama yang dipilih dan ini yang umumnya dilakukan karena
konsisten dengan RCT jumlah crossover tetap aja harus ditekan seminimal mungkin. jika jumlah
crossover terlalu banyak, maka validitas hasil-hasil penelitian dipertanyakan.
Factorial Design
Factorial design merupakan metode eksperimental yang menata studi eksperimental sedemikian
sehingga semua level dari masing-masing intervensi terjadi di dalam semua level intervensi lainnya.

Factorial Design dalam studi aspirin dan beta-karoten

Factorial design merupakan rancangan yang menarik dan ekonomis karena dapat menguji pengaruh
masing-masing dari dua factor penelitian dengan menggunakan populasi studi yang sama. Desain
factorial yang hanya melibatkan 2 faktor penelitian disebut 2 kali 2 factorial design.

Keuntungan dan kekurangan eksperimen random


Eskperimen random (RTC) memberikan control maksimal terhadap situasi penelitian, sehingga
penelitian dapat memisahkan pengaruh perlakuan terhadap pengaruh yang tercampur factor-faktor
perancu. Alokasi perlakuan secara random memungkinkan penyebaran karakteristik dasar (termasuk
factor-faktor perancu) dengan sebanding kepada kelompok eskperimen dan kelompok control.
Jikalau terdapat ketidaksetaraan antara kelompok-kelompok studi itu, maka hal itu disebabkan oleh
peran peluang, bukan oleh bias seleksi. Untuk mengurangi pengaruh peran peluang, studi
eksperimental memerlukan ukuran sampel yang cukup besar. Sebagai ancar-ancar, masing-masing
kelompok studi berukuran > 100 subyek (Elwood, 1988)
Sebetulnya, perbedaan distribusi karakter (berapapun subtansinya) bukan merupakan masalah jika
yang berbeda itu bukan factor pemicu. Tetapi, jika yang berbeda adalah factor-faktor perancu, maka
randomisasi akan gagal menjalani “misi”nya mengontrol kerancuan.
Keuntungan
1. Memungkinkan evaluasi perlakuan dalam situasi terkontrol (randomisasi) untuk memberikan
bukti-bukti kuat intervensi kausal.
2. Arah pengusutan prospektif (mulai dari menentukan perlakuan lalu diikuti kedepan untuk melihat
efeknya terhadap variable hasil).
3. Dapat dilakukan validasi data, karena data yang dikumpulkan terjadi persamaan dengan
berlangsungnya studi.
4. Potensial mengurangi bias dengan jalan membandingkan dua kelompok identik.
5. Memungkinkan dilakukan meta-analisa (memadukan hasil-hasil kuantitatif sejumlah uji klinis
serupa di kemudian hari).
Kerugian
1. Mahal dan memakan banyak waktu
2. Banyak RTC dilakuakn dengan terlalu sedikit pasien, sehingga tujuan randomisasi membuat
keseimbangan distribusi factor perancu dalam kelompok-kelompok studi tidak tercapai dan presisi
estimasi rendah.
3. Banyak RTC dilakukan dalam waktu terlalu pendek.
4. Kegagalan dalam melakukan randomisasi kepada semua pasien yang memenuhi syarat (peneliti
hanya menawarkan partisipasi kepada pasien yang diperkirakan akan memberikan respons baik bagi
intervensi).
5. Diperlukan desain yang lebih kompleks dan sensitive terhadap bias untuk menjawab masalah
penelitian yang kompleks agar dapat dibuat intervensi yang valid, variable dan dapat
digeneralisasikan dengan implikasi menambah kesulitan penggunaan RTC.
6. Sebagian besar didanai badan-badan riset besar (perusahaan obat, pemerintah, universitas) yang
akhirnya mendikte agenda riset.

Eksperimen kuasi
Eksperimen kuasi adalah studi eksperimental yang dalam mengontrol situasi penelitian menggunakan
cara non-randomisasi (Last,2001). Desain ini berasal dari riset ilmu-ilmu social yang kemudian
diadopsi oleh ilmu epidemiologi untuk mengevaluasi dampak intervensi kesehatan masyarakat.
Untuk memperoleh taksiran dampak perlakuan yang sebenarnya maka peneliti harus memiliki
kelompok control yang memiliki karakteristik variable perancu yang sebanding dengan kelompok
perlakuan.
Eksperimen kuasi dilakukan sebagai alternative eksperimen randomisasi, tatkala pengalokasian factor
penelitian kepada subyek peneliti tidak mungkin, tidak etis, atau tidak praktis dilaksanakan dengan
randomisasi.
Jenis desain eksperimental kuasi
Eksperimental kuasi dapat dibedakan dalam beberapa jenis yaitu Desaian sebelum dan sesuda satu
kelompok, Desaian sesudah saja dengan control, Desaian sebelum dan sesudah dengan control,
Desain campuran (misalnya time- Saries).
1. Desaian sebelum dan sesudah satu kelompok
Desaian ini merupakan eksperimen kuasi dimana masing-masing unit eksperimentasi (subyek
maupun kelompok) berfungsi sebagai control bagi dirinya sendiri, dan pengamatan variable hasil
dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan (Kothari 1990; Kleinbaum, 1982). Kelompok control atas
dirinya sendiri disebut control internal atau control refleksi.
2. Desaian sesudah saja dengan control
Desaian ini mengamati variable hasil pada saat yang sama terhadap kelompok perlakuan dan
kelompok control, setelah perlakuan diberikan kepada kelompok perlakuan (Kothari,1990). Dengan
cara non-random, penelitian memiliki kelompok control yang memiliki karakteristik atau variable-
variabel perancu potensial yang sebanding dengan kelompok perlakuan.
3. Desaian sebelum dan sesudah dengan control
Desaian ini mirip dengan RTC kecuali penunjukan (kelompok) subyek tidak dilakukan dengan cara
random. Pengaruh perlakuan ditentukan dengan membandingkan perubahan nilai-nilai variable hasil
pada kelompok perlakuan dengan perubahan nilai-nilai pada kelompok control. Desaian ini lebih baik
dari dua desaian esperimenta kuasi yang terdahulu, karena mengatasi kemungkinan variasi eskternal
yang diakibatkan perubahan waktu serta menggunakan kelompok pembanding eksternal.

4. Desaian campuran
Desain ini mengkombinasikan elemen-elemen pembanding internal dan eksternal. Kombinasi
tersebut meningkatkan kemampuan mengatasi ancaman validitas, selanjutnya meningkatkan
kemampuan untuk menarik inferensi kausal. Berbagai desain campuran dapat digunakan untuk
mengevaluasi pengaruh dari intervensi: Time-Series dengan pemberian dan pengertian intervensi,
Time-series dengan pembanding dan Time-Series majemuk berjenjang.

Kekuatan dan kelemahan eksperimen kuasi


Kekuatan
Secara umum eksperimen kuasi lebih mungkin diterapkan dan lebih murah ketimbang eksperimen
randomisasi, terutama pada penelitian-penelitian dengan ukuran sampel sangat besar atau sangat
kecil.
Kelemahan
Karena alokasi perlakuan tidak dilakukan random, maka peneliti akan kurang mampu mengendalikan
factor-faktor perancu. Kemampuan pengentrolan factor perancu bervariasi antara satu desaian dengan
desaian eksperimen kuasi yang lainya. Alokasi non-random bahkan dapat mengakibatkan bias yang
sulit dikontrol pada analisis data.
Jenis-jenis eksperimental
1. Eksperimen laboratorium
Pada eskperimen ini menafsirkan pengaruh factor biologis atau prilaku yang dicurigai merupakan
factor risiko suatu penyakit (Kleinbaum et al., 1982). Unit eksperimen ini adlah induvidu, populasi
studi biasanya sangat dibatasi sehingga umunya tidak merepresentasikan populasi sasaran.
Eksperimen laboratorium biasanya berlangsung dalam jangka waktu yang sangat pendek, dari
beberapa jam hingga beberapa hari.
2. Clinical trial
Merupakan eksperimen random dengan unit eksperimentasi individu yang dilakukan untuk menguji
efikasi intervensi terapetik ataupun prementatif. Clinical trial biasanya berlangsung antara beberapa
hari hingga beberapa tahun. Keuntungan dari clinical trial ini adalah kemampuan mengontrol
keracunan dengan efektif.

3. Eksperimen lapangan
Eksperimen lapangan adalah jenis eksperimen yang dilakuakan dilapangan dengan induvidu-
induvidu yang brlum sakit sebagai subyek. Mirip dengan studi kohort prospektif, desaian ini diawali
dengan memilih subyek-subyek yang belum sakit. Subyek-subyek penelitian dibagi kedalam
kelompok eksperimen dan kelompok control lalu diikuti perkembanganyaapakah subyek mengalami
penyakit yang diteliti atau tidak. Subyek yang terjangkit dan tidak terjangkit penyakit di antara kedua
kelompok studi kemudian dibandingkan, untuk menilai pengaruh perlakuan.
4. Community intervention
Merupakan studi eksperimental dimana intervensi dialokasikan kepada komunitas bukan kepada
individu-induvidu. Community intervention mengevaluasi dampak implementasi suatu intervensi
komunitas yang bertujuan melakukan pencegahan primer melalui modifikasi factor resiko.
Biasanya factor-faktor resiko yang dimonifikasi dalam program intervensi itu adalah prilaku
induvidu, karakteristik biologis ataupun aspek-aspek lingkungan. Community intervention
berlangsung dalam jangka waktu lama, biasanya lebih dari enam bulan. Unit eksperimentasinya
adalah kelompok. Karena jumlah kelompok sedikit, maka alokasi random tidak memberikan dampak
kesebandingan penyebaran factor-faktor diluar intervensi seperti diharapkan, sehingga umumnya
yang dilakukan adalah alokasi intervensi secara non-random.

Bias dalam eksperimen


1. Bias kontaminasi
Merupakan situasi yang terjadi ketika sebuah populasi yang sedang diteliti tentang sebuah kondisi
atau factor juga memiliki kondisi atau factor lain yang mengubah hasil penelitian. Dalam RTC bias
kontaminasi terjadi ketika prosedur eksperimental secara tidak sengaja diterapkan kepada anggota-
anggota kelompok control, atau sebaliknya prosedur eksperimen itu secara tidak sengaja tidak
diterapkan kepada anggota-anggota kelompok eksperimen (Last,2001).
2. Bias penarikan
Terjadi ketika sebagian subyek dikeluarkan dari penelitian yang mengakibatkan ketidakseimbangan
distribusi factor perancu antara kelompok eksperimen dan kelompok control.

3. Bias kepatuhan
Bias kepatuhan terjadi ketika terdapat perbedaan tingkat kepatuhan antara kelompok eksperimen dan
kelompok control dalam mematuhi aturan pemakaian terapi eksperimen dan terapi alternative. Setiap
eksperimen menuntut partisipasi aktif dan kerja sama yang baik dari subyek penelitian. Tetapi, setelah
setuju berpartisipasi, subyek penelitian mungkin tidak dapat mematuhi protocol penelitian katena
beberapa alasan.

Strategi mengontrol bias


Sejumlah cara mengurangi bias kepatuhan yaitu:
1) Penggunaan populasi yang memiliki minat tinggi dan andal untuk ikut dalam penelitian.
Dari populasi yang beresiko tinggi di harapkan menjadi motivasi yang tinggi untuk mematuhi
protocol yang tetap.
2) Penerapan masa cobaan
Semua peserta menerima terapi aktif atau placebo selama beberapa minggu atau beberapa bulan
sebelum randomisasi.
3) Meningkatkan kontak dengan subyek penelitian
Kontak yang cukup kerap dan hubungan yang baik dengan peserta penelitian, baik melalui kunjungan
ke rumah, jungan klinis, telepon maupun surat.
4) Menggunakan instrument monitor
Tingkat kepatuhan perlu dimonitor dan sedapat mungkin diukur. Ada beberapa metode dalam
pengukuran yaitu laporan peserta penelitian, memeriksa jumlah pil tersisa, penggunaan parameter
biokimia, yang paling mudah adalah melaporkan diri sendiri.

B. Studi Kohort

B.1. Definisi Studi Kohort


Studi kohort adalah desain studi observasional yang mempelajari hubungan antara paparan dan
penyakit,dengan memilih dua (atau lebih) kelompok-kelompok studi berdasarkan perbedaan status
paparan, kemudian mengikuti sepanjang suatu periode waktu untuk meliht seberapa banyak subjek
dalam masing – masing kelompok mengalami penyakit atau kesudahan tertentu lainnya. (Murti,
2003). Pada awal penelitian, semua subjek bebas dari penyakit yang diteliti. Jika terdapat subjek yang
berpenyakit pada awal penelitian, maka ia harus di eksklusi dari penelitian.
Gambar 2.1. menyajikan skema studi kohort. Perhatikan bahwa perbandingan kelompok-kelompok
terpapar dan tak terpapar merupakan “trademark” studi kohort. Pengamatan kohort dapat dilakukan
secara kontinu atau intermiten. Periode waktu follow-up umumnya beberapa tahun atau bahkan
dasawarsa (seperti studi doll, hill, dan peto), untuk memberikan waktu yang cukup kepada sebagian
besar penyakit (terutama kanker) untuk memanifestasikan diri secara klinis (masa laten). Tetapi
waktu follow-up bisa juga dalam beberapa hari, minggu atau bulan (masa inkubasi), misalnya studi
kohort yang meneliti hubungan infeksi rubella selama kehamilan dan malformasi kongenital bayi,
atau mengamati akibat langsung paparan menahun gas beracun diantara pekerja pompa bensin.
Studi kohort memiliki banyak nama, karena mengikuti kelompok penelitian sepanjang waktu, maka

ia disebut juga studi follow-up (Rothman, 1986; Kleinbaum et al., 1982 atau studi longitudinal
(ERIC, 2002). Karena selama periode follow-up peneliti melakukan re-eksaminasi atau surveilans
tentang kejadian baru penyakit, maka studi kohort disebut juga studi insidensi (Gerstman, 1998).
Karena dimulai dengan status paparan subjek lalu diikuti maju ke depan untuk melihat status
penyakit, maka studi kohort juga disebut juga studi prospektif, atau studi panel ( Kleinbaum et al.,
1982; Mausner and Kramer, 1985)
B.2. Skema Studi Kohort

Gambar 2.1. Skema Studi Kohort

Sumber : Bhisma Murti, prinsip dan metode riset epidemiologi, 2003.

B.3. Jenis Studi Kohort


Kohort berasal dari nama latin untuk sebuah devisi legiun tentara romawi kuno (Rothman, 1986).
Dalam epidemiologi mula-mula arti kohort merujuk kepada sekelompok orang yang lahir dalam
tahun yang sama (Streiner et al., 1989). Kini terma kohort digunakan lebih luas, merujuk kepada
kelompok subjek penelitian yang diidentifikasi pada suatu titik waktu memilki sejumlah kesamaan
atribut atau karakteristik, yang kemudian diamati dalam suatu periode waktu untuk dideteksi
timbulnya kasus baru penyakit.
Dua jenis kohort dalam studi epidemiologi (Rothman, 2002) :
1) Closed cohort (fixed cohort)
Kohort tertutup merupakan kohort dengan anggota tertutup. Setelah kohort didefinisikan dan follow-
up dimulai, tak satupun anggota baru dapat dimasukkan kedalam kohort tertutup. Dalam perjalanan
waktu kohort itu tentu dapat saja berubah karena terdapat anggota meninggal, hilang waktu follow-
up (loss to follow-up), atau mengalami penyakit. Anggota kohort tertutup membentuk suatu
kelompok orang yang tetap merupakan anggota kohort sekalipun dia meninggalkan area penelitian.
Sebuah kohort tertutup selalu menyusut dengan berjalannya waktu. Satu contoh studi yang
menggunakan kohort tertutup adalah Framingham Heart Study yang dimulai 1948 (Kannel, 1990;
Dawber et al., 1957).
2) Open cohort (dynamic cohort/ dynamic population)
Kohort terbuka dapat menambahkan anggota baru selama perjalanan waktu. Kohort terbuka biasanya
dibatasi secara geografis. Anggota yang keluar dari batas geografis tidak lagi dianggap aggota kohort.
Contoh kohort terbuka adalah sekolah, dengan sejumlah murid baru masuk dan sejumlah lainnnya
tamat pada awal tahun ajaran. Karena ada yang datang, da yang pergi dalam jumlah kurang lebih
sama, maka ukuran populasi dinamik umumnya konstan.
Berdasarkan timing kronologis antara kejadian fenomena sesungguhnya dan waktu penelitian, studi
kohort dibagi menjadi dua jenis ( Rothman, 2002; ERIC, 2002; Gordis, 2000; Mausner dan Kramer,
1985; Kleinbaum et al., 1982):
1. Studi Kohort Prospektif (studi kohort concurrent)
Pada studi kohort prospektif, status paparan diukur pada awal penelitian dan kohort diikuti untuk
melihat kejadian penyakit dimasa yang akan datang.kejadian penyakit atau kesudahan lainnya
ditentukan melalui wawancara dengan anggota kohort, anggota keluarganya atau memeriksa catatan
medik.
2. Studi kohort historis (studi kohort retrospektif / studi prospektif non-concurrent)
Pada studi kohort historis, paparan dan penyakit sudah terjadi di masa lampau sebelum dimulainya
penelitian, sehigga variabel-variabel tersebut diukur melalui catatan historis.

Gambar 2.2. Studi Kohort prospektif dan retrospektif

Sumber : Bhisma Murti, prinsip dan metode riset epidemiologi, 2003.

Berdasarkan tujuannya, studi kohort dapat dibagi dua jenis (Greenlagh, 1997) :
1. Riset etiologi
Sebagai riset etiologi studi kohort meneliti faktor-faktor resiko dan etiologi penyakit atau kesudahan
tertentu lainnya. Pada awal penelitian semua kelompok – kelompok yang dibandingkan harus
dipastikan bebas dari penyakit yang diteliti.
2. Riset prognosis
Sebagai riset prognosis, sekolompok pasien yang didiagnosis mengalami penyakit (atau ditemukan
positif dalam uji skrining) dimonitor secara sistematis selama periode waktu untuk melihat waktu
perjalanan yang diperlukan hingga terjadinya manifestasi klinis, melihat perkembangan penyakit,
waktu perjalanan yang diperlukan untuk terjadinya berbagai kesudahan penyakit, serta mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis – disebut faktor prognosis.

B.4. Kekuatan Studi Kohort


Kekuatan pertama studi kohort adalah kesesuaiannya dengan logika studi eksperimental dalam
membuat inferensi kausal, yaitu penelitian dimulai dengan menentukan paparan (anteseden) diikuti
dengan penyakit (konsekuen). Studi kohort dapat memastikan hubungan temporal paparan
mendahului penyakit, karena pada awal penelitian semua subjek dalam populasi studi bebas dari
penyakit yang diteliti. Studi kohort yang didesain dengan baik memberikan bukti-bukti kausal lebih
kuat daripada studi observasional lainnya yang didesain dengan baik.
Kedua, dengan studi kohort peneliti dapat menghitung insidensi kumulatif (CI), laju insidensi (ID),
maupun attributable risk (AR,RD), sesuatu yang tidak mungkin dilakukan pada studi kasus kontrol.
Selama periode follow-up peneliti menghitung jumlah subjek yang mengalami penyakit atau
kesudahan lainnya. Jumlah tersebut merupakan numerator untuk perhitungan insidensi. Jumlah orang
beresiko pada awal penelitian merupakan denominator untuk perhitungan insidensi kumulatif.
Insidensi kumulatif ini merupakan ukuran resiko individu untuk mengalami penyakit atau kesudahan
yang diteliti.
Ketiga, studi kohort cocok untuk meneliti paparan langka. Karena memulai penelitian dengan
memilih kelompok-kelompok berdasarkan status paparan, maka studi kohort merupakan desain yang
efisien untuk memperoleh ukuran sampel yang cukup untuk pengujian hipotesis hubungan paparan-
penyakit.
Keempat, studi kohort memungkinkan peneliti mempelajari sejumlah akibat dari sebuah paparan.
Contoh : dari studi kohort dapat dipelajari berbagai kemungkinan akibat dari pemakaian kontrasepsi
oral misalnya infark otot jantung, kanker payudara, kanker ovarium dan melanoma maligna.
Kelima, pada studi kohort yang menggunakan data sewaktu ( studi kohort “concurrent”), keungkinan
bias seleksi dalam menyeleksi subjek dan menentukan status paparan adalah kecil, sebab tidak
dipengaruhi status penyakit yang memang belum terjadi.
Keenam, karena bersifat observasional, maka tidak ada subjek yang sengaja dirugikan karena tidak
mendapat terapi yang bermanfaat, atau mendapat paparan faktor detrimental kesehatan.

B.5. Kelemahan Studi Kohort


Kelemahan utam studi kohort prospektif mahal dan membutuhkan waktu lama. Penelitian penyakit-
penyakit kronis seperti kanker, PJK, atau diabetes membutuhkan sejumlah besar subjek penelitian
agar diperoleh kasus dalam jumlah yang cukup untuk dapat menunjukkan hasil-hasil yang bermakna
secara statistik.
Kedua, studi kohort tidak efisien dan tidak praktis untuk mempelajari penyakit langka, kecuali jika
ukuran sampel sangat besar, atau prevalensi penyakit pada kelompok terpapar cukup tinggi.
Ketiga, hilangnya subjek selama penelitian, baik karena migrasi, drop-out, maupun meninggal,
merupakan problem yang mengganggu vaiditas penelitian, disebut “loss to follow-up bias”
Keempt, karena faktor penelitian sudah ditentukan terlebih dahulu pada awal penelitian, maka studi
kohort tidak cocok untuk menguji hipotesis faktor-faktor etiologi baru apabila penelitian kohort sudah
terlanjur berjalan.

B.6. Memilih Kelompok Terpapar


Kelompok terpapar dapat dipilih dari populasi sumber sebagai berikut :
1. Populasi Umum
Populasi umum merupakan pilihan yang tepat pada situasi berikut :
a) Prevalensi paparan pada populasi tinggi.

Mempunyai batas demografis yang jelas


c) Secara demografis stabil
d) Ketersediaan catatan demografis yang lengkap dan up-to-date.
2. Populasi Khusus
Populasi khusus merupakan pilihan alternatif pada keadaan berikut :
a) Prevalensi paparan dan kejadian penyakit pada populasi umum rendah.

Kemudahan untuk memperoleh informasi yang akurat dan pengamatan yang lebih terkontrol
pada populasi khusus.

B.7. Memilih Kelompok Tidak Terpapar


Kelompok terpapar dapat dipilih dari populasi sumber sebagai berikut :
1. Populasi Kohort
Kelompok tidak terpapar bisa dipilih dari populasi yang sama dengan populasi asal kelompok
terpapar.
2. Populasi Umum
Kelompok tidak terpapar bisa juga dipilih dari populasi yang bukan populasi asal kelompok terpapar.
Tetapi, jika ini dilakukan harus dipastikan kedua populasi yang terpisah itu ekuivalen dalam hal
faktor-faktor yang dapat merancukan penilaian hubungan paparan dan enyakit yang diteliti, kecuali
paparan itu sendiri. Kelemahan menggunakan populasi umum:
I. Populasi umum secara rata-rata mempunyai derajat kesehatan yang lebih rendah dari pada populasi
khusus, terutama kelompok pekerja.
II. Data kependudukan, kesehatan dan medis pada populasi umum biasanya tidak seakurat populasi
khusus.
III. Penggunaan populasi umum sebagai asal kelompok tidak terpapar mengasumsikan bahwa tidak
terdapat paparan sama sekali pada populasi itu.
Hennekens dan buring (1987) menganjurkan penggunaan kelompok pembanding (tak terpapar) ganda
pada studi kohort, khususnya pada kesetaraa kelompok pembanding dengan kelompok terpapar
meragukan. Alasannya, jika hasil penaksiran hubungan paparan dan penyakit melalui kelompok
pembanding pertama konsisten dengan hasil penaksiran melalui kelompok pembanding kedua, maka
konsisten itu memperkuat validitas penaksiran.

[/b]

DAFTAR PUSTAKA

• Murti, bhisma. Prinsip dan metode riset epidemiologi. 2003. Yogyakarta : gadjah mada university
press
• Rothman, kenneth j. Epidemiologi modern. 1995. Jakarta: yayasan pustaka nusatama
• Timmreck,thomas c. 2001. Epidemiologi suatu pengantar edisi 2. Jakarta : EGC
• ^ http://www.socialresearchmethods.net/tutorial/...
• ^ Porta M (editor). Sebuah kamus epidemiologi. 5. Edisi. New York:. Oxford University Press, 2008
[1]
• ^ http://www.ehib.org/faq.jsp?faq_key=37
• ^ Daya C dan Elliott J (2006). "Cohort profil: 1958 British Cohort Study" International Journal of
Epidemiology 35 (1):. 34-41. DOI : 10.1093/ije/dyi183 . PMID 16155052 .
• ^ Richard J Pinder, Neil Greenberg, Edward J Boyko, Gary D Gackstetter, Tomoko saya Hooper,
Dominic Murphy, Margaret AK Ryan, Besa Smith, Tyler Smith C, Timotius S Wells dan Simon
Wessely (2011/06/29). Profil dua kohort: Inggris dan studi AS calon kesehatan militer . Oxford
• ^ Adams TD, Gress RE, Smith SC, et al. (2007). "Jangka panjang kematian setelah operasi bypass
lambung". N. Engl. J. Med 357 (8):.. 753-61 DOI : 10.1056/NEJMoa066603 . PMID 17715409 .
• ^ "The Studi Cohort Lothian Kelahiran" . University of . Diakses 8 Mei 2011.
• ^ Pai JK, Pischon T, Ma J, et al. (2004). "Penanda inflamasi dan risiko penyakit jantung koroner
pada pria dan wanita". N. Engl. J. Med 351 (25):.. 2599-610 DOI : 10.1056/NEJMoa040967 . PMID
15602020
• http://leoriset.blogspot.com/2009/07/penelitia...
• Faisal, S. 1982. Metodologi Penelitian Pendidikan.Surabaya: Usaha Nasional
• Fuchan, A. 2004. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar <BACA
SELENGKAPNYA DI BUKU “ DESIGN ACTION RESEARCH” KARYA “ERNA FEBRU ARIES
S.,“ SUDAH DILENGKAPI DENGAN CONTOH-CONTOH LAPORAN PENELITIAN
LENGKAP …. HUBUNGI SEGERA 081 803 802 797

You might also like